Jo(m)bless #21

Featured image

Buku ketiga Jemy, buku kedua dari penerbit Puspa Swara yang ku review. Dibaca Sembilan tahun lalu beberapa hari setelah Valentino Rossi terjatuh di lap ke enam di perlombaan terakhir 2006. Buku yang diluar-duga sungguh menghibur, menghibur diri dari kegagalan Rossi juara. Novel chicklit / teenlit memang harus seperti ini. Seru dan kocak.

Jombless adalah gabungan kata dari jomblo dan jobless, disusun dengan Bahasa gaul yang tak disangka-sangka bisa renyah. Ceritanya tentang seorang cewek yang tak punya pacar, tak punya kerjaan walau sudah wisuda 9 bulan. Kalimat pembukanya langsung dibuat terpingkal-pingkal: “Cari kerja itu susah. Maaf, gua ralat. Cari kerja itu susaaaaaaaaaaahhhhhhhh banget! Hmm.. kayaknya ini juga salah. Cari kerja itu sebenarnya gampang sih. Di koran edisi Sabtu dan Minggu itu biasanya penuh sama iklan lowongan kerja. Di internet juga ada banyak situs pencari kerja. Yang susah itu ‘mendapatkan’ pekerjaan”. Haha… ada benernya, dulu saya juga pernah jombless jadi yah setuju sekali.

Amel. Namanya singkat padat, dan kurang menjual. Dulu gurunya mengira, namanya belum selesai jadi diminta menanyakan kepada orang tua nama lengkap. Apakah Amelia, Amelia Malik kali. Tapi ternyata hanya AMEL. Titik. Nama yang menurut Amel kurang hoki. Buktinya sudah berbulan-bulan menyandang gelar SE masih saja nganggur, sehingga setiap ngumpul sama teman-teman Amel jadi rendah diri. Ada yang pamer HP bagus, pamer PAD, pamer kesibukan kerja, pamer cowok kerennya. Amel Cuma haha hihi bete. Hobinya mendekam di kamar.

Lama menganggur membuatnya stress. Pekerjaan pertama itu akhirnya datang juga, sebagai badut Kiddie’s Fun. Walau shock juga dengan job desk yang diberi, Amel mencoba pengalaman baru ini. Apalagi gajinya lumayan. Dari pada tiap hari ke warnet, cek email, kirim lamaran, muter sana-sini ga dapat juga setidaknya kini dia ga jobless. Namun sayang, Amel yang emang ga suka keriuhan anak kecil di hari pertama kerja langsung dipecat. Rekor mengenaskan. Dari situ dia belajar untuk lebih teliti mengirim lamaran, ga asal send-send-send. Setelah badut, Amel berkesempatan jadi bintang iklan. Maksudnya figuran dalam iklan minumam. Lumayan, tapi yang namanya figuran ya gitulah. Syuting melelahkan, teriak-teriak geje, diguyur, di-make-up sampai dirinya sakit karena ratusan kali take. Saat iklannya tayang, Amel kecewa dirinya tak kelihatan. Huhu… seakan nasib sial selalau menghampirinya.

Sampai kapan Amel menganggur? Temukan jawabnya di novel yang seru ini. Kalimatnya ringan, tanpa banyak istilah asing yang njelimet. Bahasa keseharian kita. Mulai dari kekesalan pembulatan harga naik taksi, beli DVD bajakan, ke mal hanya melihat-lihat karena ga punya duit, ngumpul sama teman yang rame, sampai serunya cari kerja dari yang normal lewat email sampai spam yang ekstrim. Sungguh Kita Banget. Karena saya pernah mengalamai masa-masa itu, jadinya apa yang dirasa Amel kita jadi bisa resapi.

Satu lagi keunikan buku ini, tiap lembarnya ada aja banyolan yang fresh yang anehnya tak terpikirkan. Bahasanya gaul, top lah si Adeyulia ini. Pinter nyusun kata-kata yang menghipnotis pembaca untuk terus terpaku. Salah satunya adegan Amel menyeret sandal, “sret sret sret…” diomeli mamanya. “Dug dug dug…” loncat-loncat, diomeli juga. Serba salah. Serba aneh. Penasaran sama Amel nih, karakter nyeleneh. Endingnya juga pas, saat Amel sepertinya bahagia, teman akrab-nya memberi kabar yang lebih wah seakan-akan pencapaian Amel hanya selintas lewat. Haha… Keren!

Jo(m)bless | oleh Adeyulia | Penerbit Puspa Swara | Cetakan I, Jakarta, 2005 | E05/569/X/05 | 164 hlm; 20 cm | ISBN 979-3833-90-4 | Skor: 4/5

Karawang, 220615 – Menanti Ant-Man

#21 #Juni2015 #30HariMenulis #ReviewBuku