Orang-orang di Masa Lalu yang Telah Meninggalkan Cerita ke Masa Mendatang


Segala yang Diisap Langit oleh Pinto Anugrah

“Tatapanmu, tatapan pesimis dan penuh amarah! Tidak baik memelihara tatapan seperti itu! Setan-setan akan senang di dalamnya, mereka akan berpesta pora di matamu!”

Ringkas nan memikat. Hanya seratusan halaman, kubaca sekali duduk selama satu setengah jam pada Sabtu, 16 Oktober 2021 selepas Subuh. Langsung ke poin-poin apa yang hendak dituturkan. Tentang Islamisasi di tanah Sumatra di masa Tuanku Imam Bonjol. Mengambil sudut pandang sebuah keluarga lokal yang kalah dan tersingkir. Segalanya jelas, tapi akan mencipta keberpihakan abu-abu.

Kisahnya di daerah Batang Ka, negeri di tenggara Gunung Marapi, Sumatra. Dibuka dengan pasangan suami istri yang absurd. Bungi Rabiah mendamba anak perempuan sebagai penerus sebagai pelanjut lambang kebesaran dari Rumah Gadang Rangkayo, suaminya Tuanku Tan Amo yang gila perempuan sudah punya banyak istri, Bungo Rabiah sebagai istri kelima. Memang ingin dimadu sama bangsawan. Terjadi kesepakatan di antara mereka, bagaimana masa depan generasi ini harus diselamatkan.

Rabiah memiliki hubungan gelap dengan saudara kandungnya Magek Takangkang/Datuk Raja Malik, satu ibu beda bapak. Dorongan yang begitu besar dari dirinya untuk tetap menjaga kemurnian darah keturunan Rangkayo. Ia tak mau darah keturunan Rangkayo ternoda dengan darah-darah yang lain. Mereka memiliki anak Karengkang Gadang yang bandelnya minta ampun, sejak tahu hamil, Rabiah langsung mencari suami, seolah asal ambil, ia menikah dengan pekerja kasar saat Magek Takangkang sedang dalam perjalanan bisnisnya. Pilihan langsung jatuh kepada Gaek Binga, bujang lapuk yang bekerja sebagai pemecah bukit pada tambang-tambang emas di tanahnya. Sudah bisa ditebak, pernikahan ini kandas dengan mudah, memang hanya untuk status sahaja. Rabiah lalu menikah lagi dengan Tan Amo, seperti yang terlihat di adegan pembuka.

Karengkang Gadang tukang mabuk dan judi. Hidupnya kacau, sakaw karena narkoba dan nyaris mati. Tan Amo mabuk perempuan, menggoda sana-sini walau sudah punya banyak istri. Kesamaan keduanya adalah judi, ia sering kali memertaruhkan banyak harta, termasuk perkebunan. Suatu hari desa mereka kena serang. Seranganya yang memporakporandakan wilayah sekitar itu kini menyambangi mereka. Satu lagi, Jintan Itam yang merupakan anak pungut yang dibesarkan seolah anak sendiri, mengabdi tanpa pamrih. Ia mewarnai kekacauan keadaan dengan pelayanan memuaskan.

Pasukan putih, tanpa menyebut secara terbuka ini adalah pasukan Tuanku Imam Bonjol yang terkenal itu, kita tahu ini adalah Jihad penyebaran agama Islam. Mereka juga memakai sebutan Tuanku untuk orang-orang terhormat bagi mereka. Nah, di sinilah dilema muncul. Magek kini jadi bagian dari pasukan ini, Magek Takangkang, Datuk Raja Malik yang mengganti nama Kasim Raja Malik, ia menjadi panglima yang paling depan mengangkat pedang dan menderap kuda. Pilihan bagi yang kalah perang hanya dua: mengikuti ajaran baru, atau mati. Ia tak pandang bulu meratakan daerah manapun.

Sebagian warga yang sudah tahu, memilih kabur. Yang bertahan luluh lantak, adegan keluarga Bungo ini ditaruh di ujung kisah. Drama memilukan, tak perlu kita tanya apakah Sang Kasim tega membinasakan keluarganya demi agama baru ini? Ataukah hatinya tetap tersentuh. Jangankan keluarganya, pusaka pribadinya yang mencipta dosa sahaja ia siap musnahkan. Dunia memang seperti itu, penuh dengan makhluk serba unik dan aneh. Kalau sudah ngomongin prinsip hidup, segalanya memang bisa diterjang, segalanya diisap langit!

Tanpa perlu turut mendukung pihak manapun, pembunuhan adalah salah. Apalagi pembunuhan dengan membabi buta, dengan bengis dan amarah memuncak. “Kau! Kelompokmu! Tuanku-tuanku kau itu! Hanya orang-orang kalah pada kehidupan, lalu melarikan diri kepada Tuhan!”

Tanpa bermaksud mendukung atau menhujat pihak manapun, selingkuh adalah salah, hubungan incen juga salah, judi, mabuk, narkoba jelas salah. Lantas bagaimana kita menempatkan diri? Dunia memang seperti itu, mau zaman dulu dan sekarang sama saja, hanya teknologinya saja yang berubah. Kalau mau objektif, semua karakter ini pendosa, dan saat bertaubat, ia memilih jalan yang keras, dan yah, salah juga mengangkat pedang. Kalau zaman sekarang, menyandang bom untuk menegakkan bendera agama dengan meledakkan diskotik misalkan, tetap saja salah. “Atas nama agama, katanya!”

Perjuangan melawan semacam kutukan juga terlihat di sini. Rabiah! Ingat, kau adalah keturunan ketujuh dan kutukan kepunahan pada keturunan ketujuh akan menghantuimu. Munculnya karakter minor yang ternyata memiliki peran penting dirasa pas. “Apakah orang-orang mencatat apa-apa yang pernah terjadi pada masa lampau kita, Jintan?” Maka akhir yang manis dengan api berkobar sudah sungguh pas.

Overall ceritanya bagus, tak njelimet, jadi sungguh enak dilahap. Benar-benar clir semuanya, apa yang mau disampaikan juga jelas, silsilah di halaman depan mungkin agak membantu, tapi untuk kisah seratusan halaman, rasanya tak diperlukan. Mungkin salah satu saran, jangan terlalu sering menggunakan tanda perintah (!) terutama untuk kalimat langsung. Mungkin maksudnya marah, atau meminta, atau memerintah, tapi tetap kubaca jadi kurang nyaman. Atau semuanya berakhiran dengan tanda itu dan tanda tanya (?)? contoh kalimat-kalimat langsung yang sebenarnya bisa dengan tanda titik (.), atau ada yang salah dengan tanda ini. (1) “Memang kita tidak akan mengerti, jika mengerti berarti kita selamat di ambang zaman ini!”; (2) “Sebentar lagi kita akan punah! Semuanya akan habis! Saya lebih peduli akan hal itu. Saya dan Rumah Gadang ini, tidak ingin hilang begitu saja, makanya perlu ada yang mencacat! Perlu dicatat!” (3) “Saya telah memilih jalan ini, Tuanku! Maka, saya pun akan berjuang sampai titik darah penghabisan, Tuanku!”; dst…

Prediksiku, buku ini laik masuk lima besar. Kisahnya sudah sangat pas, tak perlu bertele-tele, langsung ‘masuk’ ke intinya. Kursi goyang yang mewarnai kenyamanan hidup hanya selingan bab mula, masa kolonial yang keras bahkan tak disebut dan tak dikhawatirkan. Pasukan Padri, pasukan lokal yang perkasa malah justru yang mencipta khawatir. Rasanya banyak hal yang disampaikan, dan memang sepantasnya tak disampaikan sebab bersisian sejarah. Lihat, cerita bagus tak harus njelimet dan melingkar mumet bikin pusing pembaca, inti cerita yang utama.

Aku tutup catatan ini dengan kutipan dari Matthew Pearl, penulis The Dante Club ketika diwawancarai terkait cerita fiksinya yang bersetting sejarah Amerika, ia menjawab; “Saat Anda menulis fiksi sejarah, Anda harus tahu detail-detail tokohnya: makanan apa yang mereka santap ketika sarapan, apa jenis topi yang mereka kenakan, bagaimana cara mereka beruluk salam ketika saling bertemu di jalan.”

Segala yang Diisap Langit sukses menerjemahkannya.

Segala yang Diisap Langit | oleh Pinto Anugrah | Cetakan pertama, Agustus 2021 | Penyunting Dhewiberta Hardjono | Perancang sampul Bella Ansori | Pemeriksa aksara Yusnida, Nurani | Penata aksara Labusian | Penerbit Bentang | vi + 138 hlm.; 20.5 cm | ISBN 978-602-291-842-4 | ISBN 978-602-291-843-1 (EPUB) | ISBN 978-602-291-844-8 (PDF) | Skor: 4/5

Terima kasih untuk istri tercinta, Welly Zein

Karawang, 181021 – Fourplay (feat. El Debarge) – After the Dance

*Enam sudah, empat gegas.

**Thx to Titus, Karawang. Thx to Stanbuku, Yogyakarta.

***Judul catatan kuambil dari ucapan terima kasih penulis di halaman awal berbunyi: “Dan, terima kasih untuk orang-orang di masa lalu yang telah meninggalkan cerita ke masa mendatang.”

Perjalanan Nun Jauh Ke Atas Sana – Kurt Vonnegut

Sudah berkali-kali hati saya kecewa sebelum meninggalkan lembah durjana ini untuk dunia yang lebih baik. Tapi kekecewaan yang saya rasa paling dalam disebabkan oleh…

Berisi dua cerpen tentang masa depan yang mengerikan. Di penghujung abad 22, manusia sudah menemukan obat abadi, dimana penuaan bisa disikat. Tak ada wabah, tak ada perang, tak ada pembunuhan massal. Kedamaian yang didapat? Belum tentu. Kematian menjadi barang langka, usia manusia sungguh panjang. Kakek nenek, bisa hidup bersama dengan cucu cicit, dan generasi setelahnya. Dan bagaimana manusia menghadapi bencana overpopulasi? Satu lagi, adalah masa depan yang bisa jadi solusi masalah cerpen pertama, populasi manusia diatur agar seimbang, setiap kelahiran berarti harus teregister kematian lain. Maka tampak jahat, tampak membunuh adalah kelaziman. Dua tema yang luar biasa menantang nalar, dua opsi masa depan yang sungguh misterius dan mengerikan. Perang adalah damai? Ataukah, anti-perang adalah damai?

#1. Perjalanan Nun Jauh Ke Atas Sana
Kalau begitu, seratus tahun lalu juga sudah ada.” Kakek Ford hidup di tahun 2185 bersama banyak keluarga dekatnya, panjang umur dalam arti sebenarnya. Saat minuman anti-geranose ditemukan ia berusia 70 tahun dan sampai 102 tahun kemudian ia masih hidup. Menjadikan privasi adalah barang mahal, langka karena dunia tampak sempit, orang makin banyak. Orang jadi mendamba hidup dalam penjara yang tenang, barangsiapa yang berani menyebarkan berita bagaimana nikmatnya penjara tak akan boleh masuk lagi.

Dengan sudut pandang Lou, keluarga ini hidup berhimpit dalam apartemen bersama seluruh keluarga dari kakek, ayah, anak, cucu, cicit… Kakek Ford sebagai generasi paling tua, memegang surat wasiat nantinya kepada siapa kasur di kamarnya diwariskan, dan selalu mengancam mereka-mereka yang mengusik kenyamanan di jelang akhir hidupnya. Di tengah ruang ada ranjang yang empuk, tinggi, luas dan berkanopi yang dicita-citakan seluruh keluarga Ford. Namun dengan obat anti-aging, entah hidupnya mau sampai kapan? Aku tidak akan panik sampai aku yakin aku memang layak panik akan sesuatu. Hiruk-pikuk dunia ini akan segera lepas dariku bagai jubah bagai jubah berduri, dan aku akan segera menemukan kedamaian.

Pertanda kematian sama asingnya dengan Zoroastrianisme atau pemberontakan Sepoy, membungkam suara dan melembamkan hati mereka masing-masing. “… nanti ketika bendera kotak-kotak di Indianapolis Speedway dikibarkan, dan ketika kakek sudah siap buat Perjalanan Nun Jauh Ke Atas Sana.”

#2. 2BR02B
Nomor telpon 2BR02B dibaca to be or not to be, yang diambil dari soliloquy dalam buku tragedi Hamlet yang artinya pengungkap kegalauan hidup dan keinginan bunuh diri bahwa ayahnya ternyata dibunuh pamannya sendiri. Di sini dijadikan humor satir tentang masa depan yang ideal, angka kelahiran diatur sedemikian rupa, sehingga klik dengan angka kematian. Menurut Undang-undang, seorang bayi hanya boleh hidup bila orangtuanya berhasil menemukan seseorang yang mau sukarela mati.

Di era itu, tak ada penjara, tak ada kampung kumuh, tak ada rumah sakit jiwa, tak ada cacat, tak ada kemiskinan, tak ada perang. Seluruh penyakit sudah ditaklukkan, begitu juga usia tua. Kematian, kecuali kecelakaan adalah petualangan bagi mereka yang sukarela. Penduduk Amerika stabil di angka Empat Puluh juta.

Si Pelukis merenungkan teka-teki menyedihkan tentang kehidupan yang ingin dilahirkan, dan setelah dilahirkan, dan peranak pinak, dan menjalankan kehidupan yang lebih lama, planet ini dituntut untuk bertahan selamanya. Pelukis, dan model lukisan Leona Duncan, dan kenaifan yang fana.

Dengan setting rumah sakit bersalin Chicago dengan lukisan ‘Studio Bunuh Diri Etis’. Seorang ayah Edward K. Wehling Jr. mendapat karunia anak kembar tiga. Yang otomatis harus merenggut tiga nyawa, atau mau mengorbankan salah satu atau salah dua guna penyeimbang. “Aku tidak mau mati di otomat…”

Kota Anda berterima kasih pada Anda, negeri Anda berterima kasih pada Anda, planet Anda berterima kasih pada Anda, tapi yang paling berterima kasih adalah generasi mendatang.”

Kubaca kilat pada hari Senin (21/10/19) ketika istirahat kerja. Sebelum makan siang, dan setelahnya. Di meja kerja sembari mendengarkan kumpulan lagu lokal, kutuntaskan di ruang ATK (Alat Tulis Kantor) dengan rebahan santuy. Bukunya tipis sekali, hanya berisi 46 halaman. Dari Penerbit OAK yang kini sudah tutup, masuk ke dalam kolektor edition, di mana halaman muka ada nomor koleksinya. Saya mendapatkan nomor 090. Menurutku exclusive sih, bagus sekali buku dinomori oleh Penerbit. Dengan kover bagus banget, lukisan karya Arwin Hidayat, seolah mewakili kisah suram yang ada, masa depan yang rumit. Mengekspresikan wajah-wajah tanya, seolah memang kita (nantinya) memang hidup di masa tak tentu arah. Namun tetap dengan masalah utama yang sama, dulu, kini dan nanti.

Umat manusia sudah mampu mengalahkan kehendak Tuhan. Kesejahteraan hidup yang makin menjamin, kelahiran tak terkendali, harapan umur panjang. Longevity – yang mengingatkan pada tulisan Shailesh Modi bahwa di era exponential harapan hidup manusia bertambah 3 bulan setiap tahunnya. Empat tahun lalu harapan hidup manusia ada di angka 79 tahun dan akan terus naik saat ini ada di angka 80. Artinya di tahun 2036 harapan hidup manusia akan mencapai 100 tahun! Teori transhuman. Sementara bumi menyediakan sumber daya alam yang dalam prediksi matematis tak akan cukup dalam 50 tahun ke depan. Manusia banyak, makanan kurang. Sebuah ancaman yang harus diantisipasi yang kini jadi debat rumit para ilmuwan. Solusi untuk mencegah kepunahan umat. Masuk akal sekali-kan?

Di sini kita disuguhi opsi pertama, seolah pembiaran berjalan laiknya saat ini. Sehingga overpopulasi atau populasi dijaga seimbang dengan konsekuensi yang sangat mahal.

Ini adalah buku kedua Kurt Vennegut yang kubaca setelah Gempa Waktu yang wow itu. Gempa waktu 2001 merupakan nyeri otot kosmis dalam tendon-tendon Takdir. Ketika kota New York pukul 14:27 tanggal 13 Februari tahun itu, Alam Semesta mengalami krisis kepercayaan diri. Haruskan ia mengembang tanpa batas? Apa maknanya? Alam Semesta mendadak sontak menyusut sepuluh tahun tanggal 17 Februari 1991. Hebat ini penulis, memainkan ironi kehidupan. Imaji tak berbatas, menantang nalar, memadukan realita dengan konsep-konsep fantasis khas fiksi ilmiah. Menertawai sekaligus mengutuk kebiadapan manusia dan kedangkalan manusia abad 20.

Dunia ini seharusnya sedikit berantakan, menurutku.”

Perjalanan Nun Jauh Ke Atas Sana | by Kurt Vonnegut | Diterjemahkan dari Big Trip Up Yonder | Penerbit OAK, 2017 | Cerakan pertama, Seprtember 2017 | Penerjemah Widya Mahardika Putra | Penyunting Widya Mahardika Putra | Penggambar sampul Arwin Hidayat | Perancang sampul Azka Maulana | Penata Letak Hengki Eko Putra | x + 28 hlm., 12×18 cm | ISBN 978-602-60924-5-8 | Skor: 4/5

Karawang, 231019 – Raisa – Mantan Terindah

Drogba Pulang, Chelsea ke 8 Besar Liga Champions

Gambar

(sahabar lama bertemu lagi)

Untuk pertama kalinya Didier Drogba kembali berkunjung ke Stamford Bridge sebagai lawan. 8 tahun membela Chelsea, akhirnya pagi dini hari tadi Drogba yang sekarang memakai seragam Galatasaray melawan rekan-rekannya. Pada pertandingan sebelumnya di Turki Chelsea berhasil menahan tuan rumah 1-1. Drogba tampil relative bagus sepanjang laga. Dan saat dia pulang ke Londong, sambutan fan The Blues begitu meriah. Salah satu banner yang paling disorot adalah gambar Drogba dengan tulisan: always in our hearts.

Pertandingan berlangsung seru, Chelsea unggul cepat seperti harapan saat laga baru berjalan 4 menit. Melalui skema serangan balik cepat Eto’o mengantar Chelsea unggul 1-0. Kemudian jual beli serangan terjadi. Fokus kepada sang legenda Drogba.

The Blues berhasil menggandakan keunggulan menjadi 2-0, 3 menit seblum rehat melalui Cahil. Melalui sepak pojok, Terry berhasil menyundul bola ke gawang. Sempat di blok oleh Muslera, Cahil yang berdiri bebas melesakkannya dengan keras. Babak pertama Chelsea unggul agg. 3-1, situasi yang sangat nyaman.

Babak kedua relative tenang, tuan rumah begitu dominan. Nyaris tanpa peluang berbahaya, karena setiap pemain Chelsea mereka mencoba menahan bola lebih lama, bahkan saat serangan balik pun bola tidak dengan segera dieksekusi. Di menit ke 67’ terjadi duel, Drogba mendapatkan kartu kuning. Terlihat begitu santainya dia, bahkan sering tersenyum walau dilanggar. Tak ada gol lagi tercipta, sehingga skor 2-0 ini sudah cukup untuk mengantar Chelsea ke babak 8 besar.

Terima kasih Drogba. Di mana pun Anda berada, Anda selalu di hati kami.

Gambar

(aksi yang seru)

Gambar

(banner yang istimewa)

Karawang, 190413

Libur dan Kembali ke Rutinitas

Seminggu terakhir saya full libur Lebaran. Kemarin Senin, 12 Agustus 2013 akhirnya kembali bekerja dalam rutinitas sebagai buruh pabrik. Seminggu tak masuk kerja tak sekalipun pegang computer untuk online. Jadi blog ini ga ter-update sama sekali. Ternyata puasa itu lemas juga hanya untuk sekedar pegang laptop. Siang ibadah tidur, malam waktunya sempit. Setelah adzan Maghrib, sudah dekat Isya. Selesai taraweh sudah malam, segera istirahat. Dan tahu-tahu sahur. Siang kalaupun ada waktu luang sedikit saja lebih condong buat istirahat. Parah ya.

Syawal tiba lebih lambat dari biasanya. Setelah pesta pora Lebaran, kita dihadapkan kembali ke rutinitas yg lebih cepat datang. Alhamdulillah, puasa syawal sudah dimulai. Dua hari beres, empat hari dikejar. Moga rencana berjalan lancar di mana di Sabtu sore saya harusnya selesai ibadah puasa syawal. Puasa syawal itu godaannya lebih berat dari Ramadhan. Kalau puasa Ramadhan kan kebanyakan berusaha untuk saling menghormati sesama, di mana tak banyak terlihat orang makan minum di sembarang tempat. Kalau Syawal, tak ada yang tahu kan kita puasa, makanya makanan bersliweran. Apalagi hari-hari perdana masuk kerja, banyak teman kerja yang bawa oleh-oleh mudik dibawa ke kantor untuk disikat bersama. Saya hanya senyum tertahan.

Libur Lebaran tahun ini saya tak mudik ke Solo. Merayakannya bareng keluarga istri di Karawang. Diantara waktu sempit liburan pasca Lebaran itu saya selipkan kegiatan:

Hari 1: Ziarah bidadari kecilku

Setelah kelar sholat ied, kami sekelurga langsung menuju makam bidadari kecilku: Najwa Saoise. Inilah pertama kalinya kita tabur bunga pasca sholat idul fitri. Tak terasa sudah 9 bulan berlalu sejak meninggalnya putri kami tercinta. Kali ini suasananya haru, istriku tak kuasa menahan air mata dan jatuh sakit.

Hari 2: Pindahan rumah baru

Gambar

Hari kedua Lebaran kita pindahan rumah baru. Sebelum puasa sebenarnya sudah siap ditempati, namun kita putuskan pindahnya pasca Lebaran. Benar-benar mulai dari nol. Makna Lebaran terasa lebih hikmat dengan memulainya menempati rumah kredit baru ini.

Hari 3: Silaturahmi ke rumah saudara

Gambar

Tak banyak saudara kandung saya di tanah rantau. Ke kota Purwakarta adalah satu diantara sedikit itu. Di hari ketiga Lebaran kita berkunjung ke rumah kakak saya yang kebetulan tak mudik juga. Sama dengan di Karawang, Lebaran di sana juga sepi. Tetangga masih pada mudik. dan sama saja di sana juga makan opor. Khas Lebaran Indonesia.

Hari 4: Nonton the Conjuring.

Gambar

Akhirnya saya bisa nonton juga ini film. Setelah tayang tiga minggu di 21 Cikarang, ini film horror masih bertahan sampai saat ini, barusan saya cek di web-nya dan masih tayang di Cikarang! Hebat sekali bisa tak digoyahkan oleh film apapun. Superman saja, dua minggu tayang langsung tumbang. Bahkan saat kita nonton the Conjuring bioskop penuh. Kursi depan yang biasanya kosong kali ini penuh sesak. Dang ingat, kita nontonnya setelah berhari-hari dipasang!

Bagi yang sudah nonton film karya James Wan ini, serangkaian kegiatan saya ini serasa dirangkum olehnya. Dari pindahan dan dihantui penampakan anak kecil, hingga ritual pengusiran arwah. Film-nya ga sebagus yang saya baca di review. Ga semenyeramkan Insidious, dan klimak yang ditunggu khas Wan tak muncul. Sepertinya kebanyakan kita dalam menikmati fiksi, happy ending terasa tak memuaskan.

Eid Mubarak 1434 H teman-teman! Sampai ketemu Ramadhan tahun depan.

Gambar

Karawang, 13 Agustus 2013

Ke Toko Buku

Minggu, 9 Juni 2013 kemarin jam 5 pm setelah mengantar istri ke tempat temannya untuk sinau Tugas Akhir kuliahnya saya bingung, saya lanjut ke mana. Mau balik ke rumah tanggung karena terbentur maghrib dan pengen refresh bentar di hari libur. Saya sms teman kerja yang kos nya dekat ga dibalas-balas. Akhirnya otomatis ku arahkan motorku ke mal Ramayana untuk ke toko buku Salemba. Bulan ini lagi jomplang keuangan, ga ada budget untuk beli buku jadi rencananya cuma lihat-lihat dan baca buku baru di toko buku. Mengenakan jaket Laziale Indonesia baru beli saya jalan-jalan ke mal sendiri, ngerasa jadi lajang lagi.

Di toko buku Salemba Karawang sebenarnya ga terlalu lengkap macam Book store, Gunung Agung atau Gramedia. Yah maklumlah Karawang adalah kota pinggiran ibukota. Bahkan toko nya kecil, nyempil di pojokan mal yang punya 5 lantai ini. Tak tak apalah lumayan buat refresing. Mengingat budget dan daftar buku yang belum baca di rak, niatan saya memang tak beli buku. Hanya melihat-lihat. Seperti biasa, langkah saya langsung ke bagian novel.

Saya sempat pegang novelnya Rhein Fathia yang Coupl(ov)e. Novel yang sempat saya baca pdf-nya sebelum terbit. Wah mahal juga ya di pdf setebal 205 halaman setelah cetak menjadi seharga Rp. 62 ribu. Novel yang sangat bagus,tentang sahabat jadi cinta. Thank Fathia, sudah kasih baca gratis. Hehe…, lalu sempat pegang juga novel-novel klasik terbitan Balai Pustaka yang kena diskon 10%. Dari Siti Nurbaya, Belenggu, Layar Terkembang, Sengsara membawa nikmat, Perawan di Sarang Penyamun Sedih dan Gembira, Atheis, Mekar Karena Memar, Salah Asuhan Pagar Kawat Berduri, sampai Katak Hendak Menjadi Lembu. Mayoritas sudah baca di perpus sekolah dulu tapi tetap ingin memajangnya di rak rumah. Suatu saat nanti! Saya punya kartu member Book Store yang selalu kena diskon 10%, sayangnya itu toko ga ada di Karawang.

Lanjut ke novel remaja dan anak-anak. PACI, KKPK, Pinkberry. Ketemu bukunya Sherina Salsabila yang sudah kubaca sebelum beredar luas. Yang saya temukan yang ‘MyBest Friend Forever’. Saya sudah beli via Sherina langsung dengan ttd-nya jadiwaktu di toko buku cuma pegang-pegang doang. Novel khas remaja tentangpersahabatan yang saya yakin itu adalah pengalaman pribadi Sherina sendiri. Dalam kata pengantarnya nama saya disebut, yang waktu itu saya kehilangan Saoirse. Sherina memang salah satu pemberi semangatku. Oh iya, saya hutang 1 review ke dia. Nanti ya Sher…

 

Lalu ada sebuah buku yang bagus yang kemarin saya baca paling lama. Karena tak berplastik. Harganya Rp. 56 ribu berjudul ‘Genius Menulis’ karya Faiz Manshur. Di situ dibeberkan bahwa para jenius adalah produktif. Dari era zaman batu sampai modern mereka para jenius telah mematenkan karya mereka. Banyak quote penulis terkenal di dalamnya. Trick untuk menjadi penulis. Sampai penyemangat nekat yang harus dilakukan bagi mereka yang ingin mengabadikan nama di dunia ini. Isinya membakar motivasi dan banyak tips berharga di dalamnya. Pengen banget membawa pulang buku tersebut, namun saya ngak ada budget dengan harga segitu. Endorment-nya Remy Silado, salah satu novelis favorite saya. Nasehatnya membakar, seperti biasanya.

Setelah sholat maghrib di mushola mal, saya balik lagi untukmuter dan baca lagi. Sempat melirik isi dompet, ada selembar biru 50-an. Kere amat saya ya. Yah,masih bisa lah bawa pulang 1 buku yang harganya di bawah itu. Akhirnya saya putuskan beli dengan cari harga yang sesuai. Menelusuri lagi rak demi rak. Ada buku yang sepertinya bagus karya Sihar Ramses Simatupang berjudul ‘Misteri Lukisan Nabila’. Harganya juga cocok Rp. 36 ribu, wah sesuai dengan isi dompet. Salah satu endorment yang ada di back covernya juga menggelitik pikiran.

“Surealisme adalah fusi, penggabungan antara mimpi dan realitas; sublimasi kontradiksi-kontradiksi lama antara yang ideal dan yang riil. Novel ini memikat karena ini tidak lepas dari kecenderungan melarutkan kontradiksi dalam api cinta. Surealis bukan politik dan bukan pula yang menyenangkan. Membaca novel ini kita seakan digiring ke suatu posisi tertentu dari pemikiran di mana kehidupan dan kematian nyata dan imajiner, masa lampau dan masa depan, bertentangan.” – – Gerson Poyk (sastrawan dan wartawan senior).

Setelah ditimbang-timbang saya putuskan membeli ini novel. Jadi teman-teman penulis sekalian, banyak factor untuk membeli buku. Salah duanya harga dan pernyataan seseorang di belakang cover. Setelah pleselir sebentar ke kos temanku, Grandong sampai jam 9 pm lalu jemput istri yang selesai belajar. Sampai rumah, setelah isya dan Yaa siin bentar kubuka ini plastic buku. “sreeeettttt…”, sobek dah. Sementara istri lanjut membuka laptop guna berpusing ria dengan Tugas Akhirnya, saya sambil tiduran memulai baca ‘Misteri Lukisan Nabila’. Dapat 1 bab pengantar tentang invasi bangau di Istana Negara, dan tokoh kita Nabila yang di pagi ini sedang bersiap aktifitas sambil melihat televisi. Bab 1 selesai, saya mau lanjut tidur, ngantuk sekali. Tunggu review saya nanti, terakhir sebelum terlelap saya lihat istri saya pegang kepala menghadap laptop menatap diagram kompleks di Microsoft visio-nya. Pusing.

Karawang, 100613