Apa yang bisa diharapkan dari cerita remaja zaman sekarang? Cerita yang kuat? Konflik berat? Kejutan seru? Pesan moral? Nope! Kalau ekspektasi Anda seperti itu, susah mendapatkannya. Ya, ada. Beberapa buku memang ada yang memberikannya. Namun mayoritas klise. Cerita yang beredar tak kan jauh dari mimpi-mimpi kosong seorang putri yang mengaharapkan kedatangan pangeran tampan. Untuk itulah saya tak muluk-muluk saat membaca Lelaki Jepang dan Aku. Satu lagi buku teman se-kos dulu saya review. Jemy meninggalkan buku-buku roman remaja bertumpuk di rak saya, dan saya membacanya saat stok bacaan sudah kosong. Dilahap delapan tahun lalu saat masih kuliah, buku itu memberikan titik klise yang mengerikan. Entah apa yang dibenak Jemy dan pembeli lain saat memutuskan membawa pulang bacaan ringan ini. Saya sering melihat Jemy melempar buku-buku jelek ke tempat sampah saat selesai membacanya. Buku ini mungkin salah satunya, ‘untungnya’ saya cegah. Kita mengeluarkan uang untuk membawanya keluar dari toko buku. Sayang sekali kalau sia-sia. Kalau buku ini tidak di-genre kita, bisa jadi orang lain bisa melihatnya dari sisi yang berbeda. Setidaknya itulah pemikiran saya sehingga sampai saat ini buku aneh ini masih ada di rak.
The Japanese Guy & Me bercerita tentang dua orang beda kasta berkenalan lewat chatting. Pemuda tampan nan rupawan dari negeri Sakura, seorang anak dari konglomerat Perusahaan otomotif terbesar sedang galau. Dirinya muak dengan keseharian keluarga yang formal. Kyo, adalah gambaran pemuda yang ada di sinetron kita. Tampan, kaya, baik hati dan tidak sombong. Sementara itu di pihak perempuan adalah seorang pelajar yang juga sedang galau. Maya, baru saja mendengar pacarnya Dior selingkung dengan Clarisa, cewek populer dari SMU sebelah. Setelah mengklarifikasinya, mereka putus. Menangis bombai menjadi jomblo, Maya berujar: “Seandainya suatu hari nanti, aku bisa bertemu dengan cowok keren, baik hati, pintar, dan juga kaya. Aku pasti akan pamerkan kepada Dior kalau aku bisa punya pacar yang lebih keren sampai dia benar-benar panas. Tapi apa aku bisa mendapatkannya?” khas remaja kita di sinetron-kan? Maya adalah gambaran putri yang mendamba pengeran dengan berpangku tangan dan mempercantik diri, seolah hidup ini kisah dongeng.
Dan sim salabim abrakadabra! Setelah dua bab perkenalan dua karakter, bab tiga adalah mantra yang menyatukan mereka. Melalui chat! Mereka berkenalan. Hebatnya lagi, sang pangeran dari Jepang ini bisa bahasa Indonesia. Mungkin kesambet Ken Arok sehingga jadi jadi multitasking. Mereka langsung klik lho. Amazing, fantastis, bombastis, luar biasa. Lupakan logika. Buang jauh nalar Anda. Maya cerita baru putus, Kyo bilang dia sedang BT. Setelah beberapa kali chat akhirnya Pangeran itu nyamperin juga ke Indonesia. Mereka kopi darat. Dan Ta da! Maya jatuh hati. Gayung bersambut. Dunia rasanya jadi milik mereka berdua.
Namun tunggu dulu, konflik baru digulirkan. Kyo terbukti bohong, ada duri dalam hubungan mereka. Ternyata Kyo sudah tunangan. Hal yang meremukkan Maya, akankah mereka bisa bersatu ataukah bubar jalan? Duh pertanyaan klise banget. Ini kan cerita untuk mereka berdua jadi ya, sederhana sekali kesimpulannya. Melalui kejadian-kejadian yang serba kebetulan. Eh sebenarnya bukan kebetulan juga, kan udah di-skenario-kan happy ending, sehingga ya sudahlah. Untuk kali ini saya setuju sama Jemy, ini buku yang Enggak banget. Setelah membaca buku ini, sinetron Ganteng-Ganteng Serigala laksana sebuah film nominasi Golden Globe.
The Japanese Guy & Me | oleh Camarillo Maxwell | Penerbit Puspa Swara | Cetakan I, Jakarta 2006 | vi + 144 hlm; 19 cm | E 37/628/V/06 | ISBN 979 24 4851 9 | Skor: 1/5
Karawang, 200615 – Boyhood day
#19 #Juni2015 #30HariMenulis #ReviewBuku