The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring #24

“Begitukah?” tawa Gildor. “Kaum Peri jarang memberikan nasihat begitu saja, karena nasihat adalah pemberian berbahaya, walau datangnya dari yang bijak dan untuk yang bijak pula, salah-salah segala sesuatunya bisa berakibat buruk…”

Akhirnya salah satu novel yang sangat ingin kubaca ini terkabul juga, di rak sudah komplit tiga seri. Sudah punya sejak September 2020, baru kubaca tahun lalu dan butuh waktu setengah tahun untuk menuntaskan. Memang tak muda, sebab fantasinya kompleks. Kalau dibanding Narnia yang lebih santai dan tipis, atau Harry Potter yang walau tebal tapi kocak, dan genrenya remaja. The Lord of the Rings sungguh berat. Banyak kosotaka baru, perlu settle dulu memulai pengembaraan. Dan jelas, ini salah satu novel fantasi terbaik yang pernah ada, atau malah yang terbaik?

Kisahnya tentu sudah tak asing. Sudah diadaptasi film dan menang banyak piala Oscar. Namun tak mengapa, saya ringkas sepintas, setiap orang punya versinya masing-masing untuk bertutur pasca melahap buku, ini tentang Frodo Baggins, menerima cincin hebat dari pamannya Bilbo Baggins, (agar nyaman, idealnya baca The Hobbit dulu). Hobbit dibagi dalam tiga jenis: Harfoor, Stoor, dan Fallohide. Cincin berkekuatan besar itu merupakan cincin utama, menjadikan yang memakainya bisa menghilang, digdaya. “Bilbo pergi untuk menemukan harta, lalu kembali tapi aku pergi untuk membuang harta, dan tidak kembali, sejauh yang kupahami.”

Dengan kekuatan besar, maka mengundang para musuh yang besar. Banyak orang menginginkannya. Gandalf sebagai sesepuh, penyihir yang menautkan perjalanan Bilbo, kini kembali tutun tangan, memandu penghancurannya. Mereka melaju pergi, cemas dan patah hati, di bawah tatapan kerumunan orang. Frodo memakai nama samaran, “Pergilan dengan nama Mr. Underhill.”

etelah memberi nasihat dan petunjuk, ia berangkat dulu memastikan keadaan. Frodo lalu ditemani tiga hobbit: Samwise Gamgee sahabat baiknya, Peregrin Took (dipanggil Pippin), dan Merry Brandybuck (nama sebenarnya Meriadoc, tapi jarang diingat orang). Memulai petualangan. Meninggalkan Shire, kampung mereka yang nyaman. “Aku tidak tahu alasan Musuh mengejarmu,” jawab Gildor, “tapi aku merasa memang itulah yang terjadi – meski ini terasa aneh bagiku. Aku ingin memperingatkanmu bahwa bahaya ada di depan maupun di belakangmu, dan di kedua sisi”

Inilah inti kisah The Lord, perjalanan menghancurkan cincin. Dibagi dalam tiga buku. Buku satu terdiri dua buku, perjalanan pertama menuju ke gunung api, bertemu Aragorn putra Arathorn alias Strider yang sangat banyak membantunya, yang ternyata adalah utusan Gandalf.

Lalu buku dua melakukan rapat akbar, ada Bilbo yang tua. Para makhluk penting menyampaikan usul dan keberatan. Bagian sangat keren, rapat itu mencapai empat puluh halaman, dan sangat amat seru. Salah satu bagian terbaik, ada bagian Gandalf yang mendatangi Sauron, malah dihianati, atau lebih pasnya tidak menemui titik sepakat, ada sejarah cincin, ada cerita hebat masa lalu tiap negeri. Mengapa Cincin ini harus dihancurkan, selama Cincin ini berada di dunia, dia akan selalu menjadi bahatya, bagi kaum bijak sekalipun. Cincin itu milik Sauron, dibuat sendiri olehnya, dan benar-benar jahat. “Para pembawa Cincin akan berjumlah Sembilan, dan Sembilan Pejalan ini akan membawa Sembilan Penunggang yang jahat. Bersamamu dan pelayanmu yang setia, Gandalf akan ikut; karena ini akan jadi tugas besarnya, dan mungkin akhir dari pekerjaannya.”

Yang jelas, keputusan bulat sudah diambil, Frodo sebagai pembaca cincin melanjutkan perjalanan, kali ini ditemani Sembilan orang: empat hobbits, Aragorn, Legolas, Gimli, Boromir, dan termasuk Gandalf. Perjalanan ini semakin jauh semakin berbahaya. “… tapi aku merasa sangat kecil dan terasing, dan yah… putus asa. Musuh sangat kuat dan mengerikan.”

Ada bagian saat dalam gua Moria, sangat amat keren, saat mereka dikejar bayang, pasukan Orc melaju, dan di jembatan yang sudah sangat dekat pintu keluar terjadi tragedy. “Lari, kalian bodoh!”

Perjalanan itu menyisa delapan, dan memasuki dunia Peri yang indah sekaligus mengerikan. Dan begitulah, kisah ditutup setelah mereka naik tiga perahu, sampai di titik puncak, terjadi perpecahan. Rasanya berat sekali beban ini, rasanya petualangan ini terlalu berbahaya untuk makhluk mungil seperti Hobbit. Tak sabar melanjutkan laju The Two Towers. Berjalan menuju bahaya – ke Mordor. Kita harus mengirim Cincin itu ke Api, berhasilkah?

Sedari pembuka kita diajak mengenal para karakter, kebiasaan, jenisnya, hingga peta lokasi Shire. Hobbit yang tak suka buang barang contohnya, sebab segala sesuatu yang dianggap tidak bermanfaat oleh para hobbit tapi tidak mau mereka buang, mereka sebut mathom. Lalu ketakutan laut, laut pun menjadi kata yang ditakuti di antara mereka, sebuah tanda kematian, dan mereka pun berpaling dari perbukitan di barat. Hobbit suka cerita, mereka senang mengisi buku-buku dengan ha-hal yang sudah mereka ketahui, yang dipaparkan apa adanya, tanpa kontradiksi. Juga kebiasaan merokok, menghirup asap dedunan obat yang dibakar, yang mereka sebut rumput pipa atau daun. “Hobbit tidak akan pernah tergila-gila pada musik, puisi, dan dongeng, seperti kaum Peri. Bagi mereka, ketiga hal itu sudah seperti makanan, atau bahkan lebih…”

Karena ini misi sulit, wajar kekhawatiran sering kali muncul. Tapi harapannya segera berubah menjadi kebingungan dan kekhawatiran. Frodo malah berulang kali minta teman-temannya pergi ketimbang membahayakan nyawa mereka. “Masalah datang susul-menyusul!” kata Frodo. Namun tidak, mereka mencoba sebisa mengkin menjaga snag pembawa cincin. Terumata sobat kentalnya, Sam. Ia siap mendampingi, apa pun resikonya. Akhirnya Frodo merasa hatinya terharu, dipenuhi kebahagiaan yang tidak dipahaminya. Ada benih keberanian tersembunyi.

Suka sekali sama tokoh Strider, terutama awal mula muncul. Sebagai penyelamat di penginapan, jagoan sejati. “Pelajaran tentang kewaspadaan sudah kalian pelajari dengan baik,” kata Strider dengan senyum muram. “Tapi kewaspadaan dan keraguan adalah dua hal yang berbeda…”

Penggambaran musuhnya juga sesuai, Penunggang Hitam contohnya, sudah mencipta ngeri dari kata-kata. “Karena para Penunggang Hitam itu adalah Hantu-Hantu Cincin, Sembilan Pelayan dari Penguasa Cincin.”

Banyak tempat eksotik, alhamdulliah visual filmnya memukau. Mewakili keindahan kata-kata yang disajikan. “Tampaknya ia takkan pernah lagi mendengar air terjun yang begitu indah, senantiasa membaurkan nada-nadanya yang tak terhitung ke dalam musik yang selalu berubah-ubah tak terhingga.”

Mulai dibaca 20.11.21 sore saat hujan dengan kopi dan jazz. Selesai baca 18.06.22, sore jelang malam Minggu yang biasa. Selama itu sejatinya bukan karena dibaca terus, lalu tersendat. Buku ini sering kuletakkan, tergoda baca buku lain. Lalu lupa tak lanjut, ingat saat memilah buku bacaan, lalu terlupa lagi setelah dapat beberapa bab. Memang buku yang kudu dipaksa baca, harus tuntas, bukan bacaan nyaman, fantasinya serius dan liar. Yang paling membantu, jelas adaptasinya sangat mirip, sampai ke kata-kata dan detailnya. Yang di jembatan itu terutama, kukira itu adalah modifikasi timnya Peter Jackson, ternyata malah plek. Bagaimana Gandalf jatuh dan berteriak, luar biasa. Salut. Jadi sudah menemukan novel fantasi terbaik? Mari dituntaskan dulu, perjalan masih sangat panjang…

Sembilan Pembawa Cincin | by J.R.R. Tolkien | Diterjemahkan dari The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring | Alih bahasa Gita Yuliani K. | GM 402 02.007 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Februari 2002 | Cetakan kedua, Maret 2002 | 512 hlm.; 23 cm | ISBN 979-686-693-5 | Skor: 5/5

Karawang, 240622 – Johnny Hartman – Lush Life

Thx to Dewi Sri, Bandung

30HariMenulis #ReviewBuku #24 #Juni2022

The Parable of the Pipeline #8

Gary Hamel bilang di dunia yang berteknologi tinggi, “Hanya perusahaan-perusahaan yang mampu menciptakan revolusi dalam sector industri yang akan maju di Zaman Ekonomi Baru ini.”

Tertarik membelinya karena ini tentang investasi, tentang rencana financial freedom. Pernah dengar cerita di inspirasi pagi, bagaimana menangani pekerjaan memindahkan air. Dua orang sebut sama Bruno dan Pablo, dengan start yang sama, satu dengan ember dengan penghasilan tetap, berdasarkan ember yang ia angkut dipindahkan. Satu lagi dengan pipa, butuh waktu lama untuk menuai hasil, tapi worth it dilakukan. Dan setelah digerus waktu, yang pakai ember kena encok, dan makin menua, Jebakan barter waktu dan uang, sebanyak apapun ember yang dihasilkan, tetap saja Anda membarter antara satuan waktu dengan satuan uang. Sementara yang pakai pipa tinggal leha-leha, uang mengalir. Umum bukan? Di sini dijelaskan lebih detail, dan seperti buku self-improvement lainnya, praktek yang paling utama.

Saluran-saluran pipa merupakan saluran-saluran kehidupan, karena saluran-saluran ini mampu memasok diri sendiri. Saluran itu memang perlu diperbaiki dan dirawat sewaktu-waktu, bahkan kadang perlu membangun kembali, tapi jelas saluran-saluran pipa mampu memompa keuntungan terus-menerus, dari tahun ke tahun.

Sejatinya isinya standar. Nasehat-nasehat umum, bagaimana menyelamatkan uang. Penghasilan harus dikelola, ada tiga kotak: keperluan sehari-hari, tabungan, dna investasi. Yang terakhir inilah kuncinya, digedein. Dan kalau kalian bilang belum saatnya tepat, sebenarnya tak ada waktu yang benar-benar tepat. Investasi yang paling benar ya sekarang, saat ini berapapun, disisihkan.

Ada dua kisah yang menggugah. Seorang pemain baseball berpenghasilan 100 juta dollar jadi bangkrut karena salah urus. Uangnya untuk foya-foya, untuk kemewahan, sehingga saat usia 38 tahun, saat usia pensiun jadi pemain tiba, ia kolaps. Namanya Darryl Strawberry. Saya belum browsing, tapi kisah olahragawan bangkut setelah masa edar sudah banyak kita jumpai di kolom gosip. Kisah kedua adalah guru lokal yang bisa menyisihkan gajinya, nilainya sungguh kecil. Gajinya sekitar 8.500 dollar setahun, dan di usia senjanya bisa menyumbang 2 juta dollar! Hebat ya. Nama gurunya Margaret O’Donnel, dan sama saya belum browsing, tapi keajaiban ini nyata. Banyak sekali kita jumpai, seorang guru bisa makmur karena memperlakukan penghasilan dengan bijak.

Masih banyak kisah lainnya, tapi laiknya kalian baca sendiri. Saya ingin menarik, kesimpulannya saja. Pertama memandang hidup dengan lebih menarik. Bagaimana kita memperlakukan waktu yang terbatas ini dengan baik. Semua orang diberi waktu 24 jam sehari, tak memilah kaya miskin, jutawan jelata, semuanya sama. Lantas waktu yang terbatas ini, dipecah lagi per jam, per menit, per detik. Dan betapa mencengangkan, rata-rata waktu yang kita habiskan seumur hidup, misalkan makan. Kegiatan yang rerata dilakukan sehari 3 kali ini, bisa jadi sekitar enam tahun sepanjang hiudp. Itu dihasilkan dari rerata makan 10 sampai 15 menit, diakumulasikan, dan dari menit-menit kecil itu jadi sangat banyak! Contoh lainnya, rerata kegiatan membersihkan rumah yang jarang-jarang dan sesekali itu kalau diakumulasikan sepanjang hidup ternyata bisa mencapai empat tahun! Nah, kita andaikan saja investasi waktu tiap hari dengan sistem cicil. Terserah mau investasi apa, bisa menyalurkan hobi yang menghasilkan, atau membuat sesuatu di sela kesibukan. Terserah, cicilan investasi waktu ini bisa kembali kepad aindivisu masing-masing. Kita bisa sisihkan sejam pagi sebelum kerja dan sejam setelah pulang kerja, misalkan. Itu sudah dua jam per hari, dikali lima hari kerja sudah 10 jam seminggu, belum lagi weekend. Jadinya akumulasi banyak. Bayangkan saja, misalkan mengetik sehari seribu kata. Seminggu lima ribu kata, sebulan sudah layak jadi buku. Bayangkan saja, ini hanya contoh.

Kembali ke memanfaatkan waktu, kalau dipikir-pikir ini bisa jalan. Bisa dipraktekkan, tinggal mulainya saja. Setiap orang beda-beda memanfaatkan waktu. Saya contohnya, tiap hari menyisihkan waktu baca, bisa melimpah ruah daftar bacaannya yak arena niat dan lakukan. sayangnya belum menghasilkan, butuh rutin dan kerja cerdas, ibaratnya di buku ini: me-maintain pipa-pipanya.

Lalu bahasan tentang internet, di tahun 2002 saat buku ini rilis, internet belum semeriah sekarang. John Naisbitt bilang, “Semakin banyak kita menggunakan teknologi canggih semakin perlu pula kita mengembangkan sentuhan kemanusiaan.” Sebagian jelas sekadar prediksi, sebagian menjadi nyata. Namun saya tak sependapat tentang sistem marketing yang sejenis mlm, di buku ini Burke bilang, semudah itu membuat jaringan. Oh, tak bisa. Mencipta jaringan itu sulit. Meyakinkan orang untuk mengeluarkan uang, demi ‘barang dagangan’ kita, tak bisa serta merta. Sehingga dua puluh tahun setelah buku ini ditulis, mlm masih jadi momok buat calon korban. Dan balik lagi, trust! Manusia itu pada dasarnya senang berhubungan dengan manusia lainnya. Ya ampun, mau zaman kapanpun kepercayaan itu nomor satu.

Banyak catatan yang ingin saya sampaikan, tapi keterbatasan waktu dan ketikan blog ini. saya menyimpulkan, buku ini sebagian bisa dipraktekkan. Terutama untuk investasi saham. Saya sudah mulai terjun tahun 2018, dan setelah belajar sambil nyemplung di bursa, ini sistem ajaib. Kudu berani ambil sebagian penghasilan untuk ditaruh di sana. Sabar, tanam di blue chip, dan aliran air uang akan otomatis. Saya sepakat, dan saat ini sedang membangun pipa-pipa itu. Berinvestasi di bursa saham tetap merupakan jalan termudah dan pasti dalam membangun slauran pipa yang memompa keuntungan.

Kedua, yang saya sepakati adalah sistem penggandaan. Seperti kata Einsten bahwa bunga berbunga atau penggandaan adalah keajaiban dunia kedelapan. Bagaimana sistem ini bekerja masih sulit dicerna, sulit dipercaya bisa bikin kaya, tapi nyata. Efisiensi merupakan konsep yang dahsyat. Konsep ini bakal mampu mengubah kebudayaan.

Terkahir, buku-buku self-improvement sejenis ini sebenarnya kita sudah memahami sebab kita juga pelaksana. Pengalaman jelas guru yang bijak, dan belajar darinya sudah tepat. Hanya teori-teori dan pedomannya, memang kudu ditelaah lagi, salah satunya lewat buku. Maka, ke depannya akan banyak buku-buku non fiksi kubaca dan ulas. Moga tak bosan.

Untuk jadi kaya, bisa dengan rencana pembangunan pipa jangka lima tahun, dan di era sekarang terasa bisa. Beda sama awal abad 20 di mana rerata untuk jadi kaya bisa puluhan tahun. Saya dalam perjalanan membangun pipa ini, boleh lima tahun dari sekarang kalian mengingatkan, apakah pipa-pipa saham saya sudah bisa mengucurkan uang. Bismillah…

Perumpamaan Saluran Pipa | by Burke Hedges | Diterjemahkan dari The Parable of the Pipeline | Copyright 2001-2002 | Originally published in English by INTI Publishing USA | Dicetak di Indonesia, cetakan pertama Juni 2002 | Penerbit Network TwentyOne Indonesia | Penerjemah Danny Susanto, MA. | Cover design Cherry Design | Layout Bayou Graphics | Skor: 3.5/5

Karawang, 080622 – Alicia Keys – If I Ain’t Got You

Thx to Su Mur Buku, Kebumen

#30HariMenulis #ReviewBuku #8 #Juni2022

14 Best Books 2021 – Fiksi/Lokal

Kekayaan, kedudukan, kekuasaan, kepandaian, dapat mematikan rasa. Mati rasa berarti hilang kemanusiaan kita. Hidup ialah bagaimana kita merasakan sesuatu. Bukan bagaimana kita memiliki kemewahan, kekuasaan, kekayaan.” – Pasar, Kuntowijoyo

Tahun 2021 setelah dipertimbangkan lebih masak, untuk fiksi saya pecah lokal/terjemahan sahaja sebab terjemahan terlalu dominan. Total fiksi lokal kubaca 49 buku. Kupadatkan jadi 14 seperti biasa. Sebuah kebetulan, yang terbaik buku terbitan tahun lalu. Dan secara kebetulan pula, pas daftar ini kupos di instagram, muncul info buku nomor satu masuk daftar pendek buku Prosa Tempo 2021.

Berikut daftar buku non-fiksi terbaik yang kubaca tahun 2021 versi LBP – Lazione Budy Poncowirejo:

#14. Kuda Kayu Bersayap by Yanusa Nugroho (Tiga Serangkai) – 2004

Ini adalah buku beli yang acak, artinya saya tak mengenal sang Penulis, yang ternyata sudah melalangbuana di banyak media, penulis senior yang katanya, sesuai pembuka pengantar penerbit: Ngerokok. Ngopi. Ngarang. Perjudian menikmati karya ‘asing’ seperti ini memang jarang membuahkan hasil Ok, jelas ini adalah daftar sedikit itu. Cocok seperti yang dibilang sama Bung Yanusa, “Menulis, sebagaimana halnya makan dan minum, adalah kebutuhan. Kebutuhan untuk mengungkap sesuatu…”

#13. Revolusi Nuklir by Eko Damono (Basa Basi) – 2021

Lelah, tapi puas. 22 cerpen dalam buku kecil 200 halaman. Sebagian sudah diterbitkan di media, sebagian besarnya belum. Semua yang berkisah di masa depan tampak kurang, atau kalau mau jujur tampak aneh. Burung besi berkisah, pohon android, dst. Semua yang dikisahkan di perjalanan gunung, tampak nostalgia. Ibadah puisi di Rinjani, petualang sekual Apocalyto, dst. Semua yang dikisahkan secara flashback tampak nyata, atau nyata yang dimodifikasi. Telinga putus, pacar yang hamil berencana memberi kejutan yang malah mengejutkan, hotel Kurt Cobain, dst.

“Di dunia ini terlalu banyak serba kemungkinan, dan kita dipaksa untuk meneruskan hidup.”

#12. Pseudonim by Daniel Mahendra (Grasindo) – 2016

Menulis cerita itu sulit. Ralat, menulis cerita bagus itu sulit. Ralat lagi, menulis cerita bagus itu sulit banget. Nah, kira-kira gitulah. Jangankan novel, cerpen yang jumlah kata lebih sedikit, dan sewajarnya tak butuh waktu lama, butuh pemikiran tajam karena jelas memuaskan semua pembaca itu mustahil. Cerita bagus tak mutlak, tergantung banyak faktor. Salah satunya tentu saja selera, ya kalau ngomongin selera bakalan ke mana-mana tak ada titik temu. Maka memang jalan terbaik adalah ngalir sesuai kemampuan penulis, setiap karya ada segmen pasarnya, setiap karya akan menemukan pembacanya sendiri.

“Tapi untuk itu pun tetap butuh dana, ‘kan?”

#11. Luka Batu by Komang Adnyana (Mahima Institute Indonesia) – 2020

Kisahnya berkutat di Bali, tempat sang penulis tinggal dan dibesarkan. Kebanyakan dari kita memang paling nyaman menulis tentang hidup kita dan sekeliling kita, jadi seolah dituturkan langsung dari pengalaman hidup. Relevan dan masuk akal, sebab akan tampak aneh dan tak berlogika jika kita yang lahir dan besar di Indonesia bercerita tentang dinginnya salju negeri Swiss.

“Kuatkan dirimu. Semoga mereka mendapat hukuman yang sesuai.”

#10. Bunga Kayu Manis by Nurul Hanafi (JBS) – 2021

Bunga Kayu Manis menawarkan jenis keindahan kata-kata (atau di sini berarti tulisan), dipilih dan dipilah dengan mujarab oleh Bung Nurul Hanafi. Beberapa bagian mungkin tampak terlampau lebai, atau ngapain melihat senja dari jembatan saja melankolis, itukan hal yang lumrah tak ada yang istimewa dari matahari jelang terbenam, umpamanya. Namun memang itulah keunggulan kata-kata, banyak hal dicipta berlebihan, dan terasa sentimental. Memang mudah tersentuh saat kita bicara kenangan, angan dalam kepala tentang masa lalu, setiap orang beda-beda, dan semakian mendayu, semakin terasa feel-nya.

“Hujan terlalu larut dan luka.”

#9. Damar Kambang by Muna Masyari (KPG) – 2020

Pembukanya fantastic. Seorang istri yang ngalah, legowo atas apapun keputusan suami. Dengan setting Madura, terkenal dengan adu karavan sapi dengan festival Gubeng sebagai puncaknya. Seorang suami gemar berjudi, memertaruhkan segalanya. Kemenangan/kekalahan timbul tenggelam bersama waktu. Apa yang dipertaruh berbagai hal, berbagai jenis; motor, sapi, emas, tegalan, dan pada puncaknya adalah rumah dengan segala isinya. Narasi pembuka membuat kuduk berdiri sebab sang suami kalah, dan Si Buntung berhasil membalas, ia beserta ‘dukun;’-nya datang mengambil piala kemenangan. Dahsyat bukan? Pembuka yang memesona sejenis ini biasanya langsung menegakkan punggung dan memancing konsentrasi berlebih guna terus berkutat mengikuti cerita, banyak yang tumbang gagal memertahankan tempo, sedikit yang berhasil hingga garis finish. Damar Kambang termasuk yang sedikit itu, walaupun sesekali temponya memang harus sedikit teredam. Aku baca sekali duduk di Jumat pagi yang cerah. Untungnya, suami-istri di pembuka ini identitasnya tak dikuak, fakta ini akan jadi semacam tautan yang ditaruh di tengah kecamuk adu sihir. Perhatikan sahaja, buku yang berhasil salah satu faktornya para tokoh memiliki motif yang kuat untuk mengambil tindakan, tindakan dijalankan dengan logika dasar. Tak perlu muluk-muluk, tak perlu ndakik-ndakik.

“Orangtua memang harus selalu dibenarkan ya.”

#8. Segala yang Diisap Langit by Pinto Anugrah (Bentang Pustaka) – 2021

Ringkas nan memikat. Hanya seratusan halaman, kubaca hanya sejam sekali duduk selama satu setengah jam pada Sabtu, 16 Oktober 2021 selepas Subuh. Langsung ke poin-poin apa yang hendak dituturkan. Tentang Islamisasi di tanah Sumatra di masa Tuanku Imam Bonjol. Mengambil sudut pandang sebuah keluarga lokal yang kalah dan tersingkir. Segalanya jelas, tapi akan mencipta keberpihakan abu-abu.

“Tatapanmu, tatapan pesimis dan penuh amarah! Tidak baik memelihara tatapan seperti itu! Setan-setan akan senang di dalamnya, mereka akan berpesta pora di matamu!”

#7. Jatisaba by Ramadya Akmal (Grasindo) – 2017

Bagus. Ini adalah novel kedua Ramayda Akmal yang kubaca setelah Tango dan Sadimin yang luar biasa itu. Cerita masih berkutat dalam realita muram kehidupan kampung dengan segala problematikanya. Kali mengangkat isu pemilihan kepala desa, buruh migran, dan kenangan masa kecil yang menguar mengancam. Dedikasi akan kampung halaman bisa dengan berbagai macam cara, tapi merenggut para pemudi untuk diangkut ke negeri seberang dengan berbagai iming-iming, dan tahu bakalan amburadul, jelas bukan dedikasi yang laik ditiru. Sayangnya, ini bukan isapan fiksi belaka.

“Kau selalu meminta yang tak mungkin ketika seluruh kemungkinan di dunia ini aku persembahkan kepadamu.”

#6. Melipat Jarak by Sapardi Djoko Damono (GPU) – 2015

Begini rasanya membacai puisi bagus tuh. Sebelum-sebelumnya sulit masuk atau ngawang-awang, atau tak tentu arah. Dalam Melipat Jarak, yang dominan adalah narasi. Bukan per bait yang rumit. Kata-katanya juga umum, temanya sederhana, tapi pilihan katanya mewah. Singkatnya, enak dibaca. Mau nyaring atau rilih, sama nyamannya. Beginilah puisi sejatinya dicipta. Buku ini berisi 75 sajak yang dipilih oleh Hasif Amini dan Sapardi Djoko Damono dari buku-buku puisi yang terbit antara 1998-2015 yakni Arloji, Ayat-ayat Api, Ada Berita Apa Hari ini, Den Sastro?, Mata Jendela, Kolam, Namaku Sita, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, dan Babad Batu. Oh, ternyata ini sejenis album terbaik terbaik, atau kalau CD/ kaset The Best of The Best-nya. Versi kedua setelah sebelumnya sudah pernah dibuat dalam rentang, 1959-1994 yang termaktup dalam buku Hujan Bulan Juni yang pertama terbit 1994.

Tiga Sajak Kecil: “Mau ke mana, Wuk?” / “ke Selatan situ.” / “Mau apa, Wuk?” / “Menangkap kupu-kupu.”

#5. Puisi Baru by Sutan Takdir Alisjahbana (Dian Rakyat) – 1946

Ini adalah kumpulan puisi dari masa lalu. Pertama terbit tahun 1946, pasca Indonesia merdeka. Yang kubaca adalah cetakan ke-10, 1996 sehingga banyak pula tambahan puisi-puisi di era Revolusi. Yang jelas, Sutan Takdir Alisjahbana memilih dan memilahnya dengan jitu. Campuran gaya dan jenis syairnya. Terlihat klasik, daftar isi ada di muka kanan seperti membaca buku-buku Arab. Terdiri 19 penyair, termasuk Sang Penulis. Benar-benar buku bagus, bisa jadi langka ini sebab puisi-puisi lama (di sini disebut baru) ini akan sulit dicari nantinya. Termasuk beruntung bisa menikmatinya di era digital yang serba wuuuz…

Ah, dunia! Dunia! / Saya pusing di atas kau. / Adakah sudah suratan saya / Akan selalu menghimbau-himbau?Betapa Seni, OR. Mandank

#4. Kritikus Adinan by Budi Darma (Bentang) – 2017

Ini adalah buku kedua Bung Budi Darma yang kubaca setelah Rafillus yang absurd itu. Langsung jadi penulis idola, tampak unik dan luar biasa aneh. Kumpulan cerpen ini sama absurd-nya dengan Rafillus, tokoh-tokohnya tak biasa. Nama-nama juga nyeleneh. Dilengkapi ilustrasi ciamik di tiap cerita, rasanya memang pantas kukasih nilai sempurna.

Rasanya buku-buku Bung Budi Darma hanya masalah waktu untuk dikoleksi, salah satu penulis besar tanah air. Apalagi kabar terbaru buku Orang-Orang Bloomington kini sudah duterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Penguins. Orang Indonesia pertama yang berhasil melakukannya. Kritikus Adinan rasanya hanya masalah waktu pula untuk menyejajarkan diri.

“Dengan mendadak kamu mengunjungi saya, Malaikat. Apa sebenarnya dosa saya? Sejak kecil saya selalu berusaha berbuat baik.”

#3. Cerita-Cerita Kecil yang Sedih dan Menakjubkan oleh Raudal Tanjung Banua

Menakjubkan! Ya, itulah komentarku seusai membacai. Campur aduk perasaan, dijabarkan dengan sabar, disajikan dengan istimewa. Cerita-cerita masa kecil dari orangtua, paman sampai neneknya, kita melangkah lanjut ke tema-tema masa lalu yang lebih umum, menorehkan kenangan. Menulis tentang masa lalu, sekali lagi kubilang sungguh aktual. Dan lebih mudah diimajinasikan. Sungguh nyaman, asyik sekali diikuti, seolah membacai memoar, menelisik nostalgia.

“Sering-seringlah memandang Bukit Talau. Banyak gunanya. Melihat awan, meninjau hujan.”

#2. Pasar by Kuntowijoyo (Mataangin) – 1995 *

Novel dengan penggambaran detail mengagumkan. Mencerita apa adanya keadaan pasar dan par penghuninya. Sejatinya setting hanya satu tempat dari mula sampai jelang akhir. Pasar dan situasi yang ada. Orang-orangnya juga itu-itu saja, berkutat melelahkan. Pada dasarnya menggambarkan sifat manusia yang mengingin nyaman, ketika terusik maka ia marah, dan saat keinginan-keinginan tak terkabul, jadi petaka. Minim konflik tapi sungguh menohok saat masalah itu dilemparkan ke pembaca.

“Kalau macan mati meninggalkan belang, Pak Mantri mati meninggalkan tembang.”

#1. Anwar Tohari Mencari Mati by Mahfud Ikhwan (Marjin Kiri) – 2021

Berkelas. Bagus sekali. Rentetan katanya menyemburkan degub khawatir dan caci maki kepuasan. Dalam puncak ketegangan, saya benar-benar menikmati adu jurus di atas jembatan itu. Setidaknya tiga kali pada bab pertarungan kusela tepuk tangan dan kepal tangan. Bravo! Cerita-cerita pun mengalir dahsyat, dan saya hampir mengeluarkan HP buat kubaca rekam. Mungkin akan kulakukan nanti pas baca ulang. Bergaul dengan Warto Kemplung membuatku berlajar seni bercerita. Senyumnya bagai sambaran kilat, dan berhasil memainkan tempo.

“Orang-orang dari masa lalu ini memang benar-benar berkomplot untuk membingungkanku.”

Panjang umur kesehatan, panjang umur keuangan. Semoga tahun ini bisa lebih banyak lagi karya lokal yang kunikmati, bisa lebih nyaman, enak, dan berkembang. Panjang umur para penulis lokal, dedikasi kalian untuk literasi Indonesia patut diapresiasi.

Karawang, 100122 – Sammy Davis Jr. – Dedicated to You

The Autopsy of Jane Doe: Aku Tidak Percaya Hantu, tapi Aku Takut Padanya

Tommy: “Jadi kalau kamu dengar bunyi ‘ting’ (di kaki), maka dia masih hidup.”

Aku tidak percaya hantu, tapi aku takut padanya. Dunia gaib berserta arwah gentayangan menghantui keluarga petugas otopsi. Ayah, anak, dan pacar anaknya dilingkupi horror, mencekam. Hal-hal mistis terjadi saat otopsi mayat istimewa, keganjilan bagaimana dibalik kulit mayat ada simbol sebuah sekte sihir dari masa lampau mendirikan bulu roma. Langkah antisipasi diambil, tapi segalanya berantakan.

Kisahnya dibuka dengan mendebarkan, sesosok mayat ditemukan ditimbun dalam lantai basemen rumah tua. Mayat masih utuh dan tampak baru walau sekelilingnya lusuh. Pihak kepolisian mengirimnya ke rumah keluarga Tilden untuk diotopsi.

Tommy (Brian Cox) dan anaknya Austin (Emile Hirsch) sebenarnya baru saja selesai tugas, tapi karena sobat polisi Sherif Burke (Michael McElhatton) meminta hasilnya esok pagi harus ada, mereka lembur. Sementara acara kencan nonton bioskop sama Emma (Ophelia Lovibond), pacar Austin diminta pulang lagi dan balik jemput nanti. Well, kengerian dimulai dari sini.

Mayat itu diberi identitas Jane Doe (Olwen Catherine Kelly), semua prosedur otopsi dilakukan. Kamera nyala, rekaman jalan, pembedahan dimulai dari pengecekan fisik luar lalu kepala dibuka. Turun ke tubuh, hingga tuntas di anggota kaki. Semua memang tampak janggal. Mayat yang sudah dikubur puluhan atau ratusan tahun ini masih utuh, darah segar muncul. Ngeri, seolah baru kemarin malaikat maut menjemput.

Makin mengerikan, mereka menemukan simbol di balik kulitnya. Simbol sihir dari masa lampau. Ini jelas bencana, teror digalakkan. Lampu mati, badai menerjang, pohon rubuh menimpa atap, pintu terkunci sendiri, bayangan hitam menyelingkupi, kabut sesaat menari, hingga terdengar suara asing meritih. Kita semua menyaksi efek bedah jenasah. Sebuah lonceng yang dipasang di ujung jari kaki sejatinya untuk memastikan tubuh ini sudah jadi mayat, maka saat pisau bedah menyentuh kulit, akan ada urat syaraf yang tertarik, menyalurkan energi itu untuk memberi tahu para petugas bahwa jiwanya masih ada.

Maka saat anak-bapak ini mencoba kabur dan sembunyi di kamar lain, dan muncul asap disertai bunyi lonceng yang bergerak, tahulah, mereka benar-benar menemukan mayat penyihir yang mengancam. Dengan celah yang terbuka, Tommy menghantamkan golok. Fatal!

Tommy yang frustasi bahkan meminta anaknya untuk langsung menembaknya bila ia nanti kesakitan dalam sekarat, ia lebih baik mati draipada menderita. Maka saat kembali ke ruang otopsi, dan tragedi berikutnya muncul, keberanian Austin diuji. Tak sampai di situ saja, saat ia mendengar langit-langit berderak dan mengira bantuan datang, adegan itu malah menjadi bencana berikutnya sekaligus penutup. Keapesan keluarga berurusan dengan mayat yang salah.

Olwen Catherine Kelly hanya berakting tidur sejak mula, dan saat layar ditutup ia tak ada dialog. Mayat memerankan karakter penting yang menghantui, ia memberi makna kalau lagi apes, masalah memang kadang mendatangi.

Genre horror memang ada di ujung daftarku, tapi dari beberapa referensi menganjurkan menikmati. Sesuai saran, kumatikan lampu, ditutup pintu dan jendela, kusaksikan tengah malam. Ditambah saat itu hujan. Aroma mistis coba dipanggungkan, mencipta suasana cekam. Memang mengerikan, walau temanya teror dari Dunia Lain, sejatinya plotnya masih bisa diterima.

Banyak cara untuk menakuti penonton. Para hantu adalah makhluk abadi sejati, di mana yang mati ‘dihidupkan’ sepanjang masa. Hantu-hantu memiliki vitalitas yang lebih besar pada masa kini daripada sebelumnya. Semakin hari semakin banyak, semakin variatif bentuknya. Para hantu yang menyatroni sinema, dan akan selalu seperti itu. Seolah para hantu tak pernah habis atau mati. Jane Doe, mungkin bukan hantu sebab ia tak menampakkan diri dalam samar. Kedokteran medis merupakan suatu ilmu terapan yang empiris. Ia bahkan benda padat yang dioprek tubuhnya, ia tak melakukan panampakan yang mengagetkan. Ia sekadar badan mati yang rebahan. Jenis horror yang tampak lain kan? Itulah, hantu-hantu modernitas. Setting di ruang otopsi, aura takut menguar dengan kuat. Hantu-hantu masa kini memiliki ketertarikan aktif bukan hanya dalam masalah publik, tapi juga seni.

Semakin manusia mengenal hukum alam, semakin tekun manusia mencari tahu masalah supranatural. Bisa saja mengklaim tak percaya takhayul, tapi tak benar-benar meninggalkannya. Sekalipun telah meninggalkan dunia sihir dan alkimia, manusia akan selalu masih memiliki waktu yang melimpah dalam penelitian yang bersifat psikis. Mereka telah mencampurkan horror dengan realitas.

Kehidupan memiliki geometri rahasia yang tidak dapat diolah oleh akal sehat.

The Autopsy of Jane Doe | Year 2016 | England | Directed by Andre Ovredal | Screenplay Ian Goldberg, Richard Naing | Cast Brian Cox, Emile Hirsch, Ophelia Lovibond, Olwen Catherine Kelly | Skor: 4/5

Karawang, 220921

Rekomendasi Lee dan Handa, Thx.

The High Mountains of Portugal: Cinta yang Amat Besar, dan Rasa Kehilangan yang Tak Terhingga

The High Mountains Portugal by Yann Martel

Apakah ada artinya? Dari mana jiwa berasal? Ada beragam jiwa yang diasingkan dari surga. Jiwa tetaplah jiwa yang harus diberkati dan dibawa kepada kasih Tuhan.”

Apalah arti kita tanpa orang-orang yang kita cintai? Apakah ia berhasil bangkit dari duka? Ketika dia menatap matanya di cermin saat bercukur, hanya relung-relung kosong yang tampak. Dan dia menjalani hari-harinya bagaikan hantu yang membayang-bayangi kehidupannya sendiri. Buku tentang duka yang terbagi dalam tiga bab panjang. Tanpa Rumah, Menuju Rumah, Rumah. Semua adalah kesedihan kehilangan orang terkasih. Menguras air mata, takdir yang pilu. Tanpa rumah adalah sebuah kehilangan yang sempurna: ayah, kekasih, anak tahun 1904. Menuju rumah adalah kehilangan pasangan hidup, dokter spesialis patologi yang kebahagiaannya terenggut tahun 1939. Rumah adalah perjalanan duka dari Kanada ke Puncak pegunungan Portugal, pencarian rumah tahun 1989.

Semua yang tersaji bisa saja sekadar kisah pilu para lelaki rapuh yang ditinggal mati istrinya, tapi setiap sisi terselip perjuangan dan pencarian makna hidup. “Aku berbicara dengannya di dalam kepalaku, ia hidup di situ sekarang.” Jangan menyerah, kerelaan, waktu yang menyembuhkan, rutinitas akan menjadi imun hidup, dan seterusnya. Ternyata di sini malah dibuat dengan benang indah – atau kalau mau lebih lembut, koneksi sejarah – ketiganya berpusat di puncak dan tanya itu diakhiri dengan sunyi. Tomas merasa bagikan kepingan es yang terhanyut di sungai. Ketergantungan ini menciptakan semacam kesetaraarn bukan?

Pertama tahun 1904, adalah Tomas yang miskin. Pamannya kaya, memiliki pembantu cantik bernama Dora, kisah cinta mereka yang langgeng, memiliki Gaspar yang menyenangkan, tiba-tiba dihantam duka. Ketiga orang terkasih meninggal berurutan hingga membuatnya murka akan takdir. Dia kerap meratap, terlampau kerap sejak malaikat maut memberinya tiga pukulan telak. Kenangan akan Gaspar, Dora, atau ayahnya sering menjadi sumber sekaligus inti kesedihannya, tetapi ada kalanya air matanya mengalir tanpa alasan yang sulit dipahaminya, datang seketika seperti bersin.

Ia berjalan mundur, ia terjatuh luruh. Yang tak dipahami pamannya adalah berjalan mundur, memunggungi dunia, memunggungi Tuhan, bukanlah cara Tomas untuk mengungkap duka. Ini adalah caranya mengajukan keberatan. Karena jika semua yang kaucintai dalam kehidupanmu telah diambil, apakah yang bisa kauperbuat selain mengajukan keberatan?

Menemukan sebuah surat/buku harian seorang pastor Bapa di Ulisses yang lalu menyeretnya dalam petualangan, hanya beberapa minggu setelah kehidupannya luluh lantak di Museum Nasional Karya Seni Kuno, tempatnya bekerja sebagai asisten kurator. Surat itu mengisah kehidupan sunyi, dan mengarah pada pencarian salib di pegunungan Portugal. Dengan mengendarai mobil Eropa pertama milik pamannya. Orang-orang akan berlama-lama melihatnya, mulut mereka akan ternganga, benda itu akan membuat hura-hura. Dengan benda itu, aku akan memberi Tuhan atas perbuatan-Nya kepada orang-orang yang kucintai. Keheningan yang menyelubunginya akibat pemusatan konsentrasi sekonyong-konyong meledak ke dalam derap kaki-kaki kuda yang menggelegar, keriat-keriut nyaring kereta pos. Kemudian mereka dan kedua kusir kereta saling bertukar umpatan dan isyarat marah.

Mobil di era itu memang belum banyak, awal-awal masa penemuan. Barang yang dibelinya sebagai bahan bakar, oleh mereka dijual sebagai pembasmi parasit. Tempat tinggal mungil beroda ini dengan potongan-potongan kecil ruang tamu, kamar mandi, dan perapian, adalah contoh mengenaskan bahwa kehidupan manusia tidak lebih dari ini: upaya untuk merasa seperti di rumah sendiri saat mengejar kenisbian. Seorang pria atau wanita, tak perlu bekerja sekeras itu untuk menunjang kehidupan, tetapi roda gigi di dalam sistem harus diputar tanpa henti.

Pada 2 Juni 1633, terdapat satu tempat nama baru Sao Tome, pulau koloni kecil di Teluk Guinea yang disebut sebagai ‘serpihan ketombe di kepala Afrika, berhari-hari perjalanan panjang di sepanjang pesisir lembap benua gersang ini’. Tertulis Isso e minha casa (Ini adalah Rumah). Bapa Ulisses rupanya terserang kerinduan mendalam pada kampung halaman. Ruang arsip Episkopal di Lisbon, setelah mengabaikan buku harian Bapa Ulisses selama lebih dari dua ratus lima puluh tahun, tidak akan merasakan kehilangan untuk ia ambil.

Perjalanan religi mencari gereja. Kesederhanaan arsitektur paling sesuai dengan bangunan religius. Apapun yang mewahadalah arogansi manusia yang disamarkan sebagai keimanan. Semua berada di tempat masing-masing, dan waktu bergerak dengan kecepatan yang sama. Gravitasi akan marah dan benda-benda akan melayang malas. Namun tidak, ladang-ladang tetap diam, jalan tetap membentang lurus, dan matahari pagi tetap bersinar terang.

Dia mengingat-ingat dan menghitung. Satu, dua, tiga, empat – empat malam. Empat malam dan lima hari cutinya dari cutinya yang sepuluh hari. Separuh jalan, tapi tempat tujunya belum terlihat. Di sana hujan terlampau sering turun, hingga menggaggu kewarasan. Menit-menit berlalu. Keheningan terbingkai oleh deris hujan, embik domba, dan salak anjing. Aku sedang mencari harta yang hilang.

Niat semula sepuluh hari cuti untuk menemukan benda kuno demi pemaknaan hidup, justru berakhir bencana karena tak sengaja menabrak seorang anak, tewas seketika. Batin Tomas berkemauk. Dia pernah menjadi korban pencurian, dan kini menjadi pelaku pencurian. Aku memasuki bui itu sebagai kristen. Aku keluar dari sana sebagai seorang prajurit Romawi. Kami tidak lebih baik dari binatang.

Dalam kisah ini, cara menanggapi kedukaan tampak sangat sentimental. Mengajukan keberatan akan takdir, melakukan perjalanan pemaknaan hidup, lalu dihantam musibah perih tak terkira. Ruang dan waktu menjadi tanya kembali, menjadi teka-teki sejati. Kembali ke individu, dan rumah yang dituju justru menggoreskan luka. Dia nyaris menangis lega. Menguarkan waktu dan memancarkan keterpencilan.

Ketika benda yang dicari akhirnya ketemu, lalu apa? Benda itu terpampang di sana, setelah melakukan perjalanan jauh dari Sao Tome. Oh betapa menakjubkan. Kemenangannya terusik oleh luapan emosi: kesedihan yang meluluhlantakkan jiwa. Muntah-muntah dengan raungan lantang.

Jika ia memprotes Tuhan, lalu ia malah mencipta protes manusia lain? Kapankah masa duka yang janggal ini berakhir? “Cukup! Cukup!” Dia berbisik. Apa makna nestapa bagi manusia? Apakah ini membuka dirinya? Apakah penderitaan ini membuatnya lebih mengerti? Mereka memang menderita, tapi aku juga. Jadi apa yang istimewa?

Kedua tahun 1939, di akhir tahun seorang dokter spesialis patologi melakukan otopsi mayat perempuan yang meninggal di dekat jembatan, pembunuhan atau bunuh diri? Dokter Eusebio Lozora yang sedang melakukan bedah dikunjungi istrinya, Maria Luisa Motaal Lozora yang menyukai kisah detektif. Buku-buku Agatha Christie dikoleksi dan dinikmati, malam itu istrinya berkisah panjang lebar tentang teori Tuhan, seperti Yesus yang mati misterius, Agatha juga mencipta kasus pembunuhan misterius. Autopsi, bagi mata awam bukanlah pemandangan yang enak dilihat. Tujuan tindakan ini adalah mencari abnormalitas fisiologis – penyakit atau kecelakaan – yang menyebabkan kematiannya.

Dokter spesialis patologi adalah detektif yang melakukan penyelidikan dan menggunakan sel-sel kelabunya untuk menerapkan aturan dan logika hingga kedok salah satu organ terbuka dan sifat aslinya, kejahatannya, akan bisa dibuktikan tanpa keraguan. Kesabarannya benar-benar menyentuh. “Kau mengerti bukan, bukan dia yang dibunuh.”

Malam itu setelah istrinya pulang meninggalkan novel terbaru Agatha Christie: Perjanjian Dengan Maut, sekuel Pembunuhan di Sungai Nil, datang lagi seorang ibu dengan koper. Namanya juga Maria, mengejutkan, koper itu berisi mayat suaminya, minta diotopsi segera, kisah cintanya yang vulgar dan menggairahkan, dan segala pilu kehilangan. Ibu Maria berasal dari Pegunungan Tinggi Portugal, perjalanan tiga hari ke Braganca, mencari rumah sakit untuk otopsi mayat suaminya. Cinta hadir dalam kehidupan saya dengan penyamaran tidak terduga. Seorang pria. Saya seterkejut bunga yang melihat lebah datang untuk pertama kalinya.

Setelah urusan raja selesai, kita berlaih ke ratunya yaitu kepala. Memeriksa otak dan batang otak…” Hasil otopsi mengejutkan, ada simpanse dan beruang, dan teka-teki itu meledak di ending yang mengejutkan. Saya sampai geleng-geleng, wow. Novel yang sempurna. Seperti itulah duka, ia makhluk yang memiliki banyak lengan tetapi hanya beberapa kaki, dan ia terhuyung-huyung mencari sandaran. Hati memiliki dua pilihan, menutup atau membuka diri. Tutur katanya kadang-kadang pedas, diamnya meresahkan.

Kisah ini nge-link dengan yang pertama. Kami mencintai putra kami, seperti laut yang mencintai pulau, selalu menyelingkupinya dengan pelukan, selalu menyentuh dan membelai pantainya dengan perhatian dan kasih sayang. Ketika dia pergi, hanya laut yang tertinggal, kedua lengan kami memeluk kehampaan. Kami menangis sepanjang waktu. Satu-satunya putra yang dicintai meninggal dunia, dan pelaku tabrak lagi itu adalah Tomas.

Namun sayang, bagian ketiga tahun 1989 justru agak merusak pola. Seorang senator Kanada Peter Tovy adalah pemilik sah seekor simpanse jantan, pan troglodytes, bernama Odo. Prosesnya panjang. Yang jelas ia baru saja kehilangan istri tercinta Clara. Dalam kedukaan, ia disarankan temannya menepi, ke Amerika dalam kunjungan, ia lalu ke kebun binatang, dan sekilat pintas membeli simpanse jantan dengan harga mahal. “Saya akan membayar Anda Lima belas ribu dolar.” Oh godaan bilangan bulat, itu jelas angka yang lebih mahal dari harga mobilnya.

Orang-orang berduka sebaiknya menunggu setidaknya satu tahun sebelum membuat perubahan penting dalam hidup. Perubahan pemandangan, bahkan perubahan udara – lembut dan lembab – terasa menenangkan.

Ia muak dengan pekerjaannya sebagai politikus. Pidato, pencitraan yang tiada habisnya, rencana busuk, ego yang ditelan mentah-mentah, ajudan arogan, media-media tak kenal ampun, tetek bengek yang merepotkan, birokrasi yang kaku, kemanusiaan yang tak kunjung membaik, dia memandang semua hal itu sebagai ciri khas demokrasi. Dengan gejolak kegembiraan yang meresahkan, dia bersiap-siap membuang semua rantai yang mengikatnya.

Segalanya bergerak cepat, Peter lalu melepas semua atribut duniawi dan memutuskan pulang. Ke rumah nenek-kakeknya di Portugal bersama Odo. Penenungan makna hidup, kehilangan, melepas, damai. Iman seharusnya diperlakukan secara radikal, dia menatap salib, penyeimbang keyakinan dan kegamangannya.

Melakukan perjalanan panjang, melakukan pencarian rumah. Dia masih ingat caranya bercinta, tapi sudah tidak mengingat alasannya. Kehilangan istri membuatnya merenung sepi. Selama sekitar satu jam, sambil duduk di puncak tangga, menyesap kopi, lelah, agak lega, agak khawatir, dia merenungkan titik itu. Apa yang akan dihadirkan kalimat selanjutnya?

Simpanse adalah kerabat terdekat di garis evolusi. Kita dan simpanse memiliki leluhur yang sama, dan baru berpisah jalan sekitar enam juta silam. Mempelajari simpanse sama juga mempelajari refleksi leluhur kita, dalam ekspresi wajah mereka. Masing-masing kera, kini dia mengerti, adalah sesuatu yang tidak pernah diduganya, individu dengan kepribadian unik.

Mungkin agak aneh, memilih simpanse sebagai teman perjalanan untuk menepi, tapi keputusan ini nantinya nge-link dengan hasil otopsi. Bianatang mengenal rasa bosan, tetapi apakah mereka mengenal rasa kesepian? sepertinya tidak. Bukan kesepian seperti ini yang mendera jiwa dan raga. Dia adalah spesies kesepian. Kalau masa lalu dan masa depan sudah tidak menarik, apa yang bisa mencegahnya dari duduk di lantai sambil merawat seekor simpanse dan mendapat perawatan balasan?

Tidak ada derajat yang membedakan tingkat ketakjuban.

Salah satu makna duka bisa jadi adalah sekarang. Simpanse Odo hampir sepanjang hari menikmati waktu, misalnya duduk di tepi sungai menyaksikan air mengalir. Ini ilmu yang sulit dikuasai, hanya duduk dan berada di sana. Kadang-kadang Odo bernapas dengan waktu, menarik dan melepasnya, menarik dan melepasnya. Binatang-binatang ini hidup dalam amnesia emosional yang berpusat di masa kini. Kesyahduan menjelma di sanubarinya, menenangkan bukan hanya masalah yang diderita tubuhnya, tetapi juga kerja keras otaknya.

Di dalam udara ada matahari dan gumpalan-gumpalan awan putih yang saling menggoda, cahaya yang melimpah tidak terkatakan keindahannya. Tidak ada suara di sekelilingnya, baik dari serangga, burung-burung, maupun angin. Yang tertangkap telinganya hanyalah bebunyian yang dihasilkannya sendiri. Tanpa keberadaan suara, lebih banyak yang dilihat oleh matanya, terutama bunga-bunga musim dingin cantik yang bermekaran menembus tanah berbatu-batu di sana-sini.

Rasa sakitnya datang bagaikan ombak, dan setiap gelombang membuatnya bisa merasakan setiap dinding perutnya. Setelah kisah panjang perjalanan ke puncak, lalu sebuah adegan panjang di ruang otopsi yang luar biasa, kisah ini ditutup dengan anti-klimaks di puncak. Memainkan duka, dan segala kandungan di dalamnya. The High Mountains memang menutup rapat akhirnya, tak ada yang menggantung, tapi perjalanan panjang Kanada ke Potugal dengan monyet terlampau mudah menemukan rumah. Bagaimana bisa Peter langsung menemukan rumah, di kesempatan pertama menginap di tanah asing? Ini kebetulan yang mengagumkan. Tuizelo, dari sanalah orangtuanya berasal, ia dan Odo akan menetap. Ini bingkisan mungil berisi rasa takut, tetapi tidak melukai ataupun merisaukan.

Buku kedua Yann Martel yang kubaca setelah Beatrice and Virgil yang absurd. buku ketiga Life of Pi sudah ada di rak, menjadi target berikutnya. Sepertinya memang genre Martel adalah filsafat yang merenung. Banyak tanya dan duka yang dipaparkan serta pencarian makna hidup. “Orang-orang tinggal sejenak, lalu satu per satu pergi, dan Anda diberi waktu untuk berduka, dan sesudahnya Anda diharapkan untuk kembali ke dunia, menjalani kehidupan lama Anda. Setelah pemakaman, pemakaman yang bagus, semua hal kehilangan makna dan kehidupan lama pun sirna. Kematian memakan kata-kata…”

Pegunungan Tinggi Portugal | by Yann Martel |Copyright 2016 | Diterjemahkan dari The High Mountain Portugal | GM 617186006 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Berliani M. Nugrahani | Editor Tanti Lesmana | Desain dan ilustrasi sampul Martin Dima | Cetakan pertama, 2017 | ISBN 978-602-03-4638-0 | 416 hlm; 20 cm | Skor: 4.5/5

Untuk Alice, dan untuk Theo, Lola, Felix, dan Jasper: kisah hidupkau

Karawang, 090520 – Norman Brown – Don’t You Stay

Freud and the Problem of God

Ateisme Sigmund Freud: Ketegangan radikal psikologi dan spiritual by Hans Kung

Seperti yang Anda tahu, saya membangun hubungan agung dengan cinta.”

Datanglah! Aku ingin memberikannya untukmu sebelum pamit. Aku sekarang memiliki pondokan di sana, tunjukku ke langit. / “Benarkah?” / “Yah, di sana aku punya kebun bunga yang tak mengenak musim, namun entah untuk siapa.” / Lalu kita saling membuka kenangan dan tersenyum tiba-tiba: kita telah menjadi tua. (R. Timur Budi Raja).

Sigmund Freud berlabuh pada kesimpulan yang sangat ekstrem bahwa simbol-simbol dan ritual-ritual agama, dan tentunya juga pemeluk-pemeluknya, sama dengan perilaku pasien-pasien neurotisnya di rumah sakit jiwa. Agama adalah kegilaan, sebagaimana kegilaan yang diidap para penghuni rumah sakit jiwa di tempatnya bekerja. Lalu satu hal lagi yang sangat digelisahkannya, mengapa mayoritas manusia mempertahankan ‘kegilaan’ itu dengan landasan keyakinan yang sangat ultrafanatis? Lantas, bagaimana membedakan kegilaan dengan kesehatan, kesetanan dengan kemanusiaan? Apapun itu Sigmund Freud pada akhirnya tak bisa sanggup memberi jawaban yang memuaskan. Freud tetap dipasung, dibunuh kemudian dikuburkan oleh kebingungannya sendiri. Akhirnya sinisme Freud sendiri terhadap realitas agama sejalur dengan kebingungannya sendiri dalam memetakan relasi Tuhan dan manusia.

EB. Tylor dan JG. Frazer terekspresentasikan melalui kejadian-kejadian alam maha dahsyat, seperti banjir, gempa, hujan, guntur, dan seterusnya – bila mengamini kesimpulan Rufolf Otto – berupa ketakutan misterius yang kemudian memicu munculnya keyakinan hieropanik dan kosmogonik. Pengejawantahan ‘sesuatu yang bukan dari dunia nyata’, Yang Sakral – yang secara sederhana bertolak belakang dengan Yang Profan – yang niscaya juga telah menjalani ‘perjanjian primordial’ dalam definisi Sayyed Hosein Nashr. Freud yang ateis tetap Homo Religious, yang suatu kala berbenturan dengan kegelisahan spiritual, sebagaimana Nietzsche yang hanya ‘membunuh tuhan’ (got ist tot) yang tidak mendukung tegaknya kemanusiaan, seperti keadilan, perdamaian, dan kebahagiaan. Pendeknya, Freud pada awalnya tidak diametal dengan Tuhan.

Permusuhan dengan Tuhan baru bermula secara ekstrem mensimplifikasikan makna-makna hieropanis di balik deretan simbol dan ritual keagamaan yang dilakukan secara takzim oleh orang sekitar. Terlampau menyederhanakan makna ‘kehadiran Tuhan’ di dunia nyata yang profan, sehingga di matanya Tuhan haruslah riil, manusiawi, dan yang tidak demikian harus ditolak, maka Freud pada detik yang sama telah sempurna menjadi ateis yang lebih militan ketimbang Nietzsche dan Karl Marx.

Apakah lantaran ibadah agama melalui simbol dan ritual identik dengan sikap pasiennya yang tidak pernah memahami logis di balik perbuatannya, lantas agama sebagai salah satu ‘jalan membumikan Tuhan’ harus dituduh sebagai penyebab kelumpuhan dan keprimitifan rasionalitas manusia? Apakah karena semua agama bersifat transender, suprarasional, metafisis, skeptis, jauh dari rumus-rumus logika dan angka-angka saintifik, lantas eksistensi Tuhan yang ‘diwadahi’ agama sebenarnya hanyalah kesia-siaan dan omong kosong?

Odin murka dan mengutuk, “Mengapa kau ke tempat ini, Duetscher?! Telah kau curi tombakku untuk membunuhku!?” Dan tak seorang pelayat pun mendengar bisikannya pada keheningan, “Ternyata Tuhan tidak mati betul.” // Ketika tak satu pintu pun dijumpai terbuka rohnya kembali ke dunia, bergentayangan melalangrimba, memasuki kota demi kota kembali ke tanah airnya: pikiran manusia. (Faaizi L. Kaelan).

Bapak ateisme Marxis dan Freudian, yaitu Ludwing Feuerbach awalnya seorang teolog, kemudian menjadi Hegelian, lalu menjadi filosofis ateistik. Kedokteran secara khusus merupakan kebutuhan terbesar bagi ateisme materialistis pada paruh kedua abad ke-19.

Ernest Jones, penulis biografi Freud tiga volume setebal 1,500 halaman, Freud tumbuh tanpa keyakinan apa pun terhadap Tuhan atau keabadian atau tampak tidak pernah membutuhkannya. Waktu muda, Freud melaksanakan semua atribut dan upacara keagamaan Yahudi. Pada ulang tahun 35, ia mendapat hadiah dari ayahnya berupa Bibel. Pengalaman anti-Semitik Katolik, Freud menganggap dirinya Yahudi dan memang dibuktikan oleh fakta. Namun ia merasa tersiksa karena pendidikannya di sekolah pertama dan kedua, posisinya serupa Karl Marx. Ia hanya memiliki sedikit teman Yahudi, semua jenis penghinaan orang Kristen anti-Semitik telah menjadi kehidupan sehari-harinya. Kuliah, akhirnya ambil kedokteran dengan cita, “Kebutuhan untuk memahami suatu teka-teki dunia yang kita huni dengan harapan dapat menyumbangkan sesuatu sebagai solusi.” Minat pada pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting. Jadi Freud menemukan ‘ayah keduanya’ sebagaimana Hegel menjadi ayah Feuerbach di Berlin, Brucke menjadi ayahnya di Vienna.

Psikoanalis mengarahkan semua proses mental dari permainan kekuatan-kekuatan yang diterima atau ditolak oleh hal lainnya, berkombinasi dengan hal lainnya menuju kompromi-kompromi dengan hal lainnya. Tahun 1842, Du Bois-Reymond menulis: “Brucke dan saya berikrar dengan tulus untuk meneliti efek kebenaran ini: Tidak ada kekuatan-kekuatan lain dibandingkan suatu kesatuan fisik dan kimiawi dalam aktivitas organisme. Dengan ini fisiologi-fisikalis membasmi seluruh filsafat alam idealis (Naturphilosophie), serta mengeliminasi semua tingkatan ‘vital’ Aristotelian dan tradisi Scholastik, yang berpandangan bahwa organisme diayomi oleh Pencipta dengan faktor immaterial – bentuk subtansial, tujuan-tujuan – dan hukum-hukum tertinggi serta objek-objek mutlak. Inilah yang sekarang disebut sebagai akibat alami, penjelasan deterministik dalam faktor-faktor kimiawi-fisik (penjelasan yang menyerupai produksi artifisial asam sendawa).

Freud menggunakan metode katarsis dalam teori dan prakteknya, lebih membangun dirinya dalam posisi berbeda, sebuah revolusi terhadap dogma-dogma kedokteran tradisional. Pandangan utamanya adalah semua aktivitas psikis pada awalnya adalah ketaksadaran. Dalam kasus normal ketaksadaran, gerakan-gerakan insting yang menjijikan ditolak oleh kesadaran, oleh ego, setelah kurang lebih menjadi konflik intens; energi diturunkan atau dihentikan. Namun dalam kasus nyata, gerakan-gerakan insting ini tak terbawa ke dalam konflik. Penolakan ego dari luar mekanisme pertahanan primer digeser – ditekan – menuju ketidaksadaran, dengan energi kateksis yang penuh, jumlah total energi berjalan konstan. Akibatnya, pemuasan berganti menjadi bentuk mimpi-mimpi atau bahkan sistem-sistem neurotik tubuh. Mimpi menggunakan sisa-sisa waktu sebagai material, dengan tujuan untuk mendorongnya menuju kesadaran dengan pertolongan mimpi. Lantaran mimpi menyensoe ego (sisa resistensi refresif), maka materi mimpi pra-sadar harus diubah, dikurangi, diringkas, diganti, didistorsi dan akhirnya didramatisir. Begitulah proses ‘kerja mimpi’. Ini menjadi bentuk ‘distorsi mimpi’ dan memungkinkannya terlihat jelas sebagai bentuk pengganti dan kompromi.

Tahun 1895, Freud menemukan elemen makna mimpi: “Mimpi adalah pemenuhan harap.” Mimpi seperti simptom neurotik yang pertama kali disetarakan kebodohan, adalah pemenuhan harapan terseumbunyi yang ditekan dan karenya membutuhkan penafsiran. The Interpretation of Dreams dalam masa enam tahun setelah diterbitkan hanya terjual 351 ekslembar, dan di tahun yang sama, hanya ada tiga orang yang tertarik pada ceramah tafsir mimpi.

Libido (yang juga diketemukan di masa kanak-kanak) adalah energi dorongan-dorongan seksual. Ia tidak semata-mata dihubungkan dengan organ-organ genital, melainkan merepresentasikan pencarian kepuasan fungsi tubuh yang lebih sempurna (sensualitas dalam terma yang paling luas). Ia mencakup anak-anak dan orang tua serta meliputi rasa kelembutan dan persahabatan murni (semua jenis ‘cinta’), merupakan jalan menuju elaborasi teori seksualitas yang sempurna – fantasi-fantasi harapan (kemudian secara khusus disebut Oedipus kompleks), pandangan tingkat-tingkat pasti pertumbuhan, kemunduran tingkat-tingkat ini dalam peristiwa kekerasan, sublimasi atau aplikasi berbagai keberhasilan kebudayaan.

Ada dua persoalan yang secara kontinu tetap tersisa dalam berbagai studi saintifik modern terhadap agama, yang juga diketahui secara pasti oleh Freud: apa asal-usul agama dan apa alam agama? Dua persoalan yang berkaitan erat.

Dari Tylor muncul asumsi bahwa animisme mencerminkan tingakt pertama atau tepatnya landasan utama agama. Animism dipahami sebagai kepercayaan yang hidup dalam bentuk yang murni atau campuran yang secara antropomorfis menunjuk pada ‘jiwa’ atau kemudian ‘ruh’: kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki jiwa. Kepercayaan pada ruh atau jiwa kemudian berkembang menjadi kepercayaan politeistik kepada dewa-dewa dan akhirnya monoteisme kepada satu tuhan. Magis, agama, dan sains kini dilihat sebagai tingkatan-tingkatan skema evolusi sejarah agama. Dalam artikel terkenalnya, “Mungkin dinyatakan bahwa kasus hysteria merupakan karikatur karya seni, bahwa neurosis-obsesif merupakan karikatur agama dan bahwa delusi paranoik merupakan karikatur sistem filsafat.”

Apakah agama? Jawaban pertama ialah bahwa kita harus memercayai tanpa menuntut pembuktian-pembuktian. Freud bilang ini lantaran kita benar-benar menyerah pada fakta bahwa klaim itu tidak pasti dan tanpa landasan. Kedua, kita harus memercayai karena nenek moyang kita memercayai, Freud bilang nenek moyang kita kolot dan memercayai sesuatu yang besar yang tidak mungkin kita percayai sekarang. Ketiga kita harus percaya lantaran kita memiliki bukti-bukti dari zaman purba. Freud bilang catatan-catatan menjadi sumber bukti tidak bisa dipercaya, penuh kontradiksi, membutuhkan perbaikan dan sering salah dan menjadi wahyu itu sendiri bahwa dokrin mereka tak otentik. Dan ‘Jawaban Tunggal’ yang bisa diberikan adalah bahwa statemen yang paling penting, yang dimaksudkan untuk memecah teka-teki dunia kita dan membebaskan kita dari segala penderitaan, merupakan ‘yang paling kecil dengan sempurna mengotentisasikan sesuatu’. Dalam hal apa pun, mereka secara pasti tidak bisa dibuktikan.

Agama kemudian menjelma harapan-harapan manusia paling tua, paling kuat dan paling mendasar. Agama adalah pemikiran yang penuh pengharapan, ilusi. ‘Ilusi’ bermakna bahwa agama bukanlah kesengajaan untuk menuju dimensi moral atau – yang ditekankan Freud – kesalahan dalam bagian epistemologi; atau ilusi yang menarik terhadap hal-hal yang tidak realistis atau berrtentangan dengan relaitas. Ilusi – dan inilah bentuknya – dimotivasi oleh kepuasan harapan; merupakan produk insting sensual kehidupan dan kebutuhan untuk mengurai teknik sandi psikologi terapan.

The Man Moses: A Historical Novel merupakan karya Freud yang aslinya dipublikasikan dalam tiga bagian yang berbeda. Bagian ketiga dibaca saudara perempuannya, Anna, dalam kongres Psikoanalis International di Paris tahun 1938. Tahun 1939, karya ini diterjemahkan ke bahasa Jerman Der Mann Moses und die monotheistische Religion (The Man Moses and Monotheistic Religion). Waktu itu merupakan tahun dimulainya Perang Dunia II dan sekaligus tahun kematian Freud.

Lalu muncullah Jung dengan teori ‘Psikologi Analitik’ atau ‘Psikologis Kompleks’nya. Kata Emile Durkheim dunia akan kacau balau kalau tidak dilandasi oleh simbol dan ritual agama yang transender dan metafisis. Kung dengan lebih rasional seolah ingin mengingatkan Freud.

Ateisme Sigmund Freud | by Hans Kung | Diterjemahkan dari Freud and the Problem of God | Terbitan Yale University, London, 1979 | Penerjemah Edi AH Iyubnenu | Tata sampul Ferdika | Tata isi Ika Setiyani | Pracetak Kiki | Cetakan Pertama, April 2017 | Penerbit Labirin | 176 hlmn; 14 x 20 cm | ISBN 978-602-6651-00-6 | Skor: 4/5

Karawang, 300420 – Bill Withers – Don’t Want to Stay

Thx to Titus Pradita, good luck and good bye.

Terima kasih kawan untuk buku, m-banking book, dan segala-galanya. Adigang, Adigung, Adiguna. We’ll miss you ~ NICIERS.

Portrait of a Lady on Fire: Barisan Puisi di Atas Kanvas

When you asked if I know love. I could tell the answer was yes. And that it was now.” – Marianne

Art and sisterhood. Pelukis mencipta seni, melakukan seni, dan memamerkannya. Ruang dan waktu bukanlah konstanta universal, semakin kita mendekati kecepatan cahaya, semakin ‘melambat’ gerak waktu, dan ruang pun semakin mengerut. Di abad 18 Prancis masih melarang perempuan melukis tubuh laki-laki secara terbuka. Larangan itu bukan karena moral atau kepatutan, tetapi lebih mencegah agar perempuan tidak menjadi hebat, anatomi tubuh lelaki adalah subjek besar yang tak terjangkau perempuan. Ini adalah film feminis yang mempresentasikan persamaan gender.

Berkat film ini saya jadi parno-noid sama buku halaman 28, mewanti-wanti ada ga gambar telanjang gadis cantik di sana. Beberapa novel beneran saya buka dan cek, yah memang saat ini belum ada. Nantinya siapa tahu muncul. Atau kita munculkan saja, kita gambar saja wajah sang mantan di sana? Eh…

Filmnya minimalis, dengan setting utama sebuah pulau yang sunyi, plot digulirkan dengan nyaman dan tenang, setenang ayunan kuas lukis. Alurnya slow, terlampau slow malah tapi dari alur yang lambat itulah potongan adegan menjadi frame-frame lukis indah. Pengambilan gambar yang menyorot jauh nan lama dengan tampilan ciamik deburan ombak. Deburan ombak, keretak api, angin malah menjelma skoring alamiah. Banyak adegan terlihat murni dan nyata. Tamparan ombak di karang itu menjadi saksi ciuman panas yang seolah melepas belenggu. Inilah kisah cinta terlarang pelukis dan sang putri, lesbian dengan pusat pusaran Vivaldi.

Di sebuah pulau Britania, Prancis tahun 1760an. Seorang putri aristrokrat Prancis, Heloise (Adele Haenel) akan menikah dengan lelaki bangsawan Milan, menyepi di pulau terpencil berencana membuat potret pernikahan. Sang pelukis muda Marianne (Noemie Merlant) yang disewa datang dengan kepolosan gadis lugu. Permulaan perkenalan sang model dan pelukisnya memang tak langsung klik, terlihat sekali sang Lady tak nyaman dan malesi ga mau dilukis sebab ia sejatinya tak mau menikah. Dibujuk untuk berpose dan dalam bujuk itu ada hasrat lain yang tersimpan. Bayangkan, gadis pencipta seni bergulat dengan gadis yang mencari jati diri, telanjang. Ini seolah perwujudan visual rangkaian sajak berima. Setiap detail tubuh, entah itu mata, telinga, hidung meletupkan tekstur baris-baris indah penuh kekaguman. Interpersonal sepenuhnya adalah tentang kelekatan emosional. Dan cara terbaik untuk membangun kelekatan tersebut, adalah dengan saling menyentuh, memikat.

Karena waktu juga mereka yang sering bertemu dan saling mengenal akan saling mengisi. Rada absurd membayangkan dua perempuan muda ini tersenyum saling tatap. Lukisan yang sudah jadi malah dihancurkan karena tak sesuai gambaran ideal, ibunya marah kemudian pergi ke Italia, memberi waktu tambah untuk mencipta ulang. Di sinilah ikatan Marianne dan Heloise perlahan menguat. Suatu malam mereka membaca cerita Orpheus and Eurydice, mendebat alasan kenapa Orpheus kembali ke istrinya. Kemudian membantu Sophie (Luana Bajrami), seorang pelayan melakukan aborsi dengan manual, di sini gambaran perempuan yang kesakitan ditampilkan implisit, termasuk tamu bulanan yang datang rutin dan bagaimana mengatasinya.

Dalam adegan renung, para perempuan ini benyanyi dan menari, ketika pakaian pengantin Heloise terbakar. Syairnya adalah bahasa latin ‘fugere non possum’ yang artinya datang untuk terbang. Menurut Nietzsche, ‘semakin tinggi kami terbang semakin kecil kami terlihat bagi mereka yang tak bisa terbang.’ Sebuah pesan anarkisme terselubung, para perempuan yang berkumpul digambarkan mampu menggapai cita kemerdekaan dan kebebasan berkehendak.

Dengan keterbatasan akses, sepi menjadikan bahan bakar asmara. Api pemanas meluapkan gairah. Dan bagaimana pertanggungjawaban sang pelukis ketika produksi lukis ini usai? Marianne bisa memandang potret Heloise untuk melepaskan kerinduan, setidaknya sedikit mengobati rindu. Bagaimana dengan Sang Lady? Baiklah saya ciptakan saja, potret diriku untuk kau simpan. Dan muncullah adegan paling berkesan tahun ini, wanita telanjang di atas kasur dengan cermin yang ditaruh tepat di depan kemaluan, mengambil buku, dan Marianne lalu mencipta sketsa Marianne. Barisan puisi ini untuk kau simpan dank au kenang. Saya lebih suka menyebutnya ‘Obsesi Halaman 28’ dengan pulasan pualam.

Kebanyakan kita mengenal meditasi sebagai buah teknik relaksasi diri. Senandung Potret mengiringi goresan dasar atas kesadaran kisah, ini adalah film dengan plot gambar yang bercerita, dan sketsanya lebih keras berteriak ketimbang suara. Kalian bisa lihat, dengan apa yang harus kalian tahu. Kalian diminta untuk terus merenung sampai bosan. Terimalah kebosanan itu. Peluklah kebosanan itu, cintailah kebosanan itu. Bagaimana Heloise melepaskan beban terasa sekali, seolah inilah tujuan hidup, inilah yang ia tunggu-tunggu. Rebel with a cause.

Menurut Kant, nilai tertinggi dalam semesta adalah sesuatu yang dipandang sebagai nilai itu sendiri. Satu-satunya hal terpenting adalah suatu hal yang menentukan kepentingannya. Tanpa rasionalitas, semesta akan menjadi sia-sia, hampa, dan tidak memiliki tujuan. Tanggung jawab moral yang paling fundamental adalah kelestarian dan kemajuan kesadaran, baik untuk diri sendiri atau orang lain.

Endingnya mirip dengan Call Me by Your Name, lagu Concerto No. 2 for violin in G minor, Op. 8, Rv 315 L’Estate gubahan Antonio Vivaldi yang dimainkan La Serenissima, Adrian Chandler berkumandang dengan lembut menjelang tutup layar. Yang membedakan Call Me berkonsep MvM, yang ini FvF.

Dan ini jauh lebih jleb.. dengan lelehan air mata pula, karena orkestranya sempurna. Ayooo kita bikin gif-nya. Film yang berhasil membakar hasrat. Tak diragukan lagi, Portrait of a Lady on Fire adalah salah satu film terbaik dekade ini. Sinematografi keren. Akting keren. Cerita keren. Minimalis terkesan. Masterpiece, emotions and artistically running high!

Portrait of a Lady on Fire | France | Judul Asli Portrait de la Jeune Fille en Feu | Year 2019 | Directed by Celine Sciamma | Screenplay Celine Sciamma | Cast Noemie Merlant, Adele Haenel, Luana Bajrami, Valeria Golino, Amanda Boulanger | Skor: 5/5

Karawang, 210420 – 290420 – Bill Withers – Heartbreak Road

Thx to rekomendasi William Loew

12 Film Terbaik Sepanjang Masa

Hah, Bandung? Bukan di Jakarta?

Ada beberapa hal yang subjektif, dan tidak bisa dibuktikan dengan mutlak. Ada beberapa hal digilai seseorang, lalu dicemooh berjamaah karena perbedaan selera. Ada beberapa hal yang terpendam dari kebisingan media, lalu puluhan tahun kemudian menjadi pujaan umat. Individu dicipta unik olehNya, kamu bisa tertawa keras atas kepolosan Tom Hansen, padahl separuh penduduk bumi menaruh simpati padanya. Kamu bisa berpura-pura bisa melontarkan mantra ‘experliarmus’ dengan bumbu serius dengan kerutan kening temanmu, tapi di belahan dunia lain, orang itu akan serta merta melontarkan senjatanya. Ada orang-orang memanggil kekasihnya dengan ‘honey honey’ lalu keliling dunia dengan mobil berdua. Semua sah saja, bumi terus berputar dan karya-karya bagus (dan jelek) akan terus diproduksi.

Bermula dari grup WA – BM (Bank Movie) yang dimula oleh Bung Handa, yang menantang membuat dafar film terbaik, karena grid gambar ada template 12 slot maka jumlah itulah yang dibuat. Sulit memang menentukan, terlampau banyak. Setelah diperas dan disusun dengan singkat dan padat dengan coba berbagai genre, yang tiba-tiba terlintas di kepala saja yang ditulis. Kalau terlewat atau terlupa padahal doeloe pernah muja-muji ya maklumi. Slot terbatas dan ini spontan.

Berikut daftar film terbaik LBP, diurutkan berdasar abjad.

#1. (500) Days of SummerMarc Webb (2009)
Stars: Zooey Deschanel, Joseph Gordon-Levitt, Geoffrey Arend, Chloe Grace Moretz.

Ini adalah genre horror. Hantunya kasat mata, menemani selama lima ratus hari. Laki-laki rapuh itu jatuh hati pada sang hantu sehingga rela mengorbankan apapun. Memang sulit menyatukan dua dunia yang berbeda. Adegan ciuman di dekat mesin foto copy mematik imaji liar. Split ekspektasi // realitas mencipta kesedihan akut. Sepuluh tahun setelah rilis masih bikin perdebatan, dua puluh tahun lagi percayalah generasi anak cucu kita akan saling komentar amarah ke kubu siapa kalian akan memihak. Muncul petisi, Summer is b*tch!

What always happen. Life.”

#2. A Lot Like LoveNigel Cole (2005)
Stars: Ashton Kutcher, Amanda Peet

Ini genre film romantis. Hubungan timbul tenggelam dua anak manusia, jarak dan waktu, ditempa berbagai kesulitan ekonomi, bisnis, krisis kepercayaan, tunangan dengan orang lain, sampai hal-hal krenik untuk tak melangkahi nikah sang kakak. Adegan di taman nasional di bawah rembulan dengan kerlap kerlip pesawat lewat. Ya ampuuuun… dulu pernah kuidamkan, sampai sekarang. Eh…

You only get one chance to make a first impression.”

#3. AtonementJoe Wright (2007)
Stars: Saoirse Ronan, Kiera Knightley, James McAvoy, Benedict Cumberbatch

Ini genre drama. Penulis tua yang mencoba menebus dosa masa remaja, karena melakukan kesaksian yang samar tapi meyakinkan. Pada masa perang banyak hal bisa terjadi bagi para pendosa, salah satunya dikirim ke medan. Ini adalah film pertama Saoirse Ronan yang kutonton, dan langsung terkesan. Menandainya, mengikutinya. Kutonton di sore hari libur, dengan cahaya mentari senja mengintip di kisi-kisi jendela kos Ruanglain_31, menambah ketegangan dan kesyahduan. Saya takkan pernah lupa permohonan maaf Briony Tallis, sempat mematik khayal, nanti saya juga akan bikin cerita seperti ini ah.

A person is, among all else, a material thing, easily torn and not easily mended.”

#4. Casino RoyaleMartin Campbell (2006)
Stars: Daniel Craig, Eva Green, Mads Mikkelsen, Judi Dench

Ini untuk genre action. Bond dengan gadis-gadis bergelayut, ledakan di kanan kiri, misi yang sungguh sulit melawan teroris yang melempar dadu. Bisa jadi ini adalah Bond terbaik, aksi dengan gaya. Ledakan tapi diajak mikir. Bond yang ini ga gemulai. Cadas bak Jason Bourne. Bak bik bug. Run Bond run, lalu sebuah trailer meledak dengan kejutan di tempat sabuk berada. Boom! Lalu memutup mukanya dnegan tangan, jemari tangan lainnya mencipta pegangan lebih erat, hangat rasanya…

So you want me to behalf-monk, half-hitman.”

#5. Harry Potter and the Prisoner of Azkaban Alfonso Cuaron (2004)
Stars: Daniel Radcliffe, Emma Watson, Rupert Grint, Gary Oldman, Michael Gambon, Alan Rickman.

Ini untuk genre fantasi imajinasi, seri tiga dengan durasi paling pendek dan sangat padat adalah yang paling fantastis. Kutonton berulang kali, berulang kali lagi, dan kusetel dalam dvd player dengan pendalaman menghanyutkan. Tahun ketiga Potter di sekolah Hogwart, baju Pink Hermione membuatku menciumi harum yang tak bisa kulupa. Rusa jantan berderap lalu melenguh…

Happiness can be found, even in the darkness of times, If one only remembers to turn on the light.”

#6. Little Miss SunshineJonathan Dayton dan Valerie Faris (2006)
Stars: Abigail Breslin, Paul Dano, Steve Carrel, Alan Arkin, Toni Collette, Greg Kinnear.

Ini untuk genre psikologi. Permainan karakter minor satu keluarga yang nyeleneh. Manusia-manusia lemah yang mencoba menutupinya dengan bilang, ‘aku baik-baik saja’. Motivator, sang kepala keluarga menahkodahi perjalanan ke kota dengan mobil VW kuno berwarna kuning untuk mengantar sang putri kesayangan mengikuti kontes kecantikan. Istrinya yang pening, saudaranya yang homo dan niat bunuh diri, adik istrinya yang melakukan protes bisu demi mewujudkan cita, dan sang kakek yang pecandu narkoba sebagai pelatih Olive. Ending super-freak diputar berulangg-ulang turut berjoget di sore itu. Tawa, sedih, muram. Di sudut hati terdalam kita, ada titik takut akan menghadapi kenyataan pahit itu. Waktu itu saya jomblo…

You do what you love and fck the rest.”

#7. Mad Max: Fury RoadGeorge Miller (2015)
Stars:Tom Hardy, Charlie Theron, Rosie Huntington, Nicholas Hoult, Zoe Kraviz, Riley Keough

Ini untuk genre Segalanya. Action, komedi, futuristik, drama, Oscar, adaptasi, semua ada. Di sebuah masa depan yang mengerikan, gambaran perang memperebutkan sumber daya alam dan janji akan sebuah tempat seolah surga. Menang Oscar di nyaris semua kategori teknikal, musik rock yang menyayat di mobil, sampai donor darah yang memacu andrenalin. Waktu itu pengumuman Oscar saya turut di deretan penonton di bioskop Fx Jakarta, turut pula bertepuk tangan bersama rekan film lainnya. Bangun subuh, naik bus, ngopi demi kemeriahan Gila Maksimal!

He saw it, he saw it all…”

#8. Petualangan SherinaRiri Riza (2000)
Stars: Sherina Munaf, Derby Romeo, Didi Petet, Uci Nurul, Mathias Muchus, Ratna Riantiarno, Butet Kertarasadja, Dewi Hughes.

Ini untuk genre film anak-anak dan musikal, sekaligus satu-satunya wakil Indonesia. Objektif sih karena mencantum nama idola. Sebagai Sherina Lover, jelas film ini masuk daftar. Sebagai karya pembangkit perfilman nasional di abad baru, sungguh sebuah kehormatan. Setelah dua puluh tahun pun, masih enak ditonton. Bahkan beberapa adegan dipraktekkan dan beberapa kutipan dilontarkan Hermione, saking seringnya ditonton bareng di ruang keluarga. Kisah remaja antara Jakarta – Bandung, lalu Hermione bertanya, “Kenapa ga mampir ke Karawang Yah?”

Yang nempel biar aja nempel, biar kayak jagoan.”

#9. Phone Booth Joel Schumacher (2002)
Stas: Colin Farrell, Kiefer Sutherland, Forest Whitaker, Radha Mitchell, Katie Holmes

Ini untuk genre sesak napas, film thrilling dengan satu setting tempat: sebuah telpon umum. Niatan sang sniper yang mengancam Stu lewat telpon bagus. Menyadarkannya, bahwa selingkuh itu ga bagus. Sepanjang Collin Farrell ketakutan menjadi sasaran tembak sang sniper yang ngumpet di sebuah ruangan gedung tertingkat. Mendatangkan sepasukan polisi, istri, selingkuhan, sampai mencipta kerumunan. Penonton lalu menebak, akankah Stu setelah melakukan pengakuan dosa tetap ditembak? Saya hafal kata-kata makian Stu, pernah saya lontarkan kepada seseorang ketika ‘berantem’ yang setelah terputus dengan anaknya, kini sudah lima belas tahun berlalu. Maaf…

You shoot the guy, and I’m responsible?”

#10. PsychoAlfred Hitchcock (1960)
Stars: Anthony Perkins, Vera Miles. John Gavin, Janet Leigh, Alfred Hitchcock (cameo).

Ini untuk genre film klasik, jadul, hitam putih, dan thriller. Hebat, tokoh utama awalnya adalah wanita yang mencuri uang perusahaan, kabur keluar kota, nginep di hotel, lalu tewas ditikam. Coret dari protagonist, lalu kita menjadi saksi seorang pembunuh gila yang terobsesi dengan almarhum ibunya. Plot digerakkan dengan cekam dan terdampar di danau, kalau ada film dengan ketegangan maksimal, Psycho jelas ada di posisi puncak. So classic! Kutonton di kos Ruanglain_31 tengah malam dengan tubuh telanjang.
She might have folled me, but she didn’t fool my mother.”

#11. Pulp FictionQuentin Tarantino (1994)
Stars: John Travolta, Uma Thurman, Samuel L. Jackson, Bruce Willis, Tim Roth, Amanda Plummer, Quentin Tarantino

Ini untuk genre film omnibus, pecahan-pecahan kisah yang direkat menjadi film panjang. Perampokan, bos mafia, petinju, sampai joget di bar dan minum bir mewah. Seolah tak ada benang kaitnya, tapi ketika menit mendekati akhir apa yang menjadi tanda tanya mulai terhapus. Banyak ngocehnya, lhoo… kok bisa film ngegoliam mencipta penasaran? Pola cerita semacam ini membangkitkan minat dan antusias pikir. Kebetulan ini film Tarantino pertama yang kutonton, melekat terus setelah belasan tahun berselang. Kutonton sendirian dalam dvd ori, pemahaman karakter. Dan kusematkan panggilan ‘madu’ untuk kekasihku.

“… And I will strike down upon thee with great vengeance and furious anger those who would attempt to poison and destroy my brothers…”

#12. The Dark KnightChristopher Nolan (2008)
Stars: Christian Bale, Michael Caine, Gary Oldman, Heath Ledger, Morgan Freeman, Cillian Murphy, Aaron Eckhart, Maggie Gyllenhaal.

Kutonton di bioskop, kebeli vcd-nya, kuputar berulang-ulang sampai kasetnya baret-baret. Ini untuk genre super hero. Ini adalah gambaran sempurna jagoan versus penjahat. Dan perang batin pihak abu-abu. Taruh di tengahnya seorang jaksa Two Face yang sedih sekali. Kaget pas sang kekasih tewas, lebih kaget lagi kejahatan Joker yang brilian. Ide gila untuk orang gila. Film inilah yang memicu panitia Oscar menambah slot Best Picture tahun berikutnya, lalu kehebohan sang Joker (alm.) menang piala. Pertama kalinya saya lihat Oscar pemenangnya sudah meninggal dunia. Saya ingat, waktu itu teman nontonku ‘dia yang namanya terlupa’ (ada sinaga-nya) berkomentar: ‘ih ga seru, masak betmen-nya kabur…’

Let put a smile on your face.”

Bila berkenan silakan bikin sendiri daftar tandingan, 12 film paling favorit. Karena selera memang kembali ke pribadi. Catatan ini saya tutup dengan kutipan yang sering jadi bahan candaan saya dengan Hermione #Ciprut, “Mana ayah tahu…”

Karawang, 220420 – Bill Withers – My Imagination

Thx to Bung Handa Lesmana

Best Books of 2019

Best Books of 2019. Catatan akhir tahun.

Apa yang sudah saya katakan tentang ketidakmungkinan membuktikan dokrin-dokrin relijius mengandung sesuatu apa pun yang baru.”Masa Depan Sebuah Ilusi, Sigmund Freud

Tahun yang berat. Saya kembali menuntaskan baca 110 buku, persis tahun lalu, kupadatkan menjadi 35 buku tanpa satupun buku kumpulan puisi yang masuk daftar keren, lalu kusaring lagi menjadi 18 buku dan akhirnya menjelma angka cantik 14. Empat buku yang tersingkir adalah: Breakfast at Tiffany’s, Metamorfosis, Around the World in Eighty Days, dan Kumpulan Budak Setan. Temanya lebih beragam, non fiksi sekarang semakin banyak yang kutuntaskan. Tahun ini memang kumulai dengan tertatih, sungguh berat saya menapaki awal 2019. Tiga puluh satu buku Januari yang sudah dirancang langsung berantakan, kumpulan puisi yang rencana kubaca tiap bulan langsung lebur, bahkan komik yang mau kunikmati lagi tak tersentuh semuanya. Memasuki hari-hari dengan muram, memasuki bulan-bulan dengan suram, lalu waktu menyembuhkan. Hati yang kembali ditata, jiwa yang kembali kusiram petuah sejuk.

Berikut 14 buku terbaik yang kubaca tahun ini:

#14. Dalam Kobaran Api – Penulis Tahar Ben Jellous | Penerbit Circa | Tahun Terbit (edisi yang kubaca) 2019

Hebat. Penulis kelahiran Maroko, tinggal di Prancis bercerita tentang Tunisia dan efeknya. “Aku tidak menjelaskan apapun, ini adalah karya sastra.” Arab Spring, demi rasa keadilan. Kesenjangan sosial memicu revolusi, bukan hanya di satu Negara tapi regional lain yang menyelingkupi. Api yang memicu banyak hal, nyaman sekali kalimat-kalimatnya. Demi rasa keadilan. Tahar dengan cerdas memainkan ironi.

#13. Teh dan PenghianatIksaka Banu | Kepustakaan Gramedia Populer | 2019

Kumpulan cerpen memang menjadi otomatis bagus Bung Iksaka Banu. Buku yang memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa tahun ini, merangkul sejarah Indonesia dalam balutan fiksi. “Perang selalu kejam dan membingungkan. Menguras akal sehat, pihak yang berhadapan masing-masing merasa paling benar…”

#12. Go Set A WatchmanHarper Lee | Qonita | 2015

Di mana iblis berada? Di sini di Maycomb. Kisah lanjutan novel legendaris ‘To Kil A Mochingbird’, sekarang Scout sudah dewasa jadi perantau di New York, buku ini berkutat di Maycomb saat liburan dua minggu yang menegangkan. Bagaimana orang tuanya yang sudah tua tetap bekerja membela kebenaran. Sabar, tenang dan menghanyutkan. “Aku mencintai ibumu.”

#11. Telembuk: Dangdut dan Kisah Cinta yang KeparatKedung Darma Romansha | Indie Book Corner | 2017

Cerita dari Indramayu yang keras. Makian dan umpatan berbagai kelas. Lha judulnya saja sudah misuh: Kisah Cinta yang Keparat. Buku ini hanya apes terbit bersamaan dengan tahun Dawuk rilis sehingga gagal menang. Cerita bagus memang harus membumi gini, asli tanpa banyak rekayasa. Benar-benar seolah bung Kedung mengamati kejadian, menjalani, menyusup lalu menulis sejarah sang Diva dengan beberapa modifikasi serta kiasan. Mungkin hiperbolis tapi cinta Safitri memang keparat. “Jalan setan itu banyak dan terlihat menggiurkan, godaannya macam-macam. Salah satunya dangdutan di seberang…

#10. The Story GirlL.M. Montgomery | Gramedia Pustaka Utama | 2019

Cerita anak-anak pada suatu masa di Amerika. Lucu, seru dan apa adanya. Benar-benar membumi, seolah ini adalah diari sang Penulis. Setara ‘Secret Garden’-lah, tapi ini lebih riuh dan ceria karena melibatkan banyak karakter. Ini juga cerita-cerita sederhana yang ada di sekeliling kita, di sekeliling penulis. Hal-hal yang umum, dirajut dengan sangat bagus. Kita bisa memaknai segalanya. Tak sabar baca lanjutan.

#9. Tango & SadiminRamayda Akmal | Gramedia Pustaka Utama | 2019

Nyaman diikuti, lezat dilahap, tenang dalam bercerita dengan komplektivitas. “… berusahan mengapai-gapai Tuhan…” adalah penutup cerita yang luar biasa. Hikayat kehidupan di sekitar sungai Cimanduy. Sisi gelap manusia dengan palacuran dan ruang lingkup sekitar, sisi terang dengan kehidupan haji Misbah yang memilki tiga istri, panutan warga yang setelah diungkap detail tak seterang yang dikira. Semua manusia ada sisi abu-abunya.

#8. AparajitoBibhutibhusan Banerji | Kepustakaan Populer Gramedia | 2016

Novel India terbaik yang pernah kubaca. Riwayat Apurbo dari masa kanak-kanak, perjuangan pendidikan, merantau ke Kalkuta demi menyambut masa depan gemilang. Inilah gambaran hidup sesungguhnya. Leela dan Aparna, cinta dan tragedi. Kisah luar biasa, ada dua tragedi hidup yang berat terkait orang terkasih. Ibu dan istrinya, dan letupan impian masa muda yang terus meronta untuk diwujudkan. “Beranjak dewasa berarti juga mempertaruhkan oprimisme masa kanak-kanak.”

#7. White FangJack London | Gagas Media | 2014

Kubaca dalam sehari dari siang sampai malam, di sela ibadah dan tidur di lantai satu Blok H nomor 279 hari Sabtu, 23 Feb 19. Ini semacam prekuel ‘The Call of the Wild’ yang sudah kubaca dua tahun lalu. Dituturkan dengan berkelas. Dengan resiko apapun harus bergerak, terus bergerak, karena gerakan adalah ekspresi dari keberatan. “Aku menyerahkan diriku di tanganmu, ketahuilah aku di bawah kehendakmu.”

#6. Dalih Pembunuhan MassalJohn Roosa | Kendi | 2017

Bencana kemanusiaan dari sisi lain. Kemelut kusut tanpa kepaduan, sejarah kelam Republik ini. Semua janggal sedari awal. Siapa dalang kudeta 30 September 1965 digali dan dilihat dengan berbagai sudut. Bagaimana kejadian itu sebelum, saat dan sesudahnya. Apapun itu ini adalah tragedi besar Indonesia yang efeknya sekarang dan masa depan. Dinsinyalir setengah juta warga meninggal, angka yang luar biasa besar. “… karena beragam peneliti menggengam beragam potongan data, maka hasilnya adalah munculnya beragam versi.” Dan ini salah satu versi paling blak-blakan.

#5. The Murder of Roger AckroydAgatha Christie | Gramedia Pustaka Utama | 2013

Dan ya, saya bisa menebaknya. Ada dua kalimat yang JELAS SEKALI yang menunjukkan sang pelaku, saya konsisten. Yakin dialah pelakunya. Terbukti. Salah satu yang terbaik dari Christie, dari Hercule Poirot. Jauh hari buku ini masuk kumpulan terbaik Poirot, ini adalah buku ke belasan yang kubaca dari Christie, sehingga alurnya sudah mulai kebaca. Klu paling penting di kisah ini adalah, sang pembunuh mencoba ‘bertahan’ tidak melaporkan insiden ini ke detektif paling fenomenal. “Hercule Poirot tidak pernah mengambil resiko mengotorkan pakaiannya, tanpa keyakinan akan memperoleh sesuatu yang diinginkannya…”

#4. NeverwhereNeil Gaiman | Gramedia Pustaka Utama | 2017

Ada Gaiman lagi tahun ini. Pertarungan malaikat, iblis dan makhluk bawah tanah London. Richard, manusia normal di atas tanah terjebak dalam permainan kotor. Fantasi luar biasa, kejutan akhir yang hebat. “Bagaimana aku bisa kembali normal?” Gaiman tak pernah mengecewakan. Marquis de Carabas yang tampak licik, benarkah?

#3. Dunia SophieJostein Gaarder | Mizan | 2012

Buku rangkuman filsafat yang luar biasa. Cara cepat belajar jadi filsuf. Butuh waktu empat bulan buat menuntaskannya. Hidup ini fiksi bagi mereka yang terjebak dalam ambiguitas. Sophie Amundsend yang menyaksikan bukti-bukti keberadaan kehidupan di sisi lain dunia, lalu muncul pertentangan yang nyata ia atau kedidupan seberang? “Dari mana datangnya dunia?”

#2. The Handmaid’s TaleMargaret Atwood | Gramedia Pustaka Utama | 2018

Para handmaid di masa depan, aturan absurd dan pertentangan tak berkesudahan. Gadis kerudung tunduk, pikiran penuh luapan teriak. “Mungkin hidup yang kupikir kujalani ini adalah suatu delusi paranoid. Dalam kesaksian lebih baik mengarang sesuatu daripada bilang tidak punya apa pun untuk dibeberkan.”

#1. SapiensYuval Noah Harari | Kepustakaan Populer Gramedia | 2018

Buku yang luar biasa. Tiap sepuluh kalimat kubaca, kubaca ulang separuhnya. Nikmat di tiap lembarnya. Pengolahan kata menyusup kalbu. Bagaimana bisa buku sejarah menjelma thriller, manusia sejak dulu kini dan yang akan datang, dalam radius mengerikan. “Orang-orang yang hidup saat itu tidak melakukan hal-hal yang penting.” Mengibaratkan Peugeot dengan sangat jitu, membelalakan mata, mencerahkan imaji, membuat ngeri. Manusia dan segala revolusi umat.

Bagaimana dengan tahun 2020? See ya…

Karawang, 311219 – Roxette – Spending My Time

Christ The Lord: Out Of Egypt – Anne Rice

Saat Tuhan menciptakan dunia, Pengetahuan Tertinggi ada di sana seperti tukang kayu yang ahli dan kalau Pengetahuan Tertinggi bukan Tuhan, apakah Pengetahuan Tertinggi itu? “Yerusalem, tempat Tuhan berdiam di Bait Allah.” Tuhan ada di mana-mana dan Tuhan ada di Bait Allah.

Ini adalah kesempatan pertama saya menikmati karya Anne Rice, saya sudah jadi penggemarnya semenjak Sherinaku bilang menyukai An Interview With Vampire di web sherina-online.com tahun 2006 (jangan dibuka ya, web wajib doeleo tiap buka kompuer di warnet). Buku yang bervitamin. Baca dengan kepala jernih dalam tiga hari ini, pada dasarnya saya adalah pembaca segala rupa. Tahun ini saya tahu sejarah Sidartha Gautama karya Herman Hesse yang mengejutkanku. Tahun lalu saya tahu sejarah Nabi, istri dan sahabat Nabi yang beberapa juga mengejutkanku. Hari ini saya selesai baca Yesus Muda, yang tentu saja banyak hal baru kuketahui, dan juga mengejutkanku. Yesus memiliki kekuatan supernatural di usia muda. Menghidupi dan mematikan, menyembuhkan orang buta hingga mencipta burung layang-layang dari tanah liat. Sedari awal ia tahu, seorang malaikat telah mendatangi ibunya. Malaikat. Yesus bukan putra Yusuf.

Kisahnya dibuka di Alexandria, Mesir. Yesus bin Yusuf berusia tujuh tahun. Saat bermain sama anak-anak sebaya, tak sengaja ia menewaskan temannya Eleazar, Yesus yang ketakutan karena tak tahu mengapa, dilindungi keluarga, massa merangsek dan marah-marah menuntut. Lalu dalam ketenangan yang membuncah, ia menghidupkan kembali temannya. Kejadian itu membuat geger warga, Filo dan para guru yang tahu Yesus punya sesuatu yang istimewa memintanya untuk bertahan di Mesir dan menjadi muridnya, tapi tidak. Yusuf sudah memutuskan, semua keluarga pulang kampung ke Nazaret. Ada sesuatu yang disembunyikan, maka dengan kapal mereka meninggalkan Mesir. Ibuku dan Yusuf melindungiku dari sesuatu, tapi aku tak mau dilindungi terus. Jangan pernah bicara ini pada orang lain. Kau tak boleh bicara tentang kita dari mana saja dan mengapa, dan simpanlah semua pertanyaanmu dalam hatimu, dan pada saat kau sudah cukup dewasa nanti, aku akan menceritakan apa yang seharusnya kamu ketahui. “Rumah kita di Nazaret, kau punya banyak sepupu di Nazaret. Sarah menunggu kita di sana, dan Yustus. Mereka kerabat kita. Kita akan pulang.”

Tak usah khawatir tentang rahasia. Kami menuju Yerusalem. Pada hari Sabat semua orang Yahudi menjadi filsuf dan orang terpelajar. Begitu juga di Nazaret. Perjalanan berhari-hari itu berlabuh di Dermaga Jamnia lalu melanjutkan naik keledai setelah bermalam di penginapan. Mereka menuju Yerusalem dulu untuk berdoa, “peziarah, semua orang menuju Yerusalem. Seluruh dunia”. Pada hari ketiga, untuk pertama kalinya kami bisa melihat Kota Suci dari lereng perbukitan tempat kami berada. Kami anak-anak melompat-lompat senang. Kami bisa melihat semuanya, tempat suci yang selalu ada dalam doa kami, hati kami, lagu-lagu kami sejak kami lahir. Di sana sedang dalam kondisi kacau karena raja lalim, tapi mengapa Herodes membakar hidup-hidup dua guru Taurat? “Karena mereka menurunkan patung elang emas yang dipasang Herodes di atas Bait Allah, itulah sebabnya. Kitab Taurat mengatakan bahwa tak boleh ada gambaran makhluk hidup di Bait Allah kita.” Setelah memanjatkan doa, mereka pun menuju kampung halaman. “Tak seorangpun kecuali Tuhan yang berhak memerintah kami! Katakan itu pada Herodes, katakan itu pada kaisar.”

Cerita bergolak Yesus muda yang bertanya-tanya banyak hal. Kegelisahannya, memikirkan keganjilan. Lebih baik aku tidur sebab semua orang tidur, lebih baik hanyut oleh rasa kantuk seperti mereka terhanyut kantuk mereka. Lebih baik percaya mereka percaya. Aku berhenti mencoba untuk tetap bangun dan memikirkan semua itu. Aku mengantuk, sangat mengantuk, sehingga aku tak bisa berpikir lagi. “Kau jauh lebih bijak dari usiamu.
Di Nazaret, Yesus menemukan hal-hal baru. “Semuanya mungkin dilakukan Tuhan. Tuhan menciptakan Adam dari debu, Adam bahkan tak punya ibu. Tuhan juga bisa menciptakan anak tanpa ayah.” Sekolah, belajar kepada tiga rabi: Rabi Berekhaiah bin Fineas, Rabi Sherebiah, Rabi Yasimis. Ketiganya memiliki keunggulan yang meletakkan dasar-dasar ajaran Taurat. Yohanes telah dipersembahkan pada Tuhan sejak lahir. Dia tidak akan pernah memotong rambutnya, dan tak akan pernah membagi anggur makan malam. “Ya Rabi, seorang tukang kayu akan membangun rumah sang Raja. Selalu ada seorang tukang kayu. Bahkan Tuhan sendiripun sekarang dan dulu adalah tukang kayu.

Orang-orang bilang begitu. Malaikat datang ke Nazaret? Apakah benar-benar terjadi?” | “Tidak, orang-orang tidak mengatakan itu, tapi aku tahu.” Tanya itu satu per satu terjawab, walau dengan cara tersembunyi. Pada usia dua belas tahun, anak sudah dianggap dewasa untuk bertanggung jawab menurut Taurat.

Bagian ketika di Yerusalem memang rawan diskusi, sebagai kota suci tiga agama semua mengklaim sebagai yang berhak. Baca dengan jernih, semua dalam kasih. Gadis-gadis itu dipilih untuk membuat cadar Bait Allah karena semua hal di Bait Allah harus dibuat oleh mereka yang berada dalam kondisi suci. Dan hanya gadis-gadis di bawah usia dua belas tahun yang benar-benar suci; mereka dipilih dibawah tradisi, dan keluarga ibuku adalah bagian dari tradisi itu. “Bukankah mereka juga keturunan Abraham? Bukankah mereka juga keturunan Daud, keturunan Harun, keturunan suku-suku Israel? Bukankah mereka juga orang-orang saleh? Taat pada Taurat. Kukatakan padamu, mereka akan membawanya ke pedalaman dan di sana mereka akan mendidiknya dan mengasuhnya. Dan dia anakku sendiri, memang menginginkan ini dan dia punya alasan.” Yesus selalu dilindungi dari pengetahuan luar yang mencoba disusupkan. “Tak seorangpun mencarimu di sini. Kau tersembunyi dan akan terus begitu.” Alasan keluar dari Mesir pun terungkap. “Malaikat mengatakan padaku bahwa kekuatan Tuhan akan melingkupiku, lalu bayangan Tuhan akan menghampiriku – aku merasakannya – kemudian pada saatnya muncullah kehidupan dalam diriku, dan itu adalah kau.”

Kau harus tumbuh seperti anak-anak lain ataukah Daud kecil kembali ke kaumnya hingga mereka memanggilnya? Jangan biarkan ibumu sedih. Ya, bagian Yesus harus tetap tumbuh seperti anak-anak lain terus disampaikan. Segala tanya kelak akan terjawab. “Simpan apa yang akan kukatakan ini dalam hatimu, akan tiba saat kaulah yang akan memberi jawabannya pada kami.” Yesus malah tambah penasaran, kenapa ia bertanya malah nantinya ia yang memberi jawab? Dia sendiri tak mengerti beberapa hal, dan saat orang tak mengerti, dia tak bisa menjelaskan. Aku belum merasa takut. Aku masih terpaku, mati rasa. Ketakutan baru akan datang kemudian.

Ini Bait Allah kami, dan ini Rumah Tuhan; sangat mengagumkan karena kami bisa memasukinya dan sangat dekat dengan keberadaan Tuhan. Selama masih ada orang Yahudi di dunia maka akan ada Paskah saat Paskah! Gejolak di sana memang sudah terjadi sangat lama. Seperti ada masyarakat yang menentang. “Mengapa orang itu melemparkan batu, padahal dia tahu tentara itu akan membunuhnya?” dan pertanyaan itu dijawab ibunya, “Itu saat yang bagus untuk mati. Mungkin itu saat yang sempurna untuknya untuk mati.” Terdengar familiar di era sekarang? Ya.

Kenapa hal itu terus terjadi hingga kini? “Kita diasingkan di tanah sendiri. Itulah kebenarannya, karena itulah kita melawan. Mereka ingin mengusir keluarga raja yang menyedihkan ini yang membangun kuil-kuil berhala dna hidup seperti tiran memuja berhala.” Dan dalam sebuah riwayat. “Tuhan menepati janjinya pada Israel tapi bagaimana dan kapan dan dengan cara apa kita tidak tahu.” Terdengar familiar lagi? Ya. Di satu sisi, perang berlangsung dan keluarga Yusuf menggangap. Kita sudah keluar dari Yerusalem, kita sudah keluar dari masalah. “Bagaimana kita bisa tahu? Ada orang Farisi, juga imam, juga Essene. Semua mengucapkan doa, ‘Dengarlah anak Israel, Anak Allah, kita adalah satu.’”

Di mana tanah Israel berawal dan berakhir? Di sana, di mana orang Yahudi berkumpul dan mentaati Taurat. Aku juga melihat transformasi dari dunia kuno karena kemandekan ekonomi dan pengaruh nilai-nilai monoteisme, nilai-nilai Yahudi yang melebur nilai-nilai Kristiani. Dan aku tahu para pria mandi dan memakai baju baru sesuai dengan hukum Taurat, dan mereka tak akan lebih bersih hingga matahari terbenam. Karena itulah mereka tak langsung pulang ke Nazaret hari ini. Mereka ingin bersih saat sampai di rumah.
Seperti kalian satu-satunya yang tinggal di Nazaret. Seluruh kota ini menjadi milik kalian, dan seluruh populasi kota ini berkumpul di halaman satu rumah. Bukankah itu bagus?” Nazaret digambarkan desa yang tenang. “Kita akan segera sampai di perbukitan, jauh dari semua ini. Kau bersama kami. Dan kita akan pergi ke tempat yang damai. Di sana tak ada perang.” Jalanan berbatu dan tak rata, tapi angin bertiup sejuk. Aku melihat pohon yang dipenuhi bunga, dan menara-menara kecil di ladang, tapi tak terlihat seorang pun. Tak ada orang di mana-mana. Tak ada domba yang merumput, tak ada ternak. Hobinya memang menyendiri, menyatu dengan alam, menyepi. Aku berdiri dan keluar, senja mulai turun dan menyusuri jalan menuju perbukitan, dan mendaki tempat yang rumputnya lembut tak terganggu. Ini tempat favoritku, tak jauh dari pepohonan yang sering kudatangi untuk istirahat. Rasanya damai saat Yesus merenungi hidup di bukit dalam kesunyiannya. Aku berbaring di rumput meraba bunga-bunga liar dengan tanganku. Aku memandang di sela-sela ranting pohon zaitun. Aku ingin seperti itu – melihat langit dalam kepingan. Aku bahagia.

Ingatlah jangan pernah mengangkat tanganmu untuk mempertahankan diri atau memukul. Bersabarlah. Kalau kau harus bicara, bicaralah sederhana.” Ajaran-ajaran tanpa kekerasan juga muncul di banyak bagian. Kalau manusia ingin berperang, mereka akan mudah mencari alasan. Tidak ada yang bekerja, semua orang menghormati Sabat, tapi mereka berjalan pelan. Kegelapan mencoba menelan cahaya, dan kegelapan tak pernah bisa menelan cahaya. Dalam setiap diri kita, ada kisah menyeluruh tentang siapa kita. Kita pernah tinggal di Mesir seperti bangsa kita dulu, dan seperti mereka kita akan pulang juga.
Bukan masjid, bukan pula gereja atau pura. Tempat ibadah mereka adalah sinagoga. Air suci ini dibuat dari abu sapi betina merah yang disembelih dan dibakar di Bait Allah sesuai aturan Taurat untuk diambil abunya, dicampur dengan air hidup dari sungai di dekat sinagoga di ujung desa. Diberkatilah semua yang takut pada Tuhan, mereka yang taat padaNya. Aku akan keluar ke dunia dan melakukan apa yang menjadi takdirku.

Ada bagian yang membuatku tersenyum saat sepintas lewat menyebut “Eli sang imam”, menelusur imajiku ke film The Book of Eli yang berkisah tentang perjalanan menyelamatkan buku (kitab) dibintangi Denzel Washington. “Malaikat datang di mana saja, ke mana saja, kapanpun mereka mau.” Film itu adalah misi penyelamatan Injil, dan twist-nya adalah bukan buku fisik yang dibawa, tapi si Eli sendiri! “Aku datang ke sini dan berpikir, dan pikiranku berubah menjadi doa.” Hebat. Saya sampai terkejut, saat Eli terluka tapi dia dengan damai mendikte kitab untuk diarungi agar tak punah. “Aku tak mau tidur, aku akan melihat mereka kalau bermimpi.” Hal terpenting yang dilakukan Imam Besar adalah memasuki Ruang Maha Kudus di Bait Allah, tempat Tuhan menunjukkan beberadaan-Nya; tempat yang hanya boleh dimasuki Imam Besar. Apakah ending kisah di perahu itu Eli ada di Timur Tengah?

Dan sebuah ramalan bahwa akan lahir raja baru di Betlehem membuat raja Herodes berang, maka orang-orang majusi yang melihat bintang turun. Raja memerintahkan mencari anak itu, tapi Yesus sudah diselamatkan, pergi jauh ke Afrika. Kaukira mukjizat-mukjizat kecilmu itu akan membantu orang-orang bodoh ini? Kukatakan padamu, kekacauanlah yang berkuasa. Dan aku adalah Pengeran Kekacauan. Raja berang dan melakukan tindakan biadab, sekitar dua ratus anak dibunuh dalam kegelapan malam menjelang fajar, anak-anak dibawah dua tahun. Demi mencegah ramalan terwujud. Seram, sadis, kejam. Sepertinya seluruh dunia memelukku. Mengapa aku pernah berpikir aku sendirian? Aku ada dalam pelukan bumi, pelukan mereka yang mencintaiku, tak peduli yang mereka pikirkan atau pahami, pelukan bintang-bintang. “Wahai Tuhan seluruh alam, pencipta anggur yang kami minum, pencipta gandum untuk roti yang kami makan. Kami bersyukur karena kami akhirnya tiba di rumah dengan selamat, dan jauhkan kami dari marahabaya. Amin.”

Bagian kilas balik cerita ibunya juga bagus sekali dituturkan. Kamar itu dipenuhi cahaya begitu saja, terjadi tanpa suara. Cahaya itu ada di mana-mana. Semua benda-benda di ruangan masih ada, tapi dipenuhi cahaya. Cahaya yang tidak menyakiti mataku, tapi sangat terang benderang. Kalau kau bisa membayangkan matahari dan matahari tak melukai matamu, maka kau bisa membayangkan cahaya itu. Dia mengirimkanmu kepada Yusuf bin Yakub, si tukang kayu dan tunangannya Maria dari keturunan suku Daud di Nazaret bersama kami.

Endingnya bagus sekali. Bab terakhir itu sungguh lezat diikuti, menjawab tanya Jesus memberi detail hari di mana ia lahir. Yah, walaupun mungkin untuk sebagian besar umat itu bukanlah hal baru. “Kota itu sangat penuh malam itu, Betlehem, dan kami tidak bisa menemukan tempat menginap – kami berempat, Kleopas, Yusuf, Yakobus, dan aku… dan akhirnya penjaga penginapan mengizinkan kami bermalam di kandang. Kandangnya berupa gua yang terletak di sebelah penginapan. Sangat nyaman menginap di sana, karena hangat dan Tuhan menurunkan salju.”

Seluruh tubuhku sakit – bahu, pinggang, lutut – tapi aku bisa tidur. Aku bermimpi. Untuk pertama kalinya bagiku, tidur seperti sebuah tempat yang bisa dituju. Dan dari mimpi-mimpi itulah terjadi komunikasi dengan malaikat. “Kau berdoa agar turun salju, nah kau punya salju sekarang. Berhati-hatilah akan apa yang kau inginkan.”

Anne Rice terinspirasi buku karya Fredsiksen yang dengan indah menggambarkan kembali suasana Yahudi tempat Yesus kemungkinan tumbuh di Nazaret, dan kemungkinan Yesus pergi merayakan Paskah ke Bait Allah di Yerusalem bersama keluarganya. Fredriksen menekankan bahwa Yesus adalah orang Yahudi. Maka kisah ini utamanya ya saat-saat Yesus muda di sana. Bagian Mesir cuma tiga bab awal, setelahnya kita terus disuguhi petualang di kampung halaman dan sesekali ke Yerusalem.

Di bagian akhir Anne Rice memberi catatan bagaimana buku ini terwujud. Beliau adalah Kristiani taat, di sekolahkan dengan ajaran agama yang ketat. Sampai usia 18 tahun di masa kuliah ia berubah. Dipenuhi orang-orang baik dan orang-orang yang membaca buku terlarang untukku. Aku membaca Kiekergaard, Sartre dan Camus. Menikah dengan ateis Stan Rice yang berpedoman tulisan kami adalah hidup kami. Menikah empat puluh satu tahun, terpisah karena maut tahun 2005. Stan mendorong Rice untuk menulis kisah ini setelah ia terserang tumor otak. Lalu di New Orleans tempat lahirnya, Anne Rice kembali menemukan jalan. Bahwa buku berikutnya adalah tentang Yesus, maka riset dilakukan dengan berbagai cara bertahun tahun. Bibliografi tak ada akhirnya, perdebatan kadang menimbulkan dendam. Aku tak menyarankan adanya sensor, tapi aku menyarankan adanya sensitivitas, terutama bagi mereka yang membaca buku-buku religi. Aku beruntung hidup dalam lingkupan kasih sayang mereka, aku benar-benar diberkati. Dan jadilah Chist The Lord yang kita nikmati.

Apa yang kudapat seusai menikmati Young Messiah ini? Dengan sepenuh hati, ayolah baca karya-karyanya. Masih ada jutaan halaman dari seluruh buku-buku karya para Penulis yang harus kubaca, dan kubaca lagi. Masih banyak sekali bahasan tentang Josephus, Filo, Tacikus, Cicerio, Santo Paulus sampai Julius Cesar yang harus kubaca. Dari dulu saya ingin memulai Sartre, hiks mungkin tahun 2019 terwujud. Banyak sekali pemenang Nobel Sastra yang belum kulahap, banyak sekali karya klasik yang seakan tiba-tiba mengantre untuk kukejar. Banyak sekali buku-buku agama lain yang juga pengen kupelajari. Sungguh dunia ini maha luas, ilmu pengetahuan begitu banyaknya, kita beruntung di era digital karena buku-buku itu kini lebih terjangkau.

Aku terus belajar, aku terus membaca siang dan malam. Aku membaca, membaca dan membaca. Kadang aku pikir aku sedang di Lembah Kematian, saat aku membaca. Tapi aku terus membaca, siap mempertaruhkan segalanya. Semakin saya banyak membaca buku, semakin merasa bodoh. Banyak sekali hal-hal di luar sana, buaaanyaaak sekali ilmu pengetahuan yang tersebar di semesta buku, kita hanya tinggal menikmatinya, memilahnya, melahapnya. 100 buku per tahun takkan cukup hingga usia 100 tahun!

Jadi, “berdoalah!”, mari mengangkat tangan dan berdoa untuk kemakmuran bangsa, untuk saling menghormati kemajemukan Indonesia dan selalu dalam lindunganNya.

Terima kasih Sherina Munaf yang telah merekomendasikan, Terima kasih Anne Rice atas segala yang dicurahkan dan terima kasih Gramedia Karawang yang memberiku kesempatan menikmati karya ini. Aku belajar sesuatu dari setiap buku yang aku baca.

Kristus Tuhan: Meninggalkan Mesir | By Anne Rice | Diterjemahkan dari Christ The Lord: Out Of Egypt | Copyright 2005 | 6 16 86 005 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2006 | Alih bahasa Esti Ayu Budihapsari | Desain sampul Satya | Cetakan kedua, April 2016 | ISBN 978-602-03-2732-7 | 392 hlm.; 20 cm | Skor: 3.5/5
Untuk Christopher

Karawang, 251218 – Nikita Willy – Surat Kecil Untuk Tuhan