
Cantik itu Luka by Eka Kurniawan
“Menanti Pangeranku datang, untuk membebaskanku dari kutukan wajah buruk rupa.” – Si Cantik
Riwayat Halimunda. Kalau saya memulai tulisan ulas novel-nya Jorge Amado: Gabriela, Cengkih, dan Kayu Manis dengan kalimat: “The Chronicles of Ilheus,” maka saya membuka ulasan Cantik Itu Luka dengan kalimat itu. Di kota fiksi inilah, kita diajak bersafari dari sebelum, saat, dan setelah Indonesia merdeka. Memiliki tanggal cantik sendiri untuk dirayakan sendiri, 23 September sebab informasi proklamasi terlambat sampai, kebusukan moral polisi penjahat di setiap sudutnya, hingga tokoh fiksi yang sejajar Jenderal Sudirman. Fakta dikaburkan imaji, dibubuhi segala penyedap kegemparan masa itu, dan taa-daa… jadilah novel liar.
Dibuka dengan kutipan berikut, “Dan kini, setelah baju zirahnya dibersihkan, bagian kepalanya diperbaiki jadi sebuah topi baja, kuda dan dirinya sendiri punya nama baru, ia berpikir tak ada lagi yang ia inginkan kecuali seorang nyonya, pada siapa ia anugerahkan kekaisaran hatinya; sebab ia sadar bahwa seorang ksatria tanpa seorang istri adalah sebatang pohon tanpa buah dan daun, dan sebongkah tubuh tanpa jiwa.” – Miguel de Cervantes, Don Quixote
Kisahnya merentang jauh sebelum Indonesia merdeka. Semuanya tentang manusia-manusia patah hati, hampir semuanya ding karena ada satu dua orang yang begitu nyamannya menjalani hidup ini, mengalir saja. Yang jelas, ketika cinta membuncah, apapun akan dilakukan, apapun akan dikorbankan. Dan ini terus berulang, tata cara bercerita bagus, di mana kita dibocori sedikit kejadian akhir, baru dijelaskan kronologinya. Maka polanya campur, beberapa dilakukan flashback per bab. Dan karena ini novel tebal, banyak karakter yang memiliki riwayatnya sendiri dengan rentangan panjang. Titik hidup tiap tokoh diolah sedemikian rupa sehingga pembaca diseret serta emosinya. Tak ada tanda tanya, semua nasibnya jelas. Hanya beberapa yang samar, saat melibatkan dunia mistik. Dan itu, kembali lagi ke basic absurditas: tafsir bebas.
Pusat cerita sejatinya ada di Dewi Ayu, tapi kita disuguhi pondasi yang sama kuatnya pada masa orang-orang sekelilingnya. Terlahir dari orang Belanda yang menjajah kita. Dengan drama memilukan sebab pasangan wong cilik Ma Iyang yang dipaksa keadaan jadi gundik dan terpisah sama kekasihnya Ma Gendik. Sejarah dua bukit yang dibangun dengan pondasi bunuh diri. Saat Dewi usia remaja, Indonesia diduduki Jepang, dan kehidupan mewahnya mendadak longsor. Para gadis keturunan kala itu adalah tawanan, dan dijadikan pelacur oleh Mama Kalong.
Tak seperti para gadis lainnya yang khawatir dan ketakutan, Dewi Ayu menghadapi kenyataan dengan tegar dan lantang. Entah ide dari mana, menyimpan emas di kubangan kotoran? Penjajahan Jepang yang secara tahun hanya berhitung jari, mencipta kegetiran hingga masa kemerdekaan menjulang. Di Halimunda, karena informasi proklamasi terlambat maka diperingati RI-nya tiap 23 September. Perang kemerdekaan pecah, setiap warga memiliki kewajiban melawan Belanda yang kembali ke Indonesia. Begitu juga Halimunda, tersebutlah para karakter unik yang mengelilinginya.
Dewi Ayu memiliki tiga anak: Alamanda, Adinda, dan Maya Dewi. Dan ketiganya saling silang membelit rumit.
Maman Gendeng seorang jagoan yang mengingin menikahi wanita tercantik di Halimunda yang ternyata sudah jadi mitos. Ia tetap tinggal di sana dengan menantang kepala preman, manusia kuat yang berhari-hari tarung di pantai menjadikan Maman penguasa. Ia lantas menikah dengan Maya Dewi, anak paling baik, yang polos dan baik hati. Menikah tak seserhana itu, di usia 12 tahun dan harus menunggu balig untuk malam pertama!
Shodanco adalah pejuang kemerdekaan. Turut serta mengusir penjajah, ia setara Jenderal Sudirman. Namun keputusannya bertahan di Halimunda membuatnya hanya sekelas kepala Rayon, maka ialah pihak berwajib tertinggi di sana. Mengatur kota yang busuk. Menikah dengan Alamda dengan drama menjijikkan. Shodanco tahu Alamanda punya kekasih yang sedang kuliah di Jakarta, Kliwon. Maka saat lengah ia melakukan perbuatan bejat di hutan. Pasangan yang tampak ideal ini memiliki noda di dalam rumah tangga. Hubungan suami istri tak bisa serta merta senormal pasangan lain, sebab Alamanda melakukan protes. Bahkan saat lengah, dan akhirnya ia hamil, terjadi kegemparan sebab jabang bayi di perutnya secara misterius raib.
Shodanco dan Maman malah berteman, mereka sering main dadu di pasar. Keduanya memiliki kekuasaan, yang satu polisi yang lain preman. Keduanya memiliki mertua palacur kondang. Saling silang saling mengisi hari-hari pasca merdeka.
Sementara manusia cerdas Kliwon yang patah hati melengkapi kepahitan. Kliwon digambarkan idealis, tokoh komunis yang tegar dan cerdas. Hanya keadaan yang memaksanya terpuruk. Menikah dengan Adinda. Kliwon adalah kepala Serikat Nelayan. Bayangkan, ketiga saudari ini memiliki pasangan yang tak lazim. Polisi, ketua serikat, kepala preman. Gmana rasanya pas ngumpul arisan keluarga, apa tak riuh dan jotos-jotosan?
Namun drama sejatinya dicipta di ujung. Para cucu Dewi Ayu yang membuat onar, cucu pertama Nur Aini dari Alamanda digambarkan begitu mengayomi saudara-saudaranya. Cucu kedua Krisan dari Adinda yang seperti ayahnya, begitu lantang isi kepalanya, imajinatif. Cucu ketiga dari Maya Dewi, Rengganis yang paling cantik dari semua yang tercantik. Dan benar saja, cantik itu luka.
Di suatu siang terjadi kehebohan di sekolah sebab Rengganis masuk ke kelas dalam kondisi telanjang dan mengaku diperkosa anjing di toilet kumuh sekolah. Inilah mula malapetaka keluarga ini. Carut marut kehidupan fana dengan pijakan hikayat kota Halimunda. Kalian mungkin bisa menebak siapa pelakunya, tapi yakinlah kalian pasti turut terluka akan tragedi bertubi ini.
Oiya, Dewi Ayu pada akhirnya memiliki anak keempat, yang lain daripada yang lain: Si Cantik. Mantra jahat dilempar, adu kekuatan gaib dilakukan. Hanya yang terkuat yang berhasil berdiri kokoh di ujung cerita.
Sudah memilikinya sejak Februari 2018, waktu itu sampul baru warna merah, tersebab ingin koleksi saya ambil yang hard cover, baru kubuka segelnya awal Juli 2022 sebab lihat edisi anniversary 20 tahun dengan sampul biru, dan gegas kubaca. Target selesai bulan Juli bisa terealisasi di akhir bulan. Dibaca santai sehari per bab, atau saat jeda dari bacaan lain.
Novel ini dengan cerdas memainkan sisi psikologi semua karakter. Saat jatuh cinta, sejatuh-jatuhnya seolah cewek incaran itu seolah segala-galanya. Sekalipun esok berubah pikiran, dan bercinta dengan cewek lain dengan dalih tanpa rasa cinta. Dan juga mengisi kepahitan di setiap generasi, kesedihan ditabur di segala keadaan. Tak ada manis-manisnya. Kliwon dan Adinda misalnya, pasangan ideal yang dipaksa pisah karena memang tak dijodohkan oleh penulis.
Sebagai novel paling unggul Eka Kurniawan, jelas ini paling kompleks permasalahannya, dan yang paling keren. Ini adalah buku kelima yang kubaca setelah: Lelaki Harimau, yang terkamannya menghebat itu. Seperti Dendam, yang penuh makian. O, si monyet dangdut. Kumpulan Budak Setan, yang terinspirasi Abdullah Harahap. Dan cerpen Sumur yang dicetak mungil. Polanya menurutku: dua novel pertama ditulis dengan semangat pemuda membara sehingga Cantik dan Lelaki memakai pola bab panjang yang nyaman dan detail mengagumkan, sangat mengagumkan. Novel ketiga, Seperti Dendam malah penurunan sebab memakai pola penggalan kalimat-kalimat seolah fiksi mini yang dirajut acak. Begitu pula novel keempat, O. Kenyamanan itu terdistorsi. Dan itulah kurasa, jelas tak sebombastis duo pertama. Kesamaannya, semua adalah fiksi dewasa dengan makian bebas, adegan percintaan bebas, serta kebebasan meneriakan hal tabu. Untuk itulah fiksi jadi menarik.

Novel berikutnya kuharap kembali memakai pola duo mula, sabar, telaten mencipta alur, sehingga panjang meliuk-liuk. Kutunggu dengan tak sabar.

Cantik itu Luka | by Eka Kurniawan | GM 617202031 | Copyright 2002 | Penyelia naskah Mirna Yulistianti | Pemeriksa aksara Sasa Galih, Arasy | Desain sampul Orkha | Setter Fitri Yuniar | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Pertama kali diterbitkan oleh AKYPress dan Penerbit Jendela, Desember 2002 | Cetakan pertama, Mei 2004 | Cetakan ketiga belas (Hard Cover) Desember 2017 | ISBN 978-602-03-6651-7 | Skor: 5/5
Karawang, 030822 – 090822 – 240822 – Billie Holiday – God Bless the Child
Thx to Gramedia World Karawang & Widi Satiti