Sikusi 19 Tahun


Pos ini adalah sebuah tribute untuk Sikusi yang sudah menemani banyak hal.

“Buang, udah buang aja motornya. Ngerepotin.” – Ciprut

Maret ini Motor Kharisma biruku berusia 19 tahun, sekaligus dipensiunkan dari rutinitas kerja. Penggantinya, Beat Hitam Silver sudah datang 26 Maret kemarin. Rasanya campur aduk, meninggalkan Sikusi di rumah setelah menemani waktu selama ini.

Memang sudah waktunya ganti sebab sejak tahun lalu olinya bocor. Setiap dua minggu sampai sebulan harus dibelikan oli baru. Setiap mau dipakai diisikan. Ini sebenarnya puncak, setelah berbagai hal terjadi dan tak rasanya tak memungkinkan untuk terus dipakai, sebab akan menyusahkan diri sendiri dan orang-orang sekitar. Ciprut yang seringkali komplain, beberapa kali error tak bisa di-stater karena busi basah kehujanan, atau kehabisan bensin. “Buang, udah buang aja motornya. Ngerepotin.” Kalimat yang beberapa kali diucapkannya ketika Sikusi mogok.

Saya rangkum saja beberapa masalah Sikusi:
#1. Oli bocor, tiap mau dipakai harus isi. Ini faktor utama yang buat tak nyaman sebab oli tercecer di jalan atau di tempat parkirnya jelas mengganggu. Mana asapnya ngebul di penampungan oli ketika oli habis/menipis.
#2. Tidak ada kunci, nyalain pakai dua kabel disambung. Bisa bertahan dua tahun ternyata, waktu itu kuncinya memang rusak jadi bisa dicabut saat motor nyala. Makanya saya pasang gantungan kunci ketika menjalankan motor. Sebuah gantungan kunci panjang mengalung di centelan samping. Nah, apesnya dua tahun lalu lupa ngantelke, sehingga ketika perjalanan berangkat kerja, entah kena polisi tidur atau lubang (dan Karawang banyak sekali lubang di jalan). Tahu-tahu sampai Pabrik, kuncinya tak ada. Benar-benar kaget, dua hari cari tak ketemu. Akhirnya sama teman kerja, dibandrek. Diakali tanpa kunci, bisa dinyalakan dengan dua kabel menjulur. Bahaya? Ya, maling akan dengan mudah mengambilnya. Namun motor tua tersendat-sendat seperti ini siapa yang mau ambil? Sesekali memang saya kunci gembok pengaman, tapi tetap merepotkan. Yo weslah…
#3. Sekrup hilang banyak. Sepintas lihat saja bisa menemukan lubang tanpa sekrup. Entah di body, entah di mesin. Tak heran getarnya terasa sekali. Setiap berapa waktu, menemukan sekrup, mur/baut tergeletak di bawah motor, artinya ada yang jatuh, dan saya bukannya segera memasang, malah membuangnya. Sudah malas cari solusi, selama bisa jalan, saya genjot aja motornya.
#4. Kepala rangka gear sampai soak diikat kabel ties. Ya, Supra getar atau Kharisma getar mungkin sudah sangat akrab buat kalian, tapi ini parah. Selain dikabel, juga dipasang solasi dua layer, tetap getar.
#5. Jok bolong-bolong digaruk Si Belang. Ini ganti jok ke berapa ya? Hhmm… 2015, 2019, 2022. Tiga kali seingatku. Yang pertama karena usia, jadi lubang memanjang. Wajar sebab kena hujan dan panas. Kedua karena kucing, ketiga sama. Nah, yang ini sebenarnya masih Ok. Bolongnya tak besar, kecil banyak. Setiap habis kena hujan, pasti celana ikut basah setelah berkendara.
#6. Pajak mati, tahun 2025 bakalan sulit untuk ganti plat. Sejak 2021, sengaja saya tak proses sebab sudah mulai tak nyaman pakai. Dibiarkan saja mengalir, alasan utamanya sih karena plat Solo sehingga harus kirim STNK, dan gosokan. Kalau mau cepat via calo. Intinya repot.
#7. Aki mati, dan efeknya banyak.
Lampu mati. Repot sekali kalau pulang malam. Sein redup dan tak kedip, tiap mau belok tangan aweawe.
#8. Stater elektrik mati. Ini sudah lama sekali, lebih dari 7 tahun. Jadi setiap nyalain digenjot. Apesnya kalau kehujanan, busi basah sehingga tak langsung bisa distater. Kudu dikeringkan.
#9. Spidometer mati, tak tahu kilometer berapa, tak tahu bensin masih ada enggaknya. Seringkali pakai ilmu perkiraan, dan kehabisan bensin.
Dll

Dengan keluhan sepanjang itu, rasanya memang sudah saatnya ganti.

Kelebihan Sikusi memang awet. Servis terakhir tahun 2016 seingatku, rutin ganti oli 2 bulan. Kepala memang getar, tapi masih nyaman saja, tak mengganggu. Bensin irit. Seminggu habis 35-40 ribu untuk perjalanan PP sekitar 30 kilometer.

Pernah ada yang membandingkan, sama Supranya 20 tahun dan masih bagus. Namun sejatinya tak bisa dibandingkan, sebab supranya tak sesering dipakai. Bagaimana bisa dibandingkan, Supra adalah motor cadangan, punya kendaraan lain yang bagus dan mahal keluaran terbaru. Sikusi adalah pemain inti, dipakai terus untuk ke mana saja. Untuk apa saja, sebab tak ada cadangan. Makanya ngos-ngosan.

Sikusi kubeli di Cahaya Sakti Motor, Solo bulan Maret 2005. Belinya diantar Mas Amin, saudara ipar dan Pak e Andi (alm.), kala itu beli tunai agak susah. Saya tepat setahun kerja di Mushashi Cikarang sebagai operator. Memang sudah janji, kalau diperpanjang kontrak akan ambil motor dan itu harus tunai. Dengan ATM Lippobank, kala itu dibatasi ambil tunia maks 5 juta. Saya udah pegang duit 5 juta, bisa ambil lagi 5 juta, berarti kurang 3 juta. Waduh, kenapa masalah administrasi seperti ini tak dipikirkan? Pak e Andi lalu kasih solusi, pinjam uang saja ke tetangga yang terkenal baik dan kaya, dia sudah banyak bantu tetangga, pinjam hanya untuk 1 hari? yo wes nurut.

Seingatku, tak ribet, sistem percaya saja. Datang, ngobrol, janji besoknya langsung dilunasi. Ketika ditanya bunga? Tak perlu, toh hanya sehari. Lalu Pak e Andi menyarankan beli rokok 1 slop untuk dikasih. Ngikut saja saya, kala itu saya 20 tahunan, masih polos dan apa kata orang tua bakalan diikuti.

Saya sendiri cuma bilang, ingin motor Honda Biru keluaran terbaru. Ketika di dealer, sempat dibuat sulit. Pindah ke dealer lain, sama. Namun akhirnya diberi juga setelah negosiasi. Pak e Andi diminta copy KTP untuk dikasih persenan, sekalipun hanya mengantar saudara, ia jadi penghubung. Dan begitulah Sikusi, Maret 2005 menghuni rumah.

Saat datang, saya sudah balik kerja ke Cikarang. Motornya sebulanan di rumah Palur, dipakai siapa yang mau pakai. Saat dibawa ke Cikarang, dinaikin bareng Mas Amin.

Perjalanan santuy via pantura. Makan di warung yang ingin mampir, mampir pantai utara di Cirebon, sampai pas di Purwakarta di rumah Mas Dwi, kami mampir ke Waduk Jatiluhur. Kala itu belum ada HP berkamera, atau kalaupun sudah ada, terbatas. Kami pakai kamera manual, yang fotonya sekali ambil, 36 pcs-nya nanti dicetak. Oiya, kala itu dalam perjalanan, saya sudah punya HP Poliponic Nokia, di mana setiap persinggahan, saya SMS seseorang. Plus, nada deringku yang pakai nada Peterpan, ‘dimainkan’ dimiscol oleh Mas Harso. Seseruan aja.

Saat sampai di Cikarang, Mas Amin tahu kontrakan bocor dan betapa terkejutnya. Rumah kayak kapal pecah, barang-barang semrawut, cucian numpuk (kala itu belum punya mesin cuci), dst. Maklumlah anak muda, sehingga tak mementingkan urusan rumah.

Motor Sikusi jadilah teman rutin sejak itu.
Banyak kenangan tak terlupa, perjalanan kos (akhirnya saya pindah kos Ruanglain_31) PP tempat kerja. PP pula ke kampus tercinta. Mengantar banyak teman, dll. Mushasi akhirnya hanya setahun lagi, pindah ke Aisin, lalu LKS/GGS, dst. Kenangan-kenangan itu memberi warna. Menjadi saksi bisu pacar pertama, kedua, dst. Menjadi motor yang sering pula dipinjam teman, salah satunya adalah teman kerja GGS, Julius. Orang Kalimantan yang tak punya motor, dia sering pinjam, sering bawa, bahkan setiap berangkat pulang kerja, dia yang bawa motor.

Beli plat AD karena memang rencana, tak mau lama di perantauan. Ngumpulke modal buat nantinya mudik. Walaupun tiap tahun bakalan repot, sebab pajaknya berarti harus kirim STNK dan KTP untuk diurus di Solo. Jadi tiap awal Maret, saya kirim dan transfer 500 ribu (saya lebihin selalu), Mas Amin akan bantu urus. Setelah selesai, dikirim balik. Hufh… repot ya. Dan itu demi, suatu hari yang tak jelas. Sayangnya, rencana tinggal rencana. Kini 19 tahun kemudian, saya tetap di tanah rantau.

Lupa berapa kali saya pakai buat mudik Solo, kalau ditelaah seingatku ya, hanya seingatku. Ada 4 kali mudik bermotor. Pertama, bulan November 2005 ketika Lebaran. Mudik ramai-ramai ngumpul di Vila Mutiara Cikarang. Kala itu saya masih kerja di Mushasi, dan sudah kuliah sambil kerja. Perjalanan yang rencana 12 jam menjadi 24 jam sebab rombongan, beberapa mengalami kecelakaan. Saya sendiri kala di daerah Cirebon, ban motor bocor. Untungnya ada tukang tambal ban keliling, ditunggui Iksan. Seingatku hanya bayar 35 ribu. Ikhsan sendiri apes, sebab kabel headset-nya putus saat di pom bensin, ketarik dari tas. Kecelakaan teman-teman ini akhirnya memang membuat tertunda, saling tunggu. Dan saya ingat sekali, sama ikhsan dan Iim berteduh di kedai/warung makan Semarang. Ah, kenangan buruk yang jadi indah saat dikenang.

Kedua, mudik Tahun Baru 2006. Hanya berjeda tak ada dua bulan, mudik lagi karena libur panjang. Kali ini, kami naik gunung Lawu sama teman-teman. Hendi dan temannya, Iim, Ikhsan dan saya. Sikusi ke Lawu, yo jelas lancar. Ini adalah pengalaman pertama naik gunung, dan di akhir tahun jelang pergantian. Jam 00:00 di puncak, badai dan hujan menyapa. Kalau dibayangkan, serem juga ya. Pas turun gunung paginya, saya dapat SMS dari May, calon istri. Sinyal untuk dekat setelah pertama kali bertemu beberapa waktu lalu.

Dalam perjalanan balik ke Cikarang, janjian sama teman-teman ketemu di Solo Square waktu subuh. Andi H yang nganggur, ikut ke Cikarang mau cari kerja. Nginep di kosku. Ramai-ramai, dan di sinilah keteledoran terjadi. Ketika sampai di area Subang, salah ambil belokan. Hendi dkk kena tilang polisi karena spion satu (waktu itu trend, spion motor hanya kanan, bila pasang kiri juga tampak banci). Saya, Ikhsan dan Iim salah lewat alternatef Subang yang jalannya gelombang lewat hutan. Dan bum! Saya kecelakaan. Lumayan parah, Andi tak papa, saya yang harus gendong tangan kanan. Mampir ke tempat urut, ditarik diluruskan sakit banget. Lalu mampir ke Purwakarta, ke rumah Mas Dwi. Mampir ke RS Siloam Pwk. Fufufu…

Februarinya saya habis kontrak. Pindah Aisin yang sebelahan setelah tes di BKK STM 1 Solo. Dan hanya 6 bulan, keluar. Pindah ke LKS/GGS, Ketiga Lebaran 2006 saya mudik lagi dengan Sikusi. Kali ini bareng Mas Dwi dan keluarga, bareng Teguh dan Joko (boncengan). Saya sendiri, karena ini mudik motor kedua, jadi lebih tahu siasat dan celahnya. Lancar semua, termasuk saat arus balik. Saya sempat berpikir, Mas Dwi bawa istri dan anak kecil dua bermotor, Purwakarta-Solo. Wow…

Keempat, entah di momen Lebaran atau nganggur, yang jelas pas arus balik sendiri. Santuy, sayangnya terlena. Saya jatuh di belokan jelang Alas Roban. Karena roda yang tipis dan ceceran oli kendaraan, di tengah hari yang terik bikin licin. Dibantu warga, dan sisa perjalanan pelan sampai Purwakarta. Hanya luca lecet.

Setelah itu, rutinitas menjelma. Pindah kerja lagi ke Dexa (6 bulan), Wahyu (9 bulan), Cahaya (6 bulan), dan akhirnya Furniture lagi. Di sini, saya terhubung kembali dengan May, dan tahun sudah menunjuk 2011. Kos sudah pindah ke Adirfa Lamaj, Cikarang Utara. Kos ternyaman sebab dekat kuburan. Sepi kanan kiri sawah, di sinilah saya merenungkan hidup. Monoton, membosankan. Lajang yang galau, mau ke mana? Titik pentingnya adalah Desember 2010, saya gagal tes CPNS Sukoharjo, sehingga putuskan tetap di tanah rantau.

2011 itulah, saya bolak-balik Cikarang-Karawang. Sempat tes juga di Bandung di Feb 2011, tapi kala itu sudah janjian menikah sama May November sehingga kalau cari kerja ya di sekitarnya aja yang terjangkau, sehingga tak perlu jauh-jauhan. Kala itu saya sudah putuskan ketika menikah harus satu atap, tak boleh terpisah. Sempat tes di Alfamart, ketrima sebagai surveyor tapi tak kuambil karena kerjanya keliling kota-kota. Sempat MCU di Astra Otto, Cakung, tapi tak ada kelanjutan. Kerja dua hari di Yayasan Outsoure Bekasi, pernah PP ke Karawang lokasi penempatan, eh setelah diskusi sama calon mertua, out saja. Tes di Jababeka Cikarang, nego gaji ga cocok, tes di MM2100 bagian PPIC gagal, tes di Indoteisei sama aja tak ada kejelasan (dekat Dunlop padahal). Tes di Unilever, sampai tes MCU, gagal. Tes MCU ambil darah lagi, senyap, dll. Tes di banyak tempat, terlalu pilah pilih sehingga malah nganggur jelang menikah. Di saat itulah Sikusi menemani ke mana-mana. benar-benar bandel dan setia lintas kota. Pokoknya jelang menikah, ujian berat banget.

Sampai akhirnya, setelah kesabaran itu diuji muncul panggilan tes kerja di Cahaya Murni Kasindo (Bigland dan Napolly produk). Kala itu perjalanan Cikarang-Karawang, HP Nokia tergetar pas di perlintasan kereta api, HRD telepon (Bu Irma) tes panggilan. Karena bising, saya minta SMS saja. Seingatku bulan Agustus 2011, Sikusi saksinya bahwa feelingnya dapat. ya, dapat.

Sejak itulah Cikarang-Karawang terus dilakukan. Kos dan kerja di Cikarang, tinggalnya istri di Karawang. Pengantin baru. Kalau dipikir-pikir, kenapa ga bolak-balik aja sih. Makanya pergantian tahun 2012 akhirnya saya pindah ke Karawang. Sikusi akhirnya legaan lagi saat Februari 2012 saya dapat kerja di Karawang. Di FCC inilah finansial saya membaik. May masih kerja, saya siap cicil rumah. Sikusi 7 tahun, dan masih baik-baik saja.

Tahun 2015 Sikusi turun mesin sebab ngebul, kala itu sudah pindah NICI. Saya ganti mesin ori, lebih mahal tak apa yang penting bagus. Dan memang bagus banget mesinnya. 10 tahun ganti mesin, rasanya giras banget. Nyaman sekali jalannya. Karena sudah punya mobil, tak terbesit ganti motor, selama jalan dan ok ya dipakai.

Memang, dalam kurun 2017-2023 Sikusi mulai berulah. Beberapa item rusak, seperti yang saya sampaikan di mula. Puncaknya memang oli bocor sekitar Agustus 2023. Sejak itu ganti oli rutin, mulanya sebulan sekali, sempat kosong mogok di jalan. Lalu sebulan 2 kali, tetap pernah mogok di jalan. Akhirnya sejak Desember 2023, saya bawa obeng. Tiap pagi sebelum berangkat kerja isi oli. Diisi dikit saja, asal jalan. Total habis 600 ribu ganti oli selama 7 bulan ini. Case ini benar-benar close ketika 25 Maret 2024 transfer tunai (koperasi) beli motor baru. Keesokan harinya dikirim ke rumah.

Beat CBS warna Jazz silver black. Pilih warna hitam sebab elegan, dan ada kata ‘jazz’ nya. Dengan demikian maka sikusi resmi pensiun di usianya yang ke 19 tahun. Sikusi hanya akan dipakai weekend ketika main ke rumah teman/saudara yang dekat, atau untuk refreshing seperti mancing. Sudah kulakukan weekend kemarin. Moga tetap sehat ya sikusi.
Ada yang menawar 1 juta, tidak kuterima. Barusan banget tadi teman kerja nawar 500 ribu. Tetap kutolak. Terlalu banyak yang rusak, takutnya tak cocok sama pemilik baru. Namun sejatinya, terlalu banyak kenangan yang dicipta. 19 tahun bukan waktu yang sebentar. Sikusi menjadi banyak saksi perjalanan hidupku, sayang kalau dilepas.

Selamat ulang tahun Kusi, I love you forever…

Karawang, 280324 –Etta James – Don’t Explain

Tinggalkan komentar