Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas #6

Featured image

Seberapa besar pengaruh sebuah review untuk menentukan keputusan kita akan atau tidaknya menikmati karya? Yang pertama jelas tergantung sang reviewer, apakah sepaham dengan kita atau tidak? Apakah satu genre? Apakah subjektif, dan seterusnya. Hal tersebut bisa dilihat di rekam jejaknya dalam memberi ulasan. Bagi saya, pengaruh review terhadap keputusan ikut menikmati karya, sangat besar. Nah, buku yang akan saya ulas kali ini berawal dari secara tak sengaja membaca review disini. Dari seorang pandit football – yang sudah pengalaman menulis di kolom koran ulasan bola – yang tiba-tiba menyeruak review buku karya Eka Kurniawan. Blog bung Agus Khaidir yang rutin saya ikuti karena tulisannya yang Oke. Akhir tahun lalu, dengan tulisan yang runut dan renyah, seakan mengajak pembacanya membaca, saya berkesempatan juga mencicipinya. Ternyata buku-buku Eka Kurniawan mayoritas dapat review positif, duh kemana aja mas? Terakhir bahkan bukunya ‘Lelaki Harimau’ diterjemahkan ke bahasa Perancis dan Inggris. Wow! Berbekal ulasan bagus dan bukti buku yang laris itulah saat nonton film PK, Desember 2014 saya membelinya.
Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Judulnya unik. Kalimat pembukanya langsung menohok. “Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati.” Ajo Kawir adalah pemuda paling malang sedunia, kemaluannya ga bisa berdiri. Kejadian itu berawal dari keisengan Ajo Kawir dan temannya mengintip pemerkosaan yang dilakukan oleh dua polisi. Ajo Kawir yang kepergok, lemes dan burungnya memutuskan tidur panjang. Berbagai cara sudah dilakukan untuk membangunkannya, namun selalu gagal. Dari menonton video porno, membaca novel stensilan, menatap gambar gadis seksi yang ada di buku teka-teki silang sampai uji coba ekstrim memberinya cabe. Apes bener.
Dengan kondisi seperti itu, Ajo Kawir seakan sudah tak ada harapan dalam hidup, sehingga hobinya berkelahi tanpa takut apapun. “Aku ingin menghajar orang”, kalimat aneh tanpa sebab apapun ingin berkelahi. Bener-bener stress.
Hingga pada suatu hari dia bertemu Iteung, gadis manis yang terpaksa bertarung dengan Ajo Kawir. Iteung adalah pengawal pak Lebe, penjahat kelamin yang ingin dihabisi si Kawir. Sebelah telinga Pek Lebe dipotongnya sebagai kenang-kenangan. Dan Pertarungan hebat dengan Iteung yang membuat keduanya jatuh hati. Ajo Kawir bahagia, ciuman pertamanya yang penuh gelora berakhir dengan menyedihkan. Dia sadar diri, dirinya ga akan pernah jadi kekasih Iteung.
Konflik makin menarik saat ada pekerjaan untuk membunuh si Macan yang terkenal garang, dengan iming-iming duit gede Ajo Kawir menerimanya. Perjalanan ke sana ternyata rumit. Ajo Kawir memutuskan berdamai dengan kenyataan, memutuskan jadi sopir truk jalur utama Pantura dengan tulisan di belakang truknya: Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Sekarang kita tahu, dari mana asal ide itu.
Istrinya hamil, ya Ajo Kawir akhirnya menikah tanpa pernah bercinta namun istrinya hamil. Makin kalut, anak siapa ini? Akhirnya si Kawir bertemu dengan si Macan. Namun pertarungan yang diharapkan tak terjadi. Ada karakter penyeimbang si Budi Baik dari Kangan Kosong yang mencintai Iteung. Yang jadi pemanas ada pak Toto, guru paling koplak dan ga patut digugu dan ditiru. Ada kernet muda yang menemani Ajo Kawir selama perjalanan perenungannya, Mono Ompong. Ada lawan kebut-kebutan di jalan si Kumbang yang arogan. Ada si Jelita ‘pemanis’ ending yang memberi harapan pada pembaca bahwa sekalipun terpuruk yang paling dalam sekalipun kalian masih bisa bangun dan bangkit lagi. Jadi bagaimana akhir dari kisah panjang Ajo Kawir?
Dengan banyaknya konten dewasa saya sepakat ini novel dilabeli 21+. Bertaburan makian kasar, umpatan yang tak patut ditiru dari yang kelas bawah, kelas menengah sampai yang paling kasar. Saya juga ga tahu sih pembagian kelas umpatan itu bagaimana. Bahasanya vulgar, walau ga se-vulgar  film biru. “Kemaluan bisa menggerakkan orang dengan biadab. Kemaluan merupakan otak kedua manusia, sering kali lebih banyak mengatur kita daripada yang bisa dilakukan kepala. Itu yang kupelajari dari miliku selama bertahun-tahun”.
Dengan plot cerita maju-mundur kisah mengalir lancar. Saya menyelesaikan baca buku ini dalam dua hari di sela-sela kesibukan. Saya ingat sekali saking ga bisa berhentinya saya bawa ke kantor dan dibaca pas jam istirahat. Saat akhirnya kelar, lega sekali. Eka Kurniawan memenuhi ekspektasi, review yang saya baca ga bohong. Ini buku bagus, ini buku yang sangat berbeda dari semua bacaan saya. Sesekali memang perlu sesuatu yang kasar untuk menambah pengalaman. Dan Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas memberi warna lain koleksi buku di rak ku.
Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas | oleh Eka Kurniawan | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Cetakan kedua November 2014 | ISBN: 978-602-03-0393-2 | Skor: 4/5
Karawang, 060615 – Paper cut
#6 #Juni2015 #30HariMenulis #ReviewBuku

21 komentar di “Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas #6

  1. Ping balik: Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas: Berwisata ke Area Syahwat, lalu Merekam Siksaan-siksaan Nafsu tak Tersalurkan | Lazione Budy

  2. Ping balik: Dan Benar saja, Cantik itu Luka | Lazione Budy

  3. Ping balik: #Februari2023 Baca | Lazione Budy

Tinggalkan Balasan ke lazione budy Batalkan balasan