
“Ketakutan adalah alat. Saat cahaya itu menerpa langit, itu bukan sekadar panggilan. Itu peringatan.”
Di sebuah kota yang selalu ditempa hujan… Darah dan kata-kata pasti meluap bersamaan. Gotham yang basah dalam berkah limpahan kata-kata sang superhero seolah penyair pelamun, ia murung dan lelah. Apakah perlu kita menghitung air hujan yang diguyur langit, yang umlahnya tak terhingga, seperti penderitaan yang harus Batman pikul. Jalan yang harus ditapaki seorang pahlawan tidaklah semulus yang kita bayangkan: berliku-liku dan melewati kerasnya gunung pengorbanan.
Ini adalah deklamasi sinema, drama panggung dengan syair meluap. Saya tidak pernah dengan sengaja berniat menghafal puisi Batman, tetapi puisi ini masuk ke pikiranku seperti wahyu tuhan turun kepada para nabi. Gelap dan semakin gelap. Penonton dijejali bergalon-galon kata sambil mencoba menautkan klu, serta bualan itu yang makin lama makin ngelatur. Puisi itu seolah filosofis, samar-samar mencoba membentuk benak para penonton, kata-kata melayang di baris subtitle yang menggugah, bermakna, bermanfaat, dan sepertinya siap dipraktikkan. “Mereka pikir saya bersembuyi di balik bayangan, tapi akulah bayangannya.” Cocok dikutip, dibagikan di sosial media, dijadikan status motivasi ala ala Arnold P. Bolang. Ini jelas Batman yang beda, maka lebih tepatnya, saat topeng dibuka ternyata Bruce Wayne adalah alter ego Widji Thukul.
Mendendam dan saat pembunuhan orang-orang penting terjadi tiap malam jelang pilihan umum walikota, Batman menemukan tautan penting ke arahnya. Titik-titik hubung itu mengarah padanya, surat cinta berisi klu ‘To The Batman’, pembunuh serial ini gila, walaupun dasarnya pembaruan kota, pembersihan atas para pejabat yang salah menggunakan wewenang, pembunuhan ini harus dihentikan, bersama sahabat malamnya Catwoman, Gotham butuh pahlawan, sebelum meledak.
Bruce Wayne (Robert Pattinson) anak yatim piatu dengan kekayaan besar diasuh oleh Alfred (Andy Serkis), hobinya berkenala malam hari, dengan penanda Batman di langit. Saat senjakala jatuh di kota yang ramai dan sibuk ini, kereta malam menderu membelah keriuhan, kejahatan-kejahatan terjadi. Matahari terbenam menyorotkan jubah hitamnya di atas gedung. Di Gotham Batman belum dikenal, di malam Helloween gerombolan, berandal yang akan menghajar orang asing malah bertanya, “siapa kau”. Secara bersamaan terjadi pembunuhan wali kota, kematian tokoh besar mencipta sensasi. Batman turut serta ke TKP untuk menyelidiki atas ajakan sobatnya di kepolisian Gordon (Jeffrey Wright). Banyak klu, tapi pesan terpenting adalah amplop untuknya. Malam kedua pembunuhan terjadi lagi, Komisaris Pete Savage (Alex Ferns). Klu kembali ditebar dan mengarah pada mobil korban, ada file di sana. Sudah mulai terlihat di sini, target korban adalah orang-orang penting yang menyalahgunakan jabatan.
Penyelidikan lanjut ke bar tertutup milik Penguins (Colin Farrell). Bar penuh orang-orang penting, separuh kejari ada di sana. Mabuk dan terbang sama pil koplo The Drop. Di sana ia mendapati pramusaji Selina Kyle (Zoe Kravitz) yang setelah diikuti ternyata memiliki hobi yang sama. Kucing berkelana di malam hari. Keduanya kini satu arah memburu pelaku, walau tujuan utama jelas beda. Batman ingin memecahkan kasus, Selina ingin menyelamatkan teman sekos Annika. Yang ternyata adalah gadis di foto walikota.
Malam ketiga korbannya adalah Pengacara Colson (Peter Sarsgaard), ia dijerat di mobilnya. Esoknya saat hari pemakanan wali kota, gempar mobil menerjang masuk masuk di pelataran duka, dengan Colson di sana, leher terikat, bom ditanam, dan sebuah panggilan telepon dari Riddler (Paul Dano) yang memberi teka-teki, dua pertama dibantu jawab Batman, tapi pertanyaan ketiga siapa sang informan, tak mau, dan yang akhirnya menewaskannya.
Begitulah, film terus bergulir menuju hari pemilihan umum. Kedok Riddle dan kroninya baru terungkap saat informan ditangkap, dan itu juga belum usai sebab semuanya malah kembali ke Batman, dan sekalipun otak kejahatan sudah diamankan di Arkham. Motifnya lebih besar, Gotham dirudung ancaman lebih dahsyat. Siapa berani memberantas lingkaran KKN di pemerintahan?
Durasinya terlampau lama, entah kenapa seolah dipanjang-panjangkan. Pembacaan puisi bagus, tapi kalau terus dilakukan, malah mencipta kantuk. Dalam deklamasi, pembaca yang memakai baju hitam artinya puisi duka. Batman yang ini sedihnya kebangetan. Bersuara parau dan gemar menyanyikan lagu tentang ketidakadilan, kejadian lampau yang mengecewakan, tentang rasa yang ditinggalkan, dan neraka. Mencoba gelap, ada satu adegan layar benar-benar gelap. Hanya sesekali muncul cahaya dari salakan tembakan, di lorong Batman sedang menghajar mush-musuhnya.
Setalah berpanjang-panjang, inti cerita ternyata hanya mengarah pada pembaruan kota, dibersihkan dari sampah masyarakat, orang-orang yang menyalahgunakan wewenang dibunuh satu per satu, sampai akhirnya arah senjata ke Batman, masa lalu ayahnya yang pernah mencalonkan diri jadi pejabat. Klu-klu itu menarik? Biasa saja. Jaring mereka makin merapat menit demi menit. Semua petunjuk sudah digaris, titik-titik disambungkan. Ternyata tak ada twist, kalau boleh bilang, dua setengah jam lebih lalu bilang, ‘hah, gitu aja?’
Ada tiga adegan yang cukup menghibur, seolah menjadi obat lelah dan ngantuk dalam penantian. Pertama jelas adegan kejar-kejaran versus Oz. mobil keren yang dinanti-nanti itu akhirnya keluar garansi. War-biasa aksinya, melawan arah, kebut sampai gaaasnya mentok, dan akhirnya ledakan dengan dramatis mobil Bat terbang. Dan kamera yang dibalik dengan gaya. Nah begitulah adegan film action dibuat, keseruan nampak dan bergetar.
Kedua saat teka-teki kematian, bagaimana bisa infomasi sang informan tetap ditahan saat nyawa terancam, hitungan detik dan dramatis, betapa berat menyangga rahasia gelap dan berisiko. Saya sudah prediksi bakalan tetap mati sih, sebab temanya pembunuhan berantai, jadi begitu tahu korban nomor tiga masih hidup, hanya tinggal eksekusinya saja.
Ketiga, saat Batman berciuman dengan latar cahaya mentari subuh yang masih asri, warna oranye dominan bersemburat. Saya tak tahu di komiknya bagaimana, apakah ada asmara di antara kucing dan kelelawar, tapi romansa mereka tampak saling melengkapi. Jadi sejatinya sudah cocok, walau adegan cheezy Batman diselamatkan dramatis tampak malah merusak mood, dan perpisahan sendu di ujung dengan arah berlawannya, dengan iringan skoring ciamik, jelas keduanya bisa akur memburu penjahat. Sebagaimana kucing dan kelelawar, binatang malam yang selalu lebih senang bergaul dengan benda-benda mati daripada makhluk hidup. Batman tetap tenang dan diam lama setelah menawarkan kebersamaan, tetapi ekspresi keyakinan di wajahnya tidak menghilang. Percayalah, kucing ini akan balik. Dengan catatan kontraknya Zoe diperpanjang.
Harus diacungi jempol usaha reboot kali ini, pembaruan itu bukan Gotham sejatinya tapi Batmannya sendiri, sangat manusiawi. Ini jelas jauh lebih baik dari Batman encok. Pattinson sangat pantas, ia masih sangat muda, dan sebagai orang yang memproklamirkan diri sendiri berjiwa merdeka, ia sudah selalu berusaha tampil hebat, beda, avant-garde, canggih. Dan sekaligus pemurung. Dalam wawancara dengan the Hollywood Reporter yang muncul di beranda sosmed, ia mendeskripsikan dalam tiga kata: crazy, sexy, cool. Sepakat?
Seperti kebanyakan orang Indonesia yang muak akan kelakuan warganya yang tak disiplin, mudah marah, bermuka dua, pejabat yang bloon, hingga berhianat, pada dasarnya tetap saja mencintai kota kelahiran, kota tempat dibesarkan, kota berpijak mengais harta. Begitulah, sebobrok apapun, Batman mencintai Gotham dan akan selalu menjaganya. Kota ini adalah perkuburan, mengapa aku harus tetap di sini? Apa yang harus tetap membuatku di sini? Puisi Batman tak kurang daripada pencarian makna hidup dan kecintaan akan tempat ia dibesarkan. Apakah tindakan Riddler dapat dibenarkan? Menyingkirkan orang-orang jahat di pemerintahan lalu menenggelamkan kota demi pembaruan? Tentu saja tidak, kita harus bersepakat, seburuk apapun kota dan penghuninya, kekerasan dan pembersihan massal tak bisa diterima. Sama seperti Real Madrid yang muak sama panitia Liga Champions yang korup, lalu mencipta Liganya sendiri. Jelas itu salah. Atau para radikal yang tiap hari mengumbar kata-kata kasar semua kebijakan tak bijak pemerintahan, lalu esoknya antri paling depan subsidi beras. Tidak, tidak, sistemnya sudah salah, butuh waktu bertahun-tahun untuk revolusi, memotong generasi lama tak bisa dengan seketika memutus rantai pemerintahan. Pejabat korup tumbang, pajabat korup lainnya akan naik. Di manapun berada, ada. Hanya levelnya saja yang beda, paling tidak mengikisnya, memperbaiki sistem dengan teknologi terbaru, aturan win-win solution, hingga menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat. Dus, gue nulis apa ini bro… maaf ngelantur.
Dunia ini sepanjang masa akan seperti ini; kita boleh mengejeknya, mengkritisinya kalau perlu, ketika kepentingan seseorang menjadi terlalu dominan, tak ada yang patut diperjuangkan. Banyak hal tak bisa kita rubah, kita di luar lingkaran itu. Maka, mengubah diri sendiri lebih masuk akal ketimbang mengubah mindset warga twitter. Para legistalif yang mencari uang dengan menyalahgunakan kedudukan apakah bisa kita rubah langsung? Apakah tetangga kamu yang ngeselin motong keramik di hari Minggu bisa kamu hentikan langsung? Apakah chat ngeselin dari grup WA bisa kamu kendalikan dan atur seketika untuk jadi memihakmu? Banyak hal tak bisa kita modifikasi, peran kita di dunia ini kecil. Peran kita dalam keluargalah yang utama, dan berpengaruh, dan masih dalam kendali. Bangsat! Gue nulis apa lagi ini…

Siapapun yang bisa bertahan dari rasa lelah akan keluar dari perburuan ini dengan penuh kemenangan. Selamat, The Batman berhasil memesonaku.
The Batman | 2022 | USA | Directed by Matt Reeves | Screenplay Matt Reeves, Peter Craig | Cast Robert Pattison, Zoe Kravitz, Jeffrey Wright, Collin Ferrell, Paul Dano, Andy Serkis, Peter Sarsgaards | Skor: 4/5
Karawang, 010422 – Billie Holyday
Thx to Rubay. One down, Four to go.