Drive My Car: Memikirkan Kata-kata

“Jika aku hidup normal, mungkin aku akan jadi Schopenhauer atau Dostoevsky yang lain.”

Perbuatan selalu lebih banyak pengaruhnya daripada kata-kata, tapi bagaimana kalau kata-kata itu dialirkan dalam rengkuhan penuh cinta seolah langsung ditancapkan ke dalam pikiran? Kebenaran itu mengalir deras, dan ia menginginkan seluruhnya. Pengaruhnya tentu begitu tinggi, hingga hak-hak kita diabaikan dengan sukarela. Drive my Car adalah film dengan penerungan mendalam. Kata-kata dipilah dan dipilih sehingga penuh intimidasi tersirat. kata-kata membuncah, digurat dengan pena tajam, dipikirkan dengan sungguh-sungguh. Disajikan dalam mangkuk emas, citarasa sinema tiada dua.

Sebelum filmnya dirilis saya udah plot skor sempurna, ini adalah adaptasi dari cerita pendek Penulis favorit sedunia Haruki Murakami. Saat menonton, sepanjang menit bilang wow wow wow. Saat usai, rasanya tak ingin usai. Setelah menonton, seolah mabuk cinta. Jelas sangat memenuhi ekspektasi, makin menggelora setelah pengumuman nominasi Oscar, masuk jajaran best picture! War-biasa, doa-doa kelas berat diuntaikan menjadi the-nextParasite. Secara sah, bahkan sebelum menuntaskan film-film 2021 lainnya, sudah ada di puncak pilihan film terbaik. Kini setelah tiga bulan, tetap tak tergoyahkan.

Ini tentang cinta dan kesetian, ini tentang komitmen melanjutkan hidup sekalipun fakta-fakta pahit menampar, ini tentang belas kasih dan kesedihan membuncah, diredam dalam balutan sandiwara, lantas diumbar di jalan-jalan. Ini adalah sepenggal kisah hidup Yusuke Kafuku (Hidetoshi Nishijima), seorang guru dan pemain panggung senior. Tampak di permukaan ia adalah seorang suami yang ideal. Namun baru beberapa menit, kita langsung ditampar kejutan pahit.

Istrinya Oto Kafuku (Reika Kirishima) saat ditinggal keluar kota malah selingkuh. Ia tahu dengan cara dramatis, setelah pamit berangkat untuk terbang, sampai di bandara penerbangan dibatalkan, tanpa memberitahu istrinya, ia kembali pulang. Ia mendapati istrinya bercinta dengan orang asing, tindakannya yang membuat shock, bukan hanya dia, tapi juga penonton, sungguh diluar duga. Yusuke malah kembali menutup pintu, keluar rumah dengan kesedihan membuncah, lantas menginap di hotel. Bahkan setelahnya melepon, tetap dengan nada yang riang. Bagaimana bisa ada seorang suami tak mendamprat istrinya yang terang-terangan selingkuh di rumah? Wait, bagi pembaca buku-buku Murakami kalian pasti sudha akrab dengan pola sejenis ini. Dan tahu alasannya. Namun kita simpan saja, yang jelas Yusuke sudah memutuskan meredamnya.

Waktu terus bergerak, dan kabar duka tiba. Setelah masa berkabung dua tahun, Yusuke menerima tawaran mengajar dan mengarahkan sebuah drama panggung Paman Vanya di Hiroshima. Baginya berkutat di panggung sandiwara adalah panggilan hidup. Ia menjadi mentor latihan yang dihormati. Segala akomodasi ditanggung panitia, tinggal di pinggir danau, reservasi makanan berkualitas, hingga antar jemput dari dan ke tempat penginapan – kantornya. Nah yang terakhir ini memunculkan dilema, sebab Yusuke sudah punya mobil pribadi warna merah marun Saab 900. Ia tak ingin orang lain menyupiri, ia begitu mencintai kendaraannya, merawatnya dengan baik. Namun panitia tak mau ambil resiko, Tuan Yusuke tetap duduk di kursi penumpang.

Misaki Watari (Toko Miura) adalah sopir profesional. Gadis mungil pendiam ini akhirnya diperbolehkan menjadi sopirnya. Mereka tidak sepakat untuk sepakat. Meskipun masing-masing tahu yang sebenarnya untuk keselamatan bersama. Setidaknya coba dulu, dan benar saja, cara berkendaranya halus, nyaman, dan sesuai harapan. Begitulah, film akan berkutat hingga akhir di sekitar itu. Misaki nyupir, Yusuke melatih sandiwara. Lantas di sebuah malam tragedi terjadi. Pementasaan yang menyisakan hari, dipertanyakan akankah tetap berlangsung? Fakta-fakta lebih pahit diungkap, semuanya menundukkan kepala. Tenang, tenanglah di surga.

Sebaiknya daripada menghukum, hendaknya kita mencoba memahami mereka. Yusuke dengan legowo menerima perlakuan menyeleweng istrinya, cinta buta yang kalau dilihat dari kacamata awam, terlihat aneh sekali. Setidaknya marah kek, komplain kek, ancam cerai kek, dst. Apakah dengan rasa cinta meluap-luap, lantas memaafkan? Jawabannya ada di tengah film, saat Sang istri mengajak bicara serius sepulang kerja nanti, dan hasilnya mengejutkan. Takut kehilangannya sudah level dewa gan, cinta yang secinta-cintanya, sayang yang sesayang-sayangnya, tanpa banyak cingcong dan embel-embel syarat. Benar-benar war-biasa. Bukankah mengetahui semua berarti memaafkan semua?

Jawaban berikutnya, lebih menghentak, bagaimana masa lalu pahit keluarga ini diungkap. Rasa kehilangan orang terkasih, memang itulah yang menyatukan dengan sangat erat, makanya rasanya sudah tak umum, perlakuan membiarkan pasangan selingkuh.

Kembali lagi ke atas, kebanyakan novel-novel Murakami memang tak lazim, dan tema suami yang membiarkan air mengalir, menatap hari-hari dengan pasif, tatapannya tak bisa ditebak, arah pikirnya melalangbuana, hingga ide aneh tak terkira. Saya sudah akrab, dan Drive My Car makin mengukuhkannya, promo literasi yang amat pantas. Saya baca buku-buku Murakami seolah-olah datang dari sebuah bintang di langit, bukan dari dunia ini. Nikmat sekali, liar sekali, antusias sekali.

Saya terlalu takut. Sulit untuk mengakui hal ini. Terlalu takut untuk melempar dadu. Namun mari tetap dilanjutkan, saya pernah dengar sebuah cerita, yang awalnya kusangka suatu mimpi yang tak keruan. Dan mimpi itu menghantui hingga di kehidupan nyata. Lantas saya terbangun lagi, itu bukan mimpi, itu adalah narasi yang disampaikan kekasih saat di puncak kenikmatan dunia, lantas setiap narasi memasuki area kebeningan air, senyap lantas beriak, lalu semua seolah dihentikan tiba-tiba. Saya ingat suara di kepalaku. Itu bukan suaraku yang sedang berpikir, melainkan hanya raungan dalam kesunyian. Jutaan hal muncul dalam sekejap, istriku terlalu baik, saya amat mencintainya, sehingga tidak sepantasnya dituduh macam-macam, ia terlalu pintar, terlalu berbelas kasihan dan terlalu-terlalu lainnya. Potongan adegan riak air itu menampar kesadaran seperti orang terbangun dari tidur. Cerita itu terhenti di situ, dan saya tak tahu kelangsungannya. Lantas bagaimana bisa saya mendengar kelanjutannya dari lelaki asing, manusia lain yang justru malah bisa menembus garis finish? Rasanya, ketakutan terbesar adalah apa yang mungkin ia temukan. Begitulah, orang-orang yang kita kira dekat, tak selalu berhasil mengungkapkan isi hatinya dengan lepas. Rahasia-rahasia gelap disisihkan ke relung hati, bersemanyam di sana, akan mengaum di waktu yang tepat. Auman itu sayangnya, ia lewatkan sebab ia tak siap. Yang namanya siap dan tepat sering kali bagai dua kutup yang sama, selalu menolak dan menjauh. Manusia berencana, sebaik mungkin, esok yang terjadi jauh panggang dari api. Lalu lintas ingatan itu masuk ke dalam bundaran di kepala kita, lalu berputar-putar sesaat dan lama kemudian, imajinasi pun mulai bekerja menyatukan lalu lintas ingatan itu dan mengarahkannya ke ribuan jalan yang berbeda. Tafsir yang beragam. Selama bertahun-tahun, saya terus dibebani ingatan ini, merasakan penasaran, sambil mencoba melupakannya. Jadi mengingatnya kembali dan menuliskan semua faktanya di ingatan jangka panjang, saya berharap dapat mengurangi paling tidak sebagian dari tekanan itu terhadap mimpiku. Fantasi itu lantas membumbung tinggi menerawang langit. Saya, di sini tentu saja perwakilan uneg-uneg Sang Duda kesepian. Menjelma seperti sang perisau, seorang pelamun.

Saya nulis ini sebenarnya kurang lega, pengen nonton ulang, pengen baca buku-buku sandiwara, pengen baca sastra Jepang, masih pengen nulis seribu kata lagi. Namun waktu Oscar tinggal 3 hari. Yo wes apa adanya. Drive My Car awalnya mau saya ulas terakhir sebelum menebak para jawara, tapi karena menipisnya waktu dan acara kejar tonton ulas sepertinya mustahil tuntas, di mana film yang sudah ketonton langsung ulas bergantian, ternyata H-3 ini masih begitu banyak. Film ini bahkan bukan film best picture terakhir yang kuulas, masih ada West Side Story. Padahal rencananya mau tonton ulang, mau baca buku-buku naskah sandiwara: Three Sisters dan Menunggu Godot, hanya satu yang terkejar. Yo wes, ngalir saja. Drive My Car sudah mengunci Bahasa Asing, yang menarik tentu nominasi lain yang lebih bergengsi. Naskah adaptasi jelas saya jagokan pula. Sutradara akan satu rel sama Film terbaik, ini sulit dan hanya pernah terjadi sekali di mana Bahasa asing bersanding pula. Berprediksi itu sulit, tapi tetap saya akan menempatkan yang menurutku laik. Empat piala sapu bersih? Berat, tapi masih ada harapan, selalu ada harapan.

Memikirkan kata-kata, lalu memberinya nyawa di atas panggung. Semua petunjuk sudah dikaitkan, semua titik dihubungkan. Perjalanan telah usai. Terima kasih untuk segalanya, lantas kunci mobil berpindah tangan. Ketiadaan tidak lagi ada dalam genggaman kita seperti halnya kemutlakan. Goodluck Murakami.

Drive My Car | 2021 | Jepang | Directed by Ryusuke Hamaguchi | Screenplay Ryusuke Hamaguchi, Takamasa Oe | Cast Hidetoshi Nishijima, Toko Miura, Reika Kirishima | Skor: 5/5

Karawang, 240322 – Rob Thomas – The Man to Hold the Water

Who Moved My Cheese? #20

Karena orang mau semuanya seperti dulu dan mereka berpikir perubahan akan merugikan mereka. Saat satu orang bilang perubahan itu adalah ide buruk, yang lain akan berkata sama.”

Buku motivasi lagi. kali ini tema utama adalah perubahan dan keniscayaan bahwa yang tak ikut berubah akan ketinggalan dan terlindas zaman. Sejatinya tema semecam ini sudah usang, atau sudah sangat banyak disebut dan dibahas, bahkan berulang kali kita dengar di seminar-seminar, sudah sering pula disampaikan, juga sudah banyak contohnya. Nokia, Blackberry, Bluebird, Fujifilm, dan seterusnya. Produk yang dulu merajai, bisa tenggelam saat ini. Dan tentu saja, mereka yang saat ini terasa raja suatu saat bisa ambruk. Semuanya butuh adaptasi. Nah itulah, topik utamanya, perubahan dan cara mengantisipasinya. Dibawakan dengan fun dan cerita yang nyaman diikuti.

Buku dibuka dengan banyak puja-puji dan endorse dari banyak pihak. Satu kata di kover buku, ‘A Gem’ dari Small and Valuable tentu saja seolah mengada-ada, tapi bolehlah yang namanya respon guna menjual. Lalu ada dua kutipan bagus, saya ketik ulang.

“Rencana terbaik tikus dan manusia sering kali menyesatkan.” – Robert Burns (1759-1796)

“Kehidupan bukanlah jalan yang lurus dan mudah dilalui di mana kita bias bebas bepergian tanpa halangan, namun jalan-jalan yang simpang siur membuat kita harus mencari-cari, tersesat, dan kebingungan, dan kini sekali agi kita sampai di jalan tak berujung.  Namun, apabila kita selalu memiliki keyakinan, pintu pasti terbuka bagi kita, mungkin bukan pintu yang selama ini kita dambakan, dakan tetapi pintu yang pada akhirnya terbukti justru paling baik bagi kita.”A.J. Cronin.

Terdiri atas tiga bab, pertama adalah pertemuan teman-teman lama di Chicago, reuni sekolah dan bertukar pikiran. Dipimpin oleh Michael.  Kedua adalah intinya cerita Who moved my cheese? Dan terakhir adalah diskusi yang menghasilkan bahwa keempat tokoh mewakili bagian dari diri kita – yang sederhana dan rumit – dan tentu Anda akan lebih beruntung jika kita bertindak secara sederhana menghadapi perubahan. Semuanya bergantung pada apa yang kita percayai.

Kisahnya sederhana tentang empat karakter utama, dua tikus dua kurcaci. Si tikus: Sniff (Endus), Scurry (Lacak), dan si kurcaci: Hem (Kaku), Haw (Aman). Personifikasi manusia, baik dari sisi yang sederhana maupun rumit tanpa membedakan usia, jenis kelamin, ras, atau suku bangsa. Kadang kita seperti Sniff yang mampu mencium adanya perubahan dengan cepat, atau Scurry yang segera bergegas mengambil tindakan, atau Hem yang menolak dan mengingkari adanya perubahan karena takut apabila perubahan itu menfatangkan hal yang buruk, atau Haw yang baru mencoba beradaptasi jika ia melihat perubahan ternyata mendatangkan sesuatu yang lebih baik. Yang manapun bagian diri kita, kita memiliki ciri yang sama: kebutuhan untuk menemukan jalan di dalam labirin dan kesuksesa dalam menghadapi perubahan yang terjadi.

Ini adalah perumpamaan tentang hal-hal yang kita inginkan dalam hidup ini, baik itu pekerjaan, hubungan, uang, rumah yang besar, kebebasan, kesehatan, pengakuan, kedamaian batin, atau bahkan kegiatan ringan seperti lari pagi atau golf.

Jadi empat karakter itu selalu menemukan keju di sebuah stasiun C di pagi hari, dua tikus selalu antusias dan memperlakukan pagi dengan semangat. Terus memantau keadaan dan siap sedia andai terjadi hal-hal di luar kendali. Dua kurcaci menghadapi pagi dengan santai, meyakini keju itu memang hak mereka dan sudah semestinya ada, jadi tiap pagi berangkat tanpa gairah, nyaman saja.

Setiap orang tahu bahwa tidak setiap perubahan itu baik atau bahkan diperlukan. Namun di dunia yang terus-menerus berubah kita harus mengambil bagian untuk belajar begaimana beradaptasi dan enikmati sesuatu yang lebih baik.

Nah suatu pagi, tak ada keju di sana. Dua tikus sudah meyakini dan sekarang terjadi, mereka mengantisipasi dengan cepat, menggunakan metode trial dan error untuk menemukan stasiun baru tempat keju berada. Gerak cepat dalam labirin yang tak pasti dan masa depan yang misterius. Sniff mengendus, Scurry berlari. Kegagalan beberap kali ada, dan mudah ditebak. Manusia, eh tikus akan berhasil bagi mereka yang mau berusaha. Benar saja, mereka menemukan keju di stasiun  N. Selamat.

Sementara dua kurcaci menghadapi keadaan dengan loyo. Rasa takut yang membuatnya tetap berada di tempat yang sama hingga saat ini. Haw yang tahu bahwa masa keju di stasiun C sudah berakhir, dipaksa keadaan untuk mencari di tempat lagi. Haw yang menyadari perbedaan antara aktivitas dan produktivitas. Sedang Hem menggerutu dan pasrah, tiap pagi masih saja ke sana dan memang tak ada keju. “Perasaan kosong seperti ini sudah sering kurasakan.” Sampai di sini juga kita pasti sudah bisa menebak, Haw akan menemukan keju dan Hem tewas mengenaskan. Mengandalkan angan saja tak cukup bos. Ia melukiskan suatu gambaran di pikirannya. Ia melihat dirinya sendiri berkelana ke dalam labirin dengan senyum mengembang…

Begitulah, sebagian cerita lalu fokus pada usaha pencarian yang dilakukan Haw. Haw pun sadar bahwa perubahan tidak akan mengejutkan jika ia memperhatikan apa yang terjadi di sekitarnya dan mengantisipasi perubahan. Menulis banyak kata mutiara di dinding labirin, mengingat keadaan dan kemungkinan, menjadikan kesalahan masa lalu menjadi pelajaran, dan tentu saja berhasil. Ia bertanya-tanya mengapa sebelumnya ia selalu berpikir perubahan akan mengarah ke sesuatu yang lebih buruk. Sekarang ia menyadarinya bahwa perubahan juga bisa mengarahkan ke sesuatu yang lebih baik.

Ia menyadari cara tercepat untuk berubah adalah menertawakan kebodohan diri sendiri, setelah itu kita bisa bergerak dan terus bergerak. Endingnya menggantung, entah Hem apakah mengikuti saran Hew ataukah mati mengenaskan karena gagal adaptasi. Apa yang akan kita lakukan kalau kita tidak takut?

Lihat, bukan tema baru bukan? Sudah sangat banyak sekali dibedah, lantas kenapa buku ini menarik dan tampak istimewa? Cara pembawaan dan pemilihan kata yang bagus. Ada unsur cerita yang mudah dicerna, ada pengandaian yang tak sulit untuk dipahami. Jelas buku ini sejatinya berisis nasehat-nasehat umum, tapi dikemas dengan aduhai dan enak dibaca. Buktikan!  

Ketakutannya disebabkan karena keyakinan-keyakinannya yang menakutkan. Aku melihat bahwa para Sniff, Scurry, Hem, Daw perlu diperlakukan dengan cara yang berbeda. Cheese di sini bisa apa saja. Salah satunya ya karyawan. Maka karena individu memang unik dan keempatnya pasti ada di Perusahaan, kita harus memperlakukan mereka berbeda. Hidup di dalam air yang selalu bergolak juga mendatangkan stes kecuali jika kita punya pegangan untuk memahami perubahan yang terjadi.

Saat cheese itu dipindahkan mereka merasa sebagai korban dan mulai menyalahkan orang lain. Penyakit mereka menjadi lebih parah dibandingkan mereka yang mengikhlaskan dan segera bertindak. Mungkin akan lebih baik jika ada yang memulai perubahan daripada hanya bereaksi dan menyesuaikan diri.

Ini buku kedua dari Spencer Johnson ang kubaca setelah ‘Yes or No’ yang polanya sama, buku motivasi dengan cerita sebagai benang merah. Bedanya yang pertama nasehatnya umum, temanya tak spesifik walau intinya adalah ketegasan mengambil keputusan tapi melebar ke mana-mana, yang kedua ini benar-benar fokus bagaimana menghadapi perubahan. Keduanya bagus, tapi Who Moved my Cheese? Jelas terasa lebih lezat.

Bergerak bersama cheese dan menikmatinya!

Who Moved My Cheese? | by Spencer Johnson, M.D. | Published by G.P. Puttnam’s Sons Publishers since 1838 a member of Penguin, New York | Copyright 1998, 2002 | ISBN 0-399-14446-3 | Alih Bahasa Antonius Eko | Penerbit Media Komputindo | 236122201 | ISBN 978-602-02-0197-9 | Skor: 4/5

Karawang, 200721 –ABBA – Dancing Queen

#30HariMenulis #ReviewBuku #20 #Juli2021

My Sweet Heart #30

My Sweet Heart #30

Huray! Akhirnya catatan ke 30 dari 30 sampai juga. Sesuai target 15 buku lokal dan 15 buku terjemahan selama bulan Juni dalam event #30HariMenulis #ReviewBuku dengan berbagai kendala dan keseruan yang menyelingkupi. Dengan segala kelelahan dan berbagai kenekadan, inilah catatan akhir itu. Tulisan di mulai tepat tanggal 1 Juni di Karawang dalam laptop Meyka dan diakhiri di Palur dalam laptop Wildan. Dipost antara perjalanan mudik dan arus balik yang macet. Ditulis dalam kekhusukan Ramadhan penuh berkah. Di sela-sela usaha tetap berlomba cari pahala. Dengan optimisme ala optimis prime, bisa tepat berakhir di akhir bulan. Sampai jumpa bulan Juni 2018.

Sekali lagi dari KKPK – Kecil Kecil Punya Karya punya ponakan Winda LI. Dibeli kemarin saat ke Gramedia Solo, saat Wildan cari buku psikotest untuk persiapan tes masuk Angkatan Laut, dibeli saat saya cari novel Jack London, The Call Of Wild. Winda membeli tiga buku KKPK. Buku setipis ini dengan kecepatan santaipun seharusnya bisa diselesaikan sekali duduk. Tapi tidak, tadi pagi saya baca di Jatipuro ketika antar ibu ke Pasar Jatipuro dapat dua bab, sisanya saya baca siang ini di Palur. Draft sudah saya siapkan untuk perjalanan arus balik esok ke kota Karawang.

Untuk sebuah buku KKPK sejauh ini My Sweet Heart adalah salah satu yang terbaik. Pantaslah masuk Gold Edition: Best Seller. Kisahnya mungkin sederhana tapi untuk buku anak-anak jelas plotnya lucu. Apalagi ending-nya yang menggantung menggemaskan. Saya sendiri tersenyum menggerutu. Kata Winda, ada buku KKPK lain yang juga menarik. Sayangnya program ini sudah berakhir hari ini. Mungkin tahun depan?

Ceritanya ya tentang keseharian sang Penulis dibumbui daya khayal anak SD – Sekolah Dasar. Tiras adalah si Salim – sok alim karena dalam keseharian sekolah mengenakan hijab. Padahal ia tomboi suka main game battle dan play station. Nah hari itu Tiras ditinggal sendirian di rumah, membaca komik Detective Conan menunggu mang Kiki tapi via telpon ia ga jadi datang. Adegan mengunci pintu dua kali klik dan adegan angkat telpon yang wajarnya biasa bisa dibuat lucu. Hebat dik! Berteman akrab dengan Sarry yang di hari pertama sekolah naik angkot, turun bersama dan berlomba lari.

Nah, kisah sesungguhnya ada di di sini. Dari Kang Ginanjar, Amira tahu ada tiga orang di dunia in berwajah mirip dengan pribadi kita. Dia berujar bahwa ia tahu ada seorang anak yang mirip dengan Tiras, via rekaman HP sedang bermain bulu tangkis. Anak itu bernama Mei Ling. Dari namanya jelas keturunan Cina. Tiras lalu diajak bertemu langsung saat turnamen bulu tangkis. Keluarga ini datang terlambat, untungnya pertandingan Mei ada di akhir jadi aman. Mereka mendukung di tribun penonton, “Ayooo Mei Ling, sikat! Smash!”

Sayangnya menjelang akhir laga, Mei cidera. Wasit memberi waktu untuk pemulihan, saat itulah Tiras kebelet pipis. Tak disangka mereka bertemu langsung, saling terkejut. Dan terbesitlah ide untuk melanjutkan pertandingan, Tiras yang maju. Kesepakatan diraih, mereka bergegas bertukar kostum. Tiras yang hanya tahu pengetahuan dasar bulu tangkis mencoba melawan. Tapi karena Mei sudah leading jauh, dan sang lawan mulai mengejar akhirnya mereka ada di skor dramatis 14-14. Dengan sistem lama di mana sang pemenang adalah yang pertama cetak skor 15, pertandingan dibuat dramatis dan yak! Betul Tiras palsu menyudahi perlawanan Erwin dengan jurus crazy ball.

Kesepakatan bertukar tempat ternyata tak sampai di sini. Mereka setuju, sampai hari Minggu mereka akan menjalani kehidupan baru. Tiras di rumah Mei bersama bunda Fu Jin Siao dalam kehidupan kelas atas yang gemerlap. Rumah bak istana, mobil Mercedez Benz dengan sopir pribadi, sekolah elite di mana ketika masuk dengan sidik jari, dan kehidupan orang kaya lain di mana koneksi internet bisa diakses setiap saat. All hail game online!

Sementara Mei hidup dalam keseharian sederhana di mana setiap hari adalah keseruan. Pulang sekolah main lumpur, membaur dengan teman-teman tanpa tekanan berlebih dari orang tua. Konflik baru muncul saat di sekolah Tiras sangat kurang dalam aljabar, sementara Mei kurang dalam pelajaran bahasa. Mei Ling sampai dapat julukan Ratu Buta Bahasa dari bu guru Esti, sementara Tiras dengan julukan salim. Penyesuaian diri itu awalnya sulit, tapi dengan segala keseruan khas anak-anak tentu saja dapat teratasi. Tapi tak sampai di sana saja, karena akan ada masalah lain yang akan menghadang mereka. Bisakah kali ini diatasi? Kisah ditutup dengan sebuah informasi dari Mang Ginanjar, sesuatu yang unik. Renang?

Sampulnya unik. Ilustrasi cantik Mei Ling. Bak sebuah gambar kartun, cantik sekali Mei yang mengacungkan dua jari ‘peace’ sementara Tiras memberi kode telunjuk di depan mulut yang berarti ‘sssttt…’ dengan kombinasi cerita bagus, ilustrasi oke jelas ini termasuk KKPK yang sukses. Ayoo Winda cari lagi buku Amira dan saya numpang baca lagi. Lho. Hehehe…

My Sweet Heart | oleh Amira Budi Mutiara | ilustrasi isi Agus Willy | ilustrasi sampul Nur Cililia | penyunting naskah Dadan Ramadhan | penyunting ilustrasi Iwan Yuswandi | design isi dan sampul tumes | pengarah design Anfevi | layout dan setting isi Tim Pracetak | Penerbat DAR! Mizan | Cetakan III, Maret 2017 | 116 hlm.; illust.; 21 cm | ISBN 978-602-420-170-8 | Skor: 3,5/5

Palur, 290617 – Pink – Just Give Me A Reason – Subuh dan diposting di Gemuh kota Kendal

#HBDSherinaMunafKu #27Tahun

#30HariMenulis #ReviewBuku​

My Best Friend Forever #23

image

Ketika mendengar kata best friend forever (BFF) hal pertama yang terlintas dalam benakku adalah persahabatan Spongebob dan Patrick. Dalam sebuah seri, Spongebob berangkat kerja ke Krasty Krab, ketemu Patrick di jalan dan ditanya, “apa yang kamu lakukan saat aku bekerja?”, Patrick dengan polos menjawab, “menunggumu pulang….”

Buku ke 23 yang akan saya review ga ada sangkut paut-nya dengan serial di dasar laut tersebut. Adalah novel ke-2 Sherina Salsabila, buku keluaran Paci (Penulis Anak Cerdas Indonesia). Saya menjadi first reader di awal tahun 2013. Sempat berjanji pada Sher akan membuat ulasannya, namun saat itu saya lagi down sehingga rencana me-review-nya nyaris terlupa. Kemarin saat membuka-buka rak, saya teringat lagi. Saat ini beberapa kali masih kontak dengan Sher yang kini memasuki bangku SMU. Betapa waktu berjalan cepat.

Di cover pembuka ada tulisan pink “To: Om Budi & Bunda Mey, semoga senang membaca karyaku 🙂 – Sherina”. Sebuah tanda tangan tertanggal 10 Februari 2013, sabaris kalimat yang sejatinya memberi semangat kepadaku, bukan sebaliknya. Di kata pengantar nama saya juga kembali disebut, kini dalam cetakan: “… juga buat Om Lazione Budiyanto yang suatu hari nanti ingin punya akan perempuan kecil seperti aku, yang selalu memberi motivasi terbaik untukku.” Sejujurnya Sher, bukan saya yang memberi motivasi ke kamu, tapi saya-lah yang kamu beri motivasi yang saat itu kami dalam posisi terpuruk. Dan kini dua tahun lebih berselang, putri keduaku bernama Hermione, kelak mudah-mudahan doa itu terkabul, bisa secantik dan secerdas Sher. Ke depannya Sher, kalau boleh minta tolong ‘selipkan kalimat penyemangat buat Hermione – Sherina Kecilku’ di buku terbarumu.

Kisah dimulai langsung tanpa daftar isi, namun tiap bab-nya ada judul. Di pembuka Sepucuk Surat Untuk Fatia. Pagi yang mendung, Fatia mendapat surat tanpa nama pengirim di amplop. Segera dibuka dan dibacanya, ternyata dari Kenzia sahabatnya yang kini di Belanda. Menanyakan kabar dan kesibukan. Dari sepucuk surat itulah cerita ini akan digulirkan, ditarik mundur. Kenangan-kenangan semasa mereka bersama di sekolah Cendrawasih.

Tokoh utama Fatia, panggilannya Fat – duh gemuk dong – orangnya supel dan (sepertinya) yang paling cerdas. Kedua Kenzia, anak orang kaya. Anak tunggal, ayahnya kerja di bank swasta ibunya lawyer, liburan kemarin dia ke Bali. Ketiga Shania, anak baru pindahan dari Sumatra. Dirinya terpaksa pindah sekolah gara-gara orang tuanya mendapat tugas di ibu kota. Keempat, Misca teman sebangku Shania. Mereka berempat mendapat julukan ‘4 Sekawan’. Kisah novel ini menceritakan hiruk-pikuk mereka di SMP Cendrawasih. Begitulah hari-hari indah di sekolah. Masa paling indah bersama teman-teman terbaik. Ada audisi penulis, ada kegiatan Osis, ada kegiatan baksi sosial dan seterusnya.

Konflik itu muncul juga, saat pemilihan ketua Osis ada yang pingsan. Kenzia tak sadarkan diri, segera dibawa ke ruang UKS – ada yang masih ingat kepanjangannya apa? – mulai saat itu Kenzia sering sakit. Teman-temannya ikut sedih. Namun ternyata ada yang tak beres, saat Fatia secara tak sengaja membaca buku bersampul hitam sebuah fakta menarik terbongkar. Fatia yang terkejut menceritakan pada kak Farah, kakaknya yang kini kuliah. Fakta apakah gerangan? Akankah persahabatan mereka tetap utuh saat satu demi satu kenyataan buruk menghampiri. Sisi negatif tiap karakter terkuak, dan Sherina dengan sukses bisa membuat pembaca tetap terpaku sampai halaman terakhir.

Secara keseluruhan, masa itu udah lewat. Saya membacanya dari sisi seorang anak sekolah dengan segala keceriaan mereka. Hebat ya anak zaman sekarang, SD-SMP udah punya karya. Saya dulu saat seusia Sher, yang ada dalam benak ketika pulang sekolah hanya mengejar layang-layang putus, memancing di sungai, berburu burung di sawah, atau sekedar main kelereng di halaman belakang rumah. Apalagi Sher udah bisa bikin plot yang baik, konflik yang bagus, menyimpan kejutan dan eksekusi ending yang pas. Di usia 12 tahun sudah bisa membuat cerita tentang histrionic personality disorder. Ckckck… seusia itu tahuku malah brambang goreng. Sampai saat ini saya belum bertanya lagi ke Sher udah berapa buku yang ditulis. Namun novel keduanya ini termasuk sukses menghantarkan saya menikmati lembar-demi-lembar mengarungi dunia anak. Saya yakin dalam 5 atau 10 tahun lagi, nama Sherina Salsabila akan tercetak di sampul buku yang dibicarakan banyak orang karena ceritanya yang istimewa. Or is it just me?

My Best Friend Forever | oleh Sherina Salsabila | Penerbit Zettu | PACI: Penulis Anak Cerdas Indonesia | Cetakan I, 2013, 14×21 cm: 120 halaman | ISBN: 978-602-7735-45-3 | Skor: 3/5
Karawang, 230615 – Midnight midweek

#23 #Juni2015 #30HariMenulis #ReviewBuku

My Secret Identity #17

Featured image

Menyembunyikan identitas penulis (di cerita ini) ternyata seru. Galereen Hith adalah nama pena penulis buku The West Cowboy Story. Dalam kisah ini kita tak diminta menebak siapa Hith, karena sudah dijelaskan terlebih dahulu, yaitu seorang gadis remaja Gladist Swing namun cerita bertutur tentang usahanya menyembunyikan identitas.

Identitas Rahasiaku, dengan nama samaran Galereen Hith, Gladist menyembunyikan jati dirinya. Adegan pembuka dia sudah berbohong tidak masuk sekolah karena akan menghadiri pesta buku di kota New York. Orang tuanya melindungi dengan bilang sakit cacar air. Dari kota Dulhing Bay yang kecil Gladist mengguncang dunia pustaka remaja. Bukunya sukses berat, seantero Amerika membicarakannya, hhhmmm…. remaja aja sih buktinya penulis Fighting to Heaven, Harry Buntion hanya tahu sekilas. Berteman dengan Tysha sejak SD mereka saling membantu, saling support dari gangguan Darcy dan Meian yang jahil, murid paling kaya dan populer. Kebiasaan buruk Glad selain berbohong adalah menabrak seseorang saat panik atau tergesa. Salah satu korban ‘tabrak’ tersebut adalah Leon Copp, cowok paling keren (di mata Glad) yang nantinya mengisi konflik seru cerita ini. Saat orang-orang di sekolahnya ramai membicarakan sang koboi, berapa lama lagi Glad berhasil menyembunyikan identitasnya?

“Kau pasti mengira aku ini Galereen Hith kan? Oh Glad jangan seperti itu lagi, aku bukan Galereen Hith, karena aku tak mengatakan sejujurnya padamu.” (halaman 194) – seseorang mengatakan pada Glad dia bukan Hith

“Ternyata apabila dia menyukai sebuah buku, dia akan mati-matian ingin menemui pengarangnya. Pantas dia pura-pura menuntutmu agar kau keluar dari persembunyian. Dan tahu tidak apa yang dia lakukan setelah berhasil menemui pengarang buku kesayangannya? Dia menggunting sepotong baju mereka untuk dikumpulkan. Dan masih ada lagi, menggunting kuku mereka, mengambil barang mereka, bahkan sampah mereka juga dikumpulkan. Ternyata di dunia ini memang ada maniak seperti itu. Untung saja dia tidak tahu siapa Galereen Hith”. (halaman 222).

Ada 3 kelebihan buku lokal ini sehingga saya berani kasih skor tinggi, walaupun Ardina juga ga se-lokal yang kita kira karena dia lahir di negeri seberang:

  1. Pembaca dibuat penasaran kejadian demi kejadian. Saya selalu bilang, buku yang berhasil adalah bisa membuat pembaca dipaksa terpaku terus sampai akhir. Setiap lembarnya memberi mantra lengket, sesuatu yang tak biasa untuk sebuah buku remaja Nasional dengan setting International.
  2. Bab demi bab selalu memberi karakter penting baru, bukan sekedar karakter tempelan. Karakter baru tersebut akan memicu konflik yang memaksa karakter penting lain memutuskan sikap.
  3. Kejutan. Saya suka kejutan yang gereget. Gladist adalah orang yang bikin gereget, saat identitasnya nyaris terbongkar. Malah teman anehnya tertuduh. Semua diceritakan dengan seru. Dan kita tahu kebohongan Glad, tak bosan-bosannya Glad menabrak.

Dengan setting Amerika, novel ini berkreasi dengan tutur kata yang renyah. Tak menyangka aja, saya masih bisa menikmati novel remaja di tahun 2006. Sebenarnya ini buku punya Jemy, teman se-kos yang juga suka buku. Karena stok bacaan habis saya iseng membacanya, eh ternyata bagus. Sempat juga buku hilang saat dipinjam seseorang di tempat kuliah, namun saya tuntun untuk ganti baru. Dan saat Jemy meninggalkan kos untuk bekerja ke Kalimantan, buku-bukunya ditinggal salah satunya ya ini. Cerita remaja dirangkai ceria dan tetep bagus? Why not? Ardina sudah memberi bukti.

My Secret Identity | oleh Ardina | Penerbit C publishing | distributor Mizan Media Utama | Cetakan pertama, November 2005 | vi + 328 hlm; 20,5 cm | ISBN 979-24-3903-X | Skor: 4/5

Karawang, 170615 – audit day one

#17 #Juni2015 #30HariMenulis #ReviewBuku

(review) Still Alice: It Blew My Mind Away

Spoiler Alert – Tulisan ini mungkin mengandung spoiler.

Berdasarkan novel karya Lisa Genova. Di ulang tahunnya yang ke 50 tahun, Alice Howland (Julianne Moore) mempunyai keluarga yang sempurna. Mempunyai suami yang care, punya 3 orang anak yang sukses dan karir yang Ok sebagai professor di Universitas Colombia. Saat perayaan ultahnya, putri bungsunya Lydia Howland (Kristen Stewart) tidak bisa dating karena ada audisi di luar kota. Acara tetap meriah, suaminya John Howland (Alec Baldwin) sampai memuji Alice terlihat masih muda seperti baru 40 tahun. Anna Howland-Jones (Kate Boswoth) datang bersama suaminya Charlie Howland-Jones (Shane McRae). Melengkapi pesta, anak keduanya yang baru saja putus cinta, Tom Howland (Hunter Parrish). Gambaran keluarga yang sempurna tersaji di awal cerita yang menyedihkan ini.

Sampai pada suatu hari saat Alice sedang olahraga lari di kampusnya dia lupa jalan. Muter-muter sampai akhirnya dia sadar ada yang tak beres di kepalanya. Lalau Alice konsul ke dokter Benjamin (Stephen Kunken). Selama sebulan lebih dia inten ke sana, hasilnya dia di-diagnosa sakit Azheimer tingkat dini. Penyakit yang sebenarnya jarang dialami manusia usia di bawah 65 tahun. Sebagai seorang pengajar, memori jelas sangat penting. Pantas saja saat dia mengisi kuliah, beberapa kata dia lost. Panik, sampai dia menangis, mending kena kanker ketimbang azheimer. Penyakit ini adalah turunan secara genetik. Setelah ditelusuri ternyata turunan dari ayahnya. Takut penyakit ini akan turun ke anaknya, maka seluruh keluarga dikumpulkan.

Disampaikannya berita ini, semua seakan tak percaya. Ibunya yang cerdas dan sehat secara fisik malah kena sakit azhiemer. Disampaikan pula bahwa semua anaknya diminta untuk cek, untuk mengetahui kemungkinan menurun. Di saat bersamaan Anna positif hamil, dari usg anaknya kembar. Setelah beberapa lama, saat Alice pulang mengajar dia mendapat telpon. Anna memberitahunya, dia positif sementara dua adiknya negative. Kalut, Alice meminta maaf.

Semakin hari ingatan Alice semakin menurun. Main game cari kata di android dia sering gagal. Data pribadinya dia tulis di HP seperti tanggal lahir, tempat tinggal, sampai apa saja yang harus dilakukan. Dia lalu membuat video apa yang harus dilakukannya ketika ingatannya benar-benar kritis. Video berisi intruksi buatnya sendiri untuk ‘bunuh diri’. “Hi Alice, I’m you… And I have something very important to say to you.. hufh”. Di simpan di laptop dengan nama folder butterfly, kenapa kupu-kupu, karena kupu-kupu adalah binatang yang hidup hanya sebulan. Rapuh, namun sangat bermanfaat buat alam. Dia simpan obat di laci paling atas, di bawah lampu biru untuk meminum semuanya lalu berbaringlah. Instruksi yang serem. Dia hidup dari memori HP dan laptop. Dr. Benjamin memintanya untuk mengisi pidato di acara khusus untuk memberi semangat para penderita Azheimer. Pidato yang keren sekali dibawakan oleh Moore. “losing my bearings, losing objects, sleep, but mostly losing memories…”. Seandainya dia menang best actress, scene inilah sebabnya. Natural, rapuh dan menggugah.

Sampai menit film mendekati akhir kita disuguhkan sebuah fakta bahwa betapa memori benar-benar sangat penting. Ditampilkan dengan brilian oleh Moore. Bayangkan, sampai kata-kata saja lupa. Perjuangan melawan kelemahan diri sendiri. Ending-nya sendiri sangat ciamik nan puitis, saat Lydia sang bungsu yang sering berontak malah menjadi anak yang paling berbakti dengan memutuskan pulang untuk merawat Alice. Namun bagaimana akhirnya? Apakah si kembar anak Anna akan kena penyakit juga? Apakah pilihan hidup Alice saat memorinya makin terbatas saat membuka folder butterfly dilaksanakannya? Ataukah John menyerah menghadapi istri yang pikun? See, Saving your memories!

Awalnya saya mendukung Pike untuk best actress, namun setelah semalam menonton ini film saya menjatuhkan pilihan ke Moore. Sungguh memikat, dia menampilkan pesona kerapuhan menghadapi penyakit dengan penuh penjiwaan seakan-akan Moore adalah Alice. Setelah saya perhatikan, ternyata genre film favorite saya selain fantasi adalah drama keluarga. Tahun lalu saya terpesona, August: Osage County dengan akting mantab Meryl dan Julia. Tahun ini saya terpesona sama Moore dan Kristen dengan chemistry yang pas. Tahun lalu Meryl dan Julia gagal menang, tahun ini, please…. kasih Oscar ke Moore. Setidaknya kita akan selalu ingat Moore pernah menang best actress setelah gagal terus. Untuk mengingatkan kita bahwa dia pernah kehilangan ingatan, masih seorang Alice. Still Alice! It blew my mind away…

 Still Alice | Director: Richard Glatzer, Wash Westmoreland | Screenplay: Richard Glatzer, Wash Westmoreland | Cast: Julianne Moore, Alec Baldwin, Kristen Stewart, Kate Bosworth | Skor: 4/5

Karawang, 200215

A Place for My Head Lagu Terbaik Yang Terlewatkan Untuk Jadi Single

Saya jatuh cinta pada pendengaran pertama sama musik yang dimainkan oleh band asal California, Linkin Park (LP). Waktu itu di kelas ada seorang teman yang sedang mendengarkan musik via walkman di pojokan. Karena kelas lagi kosong saya iseng nyamperin dia dan gangguin temanku yang lagi santai. Setelah pembicaraan yang panjang lebar saya diperbolehkan pinjam satu earphone untuk ikut menikmati musiknya dan kertas albumnya saya lihat-lihat. Teringat jelas waktu itu album Hybrid Theory yang saya pegang ini ada yang special. Kerika saya pasang di telinga, musiknya menghentak keras. Saya langsung jatuh hati kepada Linkin Park.

Di zaman saya sekolah keping mp3 belum booming, HP masih jadul dan kaset pita masih berkuasa. Beberapa hari kemudian saya sudah menggenggam album perdana kaset pita Linkin Park. Waktu itu harganya masih Rp 21 ribu. Menurut saya dengan pengeluaran segitu masih worth it untuk masuk koleksi. Setelah otak-atik deretan lagu side A dan side B. Menurut saya lagu terbaiknya adalah A place for my Head (APFMH) dan itu tak masuk ke dalam single yang dibuat video klip. Beruntun single album ini adalah: One Step Closer, Crawling, Papercut dan In the End lalu re-release untuk special edition dengan menambah lima lagu, tiga diantaranya adalah live record sedang yang dua lagu yaitu High Voltage dan My December adalah baru. Walau terdengar melow, My December dipilih jadi hit andalan.

List Lagu:

  1. Papercut
  2. One Step Closer
  3. “With You”
  4. Points of Authority
  5. Crawling
  6. “Runaway”
  7. “By Myself”
  8. In the End
  9. “A Place for My Head”
  10. Forgotten
  11. “Cure for the Itch”
  12. Pushing Me Away

Special Edition

  1. “Papercut” (Live)
  2. “Points of Authority” (Live)
  3. “A Place For My Head” (Live)
  4. My December
  5. “High Voltage”

Nah dari keseluruhan lagu yang ada dan dalam pemilihan hit saya rada complain kenapa lagu sebagus A place for My Head ga masuk single? Lagu ini sungguh luar biasa bising namun terdengar merdu yang mana perpaduan tak terungkapkan dengan kata-kata bahwa ketika Mike ngerap di-mix dengan dentuman drum yang konsisten, iringan musik yang slow dihajar teriakan sekencang-kencang-nya Chester menghasilkan lagu yang sempurna.

Walau sempat terpesona sama Faint dan rintikan easier to run di album Meteora, tapi tetap teriakan Go away Go away dalam APFMH masih menduduki puncak lagu terbaik LP.

Gambar

A Place for My Head adalah lagu terbaik yang terlewatkan untuk jadi single.