
“Tindakan-tindakan Stooging sudah semakin sering saja dilakukan. Kami menganggap peraturan baru ini akan mencegah terjadinya cedera berat pada Keeper…”
Buku penunjang kisah Harry Potter lainnya. Setelah menikmati Fantastic Beast and Where to Find Them, dan The Tales of Beedle the Bard, kali ini kita memasuki tema olahraga. Sejatinya sama saja, ini adalah kisah rekaan, jadi semua yang ada di sini juga rekaan dari modifikasi keadaan sebenarnya. Fantastic mengambil hewan-hewan yang ada dengan menambahkan berbagai mitologi, ada yang berbahaya ada yang jinak nan imut. The Tale begitu juga, mengambil dongeng-dongeng yang ada, dimodifikasi. Dari Cinderella hingga Putri Tidur, jadi kisah penyihir yang baik hati. Dan sama, yang baik akan menerima karma baik. Nah, di Quidditch, olahraga sapu terbang, kita menemui modifikasi dari basket dan sepakbola, lebih kental sepakbola bila merujuk historinya. Begitulah, kiga diajak berjalan-jalan di antara ring dan desingan udara di atas lapangan.
Karena buku ini dirilis saat Potter masih on progress, bersama dengan Fantastic Beast, maka ‘kepolosan’ dan masa yang ‘belum sempurna’ banyak ditemui. Seperti di bagian pembuka yang bilang, penyihir pada dasarnya belum menemukan mantra yang bisa membuat penyihir terbang tanpa alat. Kalau kalian perhatikan, aturan ini rancu dengan film adaptasi Fantastic Beast yang juga dibuat Rowling. Filmnya memang rilis belakangan, walaupun kisahnya malah kembali ke masa lalu. Makanya saya bilang, kepolosan dan belum sempurna. Buku ini rilis saat buku keempat sudah di pasar.
Dibagi dalam sepuluh bagian, sejarah olahraga dari peralatannya. Sapu terbang, bola-bolanya, hingga histori muasalnya di rawa Queerditch. Aturan pengamanan lapangan agar tak dilihat muggle, hingga sejarah tim-tim yang pernah ada. Semua disajikan seenaknya Rowling, dan karena ia yang mencipta Potter, maka jelas kita tak bisa membantahnya. Sejatinya tak ada bedanya ia menyebut tahun 1440 sebagai pondasi awal, atau abad 13 sebagai penemuan. Bebas menyebut sejarah klub yang memenangkan liga sebanyak apapun, hingga pagelaran Piala Dunia yang merentang panjang. Begitulah, kisah rekaan, pengarang adalah tuhannya.
Mengapa saya bilang ini lebih mirip sepakbola (di kepala Rowling) ketimbang basket, atau futbal Amerika? Karena nama-namanya seolah adopsi tim-tim Britania Raya. Rujukan sejarah lebih kental, hingga penyajian posisinya dari kiper, beater, chaser hingga seeker. Tak ubahnya kiper, bek, gelandang, hingga penyerang, walau gawangnya tiga. Makin meyakinkan saat sejarah Quidditch dibawa ke Amerika Utara, yang kalah populer dengan olahraga Quodpot di Amerika. Olahraga dengan ledakan bola ini seolah menegaskan sepakbola kalah populer dari basket, atau futbal Amerika.
Atau aturan yang menyesuaikan zaman. Persis seperti olahraga lainnya yang sering kali menyesuaikan teknologi. Karena saya penyuka sepakbola, contohnya mengambil dari situ saja. Aturan back-pass misalnya, tak boleh dipegang tangan oleh kiper. Itu adalah adaptasi dari final Euro 1992 yang membuat Jerman frustasi. Aturan VAR yang mencoba mengurai kesalahan misalnya, setidaknya orang-orang yang suka menyalahkan wasit, bisa diminimalisir. Nah, di Quidditch sama saja. Aturan dalam Stooging misalnya, awalnya para penyerang lawan bebas masuk ke area pencetak gol, hingga keeper bisa dibuat babak-belur dalam keroyokan. Lantas Menteri Olahraga Sihir (FIFA-nya Sihir) mengeluarkan aturan hanya satu Chaser yang boleh masuk ke area cetak skor, sehingga satu lawan satu, bukan keroyokan. Aturan ini, tentu saja sempat dikomplain penggemar, sampai ada yang bilang tak mau nonton lagi. Bukankah ini sama saja dengan fans bola bilang, VAR merusak sepakbola, hingga ngambek tak mau lihat sepaokbola. Begitulah, aturan baru tetap berjalan dengan percobaan penyempurnaan di masa depan. Haha… ada-ada saja Rowling.
Menariknya, bagi pembaca Potter, olahraga rekaan ini memang menyatu dengan novelnya. Sebagai buku penunjang, segalanya sah, dan masuk akal. Rowling bisa seenaknya membuat aturan olahraga, sebab ia memang menjadi pencipta sekaligus wasit pula di kejuaraan Quidditch di Hogwart atau antar sekolah. Begitupula aturan sapu terbang yang diperbarui tiap masa, tak ubahnya motor yang tiap tahun diluncurkan merk baru. Begitu pula persaingan produk, tak ubahnya Nimbus, Cleansweep, hingga Silver Arrow, apa bedanya di dunia kita menyebut Honda, Suzuki, hingga Yamaha. Hebat bukan? Harus kita akui, YA dengan kapital.
Rowling punya keunggulan, Potter sudah melegenda, ia menulis apapun aturan sihir akan laris, akan masuk akal apapun yang diselipkan. Hewan, dongen, olahraga. Malah kita akan bertanya penasaran, unsur dunia apalagi yang sudah disisipkan. Apakah masakan? Rasanya akan menyenangkan, masakan dan segala ramuan sihir itu perlu ditelaah, dan setiap Negara punya kekhasanan masing-masing. Atau memasukkan unsur budaya. Tarian misalnya, atau samurai, atau tradisi tiap suku yang unik-unik. Atau menyisipkan asal-muasal senjata. Tongkat sihir berevolusi dari hanya tongkat biasa, hingga jadi senjata. Masih sangat banyak hal duniawi yang bisa dimasukkan, dan rasanya sampai Rowling menutup usia, sisipan itu tak kan ada habisnya. Oiya, saat ini beliau lagi melebarkan kisah Fantastic Beast yang rencana lima seri, baru tiga itu ya. Luar biasa, tak pernah ada kata henti untuk sebuah kata ‘cuan’.
Maka, tagline di poster film Potter 7 bagian 2: It’s All End rasanya hanya formalitas kalimat. Kisah Potter akan sangat amat panjang, nan berliku. Percayalah. Warner Bross akan terus mengeruk keuntungan pasca Fantastic Beast 3 akan ada Quidditch adaptasi dan The Tale adaptasi. Dahaga Potter mania kudu dipenuhi, sampai anak-cucu kita dan generasi setelahnya. Tahun 2050, orang-orang akan menganggap kisah Potter dan olahraga ini sebagai kisah klasik seperti kita menganggap cerita Of Mice and Men atau The Old Man and The Sea klasik. Akan dibaca berulang-ulang, akan dinikmati bertubi-tubi.
Beruntungnya kita, ada di masa Potter Berjaya. Mungkin kalimat yang sama diucapkan penggemar Hemingway atau Steinbeck kala itu, dan mungkin juga untuk masa depan dengan penulis tenar berikutnya yang misterius. Lebih pas mungkin bisa dibilang, beruntung kita sebagai kutu buku. Menjadi saksi sejarah, menjadi penikmat sejarah, menjadi bagian dari sejarah. Quiddicth yang termasyur, mari kita nantikan adaptasinya.
Quidditch Dari Masa ke Masa | by J.K. Rowling | Diterjemahkan dari Quidditch Through the Ages by Kennilworthy Whisp | Copyright 2001 | Alih bahasa Rosi L. Simamora | GM 126 01.556 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Oktober 2001 | Cetakan keempat: April 2002 | 80 hlm.; 20 cm | ISBN 979-686-556-4 | Skor: 3.5/5
Karawang, 130622 – Cassandra Wilson – Don’t Explain
Thx to Carefour Cikarang
#30HariMenulis #ReviewBuku #13 #Juni2022