Hati Seorang Anak

A Child’s Heart by Herman Hesse

=== tulisan ini mengandung spoiler ===

“Setiap udara yang kita hirup dikendalikan oleh suatu kekuatan dari luar dan peranan takdir.”

Ini adalah cerpen yang dibukukan. Hanya satu cerpen, kubaca kilat semalam, dan terjeda tidur, subuh selesai. Tak sampai seratus halaman, dicetak mungil, dan plotnya yang sederhana, tapi sangat berkesan. Ini tentang hati murni yang memaafkan, sangat manusiawi anak-anak tergoda, lalu menyembunyikan kejahatan, lalu saat terdesak, ‘mengakui’ dan karena buku ini didedikasikan untuk sang ayah yang baru saja meninggal, jelas sang ayah di sini memaafkannya. Hangat, hangat sekali menyaksi hubungan ayah-anak ini sekalipun berpijak pada tindakan kurang baik.

Kisahnya bermula saat Emil Sinclair kembali dari sekolah, tak ada siapapun di rumah. Ia bermaksud menemui ayahnya di lantai atas, kamar rahasia yang jarang sekali ia masuki sekalipun ia tinggal di sana sebelas tahun. Dalam penggambarannya sebagai pegangan betapa familiar rumah itu, ia sudah memandangi pintunya ribuan kali, dan seperti hal-hal umum lainnya, banyak hal luput dari perhatian saking biasanya.

Nah, di kamar atas, ayahnya taka da setelah ia mengetuk dan memberi salam. Harusnya, ia balik badan dan nanti ke sana lagi. Namun tidak, siang itu, ia dirasuki rasa penasaran. Ia nekad masuk dan melakukan hal-hal terlarang. Membuka-buka laci, memeriksa lemari, melihat-lihat benda pribadi. Dan begitulah, rasa penasaran itu berbuah tindakan jahat. Ia mengambil mata pena, mengantongi buah ara, dan merasainya. Betapa manisnya. Sejatinya ia takut, dan sudah prediksi akan ketahuan, tapi entah ada kelebat setan mana yang memasukinya, ia tetap saja mencurinya. Ah, apapun itu, sekalipun dari kamar ayahnya, mengambil barang bukan miliknya sendiri tanpa izin tetap saja mencuri. Sekalipun, ia mencoba mengatur tata letak buah, dan benda-benda lainnya. Ah, hati seorang anak yang penasaran. Betapa polosnya.

Itu Sabtu siang, nantinya ada pelajaran sore olahraga. Maka setelah keluar kamar, dan lalu gegas keluar rumah, hatinya mengalami kebimbangan. Seharusnya ke sekolah, ia malah berkelana. Dan dalam pengelanaan bertemu dengan temannya, Weber. Sobatnya yang orang miskin, yang akrab sering bermain ini menjadi semacam pelampiasan kebimbangan. Uang yang dikumpulkan bersama untuk membeli pistol, dikembalikan, mereka saling caci, dan akhirnya berkelahi. Jadi tontonan orang-orang, menjadi aneh, seorang Emil yang polos menjadi beringas dan nakal seketika.

Malamnya, saat makan malam, orangtuanya tampak curiga akan gerak-gerik Emil. Dan Emil yang gugup menambahkan rasa itu. Minggu, hari bebas bangun siang, ia mau ke gereja atau ke sekolah minggu, tentu saja ke gereja sebab tak banyak tuntutan, menyanyikan himme, dst. Dan begitulah, hari itu ia ditemui ayahnya untuk ‘diinterogasi’.

Awalnya tak mengaku, ia membeli buah ara di toko kue Haager. Ayahnya memastikan, mengajaknya ke toko tersebut. Dengan kebimbangan, mereka ke sana, tapi saat di tengah jalan emil bilang tokonya hari Minggu tutup. Semakin mengelak, semakin panik. Maka diajak ke rumah penjualnya, dan begitulah, di depan pintu ia meragu. Dan pengakuan disampaikankan. Menggeleng dengan hati mengabu.

Bagaimana respons seorang ayah yang mendapati anaknya melakukan kesalahan patut diacungi jempol. Sang ayah mengajarkan kesabaran, pengakuan, berjiwa besar, dan tindakan dan ucapan yang sangat pas.

Emil sendiri di Minggu malam itu merasakan kedamaian, ya ia salah, dan ia dihukum. Namun respons ayahnyalah yang menciptanya, maka tepat rasanya ia bilang, “Ketika berbaring di tempat tidur aku yakin ia telah benar-benar memaafkanku, lebih daripada aku memaafkan dirinya.”

Ini buku ketiga Herman Hesse yang kubaca setelah Siddharta dan Steppenwolf. Suka semua. Ini karena cerpen yang dibukukan, sangat tipis, maka ya anggap saja membaca cerpen. Pemenang nobel sastra, yang patut dikejari baca.

Hati Seorang Anak | by Herman Hesse | Diterjemahkan dari A Child’s Heart | Diterjemahkan dari bahasa Jerman oleh Richard dan Clara Winston | Edisi Picador, 1973 oleh Pan Books Limited | Penerjemah Anton WP. | Desain sampul Yudhi Herwibowo | Copyright 2006 | Penerbit Katta | Dicetaj Percetakan eL torros | Cetakan pertama, Juli 2006 | ISBN 979-99017-9-0 | 64 halaman, 12 x 18 cm | Skor: 4/5

Karawang, 041022 – Louis Armstrong feat Ella Fitzgerald – Summer

Thx to Erii, Jakarta

Mencipta Surga yang Memenjara

Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children by Ransom Riggs

“Aku memberitahukan semua ini padamu karena kau berhak tahu.”

Mengejutkanku, foto-foto yang ditampilkan adalah asli. Sedari mula, kukira ini menjadi penunjang cerita, khas buku-buku lain. Ternyata, kita lebih cocoknya menyebut: foto-foto itulah yang menjadi dasar cerita. Kata-kata dicipta untuk menunjangnya. Penggambaran cerita, jelas dikembangkan dari sebaran frame. Dengan terang sang penulis bilang, ada ribuan foto lain yang tak bisa masuk, kudu selektif. Dan dengan ending menggantung, foto-foto yang tak ditampilkan kemungkinan muncul di Hollow City.

Ide mencipta surga yang terpenjara, tampak menarik. Memerangkap ruang dan waktu, melakukan kegiatan di saat yang sama, dengan suasana sama. Unik, sangat menarik. Rasanya seolah-olah ada yang memencet tombol ‘reset’ pada seisi kota, dan esoknya diulang. “Kenapa orang-orang sanggup menjalani hari yang sama berulang kali selama berpuluh-puluh tahun tanpa menjadi gila. Ya di sini memang indah dan kehidupan pun terasa nyaman, tapi kalau setiap hari selalu persis sama dan anak-anak ini tak bisa pergi, berati tempat ini bukan sekadar surga, tetapi juga semacam penjara.”

Kisahnya tentang Jacob Portman, yang di sela sekolahnya menjalankan magang di toko milik orangtuanya. Ayahnya sedang menulis buku tentang fauna burung, “Mengungkit-ungkit tentang proyek-proyek bukunya yang baru setengah jadi adalah masalah sensitif.” Dan ibunya yang sibuk berbisnis sering mengesampingkannya. Hanya kakek Abe Portman yang begitu dekat, kakeknya yang sudah pikun sering merancau tentang fantasi masa lalu. Lolos dari kamp konsentrasi NAZI, lalu hidup tenteram di Wales. Hingga akhirnya terbang ke Amerika. Rancauannya sama, sebuah periode hidup di sebuah pulau di Britania. Yang ukurannya tak lebih dari sebutir pasir di peta, terlindung pegunungan-pegunungan berkabut. Bagaimana masa remajanya berwarna. Cairn, semacam piramida dari batu-batu kasar, salah satu makam Neolithik yang menjadi asal muasal Cairnholm.

Suatu sore, kakeknya telepon Jacob di toko, ia dalam ancaman dan meminta tolong. Keadaan darurat ini, memaksanya pulang cepat untuk memastikan kondisinya. Dan benar saja, ada makhluk mengerikan membunuh kakeknya di hutan. “Aku ingin pura-pura tak peduli tentang ucapan terakhir kakekku, tapi kenyataannya aku peduli.” Sang kakek meninggalkan barang-barang warisan yang aneh, salah satunya perintah ditaruh di buku puisi Ralph Waldo Emerson. Perintah aneh untuk ke pulau masa lalunya. “Temukan burung itu. Dalam loop. Pada sisi lain makam pria tua, 3 September 1940.”

Dengan dalih untuk mengobati sakitnya, setelah konsul ke psikolog Dr. Golan. Akhirnya Jacob dianjurkan menghabiskan masa liburnya untuk menjelajah kastil di pulau tersebut. Bersosialisasi bisa membantu penyembuhannya. Ditemani sang ayah untuk meneliti burung, mereka ke pulau terpencil dengan akses luar terbatas. Listrik sudah padam saat jam sepuluh, sinyal HP tidak ada, dan segala keterbatasannya. Jalanan-jalanan dengan pondok-pondok kusam artistik yang berjajar hingga ke kejauhan sana, bersambung dengan padang-padang hijau yang dijahit jadi satu oleh tembok-tembok karang berliku-liku, sementara awan-awan berarak-arak.

Dan misi ke kastil itupun dilakukan. Awalnya, Jacob kecewa sebab kastil itu kotor dan tak banyak yang bisa diharapkan untuk diteliti. Tidak terlalu sulit membayangkan tempat ini mengandung sihir. Namun di hari kedua, segalanya berubah. Jacob masuk ke lantai atas, membuka dokumen-dokumen, menemukan hal-hal jadul di dalamnya, lalu sebuah peti yang sudah dibuka, diputuskan buka paksa dengan dijatuhkan, tembus ke lantai basement. Di sinilah segala kegilaan fantasi dimulai. “Aku tahu kedengarannya gila, namun banyak hal yang lebih gila ternyata benar.”

Ada remaja yang melihatnya, saat meneliti di dasar. Ia kejar, dan wuuuzzz… melewati rawa hutan. Rawa-rawa merupakan jalan masuk ke dunia dewa-dewa, tempat yang sempurna untuk memberikan persembahan paling berharga: diri mereka sendiri. Keluar darinya, dunia tak sama lagi. Ia nantinya tahu, ia ada di tahun 1940. Dan dari gadis yang dikejar bernama Emma Bloom, lalu malah menahannya itulah, ia tahu ia terjebak di ruang dan waktu. Ia dikira makhluk wight. Dibawa ke kastil, diperkenalkan dengan teman-teman lainnya. Dan terutama Miss Peregrine, dang pengasuh panti.

Mereka mencipta dunia tertahan di tanggal 3 September 1940. Akan berulang setiap hari, dan seolah abadi. Dulu kakeknya memutuskan pergi, maka ia menua dan mati. Mereka adalah manusia istimewa, memiliki keunikan/keanehan masing-masing, di sini disebut peculiar. Dan tahulah, Jacob ternyata diwarisi kekuatan kakeknya, bisa melihat monster. Hingga akhirnya, para monster itu menyerang kastil.

Dulu pas nonton filmnya di Pasific Place Mal, penasaran sekali sama buku ini. butuh waktu lima tahun untuk memenuhi hasrat. Kutonton berdua sama Topan, teman kerja PPIC yang sekarang sudah pindah kerja. Salah satu yang mencipta penasaran adalah lagu Orchestra Flight of the Bumblebees. Di sini ada, baik, esok kucari lagunya.

Foto-foto yang ditampilkan menarik. Tampak editan, yang nyatanya asli seolah sihir. Dari perempuan melayang, gadis karet yang bisa menekuk badan, kilat besar, santaklaus tatapan kosong di pesta natal, sopir bus sekolah yang seram, hingga si kembar berbaju putih berangkulan. Ini menjadi dasar untuk mencipta nama-nama karakter. Berikut beberapa anak istimewa: Emma dengan tangan yang mengeluarkan api, Millard yang tak terlihat, Horace bisa meramal masa depan, Olive mengambang di udara sehingga perlu diikat, Claire makan dengan mulut di belakang kepala, Enoch bisa mencipta makhluk dari benda mati, Bronwyn punya kekuatan besar, hingga Fiona bisa menumbuhkan flora dalam waktu singkat. Jangan lupakan juga Jacob, sang protagonist bisa melihat monster. Dan sang pengasuh panti Miss Alma Lefay Peregrine yang bisa memerangkap waktu. Bisa mengubah diri jadi burung elang. Variant hebat ini juga ada di daerah lain, dan mereka saling mengirim kabar. Jadi di tempat lain, ada juga kehidupan yang diabadikan.

Nah, antagonisnya adalah para pemburu peculiar. Mereka memangsa, menangkapinya. Membunuh. Monster yang dilihat Jacob, yang membunuh kakeknya adalah wight. Mereka melacak anak-anak istimewa ini. Maka saat menemukan loop, mereka menghancurkan kastil, menangkap Alma, dan endingnya menggantung. Bagus sekali, dengan latar laut perahu berlayar, siap membalas ke kota Hollow.

Kuselesaikan baca hanya dalam sehari, kurang dari 24 jam. Dari 15.07.22 jam 20:00 di malam Sabtu yang gerimis sampai kutuntaskan esoknya sebab libur, dan tak ada acara ke manapun. Di taman Perumahan, hujan berlindung di gazebo sampai tengah hari, dilanjutkan ke gazebo taman kota Galuh Mas sampai selepas duhur, lantas ke Masjid belakang Festive Walk hingga sore. Sebelum adzan Magrib, jam 16:30 saya tuntaskan di halte Galuh Mas saat perjalanan pulang jalan kaki. Hebat, 500 halaman tuntas seketika. Memang buku bagus, awalnya tak kuniatkan usai di bulan ini, icip saja. Sempat lama mengendap di rak meja kerja, 2020. Akhirnya malah gegas beres. Buku yang ok, selalu mencipta penasaran tiap lembarnya. Buku ringan dan menarik. Selalu tertarik sama buku fantasi anak, apalagi seliar dan seimajinatif ini. Dan sebuah kebetulan, hari ini saya dapat edisi sekuel Hollow City. Asyik… bisa langsung kulanjutkan Agustus ini.

Rumah Miss Peregrine untuk Anak-anak Aneh | by Ransom Riggs | Diterjemahkan dari Miss Peregrine’s Home For Peculiar Children | Copyright 2011 | First Published in English by Quirk Books, Philadelphia, Pennsylvania, USA | GM 616185023 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Tanti Lesmana | Desain sampul Eduard Iwan Mangopang | Jakarta, 2016 | 544 hlm; 20 cm | ISBN 978-602-03-3388-5 | Skor: 5/5

Karawang, 280722 – Stan Getz – The Girl From Ipanema

Thx to Ora Danta, Jakarta

The Frog Princess #1

“Siapa Moe?” kata Eadric. “Bukan temanmu yang lain, kan? Kau mengoleksi teman seperti pakaian hitam mengoleksi ketombe.”

Cerita pangeran yang dikutuk jadi katak, lalu mendapat ciuman putri sehingga bisa kembali normal mungkin sudah melegenda, sehingga sudah dikenal banyak orang. Cerita asli karya Grimm Brother itu sudah sangat umum. Jadi dasar buku ini adalah legenda itu. Ya, namun jelas modifikasi dicipta, sebab judulnya saja Sang Putri Katak, bukan Pangeran Katak. Yang jadi katak ceweknya dong? Yup, yang nyium Pangerannya? Ah tidak juga, ini adalah kisah pelintiran, jadi sang penulis bebas mengotak-atik pijakan. Dan karena ini terbitan Atria, di mana jaminan mutu sudah melekat, harapan itu tetap terwujud! Luar biasa. Hebat, buku kelima tahun ini dari Atria yang selesai kubaca ini tetap memuaskan. Saya suka cerita sederhana Putri Emma yang menggemaskan.

Kisahnya dimula saat Putri Esmeralda, anak tunggal Raja Limelyn dan Ratu Chartreuse dari kerajaan Greensward Besar yang kabur dari ibunya karena menjodohkannya dengan Jorge. Ia masih muda, ia tak mau diatur, ia ingin bebas dan menikmati kemerdekaan. Ia ingin seperti bibi Grasina, yang selalu berpakaian sesukanya, tak pernah memikirkan apa kata orang. Ia merasa tidak seberuntung itu, ibu selalu mengingatkan bahwa seorang putri harus siap ditampilkan. Sang Putri yang biasa disapa Emma mencoba berontak, lalu bersembunyi di daerah belakang kerajaan, dekat rawa-rawa. Tak dinyana, ia bertemu dengan katak berbicara. Sang katak mendaku sebagai pangeran Eadric, anak tertua dari Raja Montevista Hilir yang hilang. Ia dikutuk penyihir musuh, dan akan kembali menjadi sosok pangeran bila ada putri yang menciumnya.

Awalnya Emma menolak, sang katak berdalih, “Tentu saja. Mengubah manusia-jadi-katak adalah mantra yang sangat sderhana dan mduah diingat. Aku sendiri sudah pernah mempraktikkannya beberapa kali. Kenapa kau bertanya?” Maka ia kembali ke kerajaan setelah dicari-cari ibunya. Di kemudian hari, kunjungan yang sama Jorge, Emma kembali kabur. Dulu mencium katak merupakan satu-satunya cara bagi beberapa gadis untuk memperoleh teman kencan. Dan dengan dalih itu, kali ini Emma bersedia memberi ciuman pertamanya pada katak. Sim salambin! Bukanyya Eadric balik jadi pangeran, malah Emma yang kini ikut jadi katak. Wkwkwk…

Dalam kebingungan dan kebimbangan, mereka berdua lantas berpetualang mencari jalan keluar. Ide pertama jelas bertemu bibinya yang penyihir. Sayang dalam perjalanan, mereka malah ditangkap penyihir Vannabe, orang yang ingin menjadi penyihir. Mereka dimasukkan ke keranjang dan dibawa ke rumah penyihir. Well, karena sejatinya Vannabe bukan penyihir. Ia manusia biasa yang ingin jadi penyihir, maka rumahnya penuh barang sihir hanya kamuflase.

Ditempatkan dengan segala peralatan sihir, dan bahan-bahannya. Emma dan Eadric mencoba kabur. Adalah Li’l Stinker kelawar baik yang memberitahunya, bahwa ada buku sihir yang ada di ruangan itu, yang bisa membuka semua kunci. Ada ular Fang yang muak tinggal di situ, akhirnya ikut kabur. Namun bukan hanya dia, ular yang ditangkap Vannabe, Fang, ular laki-laki itu ikut kabur. Bayangkan, ular ikut berpetualang dengan dua ekor katak! Ngeri… “Tidak, aku bersumpah atas kehormatanku sebagai seekor ular bahwa aku tidak akan memakanmu.”

Dengan hati-hati mereka berjalan beriringan. Namun karena khawatir, mereka meminta Fang jalan di depan. “… Aku juga tidak mau dia di belakang kita. Siapa tahu dia bosan menjaga potongan-potongan yang berlompatan di depan hidungnya? Sebuah janji sulit ditepati jika perutmu lapar.”

Lalu Fang memberi bukti. “Aku terkejut karena aku memercayainya. Jika Fang ingin memakanku, dia tidak akan meunggu hingga selama ini. untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, aku mulai merasa aman.”

Dalih Fang sendiri aneh, “Aku paham bahwa manusia yang sudah diselamatkan mungkin akan memiliki suatu perasaan tertentu… yaitu rasa sayang terhadap penyelamatnya, jika kau merasakan ketertarikan seperti itu padaku, kau harus tahu bahwa hatiku sudah terikat pada yang lain.” Namun setelah berjalan bersama beberapa hari, barulah kita tahu, Fang memiliki kisah cinta yang kandas kepada ular betina Clarisse, karena ditangkap Vannabe.

Mereka berjuang ke kerajaan meminta bantuan bibinya agar bisa kembali normal. Saat di kerajaan, tak mungkin dong Emma sombong meminta penjaga membuka pintu. Ingat, ia adalah katak. Browser si anjing penjaga kerajaan, yang biasanya girang malah bikin takut, sebab katak bisa jadi santapan pula. Hehe…

Pertanyaannya jelas bukan, berhasilkan mereka kembali menjadi manusia? Sekalipun muncul nada pesimisme, “Tidak,” jawabnya. “Hanya saja, setiap kali kupikirkan akan menjadi pangeran lagi, pasti muncul suatu masalah. Mungkin aku memang ditakdirkan menghabiskan sisa hidupku sebagai katak.”

Bukan pula, akankah terjadi asmara di antaranya? Pertanyaannya, seberapa seru petualangan ini dicipta? Melibatkan Gelang berisi mantra, kutukan masa lalu yang harus dipecahkan, sisik naga yang membantu, hingga ancaman hewan pemangsa. Seru, cantik! Ingat, ini buku remaja, dan ternyata sangat bagus dan nyaman sekali. Kuncinya memang di cerita, dan tentu saja bagaimana menyampaikannya. Saya bahkan beberapa kali mengutip kalimat dan dialognya untuk dibagikan dalam status WA.

Di sini dengan cerdik sang penulis, mencipta berbagai sifat kontradiksi. Eadric, dari pangeran manja, saat jadi katak malah sering kali sesumbar. “Seekor naga!” kata Eadric seraya bernapas. “Aku tidak tahu ada naga di sekitar sini! kalau saja pedangku ada bersamaku…” Secara tak langsung terlihat, ia mencoba memikat hati Emma. Berkali-kali diajari menangkap makanan, bersembuyi dari predator, hingga debat nasehat langkah, yang jelas keselamatan Emma adalah prioritas.

Endingnya juga bagus, saat di rawa-rawa, tak semudah itu memecahkan konfliks. Berang-berang marah, dan ia layak melontarkannya. “Atas nama semua yang bisa dimakan, siapa kau?” kata berang-berang itu. “Aku adalah peri rawa!” Aku mengumumkan dengan suara yang kuharap penuh keyakinan dan meyakinkan. “Hah, oh ya? Kau terlihat seperti katak, dan bagiku itu berarti makan malam. Aku selalu percaya pada makanan yang besar. Selalu masih ada ruang untuk lebih banyak makanan.”

Begitu pula, sisipan ending nasib karakter lain bernama Haywood. Justru saya tak menyangka, alternative lain ini memberi gelitik, bahwa tak melulu nasib protagonist yang harus terus diperhatikan. Tokoh pembantu, yang bahkan hanya disebut dua kali sepanjang 200 halaman, perlu diselamatkan!

Catatan saya tutup dengan setting pembuka dan penutup, yaitu rawa. Pembukanya bilang, “Bahkan sebagai seorang gadis kecil, rawa-rawa adalah tempat yang ajaib. Tenpat kehidupan lama berakhirm tempat penjahat dan pahlawan tidak selalu seperti yang kita duga…” dan kalimat akhir yang mirip, hanya sedikit modifikasi. “Rawa-rawa sungguh sebuah tempat ajaib di mana kehidupan yang tua dapat berakhir dan kehidupan baru dapat mengalami berbagai kejadian yang tak terduga. Di mana teman dan pahlawan dapat muncul dalam berbagai wujud. Dan di mana hidup bisa begitu indah, bahkan bagi seorang putri yang kikuk.”

Hebat ya, seolah terbaca sederhana. Seolah gambaran umum, setting kejadian. Namun, sungguh bagus. Tautan opening dan ending seperti ini banyak yang berhasil memikat, klu penting menulis buku, “the only beginning is ending.”

Sang Putri Katak | by E. D. Baker | Diterjemahkan dari The Frog Princess | Terbitan Bloomsbury Publishing Inc., 2002 | Penerbit Atria | Penerjemah Khairi Rumantati | Penyunting Jia Effensie | Penyerasi Ida Wajdi | Pewajah isi Siti Qomariyah | Cetakan I: April 2010 | ISBN 978-979-1411-93-6 | Ilsutrasi Anneke Rondonuwu | Desain sampul Aniza | Skor: 4/5

Buku ini dipersembahkan untuk Ellie, Kimmy, dan Nate…

Karawang, 310522 – Jazz Covers of Pop Songs 2020

Thx to Ade Buku, Bandung

#1 #Juni2022 #30HariMenulis #ReviewBuku

Dongeng Pooh Jelang Tidur

Winnie-the-Pooh by A.A. Milne

Apa kotak pensil Pooh lebih bagus dari kotak pensilku?”

Saya beruntung. Bisa mendongengkan buku ini ke Hermione Budiyanto (5 tahun) jelang tidur, dua bab per malam (selesai 21 Maret 2020). Menjadi candu baginya, karena moment ini selalu dinanti. Sepanjang hari dia penasaran kisah berikutnya, acara nginep di rumah nenek tiap akhir pekan yang biasanya semangat, jadi lenyap. Kenapa ga mau nginep rumah nenek? Tumben. “Saya mau dibacain cerita sama ayah!”

Berisi 10 bab, dan setiap jelang kubacakan selalu kureview bab-bab sebelumnya, sehingga Hermione sampai hapal inti ceritanya, bahkan detail adegan penting banyak yang nempel di ingatan. Seperti beberapa nyanyian dan puisi Pooh, dan di sini Pooh sangat sering melakukan kedua hal itu.

Sering menggunakan pembuka ‘pada suatu masa’, atau ‘pada suatu hari’, kalimat yang suka sekali dikutip Hermione, selain ‘astaga…’ dan ‘ ya ampun…’ yang sekarang jadi ekspresi kesalnya.

#Bab Satutentang perkenalan kita dengan Winnie-the-Pooh dan beberapa Lebah, dan awal cerita ini

First impress sangat penting. Ini kisah pembuka yang luar biasa, kita langsung ke karakter utama dengan makanan favoritnya, sehingga madu dan Pooh tak akan terpisahkan. Pooh mengingin madu di sarang lebah pohon mempening besar. Pooh tanpa ragu memanjat, memanjat lagi, memanjat lagi, ketika tinggal dikit malah menginjak dahan dan jatuh. Lalu dia meminta tolong Christopher Robin, meminta balon. Mau hijau atau biru? Hijau mirip daun, biru mirip awan. Hermione jawab hijau karena dekat kan madunya daun. Namun Pooh pilih biru untuk terbang, sampai di atas ini jenis madu yang salah. Maka Christopher Robin menembak balonnya untuk kembali turun. “Akhir cerita itu. masih ada banyak cerita lainnya… tentang Pooh dan aku… dan Piglet dan Rabbit, dan kalian semua. Apa kau lupa?”

#Bab Duatentang Pooh yang bertamu dan masuk ke tempat sesak

Ketika Edward-si-beruang atau si beruang tua jenaka Winnie-the-Pooh atau singkatnya Pooh suatu hari jalan-jalan di hutan Seratus Ekar sambil bernyanyi ‘Tra-la-la, tra-la-la, ram-tam-tam-didi-dam-dam…” ia main ke rumah Rabbit, di lubang yang sempit untuk sarapan: madu, roti, susu kental manis, setelah kenyang ia pamit. Ketika mau keluar, ternyata ga bisa. Ia tersangkut, dengan kelapa dan tangan di luar, meminta tolong. Maka Christopher Robin, Rabbit, Piglet, dkk akhirnya menolong menariknya setelah beberapa waktu. Dan ‘pluk..’ ia terbebas. “Dasar Beruang Tua Jenaka.”

#Bab Tigatentang Pooh dan Piglet yang pergi berburu dan nyaris menangkap seekor Sumang

Ini mungkin yang paling lemah, tapi tetap saja lucu. Pooh dan Piglet mencari jejak, berputar-putar di atas salju yang seolah detektif meneliti dan menelaahnya, dikira sumang tapi nyatanya jelas bukan karena jejak itu terus saja di sekitar situ, semakin mencari putar semakin banyak, yang disini membuat Woozle (pooh) dan Wiizle (piglet). Dari bab ini kita tahu nama kakek Piglet dari papan yang ada di sana: Trespassers William. “Kau beruang terbaik di seluruh dunia.”

#Bab Empattentang Eeyore yang kehilangan ekor dan Pooh yang menemukan ekor

Si keledai abu-abu Eeyore kehilangan ekornya, muram dan tampak letih. Pooh berupaya membantu, dan karena berpedoman. ‘kalau ada yang tahu tentang apa pun dan apa pin, Owl-lah yang tahu sesuatu dan sesuatu’ maka ia pun ke Phon Chesnut, pohon kastanye tua tempat tinggalnya. Karena rumah Owl dilengkapi lonceng bertali sekaligus pengetuk pintu, di bawahnya terdapat tulisan keterangan yang ditulis salah. Setelah ngobrol banyak hal, Owl cerita loncengnya bagus ‘kan. Dan tahulah Pooh di mana ekor Eeyore berada. Ada yang janggal sejak di pintu rumah. “Ini mengingatkanku pada sesuatu, tapi aku tidak bisa memikirkannya. Di manakah kau mendapatkannya?”

#Bab Limatentang Piglet yang berjumpa dengan seekor Huffalump

Pooh berkata pada Piglet ia akan menangkap huffalump yang legendaris, tapi itu mustahil jawabnya. Pooh lalu membuat perangkap cerdik, menggali tanah yang dalam dan menaruh umpan. Menaruh semak-semak dan daun untuk menutupnya sehingga ga ada yang tahu, lalu apa umpannya? Guci berisi madu! Malamnya, Pooh bermimpi, terbayang terus madu yang ditaruhnya, dan betapa ia terlalu baik pada huffalump (sejenis gajah), ia pun bangun di tengah remang, mengendus bau madu, berjalan keluar, lalu bersiul. Huffalump, “Seperti apa wujudnya?”

#Bab Enam tentang Eeyore yang berulang tahun dan mendapat dua hadiah

Tidak semua orang ceria, menari, bernyanyi, memutari rumpun murbei. Eeyore tak mau mengeluh, tapi ia curhat. Pooh menanggapi dengan bernanyi, karena pendengarnya ga mengeluhkan, ia lanjut ke bait kedua, Eeyore masih dim, lalu ia lanjutkan bait ketiga, “Cottleston, Cottleston, Pai Cottleston / Kenapa ayam begitu, aku tak tahu semua alasan / Akan kujawab jika diberi tebakan / ‘Cootleston Cootleston, pai Cootleston’”. Menyanyi, dudi-dam, dudi-dam.. Eeyore tetap muram padahal hari ini ulang tahunnya. Maka Pooh dan Piglet berencana memberinya hadiah, guci penuh madu dan balon merah. Kalian tahu, ini jadi berantakan. Christopher Robin tak memberi hadiah? Eh… “Ya, aku sudah ingat.”

#Bab Tujuhtentang kedatangan Kanga dan Baby Roo di Hutan dan Piglet yang manis

Ada pendatang baru, ibu kangguru dan anaknya. Rabbit jenis orang yang tak suka pendatang, ia tak suka ada warga baru, maka ia pun berkomplot dengan Pooh dan Piglet untuk melakukan sejenis penculikan. Jadi nanti, ketika mereka ngerumpi dengna Kanga, Pooh mengalihkan perhatian dengan bernyayi atau berpuisi, sehingga ketika lengah Baby Roo dapat diculik Rabbit, lalu Piglet akan menggantikannya di dalam kantong. Dia tulis dalam kertas dan dibacakan Rabbit, 11 langkah ‘Rencana Penculikan Baby Roo’ Piglet yang tak suka mandi, dan minum obat. Haha… “Aku akan memanggilnya Pootel. Singkatan Henry Pootel.”

#Bab DelapanTentang Christopher Robin yang memimpin eksposisi ke Kutub Utara

Nyanyian Ho! Untuk si Beruang.’ Ekpedisi ke Kutub Utara ini dilakukan Robin mengajak seluruh temannya, siapa saja yang mau. Pooh salah dengar jadi ‘eksposisi’ jadi lumrah akhirnya. Jadi tujuannya ada di puncak bukit, semua harus menyiapkan perlengkapan dan bekal. Seperti biasa, Pooh dalam perjalanan suka nyanyi dan ngoceh. Kutub itu semacam galah yang ditancapkan. Maka ketika Baby Roo berenang di danau puncak, dan meminta tolong, Pooh yang refleks mengambil galah malah dinyatakan penemu kutubnya. Haha… ‘KutUB UtARa DITEmukAN Oleh PooH, Pooh MenEmuKaNNyA

#Bab Sembilantentang Piglet yang terkurung air

Ini yang paling lucu sih, bencana banjir terjadi di Hutan Seratus Ekar, Piglet terjebak di pohonnya, semakin waktu semakin tinggi. Sementara yang lain sudah berhasil naik ke bukit, dan Robin memberi tanda air yang terus pasang, Pooh yang juga terjebak di pohon, bersama guci-gucinya lalu menjelma Beruang Apunglalu di puncak bukit bertemu Robin, dari Owl yang mengabarkan Piglet yang terjebak, maka misi penyelamatan dilakukan. Di aman lucunya? Misi itu menggunakan guci yang menjadi kapal, lantas memakai payung yang dibalik menjadi parahu penyelamatkan. Hhmm… ide unik Pooh. “Aku akan menamai perahuku Akal Pooh.”

#Bab Sepuluh tentang Christopher Robin yang menggelar Pesta untuk Pooh, dan kita mengucapkan selamat tinggal

Ini pesta perpisahan. Jadi Robin menyiapkan kado istimewa sekotak dosgrip, tempat pensil dengan penghapus, krayon, penggaris, dll. Pesta ini dilakukan untuk Pooh yang sudah melakukan banyak penyelamatan. Yaa bab 1-9 memang Beruang Kuning inilah bintangnya. Ini semacam pamit sementara, karena A.A. Milne sudah menyiapkan lanjutannya jadi Piglet berkata, “Aku mengatakan akan ada kejadian menarik apa ya hari ini?” Dengan perpisahan, “Bisakah kau memikirkannya, lalu menceritakannya kepadaku dan Pooh kapan-kapan?”

Karena buku ini Hermione mencita menjadi seorang ilustrator, karena suka sekali dengan gambar-gambar Ernest H. Shepard. Saya perhatian banyak sekali gambar-gambar yang ia karyakan lalu mengacu pada kisah ini, walau sekarang saya juga membacakan Narnia dan ia mulai tertarik Pauline Baynes, tapi jelas goresan EH Sherpard sudah tertanam di kepala. Good luck #Ciprut.

A.A. Milne lahir di London pada 18 Januari 1882, yang sekaligus menjadi Winnie-thePooh Day. Kisah ini terinspirasi dari teddy bear milik anak laki-lakinya Christopher Robin yang juga muncul sebagai satu-satunya manusia dalam kisah Pooh. Koleksi anaknya yang lain seperti babi, keledai, hariamu, dan kangguru juga menjadi tokoh teman Pooh. Nama Winnie the Pooh diambil dari seekor berunagn di London Zoo (Winnie) dan seekor angsa sahabat Christopher Robin yang dipanggil Pooh.

Ernest H. Shepard lahir di London para tahun 1879. Ibunya yang meninggal saat ia berusia 10 tahun menyemangatinya untuk menggambar dan melukis. Mendapat banyak medali dan dipamerkan untuk pertama kalinya di Royal Academy tahun 1901. Tahun 1903 menikah dengan Florence Chaplin dan dianugerahi dua anak. Graham meninggal pada saat Perangd Dunia Kedua dan Mary, terkenal dengan ilustrasinya di Mary Poppins. Ilustrasi Ernest muncul di banyak buku anak atau dewasa, salah satu yang terkenal ada di buku The Wind in the Willows karya Kenneth Grahame.

Buku kedua bulan April kemarin juga sudah kubacakan, makin jatuh hati Hermione pada kisah ini. Apalagi Tigger yang dinanti-nanti itu akhirnya muncul, dan gaya membal-membalnya sering kali diikuti. Di kasur ia loncat-loncat girang tak terkira, seperti Tigger… nantikan ulasan berikutnya.

Terima kasih Naura sudah menerbitkan salah satu buku dongeng terbaik sepanjang masa…

Winnie-the-Pooh | by A.A. Milne | Diperjemahkan dari Winnie the Pooh | Copyright under the Berne Convention, Coloring 1970 by Ernest H. Shepard and Methuen & Co Ltd. | Illustration provided by Egmont UK Ltd. | Penerjemah Berliani Nugrahanti | Penyunting Suhindrati a. Shinta & Yuli Pritania | Penyelaras aksara Nani | Penata aksara CDDC/NH | Penerbit Noura Books (Mizan Publika) | Cetakan ke-1, Juli 2017 | 172 hlm.; 20 cm | ISBN 978-602-385-282-6 | Judul asli: The hous at the pooh corner | Skor: 5/5

Untuk Dia

Bergandengan tangan kami datang / Aku dan Christopher Robin / Meletakkan buku ini di pangkuanmu. / Apa kau terpana? / Apa kau suka? / Apa ini sudah kau duga? / Karena ini milikmu – / Karena kami mencintaimu.

Karawang, 300320 – 080420 – 200420 – 020520 – Hanson – If Only (Live and Electric) // bill Withers – I Can’t Write Left-Handed

Ibu Mendulang Anak Berlari – Cyntha Hariadi

Ibuku melahirkanku
Sebagai seorang anak
Anakku melahirkanku
Sebagai seorang ibu – ‘Kelahiran’

Kumpulan puisi (lagi?), kapok Lombok ya? Aya naon?

Barangkali tak ada yang lebih alami dalam kodrat manusia daripada arus energi di antara dua tubuh biologis serupa: yang satu meringkuk damai di dalam tubuh lain. Yang kemudian akan mengerahkan seluruh tenaga, untuk mendorong keluar yang satunya. Darinya tumbuh akar kisah-kisah tentang, ketergantungan antar manusia yang paling dalam. Dan keterasingan yang paling kelam. – Of Woman Born

Aku merasa lebih tak berdaya bersamamu daripada tanpamu. – Trying To Talk With A Man (Adrienne Rich, 1929-2012)

Setelah dibuka dua kutipan Rich, kita langsung diajak ‘bersenandung’. Berisi 62 puisi, seperti sebelum-sebelumnya seakan acak tanpa aturan baku (emang puisi ada aturan baku?). Seperti tulisan asal, mencomot kata, disusunkan, dirimakan, dirata kiri, selesai. Saya baca dalam tiga kali kesempatan duduk, pertama Sabtu pagi pas mengantar istri periksa kandungan di Klinik Dokter Sitorus, Alhamdulillah hasil USG bayi perempuan. Kedua Minggu pagi bangun lebih dini sebelum mengantar anak ambil raport di Play Group, Hermioneku ranking satu, yey! Ketiga Senin pagi tadi sebelum mandi, ditemani segelas kopi dan iringan lagu Sherina Munaf di laptop, sebelum berangkat kerja, semangat Moanday. Saya nikmati di sela baca A Man Called Ove yang padat, pria tua penggerutu. Puisi ini memang saya baca santai, buku tipis, amat tipis malah, tak sampai 100 halaman, ada beberapa yang kosong, ada ilustrasi sederhana warna hitam seolah potongan gambar jendela, pintu dan sudut rumah. Saya masih belum yakin, nyamannya puisi itu dibaca nyaring atau lirih atau hanya dalam hati?

Contoh bagian yang agak sulit, untuk kita (eh saya) logika ada di bagian ‘Tidur’ ada sebaris yang berbunyi ‘Ia mengambil kepalaku di tangannya’, membuatku mengernyitkan dahi, menyipitkan mata. Sampai kubaca berulang kali, biasanya kalau saya kurang paham bacaan akan kuulang, akan kucerna lebih lama, akan kubaca nyaring sampai masuk ke kepala, yah kalau masuk. Tapi setelah empat lima kali percobaan masih belum nggeh, opo maksudte?

Pada dasarnya saya suka yang sederhana, ga ngawang-awang. Saya senang bagian ‘Jarak’ di akhir bertuliskan: ‘Ingat ayah merindukan kita dari amat jauh, dan ibu kerap memarahimu karena dekat.’ Mengingatkanku pada Mbak ku, Mbak Pur di Palur, dulu pas satu atap kita sering sekali marahan, rebutan mandi duluan tapi dasarnya malas bangun pagi, cepat-cepatan ambil lauk goreng saat sarapan, rebutan remote tv, rebutan nasi ‘berkat’ sepulang ayah kondangan, bagaimana poster Marcelo Salas-ku disobeknya karena marah, bagaimana peralatan kosmetiknya saya obrak-abrik sebagai balasan. Itu dulu, saat jarak tak jadi soal kita dua saudara yang bagai air dan api. Kini saat sama-sama dewasa, dan saya terlontar di perantauan, rasanya momen-momen ‘memarahi’ itu jadi merindu. Ah waktu, ah jarak.

Yang kusuka lagi sederhana pula di judul ‘Layar Lebar’ bagian akhir berbunyi: ‘Lihatlah tembok ini, dengarlah ia berbicara. Runtuhkan aku dengan krayon-krayonmu, mainkan layar lebar yang menayangkan mimpi-mimpi kau dan ibumu.’ Menelisikku pada putriku yang sukanya coret-coret tembok, bukan hanya dengan crayon, pensil warna atau stabilo, ia bahkan menggambar kapal di tembok pakai lipstick! Ya saya biarkanlah sambil ketawa, daya kreatif balita memang lagi tinggi-tingginya. Paling kita arahkan, belikan buku yang banyak, crayon seabreg demi mewujudkan layar lebar a la Hermione.

Bagian ‘Beres Beres’ kurasa unik, kek barang yang akan dibereskan, kata-katanya juga diserakkan sembarang. Sampai saya ikut gemes kugores ‘wuzz wuzz wuzz wuzz’ dengan stabilo kuning. Wahai para pujangga, apakah hal-hal receh gini yang membuat kumpulan puisi malah menjadi menarik?

Dari daftar ini saya paling suka ‘Jalan-Jalan’, dan sekali lagi karena kesederhanaannya, dekat dengan kita, kita jadi bagian dalamnya. Saya ketik ulang deh, cuma beberapa kalimat:

Seorang anak di dalam kereta, didorong ibunya | Anak bertanya, “Ke mana kita pergi, Ibu?”, jawab Ibu, “Keliling-keliling saja.” | Anak melihat bola-bola dan balon-balon di toko mainan, ibu mengamati berbagai rupa biskuit Itali di balik kaca | Anak menonton mobil dan sepeda yang bersliweran di jalan, ibu membaca sebuah pengumuman tentang karnaval | Anak melihat anjing lewat dan boneka jerapah yang jatuh di jalan, ibu bersapa dengan tetangga tentang cuaca | Anak mengamati poster-poster film di bioskop, ibu juga | Anak melihat dan menunjuk lampu yang baru saja dinyalakan, ibu berkata kepada anak tentang gelap yang sudah dekat | Anak menunjuk sekelompok burung-burung melintas langit senja, ibu berkata sudah waktunya kita berbalik pulang | Anak bertanya, “Besok keliling-keliling lagi?”, ibu mengangguk, mendorong kereta lebih cepat.

Sederhana kan? Justru kekuatan utama fiksi adalah kita ‘ada’ di dalamnya. Mengingkanku akan pengalaman jalan ke mal dengan hanya ‘menonton’ keadaan, melihat sekeliling, menyaksikan hiruk pikuk kesibukan manusia, makhluk yang bisa berpikir ini. Kebetulan saya hobi jalan kaki. Membayangkan segalanya akan disapu zaman, generasi dulu kita yang ganti, generasi sekarang akan diganti anak cucu. Dan interaksi anak-ibu ini sungguh lucu. Sekeping cerita Jalan-Jalan yang bagi setiap umat, hanyalah fakta kecil sambil lalu. Kebahagiaan mewujud dari dalam, bukan?

Kalau mau, kalian bisa menelusur blog ini, saya ga banyak membaca dan ulas puisi. Dari ratusan buku, hanya segelintir yang pernah kunikmati semacam Chairil Anwar, itupun semi-biografi Sjuman Djaya: Aku gara-gara AADC. James Joyce dalam Bilik Musik, yang setelah kuingat lagi ternyata belum kuulas. Atasi Amin dalam Potret Diri hingga karya Nanang Suryadi dalam Penyair Midas, yang ini pemberian teman menang kuis. Oiya, jangan lupakan jua buku Yopi Setia Umbara: Mengukur Jalan, Mengulur Waktu yang saat kubeli ternyata karena ketertarikan kovernya aduhai, dan kalau ingatanku kulempar dua bulan lalu, saya ‘terjerat’ Ibu Mendulang ini lebih karena kovernya yang bagus berwujud kuda-kudaan dengan latar yang cathy. Duh! Dijamin dalam koleksiku, tak ada (atau belum ada?) nama-nama besar Penyair Joko Pinurbo, tak ada bukunya Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, Sutardji Calzoum Bachri, Sitor Situmorang hingga mungkin yang hampir dekat dan sering kutimang bukunya di Gramedia, Goenawan Mohamad, hingga detik ini tak pernah kutenteng ke kasir. Betapa kering dahaga syair romantis di daftarku. Hiks,…

Saya belum nyaman sama rima puisi. Termasuk setelah menuntaskan baca Ibu Mendulang Anak Berlari karya Cyntha Hariadi, debut karyanya yang menyabet juara III Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2015. Saya malah terpesona sama editor bernama Sasa. Sudah puluhan terbitan Gramedia, akhir-akhir ini di tangan beliau hal-hal non teknis ini jadi nyaman dilahap. Minimalis kesalahan ketik, enak buat baca. Bahkan pernah saking penasarannya sama ini orang, satu buku siap saya coretin bila ada typo atau kesalahan dasar dalam cetak, sampai sekarang belum nemu. Keren. Memang selayaknya penerbit besar punya editor berkelas, dan jelas Sasa mencipta hal itu dari buku tebal sampai buku setipis ini, semuanya bagus. Hebat!

Pas SD dulu saat baca Majalah Bobo, mayoritas pinjam atau beli murah bekas 100 perak di lapak buku dekat Tugu Gladag Solo, kolom puisi sering kali kuabaikan. Selain panel komik yang terkenal itu, saya lebih suka artikel di Arena Kecil, Tak Disangka hingga cerpen-cerpen kiriman pembaca. Puisi hampir selalu kena skip. Oiya, ada juga Majalah Ananda yang lebih padat tulisan karya, saya lebih sreg di bagian humor malah ketimbang puisi. Pas SMP bahkan saat tugas Bahasa Indonesia bikin puisi, puisi saya lebih seakan narasi prosa ketimbang berima yang membuat bu guru dan seisi kelas tertawa ketika dibaca di depan. Entah beneran karena lucu atau saking amburadul nan kacau. Tentang pengalaman mencuri mangga tetangga dengan ketapel. Dan sampai kini sudah keluarga pun, dalam rak perpus mungilku tak banyak buku puisi. Walau setiap ulang tahun anak istri, saya belikan satu pot bunga, saya ini ga romantis. Walaupun setiap pagi bangun tidur, saya kecup mereka di kedua pipi, saya ini tak romantis. Sekalipun setiap berangkat kerja saya cium keningnya, saya merasa ga bisa meromantis. Walaupun sepulang kerja, istri cium tangan dan anak minta gendong dalam dua putaran, jelas saya belum bisa mencipta puisi yang syairnya melodrama bikin air mata keluar atau membuat trenyuh pembaca (atau pendengar?). Saya tetaplah pembaca fiksi, segala rupa, segala jenis. Namun tidak untuk puisi, salut buat para penikmat karya genre yang satu ini.

Jadi bagaimana penilaian Ibu Mendulang? Manifesto Flora jelas memuaskan, seharusnya menang karya pertama atau kedua. Kumpulan puisi ini kurasa sama saja dengan buku kumpulan syair yang lain, kayaknya pernah saya bilang gini ya? Hehe, repeat order please! Rataan tak memuaskan, tapi juga ga mengecewakan. Ga bikin kapok karena jelas ini bukan puisi terakhir yang kubeli atau nikmati, juga ga bikin candu karena memang beginilah selera. Tak bisa ditebak. Sebagai uneg-uneg penutup saya kutip kalimat terakhir buku ini, untuk saya, untuk kamu, untuk kita. Mungkin.

“…atau sekali-kali, sembunyilah.”

Ibu Mendulang Anak Berlari | Oleh Cyntha Hariadi | GM 616202020 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Cetakan pertama, April 2016 | Penyelia naskah Mirna Yulistianti | Copy editor Sasa | Desainer buku Roy Wisnu | Setter Fitri Yuniar | ISBN 978-602-03-2763-1 | Skor: 3/5

Karawang, 171218 – Nikita Willy – Lebih Dari Indah

Bunga Rose di taman?
Bunga Rose di taman, Rani, Intan, Rayen

Tom Sawyer: Anak Amerika – Mark Twain

Tom Sawyer: Anak Amerika – Mark Twain

Suatu ketika di St. Petersburg, Amerika Serikat di abad ke Sembilan Belas…

Kebajikan adalah hal yang bisa didengar orang tuli dan bisa dilihat oleh orang buta.”

Luar biasa. Ini adalah buku klasik, salah satu terbaik yang pernah kubaca. Keren sekali. Nama aslinya Thomas Sawyer, ia adalah anak nakal, berandal nan cerdik. Ia menjadi impian saya sewaktu kecil, bedanya saya hanya bisa berangan, Tom mewujudkan kisah petualangan itu. Ia anak tunggal dari kakak bibi Polly yang kini menjadi orang tua angkat. Sid dan Mary adalah sepupunya, Sid selalu melaporkan kenakalan-kenakalan Tom yang bersama Huckberry Finn, sahabatnya. “Sebab ia tak pernah mengganggu kesenangan orang sebagai engkau. Jika tidak cukup dapat hukuman, niscaya tangan engkau ini sehari-hari tidak akan ke luar-luar dari tempat gula.” Mary lebih kalem dan kadang mengajak Tom belajar menghafal Kitab berlembar-lembar. Nasehat Pendeta: ‘Tapi tiadalah engkau menyesal karena menghafalkannya, ilmu pengetahuan itu lebih besar harganya daripada segala harta di dunia ini.’ Di hari Minggu di Gereja Tom mudah bosan mendengar ceramah. Hanya kesudahan khotbah itu sudah mendapat rintangan yang besar, karena di antara kanak-kanak yang nakalnya sudah banyak yang resah, sebab mendengarkan khotbah yang panjang dan tak dapat difahamkan lagi.

Sedari pembuka kita diajak mengenal karakter nyeneh anak Amerika abad ke sembilan belas, yang kalau dipikir-pikir kok mirip sekali dengan kenakalan angkatanku sewaktu kecil. Saya melalui masa SD tahun 1990an, karena kemiripan inilah seakan jadi semacam nostalgila. Kalau direnteng banyak ulahnya: ga masuk sekolah dengan mencari berbagai alasan, kabur memancing dan mandi di sungai berkepanjangan, yang ngeles dari bibi Polly. Dihukum melabur tembok dan pagar di hari Sabtu saat anak-anak sedang liburan, dan seterusnya. “Maka insyaflah Tom bahwa hidup di dunia ini tidak senantiasa menanggung sengasara saja, asal menggunakan kecerdikan.” Saat membaca kata ‘melabur’ saya ketawa, karena doeloe emang di rumah masa kecilku tembok dan pagar dilabur pakai batu kapur putih yang melepuh saat direndam air, nah air itulah yang buat cat dinding! Kidz jaman now gagal paham.

Konflik pertama mencipa, suatu tengah malam Tom dan Huck hendak memantrai bangkai kucing di tanah pekuburan. Huckleberry Finn yaitu seorang anak yang diberi gelaran ‘anak sampah’ oleh kawan-kawannya. Huckleberry ialah anak seorang pemabuk, yang tidak dihargai lagi dalam pergaulan. Bibi Polly pun melarang Tom bermain-main dengannya dan oleh karena itulah Tom gemar sekali bergaul dengannya. Tak dinyana mereka jadi saksi pembunuhan dokter Robinson. Dua orang pencuri mayat, Injun Joe dan Muff Potter menjadi penggali curi mayat, saat akan deal dan kisruh uang, Sang dokter ditikam saat Potter pingsan dengan pisaunya oleh Joe. Tentu saja kedua anak shock, dan ketakutan. Huck Finn dan Tom Sawyer bersumpah hari ini bahwa mereka akan menutup mulut tentang perkara ini, dan mereka suka rela mati dengan sekonyong-konyong daripada menerangkan yang sebenarnya. Tapi esoknya yang ditangkap dan dituduh pembunuh adalah Potter karena di TKP ada pisau miliknya, maka gundahlah hati mereka. Apalagi nantinya di persidangan pengacara Potter berujar: “Kepada saksi inipun saya tidak hendak bertanya sesuatu apa.

Kisah cintanya dengan Becky Thatcher juga seru. Tunangan-tunangan anak, gombal cara jadul. “Kalau aku sudah besar, nanti aku akan menjadi badut di komidi itu.”

Suatu hari bertiga kabur dari rumah ke Pulau seberang sungai Mississippi, menginap, berapi unggun, mengail dan bermain bajak laut. Maka sampailah mereka pada mata air yang dasarnya seolah-olah ditaburi dengan ratna mutu manikam, disebabkan oleh titik-titik keluar dari tanah. “Tom Sawyer, Penyamun Hitam dari laut Sepanyol. Huck Finn si Tangan Merah dan Joe Harper, Hantu Lautan Raya.” Hidup serupa ini memang menyenangkan hati. Lebih dari itu, tiadalah kuharap-harap. Biasanya tiadalah cukup yang hendak kumakan dan di sini tidak ada orang yang menyepak dan menyiksa akan daku. Tidak terpaksa bangun pagi, tidak usah mencuci badan, tidak usah pergi sekolah dan melakukan pekerjaan lain yang bukan-bukan. Bahwa merekalah ketiga anak yang tidak ada bandingan mashurnya di Amerika.

Hilangnya mereka membuat warga St. Petersburg panik dan melakukan pencarian besar-besaran. Kapal dikerahkan, mantra roti apung dirapalkan. Tom yang menatap tingkah itu bertanya-tanya siapa yang mati tenggelam, dan baru sadarlah mereka.“Kawan-kawan, aku tahu siapa yang mati terbenam, kitalah.

Setelah berhari-hari bibi Polly pun pasrah, hari Minggu nanti di Gereja akan dilakukan misa arwah. “Benar ia seorang berandal, benar ia meracun hatiku sepanjang hari, tapi kalau suaranya tak terdengar lagi di telingaku, sunyi dan sepilah rasanya di dunia ini bagiku.”

Tapi segala sesuatupun ada hingganya. Kejutan dicipta dengan manis dan nakal. Banyak pula orang-orang yang berdesak-desakan di sekeliling kereta itu, sambil bertempik dan bersorak.

Serupa itu benar yang terjadi. Tidak berlainan serabut juga. Engkau menceritakan seolah-olah engkau hadir sendiri pada malam itu, Tom.” Bagian ketika Tom membual itu sungguh kocak, seolah ada arwah yang merasuki mimpi, kisah absurb yang tiada dua. Tapi akhirnya ketahuan juga. “… sebenarnya tidak sekali-kali saya bermaksud hendak menunjukkan budi yang hina, – sebenar-benarnya tidak. Dusta itu dusta yang berpaedah – buat penghibur hati orang tua. Jika benar ia berdusta, tidaklah aku berkecil hati.

Setelah tepar dua minggu karena sakit. Di tengah-tengah pakansi bercabullah penyakit campak, dan Tom tertawan dua minggu lamanya di atas tempat tidurnya, petualangan berikutnya Tom dan Huck adalah mencari harta karun, menggali tanah di mana-mana. Barang siapa mendapat uang atau harta yang terkubur dalam tanah boleh memiliki harta itu, meskipun di dapatnya di tanah siapa juga. Mereka percaya ada harta terpendam yang patut diburu. Mereka berlaku malam agar tak dicurigai warga. Gelap gulita semalam itu, angin dan badai turunlah menggetarkan insan seluruh alam. Di langit cemerlang bintang sebuah. Sejauh-jauh mata memandang tak adalah lagi bintang yang nampak, hanya yang sebuah itu saja. Lebih menantang lagi dilakuakn pada Jum’at malam. “Semua orang gila tahu, bahwa Jum’at adalah hari nahas, Huck! Bukankah engkau yang pertama-tama mendapat ilmu itu.”

Tom berkata dalam hati bahwa ia seumur hidup tak akan percaya lagi kepada sekalian hakim yang sudah tua. Awalnya terasa sia-sia, namun saat mereka sampai di rumah tua, rumah berhantu. Sekali lagi mereka menjadi saksi, dan wow benar-benar melihat uang dan emas bergelimang dipegang dua orang yang tak asing. Pada sangkanya perkataan uang ‘ratusan’ atau ‘ribuan’ itu hanyalah ada pada hitungan saja, sebenarnya uang itu mustahil bisa sekali terkumpul di dunia ini. Tidak masuk dia akal orang bahwa manusia bisa memiliki uang dollar yang terkumpul sampai beratus, apalagi beribu-ribu.

Dua orang itu salah satunya Joe yang kabur dari persidangan dan mereka merencana jahat lagi. Uang dalam peti itu dipindahkan dan akan disimpan di kamar nomor dua. Angka ini akan jadi teka-teki bak penelusuran detektif. Orang hidup itu hanya sekali beroleh jalan buat mendapat rejeki yang luar biasa. Jika tidak diperolehnya sekali itu maka menimpanglah rejeki tadi dan seumur hidupnya akan tidak bertemu-temu lagi.

Setan-setan itu terpelihara dari peluru kami. Twist dicipta. Joe punya rencana jahat, bukan pembuhan namun lebih kejam, tentang balas dendam. Dan sebuah goa misterius menjadi akhir petualangan mendebarkan itu. “Sangkaku kitab-kitab dari sekolah agama.” Meskipun Injun Joe dengan kawannya sudah dibawa setan pindah ke negerinya, tapi aku tahu sekeliling kita masih banyak kawan-kawannya yang masih hidup.

Mark Twain adalah legenda besar seni tulis cerita anak-anak. Lahir dengan nama Samuel Langhorne Clemens di Florida, Missouri, Amerika pada tanggal 30 November 1835. Sekarang tiap tanggal 30 November diperingati sebagai hari Mark Twain. Semasa remaja dia menggemari kapal-kapal yang berlalu lalang di sungai Mississippi, selama empat tahun dia ikut dalam dalam pelayaran. Ia menjadi tukang cetak di usia muda, merangkap juru tulis. Dari sanalah bakat mengarangnya terasah. Saat Perang Saudara pecah pada tahun 1860 beliau pindah ke California dan mulai menggunakan nama pena Mark Twain yang artinya ‘dua depa dalamnya’. Sebuah istilah yang dipakai awak kapal saat mengukur dalamnya air. Beliau meninggal dunia di Redding, Connecticut pada tanggal 21 April 1910.

Setelah menyelesaikan baca Tom tentu saja saya tak sabar melanjutkan sekuelnya yang mengambil judul Petualangan Huckleberry Finn. Di akhir kisah kita tahu, ia ‘terjerat’ dalam kehidupan normal yang tak disukai. Jiwanya adalah petualang.

“Aku mesti ke Gereja, tidak boleh menangkap langau, tidak boleh bersugi tembakau, tidak boleh menghisap pipa, dan sehari-hari Minggu harus memakai sepatu. Nyonya itu makan jika lonceng berbunyi, ia tidur jika lonceng berbunyi, ia bangun jika lonceng itu berbunyi dan semua meski teratur, semua pada waktunya, hingga manusia biasa saja tidak kuat menurutkan kebiasaannya.”

Huck! Memang begitu aturan hidup.”

Dalam hati mereka bertanya-tanya apa yang bisa diberikan oleh peradaban modern untuk menggantikan zaman yang hilang itu. Mereka berkata, lebih baik jadi anak buah Robin Hood setahun ketimbang menjadi Presiden Amerika Serikat seumur hidup. Bravo Bravo Bravo!

Tom Sawyer: Anak Amerika  | by Mark Twain | diterjemahkan dari The adventure of Tom Sawyer | Penerbit Balai Pustaka | BP No. 804 | pertama dicetak, 1928 | cetakan ketujuh, 2001 | alih bahasa Abdoel Moeis | 226 hlm.; 21 cm | ISBN 979-407-883-2 | perancang sampul Supriyono | CMK 010 | Skor: 5/5

Karawang, 26-301017 – Sherina Munaf – Singing Pixie