The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring #24

“Begitukah?” tawa Gildor. “Kaum Peri jarang memberikan nasihat begitu saja, karena nasihat adalah pemberian berbahaya, walau datangnya dari yang bijak dan untuk yang bijak pula, salah-salah segala sesuatunya bisa berakibat buruk…”

Akhirnya salah satu novel yang sangat ingin kubaca ini terkabul juga, di rak sudah komplit tiga seri. Sudah punya sejak September 2020, baru kubaca tahun lalu dan butuh waktu setengah tahun untuk menuntaskan. Memang tak muda, sebab fantasinya kompleks. Kalau dibanding Narnia yang lebih santai dan tipis, atau Harry Potter yang walau tebal tapi kocak, dan genrenya remaja. The Lord of the Rings sungguh berat. Banyak kosotaka baru, perlu settle dulu memulai pengembaraan. Dan jelas, ini salah satu novel fantasi terbaik yang pernah ada, atau malah yang terbaik?

Kisahnya tentu sudah tak asing. Sudah diadaptasi film dan menang banyak piala Oscar. Namun tak mengapa, saya ringkas sepintas, setiap orang punya versinya masing-masing untuk bertutur pasca melahap buku, ini tentang Frodo Baggins, menerima cincin hebat dari pamannya Bilbo Baggins, (agar nyaman, idealnya baca The Hobbit dulu). Hobbit dibagi dalam tiga jenis: Harfoor, Stoor, dan Fallohide. Cincin berkekuatan besar itu merupakan cincin utama, menjadikan yang memakainya bisa menghilang, digdaya. “Bilbo pergi untuk menemukan harta, lalu kembali tapi aku pergi untuk membuang harta, dan tidak kembali, sejauh yang kupahami.”

Dengan kekuatan besar, maka mengundang para musuh yang besar. Banyak orang menginginkannya. Gandalf sebagai sesepuh, penyihir yang menautkan perjalanan Bilbo, kini kembali tutun tangan, memandu penghancurannya. Mereka melaju pergi, cemas dan patah hati, di bawah tatapan kerumunan orang. Frodo memakai nama samaran, “Pergilan dengan nama Mr. Underhill.”

etelah memberi nasihat dan petunjuk, ia berangkat dulu memastikan keadaan. Frodo lalu ditemani tiga hobbit: Samwise Gamgee sahabat baiknya, Peregrin Took (dipanggil Pippin), dan Merry Brandybuck (nama sebenarnya Meriadoc, tapi jarang diingat orang). Memulai petualangan. Meninggalkan Shire, kampung mereka yang nyaman. “Aku tidak tahu alasan Musuh mengejarmu,” jawab Gildor, “tapi aku merasa memang itulah yang terjadi – meski ini terasa aneh bagiku. Aku ingin memperingatkanmu bahwa bahaya ada di depan maupun di belakangmu, dan di kedua sisi”

Inilah inti kisah The Lord, perjalanan menghancurkan cincin. Dibagi dalam tiga buku. Buku satu terdiri dua buku, perjalanan pertama menuju ke gunung api, bertemu Aragorn putra Arathorn alias Strider yang sangat banyak membantunya, yang ternyata adalah utusan Gandalf.

Lalu buku dua melakukan rapat akbar, ada Bilbo yang tua. Para makhluk penting menyampaikan usul dan keberatan. Bagian sangat keren, rapat itu mencapai empat puluh halaman, dan sangat amat seru. Salah satu bagian terbaik, ada bagian Gandalf yang mendatangi Sauron, malah dihianati, atau lebih pasnya tidak menemui titik sepakat, ada sejarah cincin, ada cerita hebat masa lalu tiap negeri. Mengapa Cincin ini harus dihancurkan, selama Cincin ini berada di dunia, dia akan selalu menjadi bahatya, bagi kaum bijak sekalipun. Cincin itu milik Sauron, dibuat sendiri olehnya, dan benar-benar jahat. “Para pembawa Cincin akan berjumlah Sembilan, dan Sembilan Pejalan ini akan membawa Sembilan Penunggang yang jahat. Bersamamu dan pelayanmu yang setia, Gandalf akan ikut; karena ini akan jadi tugas besarnya, dan mungkin akhir dari pekerjaannya.”

Yang jelas, keputusan bulat sudah diambil, Frodo sebagai pembaca cincin melanjutkan perjalanan, kali ini ditemani Sembilan orang: empat hobbits, Aragorn, Legolas, Gimli, Boromir, dan termasuk Gandalf. Perjalanan ini semakin jauh semakin berbahaya. “… tapi aku merasa sangat kecil dan terasing, dan yah… putus asa. Musuh sangat kuat dan mengerikan.”

Ada bagian saat dalam gua Moria, sangat amat keren, saat mereka dikejar bayang, pasukan Orc melaju, dan di jembatan yang sudah sangat dekat pintu keluar terjadi tragedy. “Lari, kalian bodoh!”

Perjalanan itu menyisa delapan, dan memasuki dunia Peri yang indah sekaligus mengerikan. Dan begitulah, kisah ditutup setelah mereka naik tiga perahu, sampai di titik puncak, terjadi perpecahan. Rasanya berat sekali beban ini, rasanya petualangan ini terlalu berbahaya untuk makhluk mungil seperti Hobbit. Tak sabar melanjutkan laju The Two Towers. Berjalan menuju bahaya – ke Mordor. Kita harus mengirim Cincin itu ke Api, berhasilkah?

Sedari pembuka kita diajak mengenal para karakter, kebiasaan, jenisnya, hingga peta lokasi Shire. Hobbit yang tak suka buang barang contohnya, sebab segala sesuatu yang dianggap tidak bermanfaat oleh para hobbit tapi tidak mau mereka buang, mereka sebut mathom. Lalu ketakutan laut, laut pun menjadi kata yang ditakuti di antara mereka, sebuah tanda kematian, dan mereka pun berpaling dari perbukitan di barat. Hobbit suka cerita, mereka senang mengisi buku-buku dengan ha-hal yang sudah mereka ketahui, yang dipaparkan apa adanya, tanpa kontradiksi. Juga kebiasaan merokok, menghirup asap dedunan obat yang dibakar, yang mereka sebut rumput pipa atau daun. “Hobbit tidak akan pernah tergila-gila pada musik, puisi, dan dongeng, seperti kaum Peri. Bagi mereka, ketiga hal itu sudah seperti makanan, atau bahkan lebih…”

Karena ini misi sulit, wajar kekhawatiran sering kali muncul. Tapi harapannya segera berubah menjadi kebingungan dan kekhawatiran. Frodo malah berulang kali minta teman-temannya pergi ketimbang membahayakan nyawa mereka. “Masalah datang susul-menyusul!” kata Frodo. Namun tidak, mereka mencoba sebisa mengkin menjaga snag pembawa cincin. Terumata sobat kentalnya, Sam. Ia siap mendampingi, apa pun resikonya. Akhirnya Frodo merasa hatinya terharu, dipenuhi kebahagiaan yang tidak dipahaminya. Ada benih keberanian tersembunyi.

Suka sekali sama tokoh Strider, terutama awal mula muncul. Sebagai penyelamat di penginapan, jagoan sejati. “Pelajaran tentang kewaspadaan sudah kalian pelajari dengan baik,” kata Strider dengan senyum muram. “Tapi kewaspadaan dan keraguan adalah dua hal yang berbeda…”

Penggambaran musuhnya juga sesuai, Penunggang Hitam contohnya, sudah mencipta ngeri dari kata-kata. “Karena para Penunggang Hitam itu adalah Hantu-Hantu Cincin, Sembilan Pelayan dari Penguasa Cincin.”

Banyak tempat eksotik, alhamdulliah visual filmnya memukau. Mewakili keindahan kata-kata yang disajikan. “Tampaknya ia takkan pernah lagi mendengar air terjun yang begitu indah, senantiasa membaurkan nada-nadanya yang tak terhitung ke dalam musik yang selalu berubah-ubah tak terhingga.”

Mulai dibaca 20.11.21 sore saat hujan dengan kopi dan jazz. Selesai baca 18.06.22, sore jelang malam Minggu yang biasa. Selama itu sejatinya bukan karena dibaca terus, lalu tersendat. Buku ini sering kuletakkan, tergoda baca buku lain. Lalu lupa tak lanjut, ingat saat memilah buku bacaan, lalu terlupa lagi setelah dapat beberapa bab. Memang buku yang kudu dipaksa baca, harus tuntas, bukan bacaan nyaman, fantasinya serius dan liar. Yang paling membantu, jelas adaptasinya sangat mirip, sampai ke kata-kata dan detailnya. Yang di jembatan itu terutama, kukira itu adalah modifikasi timnya Peter Jackson, ternyata malah plek. Bagaimana Gandalf jatuh dan berteriak, luar biasa. Salut. Jadi sudah menemukan novel fantasi terbaik? Mari dituntaskan dulu, perjalan masih sangat panjang…

Sembilan Pembawa Cincin | by J.R.R. Tolkien | Diterjemahkan dari The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring | Alih bahasa Gita Yuliani K. | GM 402 02.007 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Februari 2002 | Cetakan kedua, Maret 2002 | 512 hlm.; 23 cm | ISBN 979-686-693-5 | Skor: 5/5

Karawang, 240622 – Johnny Hartman – Lush Life

Thx to Dewi Sri, Bandung

30HariMenulis #ReviewBuku #24 #Juni2022

Quidditch Through the Ages #13

“Tindakan-tindakan Stooging sudah semakin sering saja dilakukan. Kami menganggap peraturan baru ini akan mencegah terjadinya cedera berat pada Keeper…”

Buku penunjang kisah Harry Potter lainnya. Setelah menikmati Fantastic Beast and Where to Find Them, dan The Tales of Beedle the Bard, kali ini kita memasuki tema olahraga. Sejatinya sama saja, ini adalah kisah rekaan, jadi semua yang ada di sini juga rekaan dari modifikasi keadaan sebenarnya. Fantastic mengambil hewan-hewan yang ada dengan menambahkan berbagai mitologi, ada yang berbahaya ada yang jinak nan imut. The Tale begitu juga, mengambil dongeng-dongeng yang ada, dimodifikasi. Dari Cinderella hingga Putri Tidur, jadi kisah penyihir yang baik hati. Dan sama, yang baik akan menerima karma baik. Nah, di Quidditch, olahraga sapu terbang, kita menemui modifikasi dari basket dan sepakbola, lebih kental sepakbola bila merujuk historinya. Begitulah, kiga diajak berjalan-jalan di antara ring dan desingan udara di atas lapangan.

Karena buku ini dirilis saat Potter masih on progress, bersama dengan Fantastic Beast, maka ‘kepolosan’ dan masa yang ‘belum sempurna’ banyak ditemui. Seperti di bagian pembuka yang bilang, penyihir pada dasarnya belum menemukan mantra yang bisa membuat penyihir terbang tanpa alat. Kalau kalian perhatikan, aturan ini rancu dengan film adaptasi Fantastic Beast yang juga dibuat Rowling. Filmnya memang rilis belakangan, walaupun kisahnya malah kembali ke masa lalu. Makanya saya bilang, kepolosan dan belum sempurna. Buku ini rilis saat buku keempat sudah di pasar.

Dibagi dalam sepuluh bagian, sejarah olahraga dari peralatannya. Sapu terbang, bola-bolanya, hingga histori muasalnya di rawa Queerditch. Aturan pengamanan lapangan agar tak dilihat muggle, hingga sejarah tim-tim yang pernah ada. Semua disajikan seenaknya Rowling, dan karena ia yang mencipta Potter, maka jelas kita tak bisa membantahnya. Sejatinya tak ada bedanya ia menyebut tahun 1440 sebagai pondasi awal, atau abad 13 sebagai penemuan. Bebas menyebut sejarah klub yang memenangkan liga sebanyak apapun, hingga pagelaran Piala Dunia yang merentang panjang. Begitulah, kisah rekaan, pengarang adalah tuhannya.

Mengapa saya bilang ini lebih mirip sepakbola (di kepala Rowling) ketimbang basket, atau futbal Amerika? Karena nama-namanya seolah adopsi tim-tim Britania Raya. Rujukan sejarah lebih kental, hingga penyajian posisinya dari kiper, beater, chaser hingga seeker. Tak ubahnya kiper, bek, gelandang, hingga penyerang, walau gawangnya tiga. Makin meyakinkan saat sejarah Quidditch dibawa ke Amerika Utara, yang kalah populer dengan olahraga Quodpot di Amerika. Olahraga dengan ledakan bola ini seolah menegaskan sepakbola kalah populer dari basket, atau futbal Amerika.

Atau aturan yang menyesuaikan zaman. Persis seperti olahraga lainnya yang sering kali menyesuaikan teknologi. Karena saya penyuka sepakbola, contohnya mengambil dari situ saja. Aturan back-pass misalnya, tak boleh dipegang tangan oleh kiper. Itu adalah adaptasi dari final Euro 1992 yang membuat Jerman frustasi. Aturan VAR yang mencoba mengurai kesalahan misalnya, setidaknya orang-orang yang suka menyalahkan wasit, bisa diminimalisir. Nah, di Quidditch sama saja. Aturan dalam Stooging misalnya, awalnya para penyerang lawan bebas masuk ke area pencetak gol, hingga keeper bisa dibuat babak-belur dalam keroyokan. Lantas Menteri Olahraga Sihir (FIFA-nya Sihir) mengeluarkan aturan hanya satu Chaser yang boleh masuk ke area cetak skor, sehingga satu lawan satu, bukan keroyokan. Aturan ini, tentu saja sempat dikomplain penggemar, sampai ada yang bilang tak mau nonton lagi. Bukankah ini sama saja dengan fans bola bilang, VAR merusak sepakbola, hingga ngambek tak mau lihat sepaokbola. Begitulah, aturan baru tetap berjalan dengan percobaan penyempurnaan di masa depan. Haha… ada-ada saja Rowling.

Menariknya, bagi pembaca Potter, olahraga rekaan ini memang menyatu dengan novelnya. Sebagai buku penunjang, segalanya sah, dan masuk akal. Rowling bisa seenaknya membuat aturan olahraga, sebab ia memang menjadi pencipta sekaligus wasit pula di kejuaraan Quidditch di Hogwart atau antar sekolah. Begitupula aturan sapu terbang yang diperbarui tiap masa, tak ubahnya motor yang tiap tahun diluncurkan merk baru. Begitu pula persaingan produk, tak ubahnya Nimbus, Cleansweep, hingga Silver Arrow, apa bedanya di dunia kita menyebut Honda, Suzuki, hingga Yamaha. Hebat bukan? Harus kita akui, YA dengan kapital.

Rowling punya keunggulan, Potter sudah melegenda, ia menulis apapun aturan sihir akan laris, akan masuk akal apapun yang diselipkan. Hewan, dongen, olahraga. Malah kita akan bertanya penasaran, unsur dunia apalagi yang sudah disisipkan. Apakah masakan? Rasanya akan menyenangkan, masakan dan segala ramuan sihir itu perlu ditelaah, dan setiap Negara punya kekhasanan masing-masing. Atau memasukkan unsur budaya. Tarian misalnya, atau samurai, atau tradisi tiap suku yang unik-unik. Atau menyisipkan asal-muasal senjata. Tongkat sihir berevolusi dari hanya tongkat biasa, hingga jadi senjata. Masih sangat banyak hal duniawi yang bisa dimasukkan, dan rasanya sampai Rowling menutup usia, sisipan itu tak kan ada habisnya. Oiya, saat ini beliau lagi melebarkan kisah Fantastic Beast yang rencana lima seri, baru tiga itu ya. Luar biasa, tak pernah ada kata henti untuk sebuah kata ‘cuan’.

Maka, tagline di poster film Potter 7 bagian 2: It’s All End rasanya hanya formalitas kalimat. Kisah Potter akan sangat amat panjang, nan berliku. Percayalah. Warner Bross akan terus mengeruk keuntungan pasca Fantastic Beast 3 akan ada Quidditch adaptasi dan The Tale adaptasi. Dahaga Potter mania kudu dipenuhi, sampai anak-cucu kita dan generasi setelahnya. Tahun 2050, orang-orang akan menganggap kisah Potter dan olahraga ini sebagai kisah klasik seperti kita menganggap cerita Of Mice and Men atau The Old Man and The Sea klasik. Akan dibaca berulang-ulang, akan dinikmati bertubi-tubi.

Beruntungnya kita, ada di masa Potter Berjaya. Mungkin kalimat yang sama diucapkan penggemar Hemingway atau Steinbeck kala itu, dan mungkin juga untuk masa depan dengan penulis tenar berikutnya yang misterius. Lebih pas mungkin bisa dibilang, beruntung kita sebagai kutu buku. Menjadi saksi sejarah, menjadi penikmat sejarah, menjadi bagian dari sejarah. Quiddicth yang termasyur, mari kita nantikan adaptasinya.

Quidditch Dari Masa ke Masa | by J.K. Rowling | Diterjemahkan dari Quidditch Through the Ages by Kennilworthy Whisp | Copyright 2001 | Alih bahasa Rosi L. Simamora | GM 126 01.556 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Oktober 2001 | Cetakan keempat: April 2002 | 80 hlm.; 20 cm | ISBN 979-686-556-4 | Skor: 3.5/5

Karawang, 130622 – Cassandra Wilson – Don’t Explain

Thx to Carefour Cikarang

#30HariMenulis #ReviewBuku #13 #Juni2022

I Find Giants. I Hunt Giants. I Kill Giants

All things that live in this world die. This is why you must find joy in the living, while the time is yours, and not fear the end. To deny this is to deny life.” – Titan

Sebuah indie fantasi dengan pertaruhan memori sarung tangan baseball ‘Giant Killer’. Keberanian itu hal biasa. Ketabahan itu hal biasa. Tapi kepahlawanan memiliki unsur filosofis di dalamnya.

Magical realism yang menyelingkupi kehidupan remaja 12 tahun Barbara Thorson, yang berupaya menemukan, berburu lantas membunuhnya. Tampak unik, karena selama pemburuan diiringi skoring cekam yang mendukung. Seperti yang diperkira, raksasa itu memang muncul beneran setelah menit-menit yang melelahkan, dan Barbara membunuhnya dalam skema yang sudah dirancang. Imajinasi membumbung tinggi bak bintang-bintang yang berputar riuh di sekitar kepala raksasa yang tertikam.

Kisahnya berkutat pada Barbara Thorson (Madison Wolfe) dengan rambut terurai dan aksesoris telinga kelinci di atas kepala, menelusi pantai dan hutan mencari raksasa, mencoba memerengkapnya. Kakaknya Karen (Imogen Poots) tampak frustasi mengurus kedua adiknya, yang satu lagi Dave (Art Parkinson) hobinya main gim mulu. Keluarga ini sepertinya sedang mengalami depresi bersamaan. Ada masalah apa, nanti akan diungkap secara perlahan.

Barbara sedang memasang perangkap raksasa, melumuri rumput-rumput dengan madu, memasang tali panjang melintasi pantai, membuat perangkap batu ayun di hutan, pokoknya segala upaya melindungi dari serangan monster dibuat. Termasuk menaruh makanan umpan di sebuah tiang. Sungguh tampak tak normal. Seorang siswi baru pindahan dari Leeds, Inggris bernama Sophia (Sydney Wade) akhirnya bergabung. Dengan jaket kuning yang terus dikenakan sepanjang film, Sophia menjadi side-kick penyeimbang dunia khayal dan nyata.

Untuk melindungi diri, Barbara memiliki tas mungil pink yang berisi senjata warhammer bernama Coveleski yang terinspirasi dari pemain baseball pitcher Phillies, Harry Coveleski. Tas sakral yang tak boleh dibuka sembarangan, yang akan digunakan tepat ketika sang raksasa menyerang. Di sekolah ia kena bully, sebagai siswi freak. Gerombolan siswi yang dipimpin oleh Taylor (Rory Jackson) sering beradu argumen, serta adu jotos. Atas beberapa kasus inilah, Barbara dipanggil guru BP Bu Molle (Zoe Zaldana). Dari sinilah kita semakin memahami apa yang ada di kepalanya. Ini tentang bertahan hidup, Barbara memerankan diri sebagai pelindung kota, serangan monster akan tiba, maka bersiaplah! Mitologi raksasanya sendiri terbagi beberapa jenis, dan Titan adalah yang terbesar.

Sophia sendiri tampak ragu, akankah tetap bertahan berteman dengan sang aneh, atau melanjutkan hidup normal. Dengan kertas bertulis opsi, Ya atau Tidak, ia akhirnya melanjutkan petualang di hutan. Barbara memberi mantra pelindung kepadanya, meneteskan darah ke dalam perangkap, disertai janji persahabatan. Sebuah masalah baru tercipta ketika Barbara dipukul Taylor di pantai hingga pingsan, di lantai atas, Barbara terbangun dan mendapati Sophia dengan segelas air dan ‘it’ gelasnya terjatuh pecah.

Setelah beberapa hari ga masuk sekolah, Bu Molle dan Sophia berkunjung, mendapati kakaknya yang sendu. Sophia lalu tahu, apa maksud ‘Gaint Killer’nya dari sebuah rekaman pertandingan di kamar dengan voice-over Ibu Barbara terkait sejarah pemain Coveleski. Raksasa itu ada di dalam kepalanya! Terkuak pula sebab dasar kemunculan imaji itu, raksasa Harbingers dan perwujudan perlawanan untuk menghindari kenyataan orang terkasih yang sekarat. Kebenaran yang menggelisahkan, sebuah kesadaran bisu bahwa di hadapan keluasan tanpa batas, segala yang kita kasihi sekejap menjadi pematik sehingga hampa. Penderitaan adalah bagian dari kita. Penderitaan adalah kita. Barbara hanya berupaya mengubah kebenaran karena dia merasa lebih nyaman berbuat demikian.

Saya belum nonton A Monster Calls tapi udah baca bukunya, kisahnya mirip sekali, di mana monsternya diganti raksasa, motifnya adalah ibu yang sakit keras lalu taruhlah emosi labil yang mencipta tarung antar teman sekolah. Barbara mengangkat senjata, Conor O’Malley memeluk pohon. Dunia fantasi remaja yang melalangbuana. Reaksi-reaksi emosional kita terhadap aneka masalah tidak ditentukan oleh ukuran masalah tersebut.

Nietzsche pernah berkata bahwa manusia adalah suatu transisi, tergantung secara ringkih pada sebuah tali di antara dua ujung, di belakang kita adalah monster dan di depan kita adalah sesuatu yang lebih besar lagi. Siapkan ‘Coveleski Anda’, ia sudah mengintip. Besar sekali perbedaan di antara mengetahui sesuatu dan mendapati sesuatu itu terbukti. Mempelajari fantasi imaji cocok untuk kalian yang suka spekulasi.

I Kill Giants | Year 2018 | Directed by Andrew Walter | Screenplay Joe Kelly | Based on Graphic Novel Joe Kelly, J.M. Ken Nimura | Cast Madison Wolfe, Zoe Saldana, Imogen Poots, Sydney Wade, Rory Jackson, Art Parkinson | Skor: 3.5/5

Karawang, 280420 – Bill Withers – Memories Are That Way

Tanah Liat dan Api yang Melebur

The Golem and the Jinni by Helene Wecker

Dalil mana yang menyebutkan bahwa manusia harus murtad untuk berbuat kebaikan di dunia? Siapa yang mengajarimu? Para filsuf yang kaubaca?” – Avram Meyer sang rabi

Ceritanya sangaaaat panjang, menembus 600 halaman yang berliku. Dari timur tengah di gersangnya gurun abad abad perrtengahan sampai awal abad 20 di New York, Amerika yang kala itu disebut benua baru, tanah yang dijanjikan. Seolah manusia menuju ke sana demi kehidupan baru. Kisahnya bersisian dua makhluk ini, dari judul saja kalian bisa menebak mereka nantinya bersama. Yang satu ciptaan tangan manusia dari tanah liat (lempung), yang satu dari api yang terpenjara dalam tabung. Untuk menemukan titik temu itu butuh hampir separuh perjalanan, panjang dan sungguh berliku.

Sang golem terlahir di lambung kapal Baltika yang melaju dari Danzig ke New York. Dicipta oleh seorang rabi Schaalman untuk menjadi pasangan Otto Rotfeld, seorang yahudi Prissoa yang asli Kronin, selatan Danzig, Sang Golem yang ketika dibangunkan di tengah lautan, calon suaminya mendapat serangan sakit hingga meninggal. Chava, si golem yang harusnya mengabdi pada suami menjadi makhluk kebingungan, apa yang harus dilakukan di tanah Amerika tanpa pemandu? Setelah sempat diburu kabur dari kapal, Chava berjumpa dengan rabi Avram yang mengasuhnya, memberi tempat bernaung, dan mengajari banyak hal kehidupan manusia. “Berikan padanya rasa ingin tahu, dan kecerdasan. Aku takkan tahan menghadapi perempuan yang konyol, buat dia sopan, tidak cabul. Istri yang pantas untuk pria baik-baik.” Well, semua golem di dunia ini pada akhirnya akan berubah kacau, kau harus siap-siap menghancurkannya.

Di lingkungan Lower Manhattan yang disebut Little Syria, tak jauh dari tempat tinggal Sang Golem, Sang Jin Ahmad terlepas dari tabung guci yang memenjaranya ratusan tahun karena secara tak sengaja digosok oleh seorang pengrajin/patri bernama Boutros Arbeely, seorang Katolik Maronit, ia pria asli Zahlel (Lebanon). Kehidupan berikutnya menjadi asistennya, mengenal banyak tetangga dan teman terutama Maryam sang pemilik kafe yang ramah dan Dokter Saleh yang kini menjadi penjual es krim keliling, dan betapa kehidupan sudah sangat berubah. Ahmad mencinta gadis konglomerat Watson bernama Sophia yang mendatanginya suatu malam di lantai atas rumahnya, berkencan dan melewatkan banyak waktu bersama, secara sembunyi karena sang putri akan bertunangan, dan menikah dengan kalangan bangsawan pula.

Chava bekerja di toko roti milik Mrs. Radzin, karena golem ga tidur dan bertenaga kuat, maka kerjanya luar biasa bagus. Tak mengenal kata lelah. Berteman dengan pekerja lain Anna yang lalu mengajaknya berdansa berkenalan pula dengan Phyllis, Jerry, dan Estelle, konflik dengan pacarnya Irving yang janji menikahi tapi ga jadi, memicu kemarahan dan kehebohan malam dansa hingga ada yang terluka parah. Chava sendiri akhirnya menikah dengan keponakan sang rabi, Michael Levy yang seorang pekerja amal rumah singgah yang berpandangan liberal. Bayangkan, golem menikah dengan manusia! Yang jelas, ini tak seperti Twilight blink-blink yang malam senggamanya mengguncang, golem di sini pasif dan tak bisa tidur, jadi ia hanya akan pura-pura terlelap.

Ahmad menjadi asisten pengrajin yang handal, banyak karyanya yang dicipta memesona. Dari besi, tembaga, perak, emas. Mendapat pujian artistik, dan omzet Arbeely otomatis melambung. Kehidupan mereka hangat, seolah tak banyak masalah. Justru kehidupan lama Ahmad yang sungguh mendebarkan, diceritakan secara dramatis bagaimana awal mula ia diperangkap. Gurun Suriah yang gersang dengan seorang remaja penuh tanya Fadwa, kehidupan sisian dunia lain itu sempat membuat khawatir tapi ternyata ayahnya Abu Yusuf pernah mengalami imaji/fantasi yang sama. Sampai suatu ketika Fadwa seperti kesurupan, sehingga oleh bapaknya dibawa ke dukun hitam Wahab Ibn Malik yang lalu mengelurkan jin, tapi ritual itu harus dibayar sangat mahal. Mulai saat itulah sang jin menghuni guci.Kisahnya dituturkan berganti-ganti dari kedua sudut pandang karakter, lalu dilebur ketika sampai bab 12, mereka bertemu, mencuriga ada yang aneh, dan saling mencoba mengenal dekat. Janjian setiap seminggu sekali bertemu di malam hari untuk melewatkan hari bersama, berjalan-jalan di gelap malam Washington Street, ngobrol dan memaknai hidup.

Lalu dimunculkanlah sang antagonis, Yehudah Schaalman yang menyamar memakai nama Joseph Schall, sang pencipta golem turut ke Amerika. ia memiliki obsesi hidup abadi. Mencari buku petunjuk. Buku yang ditulis rabi Avram Meyer menjelaskan beberapa aspek, maka ia pun ke sana, rabi Meyer yang karena usia, meninggal, maka buku dan warisnya ada di Michael dan Chava. Shmira, tradisi yahudi berjaga di samping jenazah. Ia bergabung dengan badan amal tersebut, mengejar dan akhirnya mengetahui kehidupan makhluk ciptaannya. Di sinilah sejatinya buku mulai meriah. Karena antagonis yang tua dan mengejar kehidupan abadi, karena jin mulai terancam, dan golem sendiri terdesak. Semua melebur dalam ledak harapan masing-masing.Memang buku ini ditulis dengan detail, tapi adegan perang dan memetakan aturan mainnya lemah, berliku tapi tak bikin penasaran. Seolah memang dicipta untuk diarahkan ke layar film, seperti kejadian di rumah singgah dan ancaman-ancaman sang rabi ke Anna, itu sudah khas Hollywood, dramatis terasa palsu. Termasuk keputusan final jin yang mengingin ke Timur Tengah lagi, menuntaskan misi lalu ending yang sweet, duh betapa eksukusinya sangat film-able, salah satu bagian yang mengehingkan layar bisa jadi adalah saat sang rabi terpecah-jiwanya bak harcrux Lord Voldemort. “Dan melihat jiwa-jiwanya sendiri di hadapannya, mutiara-mutiara dalam rangkaian tak berujung, yang dimulai dengan ibn Malik dan diakhiri dengan dirinya.”

Untuk sebuah novel yang tebal, menyajikan hal-hal semacam itu sangat disayangkan. Kurang worth it melahap lembar-lembarnya, kurang bervitamin, melelahkan. Seolah setelah bercinta bermenit-menit, anti-klimaks. Buku ini ternyata debut, dan aliran dramanya sangat biasa. Libur tiga hariku beruntun tanggal 10, 11, 12 April 2020 terasa kurang gereget menyelesaikan ini. Untuk buku pinjaman. Hiks,… “Jin tolong! Kami sedang bertempur dengan segerombolan ifrit dan kami terluka – kami butuh tempat berlindung.”

Aturan golem yang tak bisa luka, jin yang menghuni tubuh manusia, rahasia kehidupan abadi yang jiwanya tersiksa karena reinkarnasi dan hanya berganti tubuh, serta segala aturan gaib itu memang sah-sah saja dicipta. Dunai fantasi imaji masih sangat luas nan tak bertepi, namun untuk Sang Golem dan Jin terasa mengada, mungkin karena penyampaian yang biasa, atau pemilihan diksi yang kurang luwes, atau memang pada dasarnya inti cerita ini sendiri yang sangaaat standar. Mempertemukan golem lempung dengan jin api saja sudah terdengar janggal, apalagi menyatukannya. Bubuhkan cinta maka dunia manusia yang fana mengalirkan gelombang asmara. “Ya, aku janji. Tapi kita harus pergi ke tempat lain. Yang privat, agar tidak didengar orang lain.”

Sang Golem dan Sang Jin | By Helene Wecker | Diterjemahkan dari The Golem and the Jinni | Copyright 2013 | GN 402 01 15 0032 | Alih bahasa Lulu Fitri Rahman | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Editor Primadonna Angela | Desain sampul @ibgwiraga | 664 hlm.; 23 cm | ISBN 978-602-03-1425-9 | Skor: 3/5

Untuk Kareem

Karawang, 250420 – Glee Cast – Pompeii

Thx to Titus Pradita

The Hobbit – J. R. R. Tolkien 

The Hobbit – J.R.R. Tolkien

Fili: “Aku tidak ingin lagi mencium bau apel seumur hidupku. Tongku penuh bau apel. Mencium bau apel terus-menerus dengan perut lapar dan tak bisa bergerak, bisa membuat orang jadi gila. Aku bisa makan apa saja selama berjam-jam sekarang – asal jangan buah apel.”

Setelah terpesona The Lord Of The Rings (filmnya) yang kutonton tahun 2005 sampai beli kaset vcd original komplit seri, saya sempat akan membeli novelnya. Sayang di Cikarang susah sekali menemukan. Seakan sekejap waktu merentang cepat sampai di tahun 2009, saya malah menemukan The Hobbit di tumpukan buku diskon di Carefour Cikarang, dan taa-daaa… saya terkesan. Saya sangat terkesan. Setelah epic Potter berakhir 2007 inilah buku fantasi yang sukses bisa sampai klimak to the maxxx. Tiga tahun terentang ada Bartimaeus trilogy yang juga superb. Speechless.

Filmnya dibagi menjadi tiga, padahal bukunya tak lebih tebal dari al kitab. Dulu antusias menanti, tapi karena yang pertama bagus yang kedua sekedar lumayan, yang ketiga hingga kini belum kulihat. Kisahnya dipanjang-panjangkan, dan banyak sekali yang dicipta baru untuk memenuhi durasi. Karena setting waktu memang sebelum kisah Frodo maka segalanya memang mungkin.

Poin utama cerita adalah kumpulan kurcaci berjumlah tiga belas yang meminta bantuan hobbit cerdas, pintar menyelinap curi dan selalu rindu rumah di Bag’s End, Bilbo Baggins untuk menyertainya perjalanan ke Timur menuntut hak pada naga jahat Smaug yang menguasai lembah penuh emas. Dipimpin Thorin Oakenshield yang ambisius dan disertakan Gandalf the Grey yang memberi saran untuk mengajak Bilbo, mereka berpetualang. Mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir Indah ke samudera. Dihadang berbagai rintangan dan Bilbo tersesat di gua Gollum yang mengakibat sebuah cincin ajaib dikenakan, berhasilkah?

Kutipan-Kutipan

Kami di sini lebih suka hidup tenteram dan tidak menyukai petualangan. Petualangan cuma membawa kesulitan dan tidak menyenangkan. Membuat makan malam jadi terlambat! Aku tidak mengerti kenapa ada orang yang menyukai petualangan. – 15

Hari berikutnya Bilbo hampir melupakan Gandalf sama sekali. Ingatannya memang tidak terlalu tajam, kecuali ia mencatat dalam Daftar Acara. – 17

Dengan tongkat kayu dibabatnya kepala raja goblin yang bernama Golfimbul hingga terpelanting. Kepala raja itu melayang di udara sejauh delapan puluh meter, dan masuk tepat ke lubang kelinci. Maka dalam pertempuran ini pasukan goblin dikalahkan, dan sejak itu pula terciptalah permainan golf. – 29

Waktu melihat tampang orang kecil yang lucu itu, aku sudah mulai ragu. Dia lebih mirip pedagang barang kelontong daripada pencuri! – 30

Bagaimana aku akan bisa mengatasinya? Dan apakah aku akan kembali dengan selamat? – 35

“Jangan seperti orang tolol, Bilbo Baggins!” katanya pada diri sendiri, “Percaya pada naga dan segala dongeng omong kosong dalam usiamu yang setua itu!”

Sampai akhir hayatnya Bilbo tak pernah mengerti, bagaimana ia bisa keluar tanpa topi, tongkat, atau uang atau segala sesuatu yang biasa dibawanya kalau pergi ke luar. – 43

“Sial benar segala urusan ini. Ingin sekali aku berada di rumah, dalam laingku yang menyenangkan, dekat api dengan ketel yang bersiul.” – 45

Semakin sedikit bertanya-tanya, semakin sedikit pula kesulitan yang akan kita temukan. – 47

Bilbo terpaksa berangkat sebelum sempat mengatakan bahwa ia tak bisa menirukan suara burung apa pun. – 48

“Mengapa tidak kautunjukkan dari tadi?” – 58

Jadi sekarang kalian sudah mengerti. Lain kali kalian harus lebih hati-hati, kalau tidak kita takkan sampai ke mana pun. – 60

Sekali lagi ia membayangkan kursinya yang empuk di muka perapian, dalam liang hobbit-nya dan ketel yang mulai bersiul. Bukan untuk terakhir kali! – 62

Kadang-kadang ia terangguk-angguk dan hampir jatuh dari tungganggannya, atau hidungnya menumpuk leher kuda poninya. Makin turun ke bawah semangat mereka makin naik. – 64

“Lembah punya telinga dan beberapa peri punya lidah yang terlalu periang. – 67

Hari-hari yang penuh kegembiraan rasanya tidak menarik untuk diceritakan. Sementara itu, segala hal yang kurang enak, mendebarkan hati dan bahkan menyedihkan selalu lebih memikat untuk diceritakan. – 67

‘tinggi pintu lima kaki dan tiga bisa berjalan berjajar’ – 69

‘Berdirilah dekat batu kelabu waktu srigunting mematuk, dan matahari yang sedang terbenam akan memancarkan cahaya terakhir Hari Durin ke arah lubang kelinci.’ – 70

“Aduh, mengapa aku mau meninggalkan liang hobbit-ku!” kata Bilbo yang terlonjak-lonjak di punggung Bombur. – 85

Mula-mula ia terkejut, tapi lama-lama ia jadi terbiasa. – 89

Kadang-kadang Goblin Besar ingin makan ikan dari danau dan disuruhnya anak buahnya pergi ke sana. Kadang-kadang baik goblin maupun ikannya tak pernah kembali. – 91

Waktu! Waktu! – 97

Ia membayangkan kehidupan Gollum yang tidak mengenal hari, cahaya dan pengharapan. Yang diketahuinya hanya batu keras, ikan dingin, merayap-rayap dan berbisik-bisik sendiri. Bayangan itu melintas sekejap dan Bilbo menggigil. – 107

‘Selama ini dia lebih banyak memberikan kesulitan daripada bantuan pada kita. Kubilang, terkutuklah dia!’ – 113

“Apa yang akan kita lakukan. Apa yang akan kita lakukan? Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya.” – 120

Pohon bukanlah tempat yang menyenangkan untuk diduduki lama-lama, pada saat kapan pun. Lebih-lebih kalau malam dingin dan berangin. Ditambah dengan sekelompok serigala mengepung dan menunggu untuk memakan mereka, tidak ada lagi tempat yang lebih menyedihkan. – 122

“Sekarang aku tahu bagaimana perasaan dendeng yang tiba-tiba diangkat dari penggorengan dengan garpu dan ditaruh kembali di atas rak!” – 132

Ia tidur bergelung di karang yang keras, lebih nyenyak daripada tidurnya di kasur empuk di rumahnya sendiri. Tapi semalaman ia memimpikan rumahnya. – 135

Ingat, kalian tidak boleh keluar dari jalan setapak karena alasan apapun. – 160

Semua tergantung dari nasib baik kalian, serta keberanian dan kecerdasan otak kalian sendiri. – 165

“Bukan itu yang kumaksud. Maksudku, tidak adakah jalan memutar.” – 166

Bilbo berlutut di tepi air dan melihat ke sebarang. Tiba-tiba ia berseru, “Ada sampan di seberang! Aduh kenapa tidak berada di tepi sebelah sini!” – 171

“Apakah hutan terkutuk ini tak ada habis-habisnya?” – 176

“Kenapa aku bangun dari tidur? Mimpiku Indah sekali. Aku mimpi berjalan di hutan yang agak mirip hutan ini. Di tanah ada api unggun. Pesta sedang berlangsung. Ada Raja Peri Hutan di situ mengenakan mahkota daun. Rakyatnya menyanyikan lagu gembira. Aku tak menghitung atau melukiskan makanan dan minuman yang begitu banyak.” | “Kau tak perlu menceritakannya,” kata Thorin. “Kalau kau tak bicara soal lain, lebih kau diam saja. Kami sudah cukup kesal gara-gara kau…” – 179

“Ya, mereka tidak takut. Tapi apa aku tidak takut pada mereka?” – 182

Bilbo berlari berkeliling sambil memanggil-manggil, “Dori, Nori, Ori, Oin, Gloin, Fili, Kili, Bombur, Bifur, Bofur, Dwalin, Balin, Thorin Oakenshield.” Sementara itu, ia merasa ada orang-orang yang tak bisa dilihat dan didengarnya juga berlari mengelilinginya sambil memanggil namanya berkali-kali. – 184

Satu-satunya makhluk yang tidak diberi ampun oleh Peri Hutan hanyalah laba-laba raksasa. – 199

Semua kurcaci diikat dengan tali, dijajarkan dan dihitung. Tapi mereka tak pernah menemukan atau menghitung si hobbit. – 201

“Kami kira kau punya rencana yang masuk akal, waktu kau mencuri kunci tahanan. Ini rencana gila!” – 211

Mereka berhasil meloloskan diri dari penjara Raja Peri. Tapi apakah mereka hidup atau mati, masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab. – 219

Seandainya mereka tahu apa yang terjadi kemudian, mereka pasti akan sangat terkejut. – 225

Tapi apa yang diucapkannya sangat berlainan dengan apa yang dipikirkannya. – 233

“Kalian bilang tugasku adalah duduk di ambang pintu dan berfikir. Nah, aku sedang duduk dan berfikir.” Tapi Bilbo tidak sedang memikirkan tugas yang dibebankan padanya. Ia sedang memikirkan Daerah Barat nun jauh di sana, serta liang hobbit di bawah Bukit yang menyenangkan. – 240

Para kurcaci gemetar. Takut jangan-jangan kesempatan ini akan lenyap kembali. Mereka mendorong batu sekuat tenaga – namun usaha mereka sia-sia. – 243

“Akhirnya kau melibatkan dirimu dalam bahaya, Bilbo Baggins.” – 247

“Aku tidak diikutsertakan untuk membunuh naga. Itu tugas seorang prajurit. Sebagai pencuri, tenagaku dipakai untuk mencuri harta.” – 254

Aku percaya apa yang dikatakannya, walau aku yakin itu bukan dari pengalamannya sendiri. – 255

“Akulah si pencari jejak, pemotong jaring laba-laba, lalat penyengat. Aku yang terpilih sebagai pemilik nomor mujur.” – 257

“Sisikku seperti perisai berlapis sepuluh. Gigiku deretan pedang, cakarku tombak, dan lecutan ekorku halilintar, sayapku angin ribut, dan napasku tiupan Elmaut.” – 261

“Jangan takut! Selama masih hidup selalu ada harapan, begitulah kata ayahku selalu.” – 270

Yang harus kita cari sekarang adalah jalan keluar, dan kita sudah terlalu lama bergantung pada nasib baik! – 276

Pembicaraan mereka selalu sampai pada satu pertanyaan: di mana Smaug? – 281

“Tempat ini masih berbau naga,” gerutunya sendirian. “Membuatku mau muntah rasanya. Dan aku benar-benar sudah sebal makan cram.” – 304

Meski aku sendiri tak pernah merasa sebagai pencuri – tapi aku pencuri yang jujur. – 311

Tapi perang ini rasanya sama sekali tidak mengandung kebesaran. Bahkan tidak menyenangkan, dan mengerikan. Ingin sekali aku tidak terlibat di dalamnya.” – 326

“Kalau kelak kau lewat di muka rumahku, masuklah. Kalian tak usah mengetuk pintu lagi. Waktu minum teh pada jam empat, tapi kapan pun kalian datang, akan kusambut dengan senang hati.” – 334

Dan aku sangat bangga akan dirimu; tapi kau juga hanya makhluk kecil di tengah alam semesta yang begini besar! – 348

Kutipan yang saya ketik ulang panjang nan banyak ya. Maklumlah ini  buku istimewa. Setiap lembarnya memberi kesan, dan bagian terbaik kesukaanku ada dua yang pertama saat main tebak-tebakan dengan Gollum. Cerdas dan sangat menyenangkan. Saya sampai teriak, ‘wow wow wow’. Satunya lagi setiap Bilbo ingat rumah liangnya yang nyaman. Kalau ditolok ukur kepuasan fantasi, The Hobbit adalah yang terbaik. Lebih hebat ketimbang Harry Potter, Narnia, His Dark Materials  apalagi Bartimaeus. Pertama terbit tahun 1937, jauh sekali dari fantasi era modern J.R.R. Tolkien menulis kisah bak sebuah dongeng yang lezat disantap dalam kondisi apapun. Setahuku doeloe pernah diterjemahkan ke Balai Pustaka, dengan sampul jadul nan klasik. Yang kubaca adalah terjemahan Gramedia, yang syukurlah sangat bagus. Tak ada komplain, ditambah ilustrasi bagus yang membawa bayang, sungguh ini adalah kisah yang sempurna.

The Hobbit jelas masuk 10 besar novel terbaik yang pernah saya baca. Noted!

The Hobbit atau Pergi dan Kembali | by J.R.R. Tolkien | diterjemahkan dari The Hobbit | originally published in English by HarperCollinPublishers Ltd | copyright 1937, 1951, 1966, 1978, 1995 | alih bahasa A. Adiwiyoto | GM 402 02.011 | sampul dikerjakan oleh Eduard Iwan Mangopang | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | cetakan ketiga, Mei 2002 | 352 hlm; 23 cm | ISBN 979-686-767-2 | Skor: 5/5

Karawang, 140917 – Sherina Munaf – Bermain Musik

Cincin Monster #6

image

Pengalaman pertama membaca bukunya Bruce Coville, seri A Magic Shop Book. Lumayanlah, ada sihirnya, ada keseruan dalam mengatasi masalah remaja dan kengerian jadi monster. Ceritanya sederhana namun seru. Kalian pasti bisa menebak ke arah mana kisah ini akan berakhir, tapi keseruan ada pada kompleksitas sifat karakter utamanya. Buku anak yang asyik.

Kisahnya 13 bab ditambah epilog. Tanpa banyak pengenalan karakter kita langsung ditaruh di dalam masalah. Russel Troy yang sendirian takut dalam kejaran Eddie. Mereka sedang dalam permainan Frankenstein jelang Helloween. Saat lari itulah dia berputar-putar dari satu gang ke gang yang lain, putar, belok dan tahu-tahu tersesat. Saat itulah ia melihat sebuah toko asing betuliskan, “Elivies, Menyediakan Berbagai Benda Sihir”. Russel yang tergila-gila akan sihir masuk ke dalam. Di dalamnya terpampang benda-benda aneh, dan suasana toko muram. Lalu muncullah sang kakek, setelah basa-basi tanya-jawab, Russel mendapatkan sebuah cincin. Tidak sembarangan cincin. Saat keluar toko lewat pintu samping, dirinya tiba-tiba sudah di gang semula dan toko itu tak ada.

Cincin monster dengan aturan main, ‘Merubah dirimu menjadi monster. Tempatkan cincin di jari manis tangan kanan. Genggam dengan tangan kirimu. Putar cincin ke kiri sambil membaca mantra…’ merasa janggal, awalnya Troy tak percaya namun menjelang hari besar Helloween tak ada salahnya mencoba. Mantranya, “Kekuatan gelap dan kekuatan terang, aku memanggilmu sesuai keinginanku. Keluarkan kekuatan cincin ini, dan ubahlah aku menjadi monster.”

Jreng-jreng… satu putaran iapun berubah seketika. Malam itu bulan purnama, dirinya menatap bulan dan melompat lewat jendela keluar. Esoknya dirinya terbangun dengan bingung. Ah.. mimpi yang aneh. Namun apa yang dirasanya hanya ilusi ternyata bukan. Di sekolah beredar kabar ada monster mengamuk di kota semalam. Troy lalu penasaran mencoba lagi dengan membaca petunjuk sekali lagi. ‘Satu kali putaran kau akan bertanduk dan berbulu; dua kali putarana, gigi taring akan terlihat; tiga kali putaran? Tak seorang pun berani melakukannya.’ Tapi Russel Troy tak membaca petunjuknya dengan cermat.

Saat di sekolah dirinya iseng mencoba memutar dua kali. Saat itu pesta kostum Helloween sehingga saat yang lainnya hanya berakting, Troy yang benar-benar berbulu dan bertaring mengamuk. Seisi sekolah ketakutan, semua yang awalnya kagum sama ‘kostum; Troy jadi panik. Amburadul. Ayahnya marah, “Ayah tak menyangka kamu merasa seperti itu, ayah mengira sedang membantu.. memberimu nasihat… menunjukkan cara hidup yang lebih baik. Ayah merasa telah mendengarkan semua masalahmu. Ayah berusaha menjadi orang tua yang baik, Russel. Tuhan yang tahu, betapa berat hari ini…”

Ketika hari Helloween anak-anak pada merayakan dengan labu, permen dan kostum seru. Russel Troy sudah memantabkan diri mengenakan cincin dan karena sudah merasa berani, iapun memutarnya tiga kali. Berhasilkah ia membalas kenakalan Eddie? Jadi seseram apa cincin dengan tingkat monster maksimal itu? Bisakah ia kembali normal? Semua tersaji dengan tensi cepat dan menyenangkan.

Well, buku ini saya beli ketika anniversary 4 tahun menikah. Bukan kado namun memang ada dalam daftar beli buku yang menumpuk kala itu. Saya baca hanya semalam dengan santai dan langsung selesai. Bagus sih namun memang ini adalah buku anak yang bisa dinikmati sambil lalu. Idenya bagus, walau tak original. Eksekusinya pas. Terjemahannya tak ada kendala, runut dan tak ada typo. Cetakan kertas hvs dan cover yang seru. Layaknya seri-seri Goosebump, yang penuh kaget-kagetan. Seri pertama yang saya baca dari A Magic Shop Book cukup memuaskan. Kalau diberi kesempatan untuk dapat menikmati buku seri lainnya saya dengan senang hati melahapnya. Sebuah petualangan masa SD yang penuh imajinasi.

Cincin Monster | by Bruce Coville | Judul asli Russel Troy: The Monster Ring | copyright 1982, 2002 | This edition published by arrangement with Ashley Grayson Literary Agency | Penerjemah Venti | Ilustrasi Yulia Afifah | Penerbit Matahari | Cetakan pertama, September 2007 | Skor: 3/5

Ruang HR NICI – Karawang, 060616 – Sherina Munaf – Singing Pixie

#6 #Juni2016 #30HariMenulis #ReviewBuku

The Last Dragonslayer – Jesper Fforde

image

“Jangan biarkan seseorang memberitahumu bahwa masa depan sudah tertulis.”

Sebuah buku sihir di era modern lagi. Yang terlintas pertama kali saat melihat sampulnya bergambar naga dengan Volkswagen kuning di atas butuhnya adalah kisah Harry Potter yang fenomenal itu. Dengan latar gedung Big Ben jelas setting yang diambil jugalah kota London. Kisah menjadi makin menarik ketika tahu melibatkan detektif Norton dan Villiers, kerajaan dan para hulubalang-nya dan potensi perang yang terjadi di antara bisingnya ibu kota Inggris. Raja Snodd IV dan Duke Brecon, sayangnya mereka terlampau lembut. Ekspektasi yang tinggi itu langsung drop ketika sampai di halaman 26 yang menyatakan bahwa tongkat, sapu dan topi kerucut adalah untuk buku dongeng. Well, terus terang saya langsung marah. Kalaupun dunia sihir Fforde tak mengenalkan hal itu setidaknya jangan ’mengejek’ dunia sihir lainnya.
Kisahnya runut. Enak dibaca. Benar-benar bacaan ringan yang menarik. Tentang seorang remaja perempuan yang menjalankan usaha sihir. Jennifer Strange adalah anak terlantar dari panti asuhan milik Bunda Zenobia yang mendapat kerja wajib ke menara Zambini. Di usianya yang 15 tahun, dirinya ditunjuk Mr Zambini memimpin usahanya karena beliau harus menghilang. Sampai halaman berakhir, kalian tak akan tahu menghilang ke mana beliau. Walau diberi jawab kabur karena menjalankan usaha menggelikan mempertontonkan sulap di depan anak-anak, namun itu tidaklah terlihat jelas.

Cerita dibuka dengan sebuah tugas dari Mr. Digby untuk membenahi gedung. Awalnya dia sangsi, Jenny terlampau muda untuk menjalankan sebuah agensi. Namun setelah diyakinkan bahwa pekerjaan akan selesai sesuai jadwal, pembetulan pipa pun dimulai. Sihir di sini diakui oleh masyarakat, namun sihir rendah yang digunakan untuk semisal mengantar piza dengan kapet terbang atau membetulkan saluran air yang tersumbat. Bah, sampai di bagian karpet terbang saya sempat marah, kenapa dia mengolok tongkat sihir sementara tetap mencatut aturan permadani? Ini tidak fair!

Di menara Kazam terdiri dari beberapa lantai yang dihuni oleh para penyihir dengan keahlian masing-masing. Ada Lady Mawgon yang pemarah dan cemberut. Ada Full Prince yang nyentrik, nama aslinya Dennis dan memiliki saudara kembar David. Ada Kevin Zipp. Karamazov bersaudari – Deirdre dan Deirdre. Jenny sebagai manager pengganti sementara Mr Zambini memiliki binatang Quarkbeast yang aneh sekali. Binatang yang makannya besi, aluminium dan sejenisnya. Tercipta seperti anjing namun dari benda mati. Bisanya bilang “Quark”. Nantinya ini binatang punya peranan penting di penentuan akhir cerita. Menara Zambini baru saja menerima anak baru bernama Horton Prawns, mereka memanggilnya Tiger. Jadi setiap anak terlantar menjalankan kewajiban selama enam tahun di Kazam sampai usia 18 tahun.

Setelah basa-basi panjang lebar mengenalkan para karakter dan aturan dunia sihir milik Fforde kita benar-benar memasuki cerita sebenarnya saat di tengah halaman. Setelah kabar ramalan yang mengatakan bahwa naga Maltcassion akan mati Minggu tengah hari, Jenni menyelediki kebenarannya. Karena kalau naga terakhir mati maka sihir akan punah, Jenni mencoba melawannya. Mencegah agar tak sampai terjadi. Dia bertemu orang tua asuhnya Bunda Zenobia. Sang bunda bercerita panjang lebar mengenai sejarah naga, perjanjian naga dan sang penyihir hebat Mu’shad Waseer dan Shandar Yang Perkasa.

Tentang para pembantai naga, dan betapa dunia bisa damai tanpa binatang penyembur api. Di sini naga persis seperti gambaran hikayat, namun bijak dan bisa bicara dengan bahasa Naga yang bisa dipelajari manusia. Naga yang ternyata tinggal satu itu tinggal di tanah naga yang dikelilingi batu sihir, siapa saja yang melewatinya akan melebur jadi abu. Hanya pembantai naga dan asisten magangnya yang bisa. Termasuk naga tak bisa keluar dari wilayahnya. Perjanjian yang ditulis empat ratus tahun yang lalu penuh legenda. Alasan sebenarnya sungguh mengejutkan, nantinya di akhir akan membuat kalian shock.

Jenni diminta bunda untuk bertemu si tua aneh William dari Anorak di stasiun. Si tua yang selalu berbicara dengan fakta dulu baru mengutarkan maksudnya itu lalu meminta Jenny pergi ke bar Dog and Ferret di jalan Wimpole bertemu Brian Spalding. Nah inilah bab paling memukau, cara bertemunya yang elegan. Pengungkapan faktanya seru. Keterkejutan Jenny akan sebuah tugas berat. Dan seperti di gambar ilustrasi di halaman pertama, Brian meleleh jadi abu dengan hanya menyisakan tongkat, baju, dan topinya sebagai bukti bahwa dia pernah ada. Mendapat tugas maha berat itu berhasilkan Jennifer Strange melawan takdir?

Ada tiga puluh tiga bab yang panjang dan melelahkan, namun worth it kok untuk dilahap. Cerita yang ringan dan yah, dengan aturan sihir yang tak baku sang Penulis bisa saja menjalankan imajinasinya sendiri. Eksekusi ending-nya kurang seru, karena seakan dipaksa happy untuk semua pihak. Eksekusi penting ketika di tanah naga ketika sebuah kejutan dari Gordon juga lemah sekali. Sempat berharap karakter penting tewas, atau sebuah kerusakan besar melanda akibat perang atau sebuah tempur naga penuh keseruan. Sayangnya tidak, endingnya akan menyenagkan para Raja dan rakyatnya. Para penikmat cerita Disney yang lembut. Sayang sekali, harusnya jangan nanggung. Setelah jalinan kisah panjang yang seru, cerita malah anti-klimak. Fforde jelas menyiapkan lanjutan, ataukan prequel. Apapaun itu patut disayangkan, kisah Miss Strange harus seperti ini.

Banyak karakter yang tak berkembang. Tiger Prawns yang digadang-gadang punya peran besar, tenggelam. Full Prince yang melakukan penelitian sihir yang bisa mengubah logam menjadi emas juga terlantar. Mr Zambini yang terdengar hebat juga tak muncul. Rasanya benar-benar disimpan untuk lanjutan?

“… bahwa sihir seperti emas yang berbaur di dalam pasir, berharga tapi tidak berguna jika kau tidak bisa mengambilnya.” – halaman 37

“Raja tidak bergurau Miss Strange. Dalam kesempatan langka ketika beliau akan bergurau beliau mengedarkan memo sebelumnya untuk menghindari kesalahpahaman.” – 161

“Namaku Jennifer Strange,” kataku seanggun mungkin. “Dengan dua huruf N.” | “Di Strange atau Jennifer?” | “Jennifer.” | “Oh,” kata sang Naga. “Cuma memastikan.” – 135

“Aku tidak tahu siapa yang memasang iklan di surat kabar, tapi itu bukan aku.” | “Biar kujelaskan dengan mudah,” seraya menyeringai. “Itu aku.” | “Kau? Mangapa?” | “Aku ingin menjadi yang pertama di dalam antrean. Pembantai-Naga perlu asisten, jadi kupikir aku akan menghindarimu dari masalah pemasangan iklan.” – 146

The Last Dragonslayer | by Jesper Fforde | terbitan Houghton Mifflin Harcourt, New York 2012 | cotyright 2010 | Penerjemah Ingrid Dwijani Nimpoeno| Penyunting Dyah Agustie| Proofreader Emi Kusmiati | Cetakan 1, Oktober 2015 | Penerbit Mizan | design sampul Windu Tampan | ISBN 978-979-433-904-6 | untuk Stella Morel (1897 – 1933 | 2010 – …), Nenek yang penah kukenal – Putri yang akan kukenal | Skor 3,5/5

Karawang, 210516 #Nikita Willy – Pantas Untukku