Perang Memperebutkan Sarden Suci; Lincah dan Seru

Cat and the Stinkwater War by Kate Saunders

“Di mana ada kucing menuntun, di situ manusia mengikuti. Lihatlah keduanya, di Pofton Hall, itu kau dan Emily.”

Keren, tak kusangka ada kejutan di akhir. Perang klan antar kucing terjadi di perumahan, memperebutkan Sarden Suci. Pengakuan kekuasaan, saling sandera, saling ancam, hingga akhirnya bak roman Shakespeare, ada cinta terlarang di antara mereka. Mungkin tata kelola perubahan manusia menjadi kucing dan sebaliknya yang dirasa janggal dan kurang, dan terlampau instan serta mudah. Namun nikmati saja, ini buku anak yang fun. Ending-nya yang keren sebab setelah pengungkapan scenario tersembunyi, ada kejutan lain yang mewah, dan menurutku filosofis di mana kehidupan, sejatinya bak air mengalir, pilihan, hingga kembali ke dasar, sebuah kenyamanan itu sangat didambakan, tak peduli itu manusia, kera, kutu, hingga kucing.

Kisahnya unik, walau sederhana dilihat dari sudut pandang manusia, remaja yang galau dan memimpikan kehidupan kucingnya yang tampak damai. Namun tentu saja tidak, kehidupan kucing perumahan tersebut ternyata tak sedamai kelihatannya. Mereka terpisah garis rumah, terdiri beberapa klan, dan secara turun termurun saling sikut dan saat memanas terjadi perang.

Dibuka dengan kepiluan, bahwa ayah Catherine berduka sebab gurunya, Profesor Katzenberg yang sedang meneliti di Mesir dinyatakan tewas akibat dimakan buaya. Ia mengirim sejenis warisan, surat dan segala hal-hal yang dipelajarinya. Terdapat legenda dewa Pahnkh di kota Thebes Kuno, ada harta karun tertinggal di sana. Dan hebatnya, Pahnkh bukan manusia, dia kucing. Dalam amplop itu ada batu temuan aneh, yang oleh ayahnya boleh buat Cat.

Di sinilah keganjilan timbul. Cat yang memiliki kucing bernama Eric, sempat berharap mengingin kehidupan peliharaannya. Cat benci les balet, dan tetangga teman sekelasnya yang menyebalkan Emily. Setelah Emily and the genk melakukan bullying di kelas, Cat yang kzl menyendiri dan bericara ngelantur, “Dengan kekuatan dari Kuil, aku berharap aku pengabdi Pahnkh!” Dan wuuuuzzz… kekuatan batu itu menciptanya jadi kucing orange yang menggemaskan. Baju senamnya mengendur, ia menyusut, tumbuh telinga, pendengaran peka. Kekuatan ajaib itu bekerja.

Begitulah, Cat harus menyentuh batu lagi agar bisa kembali menjadi manusia. Ia lantas berteman dengan Eric, kucingnya, yang bernama asli Jenderal Nigmo Biffi. Bayangkan, kamu berteman dengan kucing peliharaanmu. Hebat. Dari Biffy kita tahu, sedang ada perang klan: Cockleduster melawan Stinkwater. Karena sebagai manusia, Cat tak bisa bahasa kucing, maka untuk komunikasi, ia kudu jadi kucing. Begitu juga sebaliknya, saat jadi kucing, ia bisa memahami bahasa manusia, tapi hanya suara meow yang keluar. Cat sendiri diangkat Kapten Cat, dan berada di buku yang sama dengan Biffy.

Klan Stinkwater dipimpin oleh Darson, istinya Sleeza tampak bengis. Dan anak perempuannya yang manis Vartha, serta anak lelakinya Pokesley yang nantinya menyeberang kubu. Sementara Cockduster dipimpin raja kesembilan, pangeran Crasho, pendeta Everlasting Predergast. hingga Donk bersaudara. Sementara ada wilayang di luar mereka, area liar dengan penghuni Spikeletta sebagai ratu, Swugg salah satu anaknya, serta seekor kucing misterius Wizewun.

Perangnya bagaimana? “Kita tidak bisa lagi menghindari perang dengan klan Stinkwater. Mereka mencuri sarden suci.” Mungkin tampak konyol dilihat di mata manusia, tapi begitulah kehidupan kucing. Kalau kalian sesekali mendengar teriakan kucing saling jerit di tengah malam, atau dini hari, itu berarti mereka sedang bertarung. Memperebutkan Sarden suci, yang saat ini diklaim milik Stinkwater, tapi keberadaannya misterius, saling menyalahkan. Lucunya, saat ada tawanan, ditempatkan di antara kaleng atau pot, lalu meminta tebusan makanan kucing! Hehe, tampak sepele ya. “Manusia yang berakal sehat, ketika semua di sekitarmu terguncang kesedihan. Kau benar sekali, yang perlu kaulakukan hanya membuka sekaleng ikan tuna (dalam minyak, bukan air garam), dan meletakkannya di tempat yang telah disepakati…”

Kedua kubu, romansa bak Romeo + Juliet. Vartha dan Crasho bisa jadi juru damai, atau malah jadi pemicu perang makin besar. “Pangeran kami, dan putri musuh besar kami. Ini aib!” Ada juga yang pindah kubu karena diiming-imingi makanan terjamin, atau ada penghianat. Sebab ada kucing lawan/ kawan yang tahu bagaimana Cat mengubah diri, menemui Eric di mana, hingga jebakan yang dicipta demi harga diri.

Cat sendiri akhirnya malah berteman dengan teman sekelas yang aneh, Lucy. Sama-sama punya kucing, dan Cat yang lalu butuh teman curhat memilihnya. “Tiba-tiba saja ia merasa harus mengungkapkan rahasianya sebelum meledak dari tubuhnya seperti kembang api.” Pilihan bagus, sebab mereka langsung akrab, yang menimbulkan curiga kedua orang tuanya. Jarang ngobrol, tahu-tahu akrab, di kamar seharian, main bareng, kehidupan putrinya jadi penuh warna. Orangtua tentu saja senang, akhirnya putrinya punya sahabat sejati.

Oiya, jangan lupakan peran para pemilik kucing. Kisah dibuat sedemikian rupa, agar manusia itu hanya melihat para kucing bertingkah aneh saat perang. Kucing si A bernama ini, di dunia kucing mereka punya nama tersendiri. Begitu pula, saat di puncak perang. Luar biasa seru, kucing-kucing menyerbu, membuat pesta ulang tahun yang sejatinya meriah jadi kacau balau. Ada korban dan itu wajar, Sarden Suci juga sudah sangat pas eksekusinya, termasuk saat gencatan senjata dilakukan untuk menemui titik damai.

Pilihan pemakaian kata ‘Pedesaan’ di mana, kucing-kucing yang mati dikirim ke sana. Sebuah penggambaran manis, bahwa arwah kucing itu damai di desa, dunia seberang, area antah, yang sama seperti kehidupan manusia, mereka ke surga yang damai.

Ini jelas fiksi, hanya fantasi impian Kate yang memiliki tiga kucing di rumah. “Rasanya menakjubkan, berapa banyak manusia yang mendapatkan kesempatan berlibur dari tubuhnya sendiri, dan bisa melakukan sesuatu yang tak pernah terbayangkan dapat dilakukan tangan dan kaki mereka yang membosankan?” Kata-kata Cat tentu saja mewakili isi hatinya, dan juga isi hati para pecinta kucing.

Pilihan hidup para tokoh juga sangat makhruf. Ini bisa jadi pikiran menakutkan dan mengerikan. Kucing kawin berkali-kali, memiliki anak banyak. Satu tahun kehidupan manusia sama dengan enam tahun kucing. Ide-ide liarnya semacam halusinasi, bisa mengubah ilmu Egiptologi, sebab menyenangkan sekali menjalani kehidupan kucing. Yang anehnya, ada niat mengajari kucing, kehidupan yang lebih beradab, mengajari main catur! Berhasilkah?

Ini adalah buku pertama Kate Saunders yang kubaca. Kubaca cepat dari 16 Sep libur pagi kemarin, selesai tadi siang 22 Sep 2022 pas istirahat kerja. CVnya banyak, Sampai ada yang sudah diadaptasi di BBC TV. Seorang wartawan Inggris yang produktif. Buku pertama yang sukses, buku anak sering kali mencipta fantasi liar menakjubkan. Kalau ada buku Kate lain yang sudah diterjemahkan, tentu saja dengan antusiasme tinggi bakal kusikat juga. “Astaga, ia berubah jadi kucing!

Cat dan Perang Stinkwater | by Kate Saunders | Diterjemahkan dari Cat and The Stinkwater War | Copyright 2003 | edition published by Macmilan Children’s Books, London, UK | Alih bahasa Fanny Yuanita | Editor Poppy Damayanti Chusfani | GM 106 01 09 006 | Desain dan ilustrasi sampul Martin Dima (martin_twenty1@yahoo.co.id) | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | April 2009 | 256 hlm; 20 cm | ISBN-10: 979-22-4513-8 | ISBN-13: 978-979-22-4513-4 | Skor: 4/5

Untuk anak lelakiku, Felix dan kucing-kucing kami, Trumble, Bing, dan Boomerang

Karawang, 220922 – Billy Holiday – I’m a Fool to Want You

Thx to Ade Buku, Bdg

Menentang Sejuta Matahari

“Namaku, Siska? Bramandita. Panggil saja Bram…”

Mungkin tampak klise. Namun ternyata tak seklise itu. Pengelolaan cerita mengalir nyaman, cerita para remaja tentang kasih tak sampai, cinta segitiga mencipta bencana, karena status sosial, si miskin yang merindukan damba pasangan kaya. Orang tampan yang mengingin cinta gadis cantik. Hingga berantem marah akibat cemburu. Sebuah tusukan maut, mengacaukan tatanan kehidupan para muda-mudi ini. Liar, penuh amarah, jantan.

Bramandita atau panggil saja Bram dalam perjalanan balik ke Bandung, dengan bus butut di Jakarta mengejar kereta api. Hampir tertabrak mobil saat turun dari bus, dan mau ganti moda. Mobil dengan sopir pemuda, turun dan hampir baku hantam. Namun di samping sopir ada cewek cantik, yang mencegahnya, namanya Siska sebab disebut oleh si sopir. Bram jatuh hati.

Jodoh memang tak ada yang tahu. di stasiun Bogor, nasib mempertemukan Siksa dan Bram duduk berdampingan. Perjalanan kereta malam itu, seharusnya syahdu. Namun sang pacar Tommy sudah wanti-wanti, dan kekikukan tak cair hingga sampai Bandung. Tommy berkata dalam hati, “Alangkah bermurah hatinya Tuhan berkenan memberi kesempatan dalam hidup Bram untuk melihat hasil ciptaanNya yang begitu memesona.” Malah, seorang pramugari cantik Merri yang menambatkan hatinya. Merri dijemput pamannya, Bram diantar, nebeng sampai rumah.

Bram adalah mahasiswa ITB, anak seorang penjahat kambuhan. Ayahnya kini mendekam di sel tahanan karena kasus perampokan yang gagal. Naas, rumah korban malam itu yang dikira kosong, malah ada penghuni lain. Kasus perselingkuhan, yang karena niat pencurian itu, membongkar affair. Ibunya hanya tukang jahit, terima pesananan. Seringnya dari butik ternama, yang mengalirkan pekerjaan ke ibunya.

Nah, nasib kembali mempertemukan Bram dengan Siska sebab saat ibunya minta tolong mengantar baju pesanan ke tantenya Zus Nelly, malah diminta langsung ke rumah pelanggan. S. Harjadiningrat di Jl. Trunojoyo. Dan ternyata itu rumah Siska. Masih sama, mereka berdua tampak ketus, belum cair. Masih jaga gengsi. Bram benar-benar jatuh hati akan kecantikan Siska, yang sudah bertunangan dengan Tommy. Mereka sejatinya saudaraan, dulu Tommy adalah anak angkat Suradi Harjadiningrat, ayahnya Siska. Anak pancingan dari saudara, maka setelah Siska lahir dan adiknya juga, Tommy dikembalikan. Namun garis nasib sudah digoreskan.

Sebuah wisata di Tangkuban Perahu, Lembang menjadi pemicu sejatinya. Siska dan Tommy pacaran, Bram dan teman-teman kuliahnya juga di sana. Sutikno, mahasiswa sekaligus guru SD yang sudah menikah dan punya tiga anak, istrinya Soraya, anaknya Nora, Andi, Barda. Ini kurang ajar sebab malah berpacaran dengan mahasiswi Sri Sudarmi yang pacarnya ke luar negeri. Bram berdiri di tengah-tengahnya. Untungnya ia masih punya hati sehingga ajakan Tikno, nanti malam ke rumahnya diajak belajar atau ke mana kek agar mereka bisa jalan. Sebuah misi perselingkuhan, tapi gagal, malah berujung petaka. Mobil plat Jakarta Kingswood Tommy nyusruk mengakibat ia luka parah. Dibantu Bram, dan inilah yang membuka hati Siska.

Ibu Bram sudah memprediksi, mending sama Merri. Pramugari baik, yang ketika diperkenalkan berhasil menyentuh hatinya. Ketimbang Siska yang kaya, tapi berpotensi remuk. Naluri keibuannya memberitahu bahwa anaknya sedang menempuh jalan yang berbahaya. Sebuah cenayang yang tepat. Sebab kisah ini menjadi hitam saat Bram memaksa diri untuk memilih Siska. Begitu pula feeling ibu Siska. Ah, perasaan lembut seorang ibu yang cinta anak-anaknya. “Aku mendapat firasat, akan terjadi hal-hal yang tidak kita kehendaki. Mudah-mudahan saja pemuda lain yang diundang anak kita, berhalangan datang…”

Sebuah undangan pesta ulang tahun ke delapan belas Siska menjadi bencana. Tommy yang tak diundang, datang langsung dari Jakarta. Bram yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba, motor butut tua Honda rusak di jalan. Dan walau terlambat sampai, bersiteganglah Tommy dan Bram di sana. Kehadiran Bram merubah situasi itu secara total. Alangkah mustahil pertemuan semacam itu bisa terjadi di tengah kecamuk jalan yang semakin edan ini. Lebih mengejutkan lagi, ayah Siska ternyata sudah mengenal Bram, dan itu menambah bumbu percik amarah. “Tommy ada di sini sekarang. Hadapailah kenyataan itu. Camkan pula, kalian sudah bertunangan. Aduh nak, tahukah kau apa artinya?” Ditambah lagi nama seorang cewek, Lidya yang hamil menambah pusaran konfliks.

Hingga di ujung kisah cinta segitiga ini, tak semua selamat. Nyawa seseorang melayang. Egoism, amarah, hingga pilihan hidup yang terlampau memaksa bisa jadi karenanya, waktu tak bisa diputar balik. Begitulah kehidupan.

Buku terbit tahun 1980-an, banyak kosa kata jadul. Gongli? Saya tak tahu, hingga akhirnya saya googling. Artinya gadis yang melacur untuk kesenangan semata. Hehe, kata penting di eksekusi akhir ini ternyata. Atau kutipan ini, saya tak paham. Seperti Joan Tanamal ditanya Tanty Yosepha, Tommy menyahut: “Ya mana.” Dan berkat Google saya menemukan jawab. Itu kutipan dialog film Yoan (1977) yang pastinya nge-trend kala itu. Wajib dicari!

Atau kalimat yang masih relate hingga saat ini, “Hanya satu dua. Perkembangan peradaban tidak membuat orang lantas kehilangan sopan santun… Bram, Aku akan menangis selama satu minggu, kalau kau tidak mau kuajak makan sekarang…!” Tampak manja, tapi ada benarnya juga.

Satu kalimat panjang lebai, saat Bram dirasuki asmara tampak wajar. Kita semua pernah muda dan mengalaminya. Cinta itu buta. “Tuhanku. Apakah aku telah jatuh cinta pada Ummat-Mu yang bernama Siska? Jawablah. Jawablah. Apa? Kau tidak mau menjawab? Kalau begitu KAU tak jujur. KAU perlihatkan Siska kepadaku, dan ketika aku sudah mulai menyukai gadis itu, KAU tidak mau menyalakan oborMu untuk menerangi dadaku yang gelap gulita ini…”

Karena ini bersetting jadul, tak ada internet, taka da HP maka sebuah permintaan maaf dikirim via surat. Yang kemudian diminta lagi, sebab menyampaikannya langsung akan lebih afdol. “Tak sepatutnya aku meminta maaf lewat kartunama. Itulah sebabnya aku datang hari ini… untuk mengulangi permintaan maaf atas kekasaran dan kekeliruan yang telah kuperbuat.”

Dan betapa relate-nya kehidupan ini akan nasehat penting ini. masa muda, masa yang berapi-api. Segala zaman akan sama, kesalahan-kesalahan kembali terulang, dan segalanya dilindas waktu. “Aduh, Nak kau masih muda, masih belum matang mengenyam hidup di dunia ini. Bagimu, atau bagi orang-orang muda seperti kau, apa yang tampak itu sajalah yang ada. Apa yang tersirat tak pernah kau baca…”

Sayang sekali buku ini dicetak tanpa ISBN, tanpa tahun. Identitas buku hanya tiga: judul, penulis, penerbit. Hanya itu! Padahal ini buku bagus, terbaik setelah Kolam Darah yang horor abis, keren abis! Buku ini jelas ditulis seorang kawakan, seorang yang tahu bagaimana mencipta kejutan. Sebab bab terakhir sangat keren. Tak menduga, kukira bakalan klise dengan bumbu roman, tapi mahal berdarah-darah, twist. Dan jelas, saya menambahkan nama beliau di daftar penulis lokal favorit.

Bram yang malang. Tommy yang malang. Siska yang malang. Betapa jahatnya dia, betapa banditnya dia. Sejahat ayahnya sendiri. Sebandit ayahnya sendiri. Cinta segi tiga di antara mereka telah sama-sama melahirkan dendam. “Betapa kejamnya dunia.”

Menentang Sejuta Matahari | by Abdullah Harahap | Penerbit Sinar Pelangi, Bandung | Skor: 4/5

Karawang, 120922 – Miles Davis – Once Upon A Summertime

Thx to Erii, Jakarta

Selalu ada Tradisi Makanan yang tak Diketahui Orang

Aruna dan Lidahnya by Laksmi Pamuntjak

“Kuah babat karena memberi bodi dan aroma, kacang kedelai karena membuat ekstra renyah, timun karena menambah asam dan segar.”

Karena saya sudah melihat filmnya, apa yang dilakukan dan diucapkan Aruna sudah tercetak wajah Dian Sastrowardoyo. Apalagi gerak-geriknya mirip, atau perasaanku saja yang mengikuti? Entahlah. Ini novel dengan citarasa makanan melimpah, pemakaian kata lezat pada tempatnya. Perhatikan, “Sebuah dunia yang telah terbentuk lama sekali, sebelum musik, sajak, dan gambar, dan yang pagi malam mengisi penuh kepalanya, mengisi dan menaungi.”

Secara cerita mungkin agak kurang, kalangan atas sedang kerja dan makan-makan, motif dan pengembangannya yang kurang relate sama kebanyakan kita, atau kurang pas sama jelata. Pejabat pemerintah, dan lingkarannya melakukan kejahatan, Aruna terseret pusaran, dan begitulah ia mengikuti decak kenikmatan makanan dari kota ke kota. Keistimewaan buku ini jelas, cara penyampaiannya yang luar biasa. Lezat di tiap lembarnya. Memang ini hidangan istimewa, nikmatnya berlapis-lapis. “Selalu ada tradisi makanan yang tak diketahui orang.”

Aruna Rai adalah ahli wabah dengan spesialisasi Flu unggas, diperbantu dalam kasus flu burung yang melanda Indonesia. Bekerja sebagai konsultan epidemiologi, menyebut diri sebagai ‘Ahli Wabah.’ Ada delapan kota yang akan dikunjunginya, kota-kota yang mendapati positif pasien flu burung, dicek dan analisis untuk kemudian dilaporkan ke bosnya. Apakah perlu mendirikan pabrik vaksin? Apakah perlu mencegah penularan dengan proteksi lebih tinggi. Dan tentu saja semua itu perlu biaya. Satu kasus di delapan kota, terjadi secara serentak. Bahaya wabah masih jauh di bawah tingkat siaga? “Sebuah virus akan akan pernah takluk, ia kecil, ia sabar, ia mengganda dalam diam. Tak ada yang menghitung umurnya, tapi ia tak pernah lupa. Suatu hari ia akan datang, menyerang, dan kita tak berdaya menangkalnya.”

Dalam tim Aruna sama lelaki yang sejatinya nyebelin, tapi akrab dan mencoba masuk lingkaran pertemanan. Farish mungkin bukan cowok idealnya Aruna, tapi mereka satu tim dan kebersamaan mencipta hubungan lebih lanjut.

Sejatinya dua sobat kental Aruna-lah penggerak cerita: Bono yang seorang chef lulusan luar negeri yang obsesif sama makanan. Ia begitu hebat menganalisis kualitas makanan, hapal sama kota-kota dengan kekhasan sajian. Manusia yang hidup untuk optimism, harapan, sihir resep yang mengejutkam, retoran yang tak terlupakan, kisah yang tak selesai, kata-kata yang tak terucapkan, malam yang membuka alam setengah mimpi. Bono a.k.a. Johannes Bonafide Natalegawa, chef muda berbakat internasional. “Tak hentinya mengumpulkan fakta remeh temeh tentang makanan tapi yang jika dilontarkan sesekali dalam sebuah pembicaraan membuat sang pembicara semakin menarik dan misterius.”

Satu lagi, si cantik Nadezhda Azhari. Penulis kuliner yang tak mau menikah. Memiliki hubungan dengan lelaki bersuami dari Eropa. Dan karena seorang penulis, hubungan gelap itu sama penulis juga. Suka sama prinsipnya, “Dia tidak pernah menonjolkan kelebihannya terhadap orang-orang yang tak dikenal baik.”

Keduanya turut serta tim Aruna, sekaligus jalan-jalan ke tempat makan. Kuliner ke delapan kota, dari Surabaya, Pamekasan, Singkawang, hingga Pontianak. Dengan dalih menemukan resep makanan lokal yang otentik. Dalam pelaksanaannya, banyak hal meragu, tampak sesuatu yang salah, konspirasi macam apa ini? Dan pada akhirnya Aruna harus mengambil tindakan, dalam keragu-raguan, ketetapan hati harus diambil.

Ada beberapa kalimat panjang yang bagus untuk di-sher. Salah satunya: “Yang melihat poster Macedonia dan bukan membayangkan kemiskinan dan musim kemarau berkepanjangan melainkan sepiring salad dengan mentimun dan tomat termontok di jagat raya, yang melihat poster Venezia dan membayangkan bukan air yang menyapu kaki dan dengkul, melainkan aneka hasil laut yang berlimpah-limpah di Pasar Rialto, manusia yang tahu bahwa mereka bahagia saat lidah mereka bersentuhan dengan pandan dan gula Jawa, saat hidung mereka menghirup gulai yang lekat.”

Atau kesimpulan yang bagus, bagaimana setiap resep kuliner selalu ada yang hilang tak tercatat. Pahlawan lokal. “Akan sekian banyak pahlawan kuliner yang tak tercatat, yang tak mungkin tercatat karena begitulah budaya rakyat, yang namanya tertelan oleh roda waktu dan perputaran zaman, yang resepnya entah bagaimana kekal dalam tafsir beratus beribu tangan.”

Kesamaan para karakter selain obsesi makanan adalah, di usia matang 30-an semuanya memilih lajang. Aruna yang galau di angka 35, merasa gendut dan tak pede. Bono yang kalau dilihat kaca mata umum, sudah mapan, ia terlalu fokus sama karier dan bisnis makanannya. Dan Nadez yang berpendidikan luar, menikmati hidup sampai keblabasan sehingga memilih tak menikah.

Ada satu lagi, bagian yang mengingatkanku pada novel-novel John Grisham. Di mana seorang pekerja, muak sama kehidupan, kesal sama rutinitas sehingga ingin kabur dari segalanya. Nah, di sini Aruna sempat terbesit. “Mungkin bisa aku minggat saja setelah investigasi ini selesai, ke Lima, ke Luanda, ke Lesotho, pokoknya ke kota yang tak akan pernah terlintas dalam benak siapa pun, dan suatu saat, lima tahun lagi, baru pulang ke Jakarta untuk menata ulang hidupku.” Wajar sih, kita semua bosan. Dan impian liar sejenis itu selalu ada.

Hingga tercipta tragedi. Kucatat ada tiga masalah pelik di akhir. Pertama tentang Leon sang mantan yang tragic, bagaimana menanggapi seorang yang kini bukan seseorang lagi di hatinya? Sedih sekali, lenyap jadi debu dan tak bisa menziarahi secara langsung. Kedua, keputusan bosnya yang berdiri di tengah-tengah. Kasus ini pelik, korupsi tak boleh dimaafkan. Dan rasanya berat saat tahu, temanmu, sekaligus bosmu terjerat. Kamu ada di tengah-tengah dan bimbang. Ketiga, keputusan akhir Aruna menambatkan hati. Ia malah mengalah, ia menyerah pada jiwa lelaki yang sejatinya tak klop 100%. Namun lelaki ini siap mendampingi, bahkan saat ke pulau Nusa, bisa menyediakan waktu dan tempat untuk bernaung. Terkadang memang kita harus mengalah pada keadaan. “Hal-hal yang kita lakukan dan hal-hal yang kita impikan. Aku masih ingin hidup di dalam keduanya.”

Novel pertama Laksmi Pamuntjak yang kubaca, keren banget. Pemilihan kata, nyaman dan puitik. Salah satu novel lokal dengan liukan kata terkeren yang kubaca. Cerita mungkin agak kurang, sebab memainkan orang-orang kalangan atas yang tak relate sama jelata. Pilihan dengan makanan sebagai tunggangan utama, baru pilihan bagus. Berapa banyak sih novel dengan citarasa makanan sebagai tema dicipta di Indonesia? Tak banyak. Apalagi dibuat dengan gemuruh diksi sekeren ini. Pengalaman pertama yang akan mematik karya-karya berikutnya untuk dilahap. Next, Amba?

Aruna dan Lidahnya | by Laksmi Pamuntjak | GM 201 01 14 0032 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Desain sampul SOSJ Design Bureau & Consultancy | Ilustrasi sampul Barata Dwiputra | Foto Pengarang Bona Soetirto | ISBN 978-602-03-0852-4 | Skor: 4.5/5

Buat D.S.K. (1968-2013)

Karawang, 210822 – 070922 – Miles Davis – Once Upon a Summertime

Thx to Derson S, Jkt

Mati, Truk, Menggeliat Keluar, Lompat, Lari, Seseorang, Pesan, Polisi, Obor Las

Room by Emma Donoghue

“Dan tempat-tempat itu juga nyata, seperti ladang dan hutan dan pesawat dan kota-kota…” “…” | “Tak mungkin. Mana mungkin semua itu muat?” | “Di sana, di luar.” | “Di luar dinding tempat tidur?” | “Di luar kamar.”

Buku dibuka dengan kutipan bagus yang mewakili sudut pandang Jack, sang anak.

Anakku: Kesukaran yang kumiliki. | Sementara kau tertidur, hatimu tenteram; | Kau bermimpi dalam rimba kesedihan; | Dalam malam berselimut merah tua; | Dalam biru kelam kau berbaring geming dan bersinar. Simonides (abad 556-468 SM), “Danae” (terj. Richmond Lattimore)

Lima tahun untuk selamanya. Mengubah segala hal yang selama ini ditempa. Buku ini, bisa jadi renungan ilmu psikologi. Lingkungan membentuk seseorang. Kita dicipta oleh keadaan sekitar, pendidikan sekitar. Makanya, yang kaya makin kaya sebab diolah oleh pendidikan dan pergaulan orang kaya, begitu juga yang miskin, pola pikirnya tetap miskin. Ya, pahit, tapi nyatanya seperti itu.

Novel dan film (baca di sini ulasannya) sama saja, bagus semua. Dibuat dalam dua babak utama, di dalam kamar dan adaptasi di kehidupan sesungguhnya. Dengan cerdas mengambil sudut pandang seorang anak lima tahun yang polos dan menggemaskan. Pendidikan itu penting, tapi lingkungan jauh lebih penting. Bagaimana sifat dan karakter dibangun di ruang sekecil itu. Dari lahir dan pada akhirnya kabur, bagaimana Jack beradaptasi sama hidup baru. Polos dan tampak sangat menyentuh. Seperti filmnya, menurutku bagian pertama luar biasa. Keren abnget, ide memenjara dan dengan segala keterbatasannya. Bagian kedua menurut drastis. Itulah mengapa orang suka drama pahit, sebab cerita pahit selalu mematik penasaran. Nah, untungnya, ending buku ini bagus banget. Pamit itu menampar teori-teori sosiologi, mengukuhkan betapa sempit dan lega itu sangat subjektif.

Kisahnya tentang Ma yang dikurung di kamar. Ia adalah korban penculikan, sang pelaku kita sebut saja namanya Nick Tua. Diculik sejak masa sekolah, dan kini ia sudah tujuh tahun berlalu. Diculik dijadikan budak seks, hingga melahirkan anak. Anak pertama meninggal dunia, dan dikuburkan di kebun belakang. Anak kedua, kini berulang tahun kelima. Jack, yang polos dan sangat menginspirasi.

Mengambil sudut pandang anak lima tahun, semua tampak penuh tanya. Bagaimana mendidik anak, itu sangat berpengaruh. Ma, dikurung di ruangan dengan kunci digital di bekalang rumah. Berbagai percobaan kabur sudah dibuat. Sedih sekali, menempatkan diri sebagai korban kekerasan seksual. Nick Tua, tiap beberapa malam mendatangi, bercinta dan Jack diminta sembunyi di almari.

Setiap minggu, ada traktiran. Artinya Ma dan Jack meminta barang, dan akan dicarikan. Dari obat, mainan, makanan, hingga kebutuhan mendesak lainnya. Dan begitulah, pola pikir Jack dibentuk. Sempit, dan sangat terbatas.

Tv menjadi hiburan utama, maka dirinya dibentuk oleh film-film kartun. Dora adalah yang paling sering disebut, maka ia suka menirunya, mengidolainya. Semua karakter kartun yang disaksi menjadi panutan. Kehidupannya benar-benar dibentuk dari kartun TV. “TV tidak menyala, aku rindu teman-temanku.”

Bacaan buku-buku klasik juga jadi hiburan, pengantar kehidupan Jack. Alice yang terjebak di negeri ajaib menjadi metafora kehidupannya. Kita seperti orang-orang di buku, dan dia tidak akan membiarkan orang lain membacanya. Maka Ma dengan sedih bilang, “Nah, aku seperti Alice.”

Segalanya dikira fiksi, dan Ma berulang kali menjelaskan di Luar banyak hal fakta. Tak hanya khayal, hal-hal yang tak bisa dipahami Jack. “Di luar ada segalanya. Setiap kali aku memikirkan sesuatu sekarang seperti ski atau kembang api atau pulau atau elevator atau yoyo, aku harus mengingat kalau semua itu nyata, mereka semua benar-benar terjadi di Luar bersamaan.”

Maka di ulang tahunnya kelima, sebuah misi penyelamatan disusun. Awalnya dibuat dengan scenario, Jack sakit keras dan minta Nick untuk mengantarnya ke rumah sakit. Demam, mual, dan tampak kritis. Nick diomeli, dan dibuat panik, tapi tak boleh menyentuhnya. Namun, berjalannya waktu, Ma mengubah rencana. Malam berikutnya, saat Nick datang, Ma memberitahunya Jack meinggal dunia. Digulung bungkus tikar, dan dengan akting sesenggukan, kesedihan kehilangan anak kesayangan, meminta Jack menguburnya jauh-jauh dari rumah, tak boleh dilihat. Permohonan terakhir yang jadi kunci utama misi.

Saat pertama kali di Luar, Jack ketakutan. Menghitung tikungan, dan mencoba kabur dari truk. Bertemu orang asing dengan anjingnya, menjadi penyelamat. Nick yang baru sadar ditipu, panik. Sempat mau menangkap Jack, tapi mendapat perlawanan si Bapak. Dan gegas telelpon polisi. Misi itu sukses besar, dan segalanya lalu berputar cepat. Impian Ma kembali menghirup udara bebas kesampaian, berkah aksi heroik Jack.

Lucu, bagaimana Jack menghadapi ketakutan dengan menghitung gigi, bolak-balik. Ada 20 pcs, tapi kadang terlewatkan. Kepolosannya saat mengambil lima mainan, bukan empat malah tampak betapa anak ini tak gegas paham dunia barunya. “Aku tidak mau menghitung deritan tapi aku melakukannya.”

Nah, kehidupan sesungguhnya dimulai di sini. mendadak terkenal. Beerapa hari dirawat di rumah sakit, mendatangkan psikiater, melakukan visum, perawatan intensif. Hubungan sama ibunya kembali tersambung, ibunya yang memanggilnya Gadis Kecil-nya kini sudah menikah lagi, ayahnya kini tinggal di Australia dengan kehidupan barunya. Begitu pula, dengan sang kakak, Palu yang kini sudah menikah dengan Deana dan punya anak Bronwyn. Yeay, Jack punya saudara.

Segalanya kembali terhubung. Jack berpikir keras sampai kepalanya sakit. “Aku tidak di dalam kamar. Apakah aku masih aku?”

Bagian ini, di film terasa boring. Sebab cekam kengerian sudah lewat, hanya bagian saat minum pil over itu yang bikin panik. Di buku sama saja. Separuh buku ini, melelahkan. Dari satu pengobatan ke pengobatan lain, dari pengenalan dunia baru Jack ke pengalaman lainnya, segalanya tampak baru, dan membingungkan. “Hanya ide yang sama yang berputar-putar seperti tikus di roda.”

Namun di buku, tampak lebih bagus. Terutama bagian saat Jack memaksa kembali ke Kamar. Ia memaksa Ma, yang tentu saja trauma, untuk kembali ke sana. Setidaknya mengucapkan selamat tinggal. Dan begitunya, novel ini terselamatkan ending yang luar biasa mengintimidasi. Lebih bagus bukunya, kalau yang ini. feel-nya beda.

Kubaca santuy bulan Agustus, dari tanggal 4 di malam selepas Isya sampai tanggal 21 lewat tengah malam. Buku pertama Emma yang kubaca, dan aku suka. Catatan saya tutup dengan kalimat filosofis ini, “Hanya karena kau belum pernah bertemu mereka, tidak berarti mereka tidak nyata. Ada lebih banyak hal di dunia daripada yang pernah kau bayangkan.” Bukankah begitu juga dengan Tuhan?

Room | by Emma Donoghue | Diterjemahkan dari Room | Terbitan Little, Brown and Company, Hachette Book Group, New York | Copyright 2010 | Penerjemah Rina Wulandari | Penyunting Jie Effendie | Cetakan ke-1, Agustus 2016 | 420 hlm; 14×21 cm | ISBN 978-602-385-136-2 | Penerbit Noura (PT. Mizan Publika) | Skor: 4.5/5

Room dipersembahkan untuk Finn dan Una, karya terbaikku

Karawang, 050922 – Tasya – Ketupat Lebaran

Thx to Andryan, Bekasi

Dan Apakah yang Membangun Pengalaman Manusia jika Bukan Ingatan?

Larung by Ayu Utami

“Kalau kamu bersama orang yang kamu suka dan kamu tahu cara menikmatinya, maka seks akan menyenangkan. Tapi kalau kamu tahu cara menikmatinya, seks juga menyenangkan tanpa orang yang kamu suka.” – Shakuntala

Sekuel yang biasa. Bab-bab awal sungguh cantik Larung Lanang mau membunuh neneknya yang seolah abadi, sudah berusia seabad lebih, dan memiliki jimat yang kudu dilepas agar bisa ke alam seberang. Benar-benar ciamik bagian ini. Sampai sempat membuang jauh-jauh ‘teguran’ temanku bahwa kamu akan kecewa. Sayangnya saat masuk ke dunia Saman, melanjutkan kisah sejatinya, malah down. Mbulet-mbulet sampai lelah cuma mau membenarkan main seks sama pasangan orang lain. Ya, selingkuh itu malah diudal-udal panjang. Dan bagaimana mengatasinya, benar-benar tak bagus ditiru. Seolah kewajaran, teman-temannya yang hedon ke New York turut membantu para perempuan ini untuk bertemu lelaki beristri. Dan Yasmin yang sudah bersuami, dibantu bertemu lelaki lain. Gerombolan si berat, mau maksiat, mau bagaimanapun disampaikan tetap saja itu zina dan dilarang agama, tak bagus untuk norma. Dibuat dengan bahasa se-sastra apapun, tata kelola selingkuh tetaplah busuk.

Larung Lanang dalam perjalanan kereta api ke luar kota. Ia memiliki misi untuk melepas jimat neneknya Anjani yang sudah lebih seabad. Ada yang mengganjal kehidupannya sehingga ia tak mati-mati, maka dari satu kota ke kota lain Larung mencari kunci kematian. Dari hutan ke pantai, dari remang kota sampai ke kegelapan gua. Semua dijabani demi misi itu. Sejatinya bukan hanya ia yang menginginkan kematian neneknya, ibunya dan sebuah kepentingan mendesaklah yang juga mengganduli tindakannya. Ketika orang menjadi tua maka keindahan pergi ke luar dirinya.

Setelah hampir setengah buku, lalu kita diajak ke New York bertemu gerombolan wanita sukses secara material. Laila Gagarinam sang fotografer yang mengingin Sihar yang sudah beristri. Yasmin Moningka, yang tampak sempurna: cantik dan baik, istri solehan tampaknya, tapi tentu saja tidak. Ia adalah Pengacara yang sudah surat-suratan dengan Saman, janji temu kangen. Cokorda Gita Mageresa, pengusaha hotel yang hedon keluar negeri. Dipanggil Cok Gita. Dan Shakuntala sang penampil yang biseksual. ACDC Ok, tersentuhlah sama Laila yang kangen Sihar.

Mereka memang ada perlu pameran, ada bisnis di sana, tapi dibaliknya terjadi misi perselingkuhan. Atas nama cinta dan kebebasan kehendak! Melawan nurani? Oh tidak bisa. “Kamu bukan nggak bisa, kamu nggak mau.”

Lalu sebuah misi penyelamatan diemban. Para aktivis di era 1997-1998, masa akhir Orde Baru itu diburu. Maka Saman yang pernah dibantu kabur, kini memiliki tugas mulia membantu para aktivis yang tersudut di pulau Sumatra menuju Singapura, yang lantas ke luar negeri lebih jauh. Togog, Bilung, dan Koba. Potret aktivis Solidarlit, dibantu Larung Lanang sebagai penghubung.

Misinya tak semulus yang dikira, sebab ada kecurigaan di antara mereka. Ada kekhawatiran akan keluarga yang ditinggalkan. Hanya melihat orang berseragam tentara jalan di pantai saja mereka saling tunjuk, adakah penghianat? Larangan komunikasi pakai pager atau telepon malah dilanggar. Dan di tengah ketegangan itu, tindakan genting harus dilakukan. Berhasilkah Saman meloloskan mereka?

Banyak bagian yang disajikan dengan diksi bagus. Dipilih dan diolah secara estetik. Seperti kalimat, “Janganlah kau tertawa dan menganggapnya sebagai kedunguan yang puitis. Tak banyak orang mendengar cerita ini.” Atau, “Akan mengalami yang takterkatakan: semacam gangguan jiwa bahkan alam tak punya tujuan.” Atau, “Lalu tiba saatnya ketika bunga-bunga api itu semakin tak beraturan. Bertubrukan satu sama lain dalam imaji-imaji yang aneh.” Atau, “Seperti tunas yang baru mengayu.” Dst. Sejujurnya buku-buku dengan pola seperti ini benar-benar mengasyikkan. Enak ditelaah, enak dilahap.

Kepercayaan akan klenik juga banyak disaji. Terutama bagian pertama, sebab memang misinya melawan malaikat maut. “Tetapi burung dadang-haus tetap berkitar-kitar meski fajar akan segera menelanjangi segala yang muncul dari permukaan bumi ke dalam cahayanya yang conak. Orang menyebut kehadirannya tanda buruk.” Atau, “Sayup-sayup kudengar orang membaca lontar di kebun belakang. Sebuah kisah tua tentang rangda yang menghirup darah.” Atau, “Tetapi alangkah ganjil jika segala hal diputuskan oleh akal.” Dst. Sama, membaurkan realita itu menarik, novel mistik dengan tata cara membumi. Masuk akal, dan tampak masuk logika. Sebuah kontradiksi yang mengejutkan? Atau kelumrahan?

Novel kedua Ayu Utami yang kubaca setelah Saman. Sebuah penurunan, sayang sekali. Endingnya bagus sebenarnya, saya suka ending yang menghentak seperti itu. Awal bagus, tengah lemah, akhir biasa, tapi ujung akhir-nya luar biasa. Dua lembar akhir yang sangat layak diberi aplaus. Jelas, Ayu Utami masuk daftar penulis lokal favorit, di rak sudah beberapa bukunya tersedia. Next, Bilangan Fu yang legendaris itu. Mari kita buktikan…

Larung | by Ayu Utami | KPG 901 13 0663 | Gambar sampul Lukisan kaca oleh Ayu Utami | Desain sampul Wendie Artwenda | Cetakan ke-1 November 2001 | Cetakan ke-4 Mei 2013 | viii + 295; 13.5 cm x 20 cm | ISBN 978-979-91-0569-1 | Skor: 3.5/5

Karawang, 290822 – Avril Lavigne – My Happy Ending

Untuk G.M. & Putri

Thx to Lifian, Jakarta

Dan Benar saja, Cantik itu Luka

Cantik itu Luka by Eka Kurniawan

Menanti Pangeranku datang, untuk membebaskanku dari kutukan wajah buruk rupa.” – Si Cantik

Riwayat Halimunda. Kalau saya memulai tulisan ulas novel-nya Jorge Amado: Gabriela, Cengkih, dan Kayu Manis dengan kalimat: “The Chronicles of Ilheus,” maka saya membuka ulasan Cantik Itu Luka dengan kalimat itu. Di kota fiksi inilah, kita diajak bersafari dari sebelum, saat, dan setelah Indonesia merdeka. Memiliki tanggal cantik sendiri untuk dirayakan sendiri, 23 September sebab informasi proklamasi terlambat sampai, kebusukan moral polisi penjahat di setiap sudutnya, hingga tokoh fiksi yang sejajar Jenderal Sudirman. Fakta dikaburkan imaji, dibubuhi segala penyedap kegemparan masa itu, dan taa-daa… jadilah novel liar.

Dibuka dengan kutipan berikut, “Dan kini, setelah baju zirahnya dibersihkan, bagian kepalanya diperbaiki jadi sebuah topi baja, kuda dan dirinya sendiri punya nama baru, ia berpikir tak ada lagi yang ia inginkan kecuali seorang nyonya, pada siapa ia anugerahkan kekaisaran hatinya; sebab ia sadar bahwa seorang ksatria tanpa seorang istri adalah sebatang pohon tanpa buah dan daun, dan sebongkah tubuh tanpa jiwa.” – Miguel de Cervantes, Don Quixote

Kisahnya merentang jauh sebelum Indonesia merdeka. Semuanya tentang manusia-manusia patah hati, hampir semuanya ding karena ada satu dua orang yang begitu nyamannya menjalani hidup ini, mengalir saja. Yang jelas, ketika cinta membuncah, apapun akan dilakukan, apapun akan dikorbankan. Dan ini terus berulang, tata cara bercerita bagus, di mana kita dibocori sedikit kejadian akhir, baru dijelaskan kronologinya. Maka polanya campur, beberapa dilakukan flashback per bab. Dan karena ini novel tebal, banyak karakter yang memiliki riwayatnya sendiri dengan rentangan panjang. Titik hidup tiap tokoh diolah sedemikian rupa sehingga pembaca diseret serta emosinya. Tak ada tanda tanya, semua nasibnya jelas. Hanya beberapa yang samar, saat melibatkan dunia mistik. Dan itu, kembali lagi ke basic absurditas: tafsir bebas.

Pusat cerita sejatinya ada di Dewi Ayu, tapi kita disuguhi pondasi yang sama kuatnya pada masa orang-orang sekelilingnya. Terlahir dari orang Belanda yang menjajah kita. Dengan drama memilukan sebab pasangan wong cilik Ma Iyang yang dipaksa keadaan jadi gundik dan terpisah sama kekasihnya Ma Gendik. Sejarah dua bukit yang dibangun dengan pondasi bunuh diri. Saat Dewi usia remaja, Indonesia diduduki Jepang, dan kehidupan mewahnya mendadak longsor. Para gadis keturunan kala itu adalah tawanan, dan dijadikan pelacur oleh Mama Kalong.

Tak seperti para gadis lainnya yang khawatir dan ketakutan, Dewi Ayu menghadapi kenyataan dengan tegar dan lantang. Entah ide dari mana, menyimpan emas di kubangan kotoran? Penjajahan Jepang yang secara tahun hanya berhitung jari, mencipta kegetiran hingga masa kemerdekaan menjulang. Di Halimunda, karena informasi proklamasi terlambat maka diperingati RI-nya tiap 23 September. Perang kemerdekaan pecah, setiap warga memiliki kewajiban melawan Belanda yang kembali ke Indonesia. Begitu juga Halimunda, tersebutlah para karakter unik yang mengelilinginya.

Dewi Ayu memiliki tiga anak: Alamanda, Adinda, dan Maya Dewi. Dan ketiganya saling silang membelit rumit.

Maman Gendeng seorang jagoan yang mengingin menikahi wanita tercantik di Halimunda yang ternyata sudah jadi mitos. Ia tetap tinggal di sana dengan menantang kepala preman, manusia kuat yang berhari-hari tarung di pantai menjadikan Maman penguasa. Ia lantas menikah dengan Maya Dewi, anak paling baik, yang polos dan baik hati. Menikah tak seserhana itu, di usia 12 tahun dan harus menunggu balig untuk malam pertama!

Shodanco adalah pejuang kemerdekaan. Turut serta mengusir penjajah, ia setara Jenderal Sudirman. Namun keputusannya bertahan di Halimunda membuatnya hanya sekelas kepala Rayon, maka ialah pihak berwajib tertinggi di sana. Mengatur kota yang busuk. Menikah dengan Alamda dengan drama menjijikkan. Shodanco tahu Alamanda punya kekasih yang sedang kuliah di Jakarta, Kliwon. Maka saat lengah ia melakukan perbuatan bejat di hutan. Pasangan yang tampak ideal ini memiliki noda di dalam rumah tangga. Hubungan suami istri tak bisa serta merta senormal pasangan lain, sebab Alamanda melakukan protes. Bahkan saat lengah, dan akhirnya ia hamil, terjadi kegemparan sebab jabang bayi di perutnya secara misterius raib.

Shodanco dan Maman malah berteman, mereka sering main dadu di pasar. Keduanya memiliki kekuasaan, yang satu polisi yang lain preman. Keduanya memiliki mertua palacur kondang. Saling silang saling mengisi hari-hari pasca merdeka.

Sementara manusia cerdas Kliwon yang patah hati melengkapi kepahitan. Kliwon digambarkan idealis, tokoh komunis yang tegar dan cerdas. Hanya keadaan yang memaksanya terpuruk.  Menikah dengan Adinda. Kliwon adalah kepala Serikat Nelayan. Bayangkan, ketiga saudari ini memiliki pasangan yang tak lazim. Polisi, ketua serikat, kepala preman. Gmana rasanya pas ngumpul arisan keluarga, apa tak riuh dan jotos-jotosan?

Namun drama sejatinya dicipta di ujung. Para cucu Dewi Ayu yang membuat onar, cucu pertama Nur Aini dari Alamanda digambarkan begitu mengayomi saudara-saudaranya. Cucu kedua Krisan dari Adinda yang seperti ayahnya, begitu lantang isi kepalanya, imajinatif. Cucu ketiga dari Maya Dewi, Rengganis yang paling cantik dari semua yang tercantik. Dan benar saja, cantik itu luka.

Di suatu siang terjadi kehebohan di sekolah sebab Rengganis masuk ke kelas dalam kondisi telanjang dan mengaku diperkosa anjing di toilet kumuh sekolah. Inilah mula malapetaka keluarga ini. Carut marut kehidupan fana dengan pijakan hikayat kota Halimunda. Kalian mungkin bisa menebak siapa pelakunya, tapi yakinlah kalian pasti turut terluka akan tragedi bertubi ini.

Oiya, Dewi Ayu pada akhirnya memiliki anak keempat, yang lain daripada yang lain: Si Cantik. Mantra jahat dilempar, adu kekuatan gaib dilakukan. Hanya yang terkuat yang berhasil berdiri kokoh di ujung cerita.

Sudah memilikinya sejak Februari 2018, waktu itu sampul baru warna merah, tersebab ingin koleksi saya ambil yang hard cover, baru kubuka segelnya awal Juli 2022 sebab lihat edisi anniversary 20 tahun dengan sampul biru, dan gegas kubaca. Target selesai bulan Juli bisa terealisasi di akhir bulan. Dibaca santai sehari per bab, atau saat jeda dari bacaan lain.

Novel ini dengan cerdas memainkan sisi psikologi semua karakter. Saat jatuh cinta, sejatuh-jatuhnya seolah cewek incaran itu seolah segala-galanya. Sekalipun esok berubah pikiran, dan bercinta dengan cewek lain dengan dalih tanpa rasa cinta. Dan juga mengisi kepahitan di setiap generasi, kesedihan ditabur di segala keadaan. Tak ada manis-manisnya. Kliwon dan Adinda misalnya, pasangan ideal yang dipaksa pisah karena memang tak dijodohkan oleh penulis.

Sebagai novel paling unggul Eka Kurniawan, jelas ini paling kompleks permasalahannya, dan yang paling keren. Ini adalah buku kelima yang kubaca setelah: Lelaki Harimau, yang terkamannya menghebat itu. Seperti Dendam, yang penuh makian. O, si monyet dangdut. Kumpulan Budak Setan, yang terinspirasi Abdullah Harahap. Dan cerpen Sumur yang dicetak mungil. Polanya menurutku: dua novel pertama ditulis dengan semangat pemuda membara sehingga Cantik dan Lelaki memakai pola bab panjang yang nyaman dan detail mengagumkan, sangat mengagumkan. Novel ketiga, Seperti Dendam malah penurunan sebab memakai pola penggalan kalimat-kalimat seolah fiksi mini yang dirajut acak. Begitu pula novel keempat, O. Kenyamanan itu terdistorsi. Dan itulah kurasa, jelas tak sebombastis duo pertama. Kesamaannya, semua adalah fiksi dewasa dengan makian bebas, adegan percintaan bebas, serta kebebasan meneriakan hal tabu. Untuk itulah fiksi jadi menarik.

Novel berikutnya kuharap kembali memakai pola duo mula, sabar, telaten mencipta alur, sehingga panjang meliuk-liuk. Kutunggu dengan tak sabar.

Cantik itu Luka | by Eka Kurniawan | GM 617202031 | Copyright 2002 | Penyelia naskah Mirna Yulistianti | Pemeriksa aksara Sasa Galih, Arasy | Desain sampul Orkha | Setter Fitri Yuniar | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Pertama kali diterbitkan oleh AKYPress dan Penerbit Jendela, Desember 2002 | Cetakan pertama, Mei 2004 | Cetakan ketiga belas (Hard Cover) Desember 2017 | ISBN 978-602-03-6651-7 | Skor: 5/5

Karawang, 030822 – 090822 – 240822 – Billie Holiday – God Bless the Child

Thx to Gramedia World Karawang & Widi Satiti

Cerpen dengan Judul Protagonist

Tuan Gendrik by Pamusuk Eneste

“Bila membagi derita dengan orang lain pun, sudah merupakan suatu obat.” – Kitti

Semua cerpen memakai judul karakter utama. Semuanya pendek, belum ‘in’ sama cerita sudah selesai. Namun hebatnya, semua ending menggantung. Keputusan akhir diserahkan ke pembaca. Dari kepala media yang diminta ceramah kepahlawanan, tak tahu ngomong apa. Karyawan yang diancam, diperas duit sebab istrinya diculik, dan kita tak tahu apakah ia melapor polisi atau memenuhi tuntutan dengan uang pinjaman. Lalu Tuan Gendrik, bos kantor yang baik hati dan tak sombong, yang suatu hari kehilangan semua karyawannya, misterius. Hingga warga baik-baik yang dituntut untuk menikahi perempuan yang tiba-tiba mampir ke apartemennya, lalu menyatakan hamil anaknya. Semua diramu dengan tanda tanya di akhir. Begitulah, sederhana nan memikat. Tak sampai meledak-ledak, tapi sungguh efektif meluluhkan hati pembaca.

Hampir semua bersetting di Jerman, terutama di Anustadt, ibukota Anuland. Kecuali nomor 2 mantan kekasih yang diajak ke Jakarta tak mau, pilih tinggal di Yogya, lalu nomor 7 yang ingin pulang ke rumah ibu di Jakarta, dan nomor 10 yang di pinggiran Jakarta seolah diteror istri.

#1. Barero

Barero yang apes, entah kenapa ia yang dipilih sebagai korban. Sebuah telepon tak dikenal mengancamnya, istrinya diculik, ia tak boleh lapor polisi, dan diminta menyiapkan sejumlah uang. Istrinya yang hamil, sampai malam belum pulang juga. Dan saat menit-menit menuju waktu yang ditentukan ia masih saja lemas.

“Jangan coba-coba menelepon siapapun juga dalam urusan ini.”

#2. Bugatti

“Terus terang, aku tak tahu harus menyapamu dengan apa. Mas, dengan kau, dengan kamu, atau dengan Anda. Tapi itu tak penting bagiku, yang terlebih penting adalah persoalan yang akan kubeberkan di bawah ini.”

Bugatti, seorang istri yang mengeluhkan suaminya yang bergaji kecil. Ia bercerita pada aku, mantannya yang kini sudah di ibu kota. Melalui surat penuh cerita pahit, bagaimana rumah tangga Bugatti begitu hampa. Meminta saran pada mantan? Alamak!

#3. Mekeba

Makeba, istri yang kesal dan menyesal. Menanti suaminya pulang kerja, memasakkan istrimewa, dan siap menyambut di teras. Namun sampai waktu yang biasa pulang, tak kunjung terlihat. Ternyata mereka habis bertengkar semalam. Perkara anak yang tak kunjung hadir, sudah coba berbagai cara, dari memungut anak angkat, ke dokter spesialis, konsul ke manapun, nihil. Dan dalam suasana panas, sebuah saran kemarahan yang terlontar di keluarga kecil ini.

“Apa pun kemauan suami saat berhubungan, turuti saja.”

#4. Tuan Gendrik

Bos Gendrik yang kebingungan. Ia heran, bagaimana bis asuatu pagi semua karyawannya lenyap. Entah apa yang terjadi. Apakah secara massal mereka ngambek, cari kerja di tempat lain? Ataukah terjadi sesuatu yang luar biasa yang membuat serentak kabur? Atau entah apa. Padahal ia adalah bos yang ideal, baik, wibawa, ramah.

“Hari ini agaknya mendung, Pak.”

#5. Molli

Molli, sang sekretaris yang ‘sakit’ dan mencoba membolos. Ia penasaran, bagaimana sebuah mesin tik di kosnya hilang. Mesin tik pinjaman kantor itu, benar-benar tak ada di kamarnya. Mau lapor polisi, takut tanggung. Lapor pak RT, belum kenal sama beliau, mau lapor kantor, nanti dikira tak tanggungjawab, malah disangka pencuri. Dan bekerja di lingkungan seperti ini, bukankah neraka?

“Sungguh mati, saya tak mendengar sesuatu yang aneh tadi malam. Padahal, bunyi tikus lari di loteng saja, biasanya sudah membikin saya bangun.”

#6. Benino

Benino besok pagi jam 10 diundang ke balai kota untuk menerima penghargaan. Padahal ia tak tahu jadi pahlawan macam apa dia. Istrinya mendesak datang, siapa tahu selain sertifikat ada uangnya. Padahal ia di kantor sering bolos, tak kompeten, tak berintegritas tinggi. Makanya heran, apa yang menyebabkannya jadi pahlawan sejak jam 24 malam nanti.

“Jangan khawatir, majalah kami cukup makmur kok. Tak mungkin kami menipu Saudara.”

#7. Kitti

Kitti, cantik, jual malah. Ia adalah istri yang teraniaya. Di usia semuda itu, 22 tahun sudah punya segala materi yang memadai. Rumah, mobil, vila, perhiasan. Cuma, tekanan batin dari suaminya yang tak menafkasi batiniahnya. Ia nikah karena materi, dalam keterangan di media, ia siap menikahi pria manapun yang siap kasih materi. Kariernya yang bagus seolah mendadak lenyap, sebab jadi istri di rumah saja, me time melimpah. Ada penyesalan, kenapa dulu tak menuruti kata ibunya. Dan di puncak kesadarannya, ia memutuskan pulang menemui ibunda terkasih, kasih ibu memang sepanjang masa. Tak terhingga.

“Kamu toh bukan anak kecil lagi, dan sudah bisa mencari pemecahan sendiri.”

#8. Bruno Paparici

Seorang teman lama, teman sekolah yang dulu bodohnya minta ampun kini menjadi terkenal dan kaya raya. Suatu hari Bruno Paparici meneleponnya, “Apa betul ini kantor koran Anuzeitung?” dijawab ya, dan mereka pun nostalgia. Bruno lantas memintaku menjadikannya pahlawan. Ia sudah melakukan apa pun sebagai syarat orang baik, dan meminta menulis profilnya dengan ‘baik’. Permintaan aneh, dan janggal. Hingga suatu hari, aku diberitahu Bruno meninggal dunia, di mana surat wasiatnya memintaku jadi pembicara salam terakhir sebelum jasadnya dikebumikan. Pahlawan macam apa ini?

#9. Harlem

Margot, perempuan nakal yang menuntut Harlem untuk menikahinya. Harlem tak paham, ia hanya sekali saja bercinta, suatu malam Margot menghubunginya, ingin cerita, lalu main ke apartemennya, menginap, dan terjadilah. Hingga beberapa bulan kemudian, Margot datang, bilang hamil anaknya. Aneh sekali. Bagaimana memberitahu kabar ini ke istrinya di tanah air? Bagaimana menghindari masalah ini?

Frua Muller: “Katanya, anak yang dia kandung itu anakmu.”

#10. Panderos

Panderos, si istri galau. Ia selalu meminta suaminya lebih. Masose yang punya pendidikan baik, diminta lulus kuliah menikah saja, toh kalau berdua berjuang akan lebih baik. Awalnya, tinggal sama orangtua, lalu Panderos gerah, meminta kos saja, lalu beli rumah mencicil, berisik sebab perumahan yang padat, tetangga begitu bising. Lalu meminta beli rumah di luar kota yang asri dan jauh dari kantor, sepi, malah kangen suasana ramai, dan begitulah, ia menuntut lebih dan tak pernah puas. Ia lalu cerita padaku.

“Tolonglah aku, aku betul-betul tak tahu harus bagaimana lgai. Semua telah aku lakukan demi istriku, tapi tak pernah puas.”

Buku pertama Pamusuk Eneste yang kubaca, ia sudah terkenal. Salah satu pentolan sastrawan lokal kita. Buku-bukunya sudah ada di rak, baru kali ini kuselesaikan baca. Lumayan bagus, tapi kurang panjang. Terlampau sederhana. Keistimewaannya jelas, ending yang terpotong. Indah lho, cara seperti ini. Tafsirnya liar, dan bebas. Saya suka.

Tuan Gendrik | by Pamusuk Eneste | Seri Sastra Pembangunan | No. 93002 | Kumpulan Cerita Pilihan | Pewajah Gatot B.W. | Penerbit Puspa Suara; Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara | Editor seri Eka Budianta | Percetakan Pr. Penebar Swadaya, Jakarta | Cetakan pertama, 1993 | vi+ 104 hlm; 18 cm | ISBN 979-9312-20-I | Skor: 4/5

Karawang, 160822 – Noah – Di Atas Normal

Thx to Sri Purnawati

Sisipan Cerita lain Sejarah

Bagaimana Madelijn Mempertahankan Redoute Hollandia by Miguel Angelo Jonathan

“Kakek, kami tak mungkin membakar rumah! Kami bermain untuk senang-senang, dan membakar rumah tidaklah menyenangkan!”

Sehimpuna cerita yang rerata menyinggung sejarah. Dari penelitian ke Indonesia Timur sampai serangan benteng di Batavia. Dari legenda ular yang merupakan jelmaan putri, sampai sejarah kata mangkrak. Dari serangan yang berhasil meluluhlantakkan kota akibat kesalahan gerbang yang dibuka kecil, sampai bagaimana ikan lele berkembang biak. Semuanya diramu bebas merdeka. Sah-sah saja, tapi sayangnya rerata cerita pendek yang benar-benar pendek, jadinya belum panas, sudah keburu selesai.

#1. Hainuwele

Peneliti dari Jerman memasuki hutan di Kepulauan Maluku, dan mendengar mitos Hainuwele. Bahwa legenda itu bilang Hainuwele adalah gadis yang berasal dari buah kelapa, ia memiliki kekuatan bisa mengeluarkan barang-barang berharga saat sedang buang hajat, dan dianggap merupakan ilmu hitam. Maka iapun dibunuh dan tubuhnya dipotong-potong dikubur di sekeliling pulau Seram, dan bagian-bagian tubuh itu menjelma tanaman baru.

Keputusan aneh justru diambil, sebab saat ia mendapati fakta ketemu gadis telanjang buang hajat mengeluarkan permata, sang gadis diboyongnya pulang ke kampung halaman, dan dinikahi resmi. Namun kejengkelan tak hanya sampai di situ. Awalnya dikira, rejeki jangan ditolak, ujungnya tak nyaman.

“… Aku rasa aku benar-benar mencintainya, tidak akan kubiarkan orang lain menyakitintya. Rahasianyya aman bersamaku.”

#2. Bagaimana Madelijn Mempertahankan Redoute Hollandia

Benteng Batavia diserbu pasukan Mataram. Dan saat para bos keluar kota, Jan Pieterszoon Coen menyerahkan kepadanya, benteng itu rasanya hanya menunggu waktu buat dikuasai. Serbuan maut, sudah habis-habisan Madelijn yang orang Jerman kesal, ia bukan orang Belanda woy. Namun karena mendapat tugas itu, ia mencoba memimpin bertahan dengan pasukannya. Hingga muncullah ide gila, saat ia sedang buang air besar, terlintas pikiran setan. Tata cara melawan balik, apakah pasukan bantuan bisa hadir terpat waktu atau ide gila itu berhasil?

“Mundur semua! Mundur! Lupakan benteng bajingan itu!”

#3. Siluman Ular dari Rawa Atarja

Legenda ular yang dihormati, bahkan barangsiapa yang dipatok dipersalahkan. Di kota Atarja, ular itu jelmaan sang putri yang menyepi, pada tak berani buang air besar di rawa-rawa Atarja. Harus perjalanan jauh demi buang hajat. Namun saat era berganti, kini jadi kota besar, dan para pengembang mencipta modernitas, kepercayaan adanya siluman ular terkikis. Hingga suatu hari ada orang buang hajat di kakus umum dan dipatok. Suparman yang kaget dan marah, kemudian mati dengan luka gigitan di pantat. Lantas kepercayaan lama diapungkan. Namun saat toilet itu diledakkan, hujan lelelah yang terjadi. Ada apa gerangan?

“Siluman ular bangkit kembali! Dia bangkit kembali! Siluman ular tengah murka!

#4. Raja Mangkarak

Raja yang arif meninggal dunia, mewariskan takhta Kerajaan Palapa kepada si sulung Mangkarak. Kebetulan adiknya Jayawidata tak berminat politik, lebih suka bermain seni dan mencipta karya. Raja Mangkarak hobinya bikin bangunan demi pengakuan publik. Punya proyek besar mencipta candi, bangunan kerajaan yang elok. Padahal bujetnya kurang, tapi tetap dipaksakan. Ia lantas memaksakan kehendak, memungut pajak lebih besar, mencari uang dengan segala cara agar proyeknya terealisasi. Ia kena batunya.

Maka mulailah pembangunan candi raksasa itu.

#5. Kontradiksi Zangi dan Bagaimana Akhirnya Mati

Imanuddin Zangi yang memiliki sifat kontradiksi. Ia atabeg (gubernur) kota Mosul dan Aleppo kebangsaan Turki. Seorang jenderal perang yang berpengalaman, sudah banyak menaklukkan kota, dan ia begitu kejam, kasar, brutal.

Seorang pemabuk berat, boros di kedai tapi sekaligus sangat sederhana. Namun kontradiksi sifat itu suatu ketika membawa petaka, sebotol anggur mahal, dan ironi efek berikutnya.

Hidungnya lebih tajam dari penciuman seribu anjing digabungkan. Tentu hanya dalam kasus aroma anggur saja.

#6. Hanya Gerbang Kecil

Ini kisah Sultan Mehmet II di Turki yang terkenal itu. Sang Penakluk Kontatinopel dan bagaimana pengepungan itu berhasil meruntuhkan kota. Sebuah gerbang kecil yang disepelekan, terkadang terlupa untuk ditutup, dan menjadi titik lemah serangan lawan. Adalah Raynor yang kena tegur Jenderal Loukas untuk tak melalaikannya. Pastikan terkunci.

“Boom!”

#7. Aul

Di Pasundan lampau, tersebutlah petarung hebat dengan julukan Serigala Sunda bernama Aul. Ia bisa menyembuhkan luka seketika bak Wolverine. Bahkan kalau anggota badannya ada yang terlepas, bisa disatukan kembali. Ia asli Purbalingga, dan datang ke tanah Sunda untuk menantang sang jawara Asep Sunandar. Dan tarik ulur kekuasaan terjadi. Sampai akhirnya sebuah kekonyolan dilakukan asisten Aul.

“Grrrrr!”

#8. Membakar Monyet demi Sang Naga

Dua ribu tahun yang lalu, Xiang Yu komandan perang Chu dan lawan bebuyutannya Liu Bang melakukan tindakan heorik. Dan turun temurun hikayat membakar petasan sebagai kegiatan bersenang-senang, ketimbang membakar rumah. Menyerang musuh dengan monyet dipasangi kembang api, bagaimana kalau diganti dengan bom?

“Hei, ada apa ini? mengapa para monyet bisa meledak? Jelaskan.”

#9. Hou Yi dan Pembunuhan Sembilan Saudara

Manusia adalah perusak, melakukan hal buruk pula dengan sesamanya. Bahkan matahari di langit pun turut dirusak. Dulu, ada sepuluh sebelum Nuwa mencipta ras manusia, dan seorang pemuda dengan busurnya membidik matahari.

“Setelah sekian lama! Kini seseorang tersenyum memandang siang, bukan karena ada bulan di langit, tetapi karena ada matahari.”

Mencipta cerpen kudu lebih panjang. Standar cerpen bagus bagiku sudah tersemat pada karya-karya Haruki Murakami, atau Alice Munro. Atau kalau lokal ada Triyanto Triwikromo atau A.S. Laksana. Baik lokal maupun terjemahan, cerita yang bagus memang kudu ‘in’ sama plot, dan kebetulan nama-nama yang kusebut rerata cerpennya panjang dan meliuk-liuk. Beberapa menipu plot, ada twist, atau kalaupun biasa, pembaca berhasil ditautkan emosinya setelah diajak jalan-jalan panjang. Tak bisa sekadar seribu kata. Di buku ini rerata cerpen disajikan pendek, terlepas dari tema sejarahnya, apapun itu hampir semuanya belum panas dan sudah diakhiri.

Ini adalah buku pertama Bung Miguel yang kubaca. Buku kedua setelah novel Si Pembunuh Elemen (2019). Memiliki minat pada sejarah, dan beberapa kali kulihat menerjemahkan cerpen. Rusa Merah adalah toko buku beliau, baru dua atau tiga kali berbelanja di sana. Rekomendasi, buku-buku bagus dengan harga diskon. Terima kasih.

Bagaimana Madelijn Mempertahankan Redoute Hollandia | by Miguel Angelo Jonathan | Sehimpunan cerita | Copyright 2020 | 12.5 x 18.5 cm, viii + 130 halaman | Cetakan pertama, Mei 2020 | ISBN 978-623-7258-59-9 | Tata letak dan desain Gans, Ativ Yola | Desain sampul Fariddudin | Penyunting Ganjar Sudibyo | Pemeriksa aksara Marcel | Penerbit Rua Aksara | Skor: 3.5/5

Karawang, 200722 – 100822 – Clark Terry – Mumbles

Happy Birthday Calista Yumna 8 tahun

Thx to Rusa Merah, Jakarta

#Juli2022 Baca

“Betapa sekejap usia kebahagiaan.” – Tiga Cinta, Ibu by Gus TF Sakai

Dua buku tebal di bulan Juli berhasil kubaca cepat, 500 halaman dalam sehari! Dan 400 halaman non fiksi, dua hari. Waktu libur memang waktu yang tepat untuk menuntaskan bacaan. Nyaman sekali, enak sekali, sampai lupa waktu dan ruang. Sampai lupa kegiatan keluarga atau acara ke mana. Kalau sudah pegang buku, sudahlah, lupa segalanya. Bulan yang santuy dapat 12 buku. Semangat membara.

#1. Tiga Cinta, Ibu by Gus TF Sakai

Sederhana, dan menarik. Pusat cerita sejatinya bukan sang ibu, tapi cinta yang kandas dengan berbagai sebab. Pertama di Padang, dengan kegalauan akut mudik untuk meminta restu dan kelonggaran adat demi sang kekasih. Kedua, mahasiswa galau mencinta perempuan aneh yang di persimpang jalan. Ketiga, kali ini bukan rentang asmara kekasih, tapi kegalauan pasangan yang mendamba anak tapi belum siap program punya anak. Ribet ya? Enggak juga, manusia memang pusatnya kegalauan. Atas nama eksistensi, ketiganya dibaur samar. Padang, Banjarmasin, dan kembali ke Padang. Secara tak langsung ketiganya tak berhubung, tapi cinta ibu menentukan langkah antisipasi untuk diambil di kemudian hari.

“Hanya di Lembah inilah segala omong kosong masih mendapat tempat!”

#2. Laki-laki tanpa Perempuan by Haruki Murakami

Akhirnya saya berhasil menikmati buku asal film terbaik 2021. Ternyata banyak sekali modifikasi. Tim kreatifnya terlampau kreatif. Drive My Car versi cerpen sungguh berbeda dengan versi filmnya. Hanya poin-poin utama seperti nama karakter, fakta aktor teater, sopir wanita, hingga perselingkuhan sang istri. Mayoritas benar-benar dikembangkan sendiri. Pembunuhan terutama, itu tak ada. Hanya untuk menambah dramatisasi. Atau bagian film ‘dipaksa’ disediakan sopir, itu bukan keinginan tuan Yusuke Kafuku, padahal di buku, jelas-jelas dia sedang cari sopir sebab SIM-nya dicabut.

“Tidak perlu. Saya pernah bekerja sebagai sopir jasa antar paket. Peta Kota Tokyo sudah tercetak di kepala saya.”

#3. The Royal Game by Stefan Zweig

Menakjubkan. Bagaimana bisa dua buah cerita pendek, tapi tak terlalu pendek, bernarasi di atas kapal. Polanya sama, bertemu orang asing, lalu bercerita. Dua drama yang menakjubkan. Untuk buku ini, kekuatan cerita yang utama. Menegangkan, bahkan hanya dari dua orang duduk ngobrol kita turut khawatir dan ketakutan. Yang pertama, curhat dokter yang ketakutan sebab menyimpan rahasia gelap. Kedua, curhat mantan tahanan Nazi yang jenius aneh, sebab dalam penjara secara tak sengaja menanamkan buku catur di otaknya. Keduanya sungguh brilian cara penyampaiannya, cara menyelesaikan masalahnya, cara mengakhiri cerita.

“Bila Anda telah kehilangan segalanya, Anda berjuang mati-matian untuk yang terakhir yang tersisa, dan yang terakhir adalah warisannya kepada saya, kewajiban saya untuk menjaga rahasianya.”

#4. In a Strange Room by Damon Galgut

Dibagi dalam tiga bagian, perjalanan di tiga benua. Afrika sebagai home town sang penulis, ke Eropa ke tempat kenalan saat petualang, dan terakhir ke Asia, tepatnya Bombay, India. Secara umum, kisahnya acak, seenaknya bagaimana menyampaikan kisah, tak fokus ke mana arah mau dibawa cerita, makanya terbaca aneh, atau inti cerita mau ngapain jadinya tak jelas. Terlalu lama berkeliling tanpa menetap di suatu tenpat telah membuatnya jauh dari dunia nyata, bahkan ketika sejarah digoreskan di mana-mana.

“Aku sudah minum dua gelas kopi hari ini. aku tidak minum lebih dari dua gelas kopi tiap dua belas jam.”

#5. Mr. Midnight #10 by James Lee

Khas R.L. Stine. Seolah bagian dari kasih horror remaja karya Stine, terutama Goosebumps. Templatenya sama, mengambil sudut pandang orang pertama, para remaja/anak-anak ini dihantui. Karena ini buku pertama James Lee yang kubaca, jadi sempat menebak hantu-nya mungkin hanya pengalihan isu, atau pemancing saja. Ternyata, beneran ada. Dan fun, jangan berharap horror penuh darah dan menakutkan, ini sekadar kisah hura-hura. Seperti rangkaian buku Goosebumps, memang terbuka untuk dikoleksi. Kalau dapat ya, diambil, kalau tak nemu tak mengapa.

“Orangtuaku membawaku ke pemakaman tapi aku terpisah dan tersesat. Mereka pasti mencemaskanku…”

#6. Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children by Ransom Riggs

Mengejutkanku, foto-foto yang ditampilkan adalah asli. Sedari mula, kukira ini menjadi penunjang cerita, khas buku-buku lain. Ternyata, kita lebih cocoknya menyebut: foto-foto itulah yang menjadi dasar cerita. Kata-kata dicipta untuk menunjangnya. Penggambaran cerita, jelas dikembangkan dari sebaran frame. Dengan terang sang penulis bilang, ada ribuan foto lain yang tak bisa masuk, kudu selektif. Dan dengan ending menggantung, foto-foto yang tak ditampilkan kemungkinan muncul di Hollow City.

“Aku tahu kedengarannya gila, namun banyak hal yang lebih gila ternyata benar.”

#7. Bagaimana Madelijn Mempertahankan Redoute Hollandia by Miguel Angelo Jonathan

Sehimpuna cerita yang rerata menyinggung sejarah. Dari penelitian ke Indonesia Timur sampai serangan benteng di Batavia. Dari legenda ular yang merupakan jelmaan putri, sampai sejarah kata mangkrak. Dari serangan yang berhasil meluluhlantakkan kota akibat kesalahan gerbang yang dibuka kecil, sampai bagaimana ikan lele berkembang biak. Semuanya diramu bebas merdeka. Sah-sah saja, tapi sayangnya rerata cerita pendek yang benar-benar pendek, jadinya belum panas, sudah keburu selesai.

“Kakek, kami tak mungkin membakar rumah! Kami bermain untuk senang-senang, dan membakar rumah tidaklah menyenangkan!”

#8. Enough by John. C. Bogle

Investasi. Sebuah kata yang sering kita dengar. Butuh perjuangan untuk merealisasikannya. Butuh konsistensi, apalagi buat buruh, di mana gaji ketika turun gegas dialokasikan ke kebutuhan apa saja. Buat kebutuhan sehari-hari, bayar cicilan, memenuhi hobi, tabungan, dan investasi. Buku ini tak membahas tata kelola investasi, tapi langsung ke pokok-pokok pentingnya. Ditulis langsung oleh seorang founder Reksadana terbesar di dunia, asli dari negeri kapitalis Amerika. Dan memang terbaca sungguh beda, misalnya hanya membahas dasarnya saja, atau orang Indonesia sekalipun pengalaman. Ini buku sungguh-sungguh bervitamin. Sekalipun saya sudah terjun dan menekuni saham, apa yang ditulis melalangbuana hebat ke teori finansial dan tepekur telaahnya.

“Ya, tetapi saya memiliki sesuatu yang tidak akan pernah ia miliki… rasa cukup.”

#9. Cantik itu Luka by Eka Kurniawan

Kisahnya merentang jauh sebelum Indonesia merdeka. Semuanya tentang manusia-manusia patah hati, hampir semuanya ding. Yang jelas, ketika cinta membuncah, apapun akan dilakukan, apapun akan dikorbankan. Dan ini terus berulang, tata cara bercerita bagus, di mana kita dibocori kejadian akhir, baru dijelaskan kronologinya. Sebagian dilakukan flashback. Dan karena ini novel tebal, banyak karakter yang memiliki riwayatnya sendiri dengan rentangan panjang. Tak ada tanda tanya, semua nasibnya jelas. Hanya beberapa yang samar, saat melibatkan dunia mistik. Dan itu, tafsir bebas.

“Ia sebenarnya waras bukan main, yang gila adalah dunia yang dihadapinya.”

#10. Aqidah Islam Ibnu Taymiyah by Mustafa Al’alim

Buku agama, ini seperti buku pelajaran sekolah dengan pendahuluan, inti, lalu penutup dengan pertanyaan dari isi bab. Tertata dan terstruktur. Sebagian besar jelas sudah kita dapati sewaktu pelajaran Agama Islam. Berisi pokok agama, enam Iman kepada dan rukun Islam. Yang membedakan, ini disarikan oleh Ibnu Taimiyah dengan penjelasan lebih panjang, sekaligus mematahkan aliran menyimpang, di masa itu.

“Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

#11. Larung by Ayu Utami

Sekuel yang biasa. Bab-bab awal sungguh cantik Larung Lanang mau membunuh neneknya yang seolah abadi, sudah berusia seabad lebih, dan memikili jimat yang kudu dilepas agar bisa kea lam seberang. Sayangnya saat masuk ke dunia Saman, melanjutkan kisah sejatinya, malah down. Selingkuh dan bagaimana mengatasinya, benar-benar tak bagus ditiru. Seolah kewajaran, teman-temannya yang hedon ke New York turut membantu para perempuan ini untuk bertemu lelaki beristri. Dan Yasmin yang sudah bersuami, dibantu bertemu lelaki lain. Dibuat dengan bahasa sesastra apapun, tata kelola selingkuh tetaplah busuk.

“Betapa anehnya ukuran, di manakah kita meletakkan patokan?”

#12. Kuasa Ramalan Jilid 1 by Peter Carey

Game of Thrones (GOT), adalah kata pertama yang terlintas setelah ussai membacanya. Ini seperti novel rekaan GRR Martin. Bedanya setting Jawa, dan ini nyata. Wow, setelah baca GOT saya berkomentar, susah juga hidup di masa itu. Gerak apapun terasa salah. Mau bela kerajaan manapun tetap akan sulit bertahan, semua akan serba salah. Semua punya ambisi, dan harapannya masing-masing. Perang di mana-mana, dan nyawa begitu murahnya. Di Kuasa Ramalan, konfliks terjadi di banyak arah. Mau para penjajahnya sendiri, Belanda Inggris Prancis yang mempunyai tanah rampasan, berniat memetik sebesar-besarnya keuntungan di Negara kita. Pun, kerajaan Jawa yang saling curiga dan tak saling dukung. Sultan dan Sunan tak bisa bersatu, apalagi pasca Perjanjian Giyanti, Jawa mudah diadu domba, dan ini jelas menguntungkan pendatang.

“…Saya benar-benar memohon hal ini dengan sangat dari segenap sukma dan lubuk hati saya yang paling dalam. Sungguh saya benar-benar bertujuan menyingkirkan kecemaran dari Jawa dan saya akan sangat bersyukur pada Allah sekiranya saya berhasil melakukan apa yang akan membawa kemaslatan…”

Karawang, 030822 –  Sherina Munaf – Singing Pixie

Engkau Sendiri Hanya Sarana, namun Tidak Lama, untuk Disejajarkan dengan Leluhur

Kuasa Ramalan Jilid 1 by Peter Carey

Engkau sendiri hanya sarana, namun tidak lama, untuk disejajarkan dengan leluhur.” – Ramalan Parangkusumo, sekitar 1805

Sejarah berkata: ‘Jangan berharap di sisi makam sebelah sini. tapi kelak sekali seumur hidup, Gelombang pasang keadilan yang didamba bisa tiba. Hingga harapan dan sejarah sirna.’ Maka berharaplah pada perubahan samudera, Di ujung dendam sebelah sana. Yakinlah bahwa pantai nun jauh Dapat dicapai dari sini.”Seamus Heaney

“Zaman edan. Terkutuklah nasibku, karena aku lahir untuk meluruskanmu.” Willaim Shakespeare, Hamlet, Babak I Adegan V

Catatan saya buka dengan tiga kutipan pembuka buku. Layak dibagikan dan dinikmati, mewakili isi cerita. Buku ini dimulai dari era sebelum kelahiran Pangeran dan ditutup tahun 1812, era sebelum Perang Jawa. Bayangkan, pengantar saja sekeren itu, bagaimana nantinya masuk ke inti. Salut sama Penulis, perlu dedikasi tinggi, perlu pengorbanan waktu dan tenaga lebih untuk merampungkan seribu halaman yang padat dan sangat menarik.

Game of Thrones (GOT), adalah kata pertama yang terlintas setelah ussai membacanya. Ini seperti novel rekaan GRR Martin. Bedanya setting Jawa, dan ini nyata. Wow, setelah baca GOT saya berkomentar, susah juga hidup di masa itu. Gerak apapun terasa salah. Mau bela kerajaan manapun tetap akan sulit bertahan, semua akan serba salah. Semua punya ambisi, dan harapannya masing-masing. Perang di mana-mana, dan nyawa begitu murahnya. Di Kuasa Ramalan, konfliks terjadi di banyak arah. Mau para penjajahnya sendiri, Belanda Inggris Prancis yang mempunyai tanah rampasan, berniat memetik sebesar-besarnya keuntungan di Negara kita. Pun, kerajaan Jawa yang saling curiga dan tak saling dukung. Sultan dan Sunan tak bisa bersatu, apalagi pasca Perjanjian Giyanti, Jawa mudah diadu domba, dan ini jelas menguntungkan pendatang.

Abad 19 sebenarnya mulai muncul persatuan. Cikal bakal gerakan kebangsaan disadari oleh Frans Gerhardus Valck (1799-1842), pejabat tinggi Belanda yang berdinas di Jawa selama dua dasawarsa yang mencakup masa Perang Jawa dan sesudahnya. Ia menulis, “Masa tugas (saya) selama hampir dua puluh tahun di berbagai keresidenan telah memberi saya pelajaran bahwa semngat rakyat biasa Jawa bersifat menentang kita, bukan karena kita orang Belanda memperlakukan dia dengan buruk tapi karena dia diresapi rasa kebangsaan… Kendati segala ekuntungan yang ia dapat dari kita, ia tidak dapat meniadakan hasrat untuk diperintah oleh penguasanya sendiri meski mereka mungkin akan memerintah dengan lebih buruk (daripada kita)…”

Dalam kata pengantarnya, Peter Carey menulis: Sultan Hamengkubuwono IX (bertakhta 1939-1988) dalam pidatonya yang tersohor saat naik takhta pada Oktober 1940, ‘Al ben ik Westers opgevoes, ik ben en bliff een Javaan.’ Yang artinya, “Mesti berpendidikan Barat, saya adalah Jawa dan akan tetap orang Jawa.” Dan digubah oleh Peter bahwa meski berpendidikan timur, saya adalah orang Inggris dan akan tetap jadi orang Inggris.

Banyak hal bisa dipetik dan ditelaah. Seperti asal kata pajak. Pajak dan cukai utama, dari kata pajeg (Jawa ajeg = “tetap”), pajak tetap atas hasil tananh yang biasanya diserahkan dalam bentuk bahan mentah dan disebut “pajak tanah”.

Karena saya belum baca Babad Diponegoro versi manapun. Baru tahu bahwa beliau sungguh agamis. Seperti saat akan diasingkan, ia meminta syarat. “Naskah-naskah yang diminta Diponegoro kepada pemerintah kolonial agar disalin di Surakarta untuk keperluan pendidikan anak-anaknya yang lahir di tempat pengasingan di Manado (1830-1833) dan Makassar (1833-1855), adalah seluruh kisah wayang Purwa hingga Bratayudha (perang saudara akbar). Termasuk kisah-kisah kepahlawan Islam terkenal, Menak Amir Hamzah, Asmoro Supi, suatu kisah percintaan yang berkaitan dengan cerita-cerita Menak, Serat Manikmoyo, suatu naskah tentang kosmogoni atau kisah asal usul alam semesta yang berasal dari kurun mistik Islam di Kartosuro (1680-1745) yang berkaitan dengan dongeng-dongeng pertanian dan tradisi wayang, Serat Gondokusimo (Angling Driyo) dan Serat Anggraeni, satu bagian dalam cerita Panji.”

Saat perjalanan laut, pengawalnya dinasehti untuk menjaga kesehatan dan pola makan yang benar sebab beberapa awak tewas di atas kapal. Pangeran menggantungkan obat tradisional dan ramuan rempah-rempah (jamu) seperti beras kencur dan kedawung. Sang pengawal, Letnan dua Justus Heinrich Knoerle mencatat perjalanan Diponegoro, perwira Jerman kelahiran Luxemburg di atas laut selama tujuh minggu ke Manado. Serta kehidupan sehari-harinya di pengasingan, memiliki catatan paling lengkap. Sebuah rujukan berharga.

Dari Knoerle pula kita tahu, pengenalan Diponegoro terhadap watak para pejabat Eropa yang ia temui sebelum Perang Jawa di Yogya dan sesudahnya juga snagat tajam dan tepat. Diponegoro punya jiwa penyelidik dan pengetahuan yang luas mengenai apa pun, khususnya sejarah dan cerita-cerita Jawa.

Diponegoro meminum anggur putih jika ada jamuan orang Eropa, dan menurutnya tak mengapa mengingat kenyataan bahwa orang Eropa meminumnya sebagai obat penangkal mabuk akibat minum Madeira atau anggur merah, suatu pandangan yang menunjukkan Diponegoro punya penafsiran sendiri atas larangan Nabi. Tentang madat, yang dipasok orang Tionghoa, tak ada bukti Pangeran pernah menyentuhnya.

Diponegoro menyarankan agar dia melakukan dzikir rangkap empat (napi-isbat, isim, isim gaib, isim gaib-qanaib) yang cocok untuk manusia sempurna (insan kamil) dan akan membawanya pada akhir pemisahan antara hamba dan Tuhan (kawula lan gusti). Bagi yang akrab sama kesastraan mistik Jawa, jelas tak ada yang baru sebab sudah ada dalam primbon Jawa (kitab ramalan).

Diponegoro mendapat ilham kerohaniannya dari sumber-sumber tradisional dan jelas tidak tergugah dengan gerakan pembaruan Wahabi fanatic yang selama hampir dasawarsa (1803-1812) pada awal kesembilan belas menguasai jazirah Arabia, yang kemudian berpengaruh ke pulau Sumatra Barat sebelum dan selama Perang Padri (1812-1838).

Ada bagian yang luar biasa keren bab IV Ziarah ke Pantai Selatan tahun 1805 (usia 20 tahun), seolah mencari jati diri. Melakukan serangkaian kunjungan untuk menyempurnakan pendidikan kagamaan dan menemukan guru-guru yang layak membimbing perkembangan rohaninya. Dan muncullah bisikan gaib yang terkenal itu di Parang Kusomo. Dengan baju biasa, pakaian warga kebanyakan dengan sarung kasar, dan kebaya dan sorban, ia menanggalkan baju Jawa berkerah tinggi, kainm dan penutup kepala. Rutenya dari Tegalrejo ke Dhongkelan, Gua Seluman, Parang Kusomo, Samas, lalu ke Selarong, dan pulang.

Terjadi dialog dengan Nyai Roro Kidul, tentang bantuan yang akan dikirim, tapi ia menolak sebab hanya dari Allah ia berharap. Sebuah keluhuran cita-citanya dan pengorbanan yang begitu banyak untuk mewujdukannya, namun demikian, ia tetap terpesona dengan kecantikan dewi yang tak pudar.

Sebuah ramalan Sultan Agung bahw aBelanda akan menjajah Jawa selama 300 tahun setelah ia wafat pada 1646 dan bahwa walaupun seorang di antara keturunannya akan bangkit melawan, ia akan dikalahkan. Ramalan ini disampaikan ibunda Diponegoro oleh sultan Mangkubumi yang sudah sepuh.

Setiap wakil pemerintah penjajah Letnan Jenderal atau yang setara yang ditempatkan di Jawa memberi ketegangan dan kewaspadaan masing-masing. Ada yang memberi harapan, salah satunya saat Waterloo bikin janji bahwa pemerintahnnya mewakili pemerintahan baru Eropa pasca Revolusi yang arif, suatu pemerintahan yang jantung hatinya adalah “kesejahteraan” rakyat. Tentu saja, pernyataan ini adalah omong kosong belaka.

Salah satu tokoh panutan Pangeran adalah Raden ronggo yang menolak menyerah. Ia melakukan perlawanan dan menghimpun kekuatan pemberontakan, dalam suratnya kepada Notodiningrat, ia berujar, “…Saya benar-benar memohon hal ini dengan sangat dari segenap sukma dna lubuk hati saya yang paling dalam. Sungguh saya benar-benar bertujuan menyingkirkan kecemaran dari Jawa dan saya akan sangat bersyukur pada Allah sekiranya saya berhasil melakukan apa yang akan membawa kemaslatan…” Walau akhirnya tumbang juga, ia memberi teladan mati syahid. Melawan penindasan, tak mau menyerah begitu saja.

Dan sekali lagi, ketidakmampuan kalangan atas Yogya membaca tanda-tanda zaman dalam percaturan sejarah dunia dan menyesuaikan diri dengan tata internasional yang berubah cepat akan mengakibatkan malapetaka. Buku ini diakhiri jatuhnya kerajaan Yogya pada bulan Juni 1812 setelah dibombardir artileri beberapa hari. Sebuah ujung tahap awal. Inggris yang digdaya, tapi tak lama sebab ini adalah tatanan mula, sebuah pra perang besar sedekade kemudian. Mari kita simak jilid 2-nya.

Di rak sudah ada Jilid 2 dan 3, mungkin tak terlalu tergesa, santuy saja. Tak seperti buku ini yang lebih semangat memulai, seri berikutnya akan kubaca disela bacaan lain. Nama Raffles berulang kali disebut, bukunya The History of Java yang tebal itu jadi rujukan. Begitu juga Babad Tanah Jawa dan Babad Diponegoro (banyak versi) sering dikutip. Rasanya keduanya masuk daftar wajib kejar. Buku tebal nan mahal, mungkin bisa setahun kemudian masuk rak, kudu nabung dulu.

Sulit memilih antara kenyataan dan mitos mengenai Pangeran. Seorang pengeran dengan sosok manusia biasa yang snagat jauh dari sempurna dan penggemar perempuan tentulah tak cocok dengan ‘sejarah nasional’ Indonesia dewasa ini.

Luar biasa. Buku bagus, hampir 400 halaman kubaca dalam tempo dua hari. Sabtu (30/07/22) pagi sebelum nyupir ke SDIT al Madinah, kulanjutkan di sana di gazebo taman belakang di lantai atas, lalu malam Minggu di Blok H hingga hampir tengah malam. Minggu pagi (31/07/22) kugas lagi di rumah, dan seharian dalam cuaca Karawang yang panas, akhirnya selesai setelah Isya di lantai atas Blok H. Padahal ini buku non fiksi, buku sejarah yang biasanya sulit ditelaah. malah setiap lembarnya mencipta penasaran. Beginilah buku harusnya dibuat, buku sejarah dicipta fun dan sangat amat bervitamin. So lucky, bisa menikmati buku bagus, setiap menitnya menghujam kenyamanan hati. Love, love, love.

Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785 – 1855 Jilid 1 | by Peter Carey | Judul asli The Power of Prophect: Pince Dipanagara and the end of an old order in Java, 178-1855, second edition | Copyright 2007 Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde | Penerjemah KPG | KPG 901110487 | November 2011 | Cetakan kedua, April 2012 | Penerjemah Parakitri T. Simbolon | Penyunting Christina M. Udiani | Perancang sampul Wendie Artswenda | Penataletak Dadang Kusmana | XLVI + 397 hlm.; 15 cm x 23 cm | ISBN 978-979-91-0393-2 | Ilustrasi sampul “De onderwerping van Diepo Negoro aan Luitenant-General De Kock, 28 Maart 1830” (Penyerahan diri Diponegoro kepada Letnan-Jenderal De Kock, 28 Maret 1830) oleh Nicolaas Pieneman (1809-1860) | Foto seizing Rijksmuseum, Amsterdam | Skor: 5/5

Karawang, 020822 –Sarah Vaughan – But Not for Me

Dipersembahkan kepada keluarga dan keturunan Pangeran Diponegoro. Dengan penuh hormat dan takzim

Thx to Justin Secondbook, Jakarta