#Agustus2022 Baca

“Hari ini agaknya mendung, Pak.” – Anak buah Tuan Gendrik by Pamusuk Eneste

Bulan Agustus mengejar buku tebal, lebar, non fiksi Teori Sosiologi Modern. Kubaca 15 halaman sampai 25 halaman per hari. Konsisten dan berat, makanya menggerus bacaan lain. Hanya 6 buku yang tuntas, itupun rerata tipis. Dan memang kembali santuy, tak ada yang dikejar sekalipun daftar antri sangat amat banyak.

#1. The Robe of Skulls by Vivian French

Kisahnya berkutat oleh lima tokoh utamanya, berganti-ganti sudut pandang: pertama Gracie Gillypot yang dikurung di ruang bawah tanah, dihukum oleh sudara tirinya yang jahat Foyce. Kedua, Pangeran Marcus yang bandel dan suka petualang, memiliki saudara kembar Arry yang punya wibawa dan jelas sudah ditunjuk sebagai penerus takhta. Ketiga, Marlon sang kelelawar yang membantu Gracie kabur ke Pitarah Purba. Keempat keponakan Marlon, kelelawar Millie. Dan terakhir trolls ratusan tahun Gubble yang pasif dan malesi, tapi punya peran bagus untuk memengaruhi sang penyihir.

“Aku hanya punya dua nasihat, satu jangan jauh-jauh dari peta, jangan sampai hilang. Kedua, jika kau terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan dan segalanya salah, pergilah ke rumah Pitarah Purba. Mereka tahu segala jawaban segala pertanyaan..”

#2. Tuan Gendrik by Pamusuk Eneste

Semua cerpen memakai judul karakter utama. Semuanya pendek, belum ‘in’ sama cerita sudah selesai. Namun hebatnya, semua ending menggantung. Keputusan akhir diserahkan ke pembaca. Dari kepala media yang diminta ceramah kepahlawanan, tak tahu ngomong apa. Karyawan yang diancam, diperas duit sebab istrinya diculik, dan kita tak tahu apakah ia melapor polisi atau memenuhi tuntutan dengan uang pinjaman. Lalu Tuan Gendrik, bos kantor yang baik hati dan tak sombong, yang suatu hari kehilangan semua karyawannya, misterius. Hingga warga baik-baik yang dituntut untuk menikahi perempuan yang tiba-tiba mampir ke apartemennya, lalu menyatakan hamil anaknya. Semua diramu dengan tanda tanya di akhir. Begitulah, sederhana nan memikat. Tak sampai meledak-ledak, tapi sungguh efektif meluluhkan hati pembaca.

“Terus terang, aku tak tahu harus menyapamu dengan apa. Mas, dengan kau, dengan kamu, atau dengan Anda. Tapi itu tak penting bagiku, yang terlebih penting adalah persoalan yang akan kubeberkan di bawah ini.”

#3. To Live by Yu Hua

Tragis. Ini adalah cerita kehidupan warga biasa di China di abad 20. Dari keturunan kaya raya, miskin karena judi, lalu bertahan hidup menjadi petani. Dan ditengah gempuran zaman, mereka dibantai kekejaman kehidupan. Satu demi satu tempaan cobaan disajikan, hingga sisa-sisa akhir. saya yang biasanya suka cerita dengan akhir yang kelam, bahkan sampai berharap, harapan terakhir Kugen, tak sampai dimatikan. Mengerikan memang, era China yang bergolak, pantas bukunya dilarang terbit. Mungkin seperti buku-buku Indonesia era Orde Baru yang membredel buku-buku yang menyerang Pemerintahan. Atas nama kestabilan, banyak sekali pengorbanan diapungkan.

“Dulu kala nenek moyang keluarga Xu cuma pelihara seekor ayam, ayamnya besar jadi angsa, angsanya besar jadi kambing, kambing dipiara terus sampai besar jadi sapi. Beginilah keluarga Xu hingga menjadi kaya.”

#4. Room by Emma Donoghue

Novel dan film sama saja. Dibuat dalam dua babak utama, di dalam kamar dan adaptasi di kehidupan sesungguhnya. Dengan cerdas mengambil sudut pandang seorang anak lima tahun yang polos dan menggemaskan. Pendidikan itu penting, tapi lingkungan jauh lebih penting. Bagaimana sifat dan karakter dibangun di ruang sekecil itu. Dari lahir dan pada akhirnya kabur, bagaimana Jack beradaptasi sama hidup baru. Polos dan tampak sangat menyentuh. Seperti filmnya, menurutku bagian pertama luar biasa. Keren abnget, ide memenjara dan dengan segala keterbatasannya. Bagian kedua menurut drastis. Itulah mengapa orang suka drama pahit, sebab cerita pahit selalu mematik penasaran. Nah, untungnya, ending buku ini bagus banget. Pamit itu menampar teori-teori sosiologi, mengukuhkan betapa sempat dan lega itu sangat subjektif.

“Dan tempat-tempat itu juga nyata, seperti ladang dan hutan dan pesawat dan kota-kota…”

#5. Aruna dan Lidahnya by Laksmi Pamuntjak

Novel pertama Laksmi Pamuntjak yang kubaca, keren banget. Pemilihan kata, nyaman dan puitik. Salah satu novel lokal dengan liukan kata terkeren yang kubaca. Cerita mungkin agak kurang, sebab memainkan orang-orang kalangan atas yang tak relate sama jelata. Pilihan dengan makanan sebagai tunggangan utama, baru pilihan bagus. Berapa banyak sih novel dengan citarasa makanan sebagai tema dicipta di Indonesia? Tak banyak. Apalagi dibuat dengan gemuruh diksi sekeren ini. Pengalaman pertama yang akan mematik karya-karya berikutnya untuk dilahap.

“Kuah babat karena memberi bodi dan aroma, kacang kedelai karena membuat ekstra renyah, timun karena menambah asam dan segar.”     

#6. Islam tanpa Toa by Jamaah Milis KAHMI Pro

Buku yang dinukil dari milis, bahasanya bebas. Seperti zaman sekarang melihat debat online terbuka di twitter atau facebook. Temanya bagus, polemik yang sudah lama ada, masih ada, dan akan selalu ada. Tentang toa atau pengeras suara di masjid-masjid kita. Pro kontra wajar, alasan yang disampaikan juga sangat wajar, dan masuk di akal. Yang pro, biasanya karena sudah kebiasaan.

“Ini sudah fitrah. HMI itu tidak mempersoalkan apakah kamu salat pakai qunut atau tidak. Apakah kamu tahlil atau tidak. Yang salah adalah yang tidak salat dan menutup telinga saat azan.”

Karawang, 020922 –  Sherina Munaf – Ada

Happy birthday to me.

Islam tanpa Toa

“Ini sudah fitrah. HMI itu tidak mempersoalkan apakah kamu salat pakai qunut atau tidak. Apakah kamu tahlil atau tidak. Yang salah adalah yang tidak salat dan menutup telinga saat azan.”

Bangsa kita sudah terbiasa hanya melihat segala sesuatu dari kepentingannya belaka, tidak mau melihat dari kepentingan dan kacamata orang lain. Singkatnya, bangsa ini ternyata sangat egois. Di sini, kebiasaan lebih diterima daripada kebaikan.

Setiap manusia berproses dari ketidaktahuan menjadi tahu dengan harapan mencapai kesempurnaan. Dan muncullah diskusi seru ini. Buku yang dinukil dari milis, bahasanya bebas. Seperti zaman sekarang melihat debat daring terbuka di twitter atau facebook. Temanya bagus, polemik yang sudah lama ada, masih ada, dan akan selalu ada. Tentang toa atau pengeras suara di masjid-masjid kita. Pro kontra wajar, alasan yang disampaikan juga sangat wajar, dan masuk di akal. Yang pro, biasanya karena sudah kebiasaan. Toa sudah jadi tradisi di banyak Negara Islam, dan penggunaan yang unik di Indonesia pun sejatinya sudah diatur dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam No. Kep/D/101/78 tanggal 17 Juli 1978. Namun tentu saja, pelaksanaan tak bisa serta merta mulus sebab Indonesia yang sangat luas, memang kudu beda-beda aturannya. Ada yang usulkan dibuat Perda, ada yang minta dibuat khusus tiap kota, dst. Sulit, dan sungguh takkan bisa memuaskan semua orang. Sementara yang kontra, kebanyakan adalah warga metropolitan. Kota besar yang plural, di mana kebebasan dan kepentingan pribadi harus dilindungi. Merasa terganggu, merasa kurang respect sama warga non muslim, hingga meminta hanya untuk azan saja penggunaan toa. Dan kembali lagi, tak semudah itu pelaksanaannya sebab ini menyangkut hajat hidup orang sangat banyak, menyangkut banyak sekali manusia dengan berbagai isi kepala yang beda-beda.

Menjadi semacam ontologi keresahan akan fenomena ini. Dicetak dengan apa adanya, di mana tema utama dipaparkan di pembuka. Lalu sang penulis komentar dicantumkan di bawahnya. Lantas dibalas komen oleh orang lain, yang pro-kontra tadi, lalu bahasan melebar ke mana-mana. Dari masalah listrik masjid yang nyantol langsung di kabel tiang sehingga tak bayar listrik, masalah taraweh yang 8 atau 23 rakaat, pembacaan qunut di subuh, hingga kembali lagi ke masalah toa, bahkan ada isu sensitif bagaimana seorang mualaf kembali memeluk agama lama, sebab malu sama keluarga, agama barunya ternyata berisik.

Begitu juga joke jadul, siapa sebenarnya yang paling dekat sama Tuhan? Hindu, Kristen, atau Islam? Ternyata Islam yang paling jauh sebab Tuhannya harus diseru, biasanya yang diteriakin kan orang jauh. Yang dekat, cukup dibisikkan jadi Kristen yang memanggil ‘Bapa’ dalam ketenangan bisik. Kedua, Hindu yang memanggil tuhannya dengan ‘Om’. Hehe… begitulah, milis ini benar-benar hidup.

Sayangnya, beberapa ada yang tersulut marah. Walau kalau dibaca sekarang sebenarnya masih taraf tak keterlaluan, lihat saja forum twitter yang merdeka dan tak berbatas. Tak ada apa-apanya. Jadi menyatukan pendapat itu tak sederhana, menghujat di mana-pun ada. Tak peduli di forum agama, masyarakat, hingga tingkat Negara. Sama saja, ya mungkin tingkatan marahnya aja yang beda-beda.

Hebatnya, di buku ini dicerita di akhir terjadi kopi darat (kopdar) yang damai, dan melanjutkan diskusi dengan penuh persaudaraan. Terlihat terbagi dalam dua kubu besar, pertama adalah pihak yang kontra dikepalai oleh Ami Geis yang sekuler, dan pendukungnya banyak. Yang pro bisa disematkan ke Kang Hamid, dan pendukungnya lebih banyak lagi. Yang di tengah-tengah juga ada, di mana tak pro dan tak kontrak, hanya nimbrung mencerita pengalamannya. Walaupun, jelas itu sungguh subjektif. Dari yang pernah tinggal di Melbourne yang tenang lalu merindu suara toa di Indonesia. Atau yang tinggal di apartemen damai, sehingga di bulan Ramadan nuansa riuh otomatis hilang. Atau yang mencerita di negeri Turki, toa hanya untuk azan saja sehingga tak mengganggu. Atau yang mencerita bahwa masjid kita terlalu banyak, dengan mudahnya orang mendirikan masjid sebab ada amal jariyah di sana, tak peduli jumlah jamaah. Atau yang cerita, rumahnya laku impas dengan saat beli karena dekat masjid sehingga rumah dekat masjid tak cocok untuk investasi. Hingga orang yang dapat kesempatan studi ke Australia malah ditolak dan memilih Malaysia, demi ‘dekat’ sama agama. Semuanya bebas, dan benar-benar apa adanya.

Untungnya lagi, buku ini ditutup dua tulisan yang sangat bagus. Amat bagus malah. Allah dalam menilai perilaku ummatnya berdasarkan amal dan pengetahuannya. Pertama, epilog dari Taufiq Sutan Makmur dimuat di Seputar Indonesia yang terbit di Minggu, 16 September 2007. Bernas dan nyaman dibaca. Curhat suara-suara kramat seorang warga menengah. Merasa terganggu suara orang ngaji orang tua dan anak-anak yang cempreng dengan lentangnya bangunin sahur, hingga ‘taubat’ dan respect. Serta cerpen Malaikat dan Corong Mushala oleh Ahmad Tohari, yang terbit di Harian Republika, 5 November 2007, mencerita Joni Ariadinata membuat cerpen dan minta izin dibacakan, isinya tentang di malam lailatul qudar, di petala langit malaikat melihat surya di sebuah mushala yang terang, yang setelah di-zoom adalah seorang jamaah yang dengan tangga naik ke masjid memutus kabel, sehingga malam suci itu tak bisa ‘meriah’ dengan teriakan keluar sebab toa-nya mati. Meski malam terasa lama, tapi akhirnya berjalan juga. Lucu? Ironis? Saya lebih melihatnya, sebagai ending buku yang keren. Sebab, mau menarik kesimpulan apapun itu terasa benar sekaligus salah, tinggal melihat dari sudut pandang mana. Dunia sudah berubah dan beragama juga menuntut cara yang berbeda, tidak bisa seenaknya. Islam tanpa Toa? Ah, bukankah akan lebih kontradiktif bila menyebut Islam tanpa salat?

Islam tanpa Toa | by Jamaah Milis KAHMI Pro Netword | Penyunting Misbahudin | Layout Iman Iskandar | Desain sampul Fahmi Shihab | Penerbit Pustaka @lam Maya | xviii + 166 hlm; 13.5 x 20 cm | ISBN 978-979-17782-0-6 | Cetakan pertama, April 2008 M | Skor: 3.5/5

Karawang, 010922 – Shirley Horn – Fever

Thx to Sri Wisma, Bandung

Allah adalah Tuhan kita, Dia adalah Suci dan berada di Atas ‘Arasy

Aqidah Islam menurut Ibnu Taimiyah by Muslich Shabir

“Janganlah anda sekalian ragu tentang adanya Dzat Pencipta. Karena Dia termasuk sesuatu yang tidak akan dapat dicari oleh akal dengan sendirinya. Dia adalah Dzat yang menentukan keadaan ini.” Isaac Newton

Buku agama, ini seperti buku pelajaran sekolah dengan pendahuluan, inti, lalu penutup dengan pertanyaan dari isi bab. Tertata dan terstruktur. Sebagian besar jelas sudah kita dapati sewaktu mata pelajaran Agama Islam. Berisi pokok agama, enam Iman kepada dan rukun Islam. Yang membedakan, ini disarikan oleh Ibnu Taimiyah, seorang sufi ternama dengan penjelasan lebih panjang dan beberapa detail, sekaligus mematahkan aliran menyimpang, di masa itu.

Melimpah ruah hadist pilihan, dan potongan ayat. Enaknya, di sini kita sudah disaringkan. Sudah dipilah, sehingga tingga menikmati saja. Contoh, pokok hari kiamat, apa dasarnya, bagaimana penafsirannya. Atau tentang Allah yang Esa, dijelaskan pijakan utama betapa Allah masakuasa. mahasegalanya. Harshel, seorang ahli falak dari Inggris bilang, “Apabila lapangan ilmu pengetahuan bertambah luas (berkembang) maka bertambahlah dalil-dalil yang rasional lagi kuat tentang adanya Dzat Pencipta yang bersifay azali, tak ada batas dan tidak berkesudahan kekuasaan-Nya (Para sarjana Geologi, Mathemathic, Falak dan Fisika) telah saling tolong-menolong untuk menunjukkan kebenaran ilmu pengetahuan – yakni kebenaran tentang keagungan Allah dengan sendiri-Nya.”

Jadi suatu saat kalau dibaca ulang, atau mencari referensi, tinggal buka. Sebagian sudah hapal, tapi sebagian besarnya lagi hanya tahu.

Sifat Allah Rahmah (penyayang), Magfirah (pengampun), dan Hafidz (penjaga) memiliki tafsir yang berbeda, ketika ditanya mengapa orang non muslim pun tetap sejahtera? Allah menjaga hamba-hamb-Nya dan selalu memperhitungkan perbuatan-perbuatan hamba itu baik yang bagus maupun yang buruk. Baik yang taat maupun yang durhaka, dst. Allah menjaga kekasih-kekasih-Nya dari apa yang membahayakan mereka baik di dalam masalah keagamaan maupun masalah keduniawian.

Firman Allah terbagi 2 yaitu dengan perentara dan tanpa perantara. Yang dengan perantara ada 3 yaitu: 1) Wahyu kepada Nabi dan Rosul, 2) Mimpi, sebagaimana yang disabdakan Nabi Ibrahim kepada putranya Ismail: “Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.” 3) Ilham, sebagaimana dalam firmannya, “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa: ‘Susukanlah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke dalam sungai (Nil). Dan jangalah kamu khawator dan janglah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan meniadakannya (seorangpun) dari para Rasul.”

Yang tanpa perantara yang datangnya dari balik tabir: 1) Seperti firman kepada Nabi Musa, 2) kepada Nabi Muhammad pada malam Isya’ Mi’raj, 3) kepada bapak dan ibu kita Adam dan Hawa.

Aqidah Islam menurut Ibnu Taimiyah | by Drs. Muslich Shabir| Alih bahasa Dr. Muchlich Shabir | Penerbit PT. Almaarif | Cetakan ketiga, 1997 | 139 hlm, 20cm | ISBN 979-400-175-9 | Skor: 3.5/5

Karawang, 270722 – 250822 – Tasya – Hiasan Alam Kuasa Allah

Thx to Sri Wisma, Bandung

Neraca Kebenaran

“Saya tidak tahu apakah saya harus berdoa qunut pada salat subuh atau tidak, juga membaca Bismillah terdengar atau tidak? Sekarang berijtihadlah dengan diri sendiri. Amati para imam (manzhab), siapa diantara mereka yang menurutmu lebih utama, juga yang fatwa-fatwanya lebih pas dengan hatimu. Sebagaimana kamu sakit dan harus ke dokter, karena saking banyaknya dokter di kampungmu… maka begitulah kamu berijtihad dalam beragama. Siapa yang paling mendominasi dalam sangkaan Anda sebagai yang paling utama, maka ikutilah dia.”

Buku tipis, dicetak mungil. Bagus sekali, saya menemukan cara pandang baru terhadap Al-Qur’an. Makin tertancap yakin. Banyak hal memang tak bisa dilogika, maka terjadilah percakapan antara si Fulan (F) dengan Al Ghazali (G). Fulan dari sekte Syi’ah Batiniyyah. Diungkapkan dengan segala kelemahan dan kelebihannya, mencipta pesona dan sesuai tujuannya, agar kita bisa mengambil manfaat dari dialog-dialog ini dengan merenungkan hal-hal yang lebih tinggi daripada sekadar meluruskan manzhab Ta’limiyyah.

Parameter-parameter timbangan Al-Qur’an pada dasarnya ada tiga: parameter ta’adul (ekuilibrium), talazum (ekuivalensi), dan ta’anud (kontradiksi). Ditambah parameter ekuilibrium yang dipetakan menjadi tiga, akbar (besar), awsat (tengah atau medium), dan asgar (kecil), jadi kalau dihitung semua ada 5 parameter. “Dan jangalah kamu tergesa-gesa dengan Al-Qur’an sebelum disempurnakan pewahyuannya kepadamu, dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu pengetahuan.” (QS. Taha: 114)

Ketika si Fulan semakin paham, ia malah mendukung beberapa argument Ghazali. “Saya tahu sekarang, mengapa orang-orang berbeda pendapat. Mereka tidak mencerdasi kerumitan-kerumitan ini sebagaimana Anda mencerdasinya, sehingga ada yang salah dan ada yang benar.”

Maka dijawab dengan bijak, “Seyogyanya kita tidak mengingkari, dalil-dalil Al-Qur’an, meskipun kita melihat sisi-sisi keraguan pada premisnya, sebab dalil-dalil tersebut, memberikan api penerangan tersendiri bagi orang-orang yang mengakui. Anda bisa belajar menimbang yang betul dan memenuhi syarat. Maka setiap kali ada permasalahan, Anda bisa menimbangnya dengan parameter, lalu mencerdasi syarat-syaratnya dengan pemikiran yang jernih dan jerih payah yang cukup, maka pikiran Anda akan terbuka.”

Lalu Fulan melanjutkan, “Seorang imam yang bisa dianut haruslah memiliki mukjizat atau berargumentasi dengan nass (teks suci) yang turun temurun dari nenek moyangnya. Lalu dimanakah teks suci dan mukjizat Anda?”

Dijawab, “Ketahuilah bahwa orang yang bisa disebut ‘iman’ adalah orang yang belajar dari Allah dengan perantara Jibril. Ini jelas tidak bisa kuklaim untuk diriku. Tapi saat ada yang bilang, ‘Saya hapal Al-Qur’an’ ada tiga orang, mana yang paling kamu percaya? “Buktinya saya akan membaca Al-Qur’an tanpa mushaf.” Saya pikir Anda tahu pasti mana di antara bukti-bukti itu yang paling jelas bagimu, dan mana yang paling bisa dibenarkan.”

Manusia terdiri atas tiga kelompok: pertama, awam, kalangan bodoh yang selamat penghuni surga. Kedua, khawwas (elit), kalangan intelegensia. Dari kalangan inilah muncul kelompok ketiga yaitu pakar debat dan korius yang mengorek-orek kerancuan paham dalam Al-Qur’an untuk menyalakan fitnah. “Agama memiliki susul (wilayah prinsipil, dasar) dan furu (wilayah sub divisi, cabang), dan friksi perbedaan sama-sama ada dalam keduanya…”

Manusia tidak dibebani untuk salat dengan baju suci, melainkan memakai baju yang mereka sangka suci. Manusia tidak dibebani salat menghadap ke kiblat, tapi dibebani untuk salat yang disangka menghadap kiblat dengan pedoman gunung, bintang, matahari.

Kebanyakan penghuni surga adalah orang bodoh, sementara surga-surga illiyyin diperuntukkan untuk para cendekia. Sementara orang-orang yang suka mendebat ayat-ayat Allah, mereka menghuni neraka dan Allah bertindak dengan kekuatan bagi orang yang tidak bisa ditindak Al-Qur’an.

Buku mungil yang nyaman dan layak dikoleksi. Karena sistem dialog maka, muncul perdebatan dan pelurusan. Penyampaiannya juga harus mudah dipahami orang awam. Jika yang satu mampu meragukan (dan melemahkan) argumentasi yang lain maka konsklusinya harus ia terima. Yang diajarkan di sini, bagaimana cara menimbang hal rasional dengan bersandar pada manqul (tekstual) agar ujaran yang ada menjadi mudah diterima. Penalaran dan analogi. Dan terpenting, bila masih ragu juga, nasehatnya jelas. “Ambillah ilmu pengetahuan dari orang yang melalangbuana, mengenal dan meneliti. Serahlah diri Anda pada orang pakar.”

Neraca Kebenaran | by Al-Gazali | Penerbit Pustaka Sufi | Alih bahasa Kamran As’ad Irsyady | Penyunting Sabrur R. Soenardi, Pahrurroji M. Bukhori | Desain sampul A. Sobirin | Tata letak Ataya | Pracetak Abdullah, Rudi Parlin | Cetakan pertama, Januari 2003 | Pencetak Futuh Printika | xvi + 120; 12×18 cm | ISBN 979-97400-0-2 | Skor: 4/5

Karawang, 050722 – 150722 – 210722 – Maroon 5 – Sugar

Thx to Ade Buku, Bandung

Aisyah Putri 2: Chat On-Line #23

“Kalau mau lebih aman lagi, ngajak ahwat lain pas buka internet atau chatting. Jadi kalau satu niatnya nyeleweng, yang lain bisa ngelurusin.” – Elisa

Merupakan lanjutan Aisyah Putri: Operasi Milenia, kali ini kita diajak berchatting ria. Semua tokoh seri pertama masuk lagi, tak banyak tambahan. Hanya permasalahan dan konfliksnya berbeda. Di tahun 2000, online tentunya belum semudah sekarang. Belum sebanyak dan senyaman saat ini. masih harus di warnet, tarif yang mahal, hingga tak sesederhana sekarang bila ingin lanjut ke chat berikutnya, atau hingga akhirnya kopi darat. Dalam singkatnya, zaman itu untuk chat butuh perjuangan lebih. Tak seperti sekarang, bisa rebahan dan murah.

Dalam chatting, Puput – panggilan Aisyah Putri dan kawan-kawan berkenalan dengan banyak orang asing. Salah satunya bahkan dari luar negeri, bule cewek yang menanyakan beberapa hal, salah satunya, sampai bikin shock sebab ramai-ramai, dikira in bed? Hehe… begitu pula, saat dapat kenalan bule luar negeri, salah satunya mengajak kopi darat di mal. Dan saat meet-up, ta-da… bule dari Hongkong.

Beberapa singkatan yang sudah kita kenal, disampaikan ulang. Di zaman itu mungkin tak seperti sekarang yang mudah menemukan jawab di google. Asl misalnya, sudah umum dengan menjawab identitas kita: age, sex, location. Atau singkatan-singkatan lain yang sudah dikenali: btw, brb, pls, thx, gtg, hingga imho.

Teman-teman Puput dengan segala keunikannya, Linda yang gendut dan hobi makan, Elisa mantan model yang hijrah berjilbab, Retno yang tomboy, Mimi yang non muslim, Pino yang berambut njegrak, Agung yang alim, hingga poni Windu yang norak. Semua sudah dipetakan sifat dan karakternya. Saling melengkapi dan mengisi, hari-hari penuh warna di sekolah. Masa paling indah, mau dalam bentuk apapun, masa itu tak berlebihan beban hidupnya.

Selain kisah chatting, kita juga disuguhi konfliks remaja lainnya. Pertama, tetangga baru mereka yang tinggal di jalan Kemuning 3, bule dari Amrik. Dengar bule, keempat kakak Puput langsung siap beraksi. Dengan segala upaya, untuk berkenalan. Apalagi, pas pindahan datang, mereka intip cewek-nya bening. Maka saat hari H mereka berbondong-bondong ke rumah Miss Naomi, kejutanlah yang didapat. Ini cerita masih nempel hingga sekarang, makanya pas baca ulang kemarin hanya menelusur, hanya saja bagian Encun Naomi kzl dengna nada sinisnya agak lupa.

Kedua, teman Puput yang sedih. Sehingga berhari-hari Elisa tak masuk sekolah, ditengok ramai-ramai untuk menghibur, sebagai anak broken home orangtua cerai. Dari dibawakan makanan, dibelikan buku motivasi, hingga keceriaan yang menular. Nasihat-nasihat umum, berhubung ini buku Islami dan remaja maka hal-hal itu standar saja.

Ketiga, ketika Om Piet datang rutin ke rumah dan memicu curiga anak-anak bahwa mama mereka mau menikah lagi. Maka duo Vincent dan Hamka lantas melakukan penyelidikan, mengikuti jejak calon ayah mereka. Dari kantor hingga rumah makan. Maka betapa kesalnya, saat di restoran itu menemukan sang om sedang makan siang bermesraan dengan gadis cantik, jelas itu sepasang kekasih. Walaupun seorang vice president perusahaan, walaupun tunggangannya BMW, jelas mereka tak rela mama menikah dengan lelaki tak beres.

Dan saat hal-hal penting ini mau disampaikan, mama Cuma ketawa sebab kedatangany rutin om Piet adalah untuk memberikan kabar baik yang mengakibatkan mereka sekeluarga berkereta api ke Yogya. Dan berhektar-hektar tanah siap disajikan. Berkenalan dengan cewek-cewek Yogya, jalan-jalan ke UGM, menikmati kuliner Malioboro, hingga singgah ke Candi terbesar. Sayangnya, tujuan utamanya malah terlepas.

Keempat, syuting di sekolah 2000. Ini bagian yang sangat biasa, umum, dan sederhana sekali. Sekolah di kota besar, dijadikan setting cerita film. Dan tentu murid-murid itu terlibat sekalipun pemain figuran. Nama-nama seleb-nya diplesetkan, seperti Lulu Topping, Rem Punjabi, hingga Jeremy Jorghi. Judul terkenal sinetron 2000 Ku Tersandung juga disebut. Namun memang bagian ini, biasa sekali.

Begitulah, ini novella Islami yang terbit di pergantian Millenium di mana internet masih sangat baru, dunia perkenalan maya masih sangat jarang. Pantas saja berisi nasihat, ideal chatting. Atau, kopi darat yang aneh. Saya baca sih masih relate, dan langsung klik. Entah kalau dibaca generasi remaja saat ini, mungkin kaget menyaksi peserta chat menyimpang dan ditanggapi berlebih, sebab zaman sekarang hal itu sudah sangat banyak, walau tetap saringnya tetap kudu ada.

Saya membeli buku ini tahun 2006, tertera berharga 16,5 ribu. Di sebuah toko Purwakarta, pinggir jalan. Uniknya, saat itu saya ke sana untuk berkunjung ke rumah saudara, sekaligus bertemu darat sama teman chat MirC. Namanya Citra, dan memang mengajak ke toko buku sebab memang saya berminatnya buku. Saya sih pas kopi darat pasif, sangat pasif. Makanya saya iya-iya saja pas dia ajak ke mal lantas dia dan saudaranya main game Timezone, mengajak beli makanan, dst. Saya pasif, sebab tak tahu apa yang harus dibicarakan saat pertama bertemu, tak tahu ngobrolin apa selain buku, atau bola, dan jelas dua topik yang dia tak suka. Begitulah, masa lajang yang absurd. Betapa polosnya. Hehe…

Ini saya baca ulang cepat, demi ulas. Ternyata seri pertama sudah dua tahun lalu. Buku-buku Islami yang pernah menghinggapi masa laluku, seri tiga dst juga ada di rak buku, dan sepertinya akan saya tuntaskan semua. Asma Nadia, nama yang sangat terkenal kala itu, terutama bila kamu langganan Majalah Annida. Dan saya bersyukur pernah menjalani masa itu dengan majalah keren ini.

Aisyah Putri 2: Chat On-Line | by Asma Nadia | Penerbit PT. Syaamil Cipta Media | Desain sampul dan ilustrasi isi Halfino Bery | Editor dan tata letak Agus Supriyantp | Copyright 2000 | Cetakan kedelapan: Januari 2004 | 160 hlm.; 18 cm | ISBN 979-9435-05-6 | Skor: 3/5

Karawang, 230622 – Sheila Jordan – Comes Love

Thx to Toko Buku Purwakarta (Citra), Purwakarta

#30HariMenulis #ReviewBuku #23 #Juni2022

Sang Belas Kasih: Maka Nikmat Tuhan kamu yang Manakah yang kamu Dustakan?

Suatu hari Rosulullah membacakan surah Ar-Rahman dari awal hingga akhir. Lalu Nabi SAW bersabda, “Aku telah membacakannya (Surah Ar-Rahman) kepada bangsa jin di malam pertemuanku dengan mereka. Ternyata mereka lebih baik responnya daripada kalian. Ketika aku membaca ayat ‘Fa bi ayyi ala’I rabbikuma tukadzdziban (Maka nikmat atau karunia Tuhan kalian yang manakah yang kaudustakan?)’, mereka (bangsa jin) selalu menjawab dengan mengatakan, “La bi sya-in min ni’amika, Rabbana nakdzibu, falakal hamdu (Tidak ada sedikit pun nikmat-Mu, wahai Tuhan kami, yang kami dustakan. Hanya milik-Mu segala pujian).”

Keren. Itulah kata pertama yang kuucap seusai menuntaskan 200 halaman. Mungkin karena jarang baca buku-buku agama, apalagi terjemahan langsung isi Al Quran, maka yang aku dapat adalah sesuatu yang fresh. Enak sekali pembahasannya. Runut dan nyaman. Jadi tahu seluk beluk kandungan di dalamnya. Selama ini baca Al Quran ya baca saja Arabnya. Sesekali baca terjemahannya, tapi sungguh sangat jarang. Bahasanya yang puitis dan bernada, tak mudah dipahami. Dan ini, per katanya dibedah. Ini adalah buku tafsir surah Al Quran pertama yang tuntas kubaca.

Surah Ar-Rahman sepenuhnya berisi berita gembira, bahkan ketika menunjuk pada siksa neraka. Bahasannya bervariasi, dari kenikmatan surga hingga detailnya, gambaran surga dalam Al-Quran bersifat simbolik. Dari belas kasihnya, hingga semesta yang tak berbatas. Apa saja yang diciptakan oleh Allah sesungguhnya adalah kebaikan yang datang dari Dia yang memiliki sifat belas kasih.

Penciptaan matahari dan bulan serta pergerakan keduanya itu direncanakan dan dirancang secara matematis, sangat teliti, dan menutup kemungkinan bagi adanya kesalahan. Dari tanda-tanda kebesaran Allah hingga perintah untuk dua makhluk: jin dan manusia. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Segala sesuatu memiliki pengantin, dan pengantinnya Al-Quran adalah surah Al-Rahman.” Di dalam surah ini disebutkan berbagai ciptaan Allah yang berpasang-pasangan.

Manusia dan jin dijelaskan bagaimana dicipta. Dan kita wajib sujud pada-Nya. Kata ‘bersujud’ secara umum dipahami sebagai simbol ketaatan, dan tumbuh-tumbuhan serta pepohonan memang adalah di antara ciptaan Allah Swt. Yang tidak memiliki free will atau karsa bebas, sehingga tidak ada alternatif bagi keduanya, kecuali bersujud atau taat kepada Allah. Khilafah bermakna perpanjangan tangan atau deputi, wakil – dalam hal ini wakil Allah di muka bumi.

Dulu waktu kecil pas ngaji di mushola kampung, aku ingat ada satu surah yang dimula baca tanpa kalimat Bismillah. Sempat lupa, di sini aku temukan lagi, “Di dalam ayat pertama pembuka seluruh surah Al-Quran – kecuali surah Al-Naml, yang di dalamnya ayat ‘Bismillahi ar-Rahmani ar-Rahim’ berada di tengah-tengh surah – selalu saja nama ‘Allah’ oleh Allah sendiri disifatinya dengan Al-Rahman dan Al-Rahim.”

Dan makna dua kata yang sering bersisian itu ternyata sungguh beda.

Al-Rahman adalah belas kasih Allah bersifat universal, yang mencakup semua makhluk-Nya, tak peduli Muslim ataukah non-Muslim, beriman atau kafir, baik ataupun jahat. Sedang Al-Rahim adalah sifat kasih sayang Allah yang juga kepada semuruh makhluk, namun lebih spesifik. Artinya allah Swt. Berikan akses kepada sifat kasih sayang yang spesifik ini jika makhluk memilih berjalan di jalan Allah.

Memakan buah dan sayur mungkin harus ditingkatkan. Ada pembahasan khusus tentang buah, yang merupakan karunia Allah yang diselundupkan dari surga. Allah mengatakan bahwa para penghuni surga dijamu dengan buah-buahan. Dan ketika para penghuni surga itu memakan buah-buahan, mereka berkata bahwa sungguh kami telah mencicipi ini ketika kami berada di dunia (QS Al-Baqarah: 25).

Alam semesta ini sesungguhnya merupakan perpajangan atau bayangan, sehingga sering dikatakan bahwa keberadaan alam semesta ini sesungguhnya bersifat i’tibari, bersifat tidak riil. Jadi alam semesta ini masih ada seperti sekarang, sesungguhnya dia tidak benar-benar ada. Jadi ingat The Matrix, pil biru atau pil hijau?

Alam dunia ini bersifat fisik-empiris begitu luas dan terus berkembang sehingga yang bisa ditembus oleh manusia hanyalah wilayah luar angkasa yang paling dekat dengan bumi. Melihat tanda-tanda kebesaran Allah di semua alam, demi terus meningkatkan keimanan kita. Ada penjaga-penjaga yang akan menghalangi kita dari menembus alam yang kita tidak miliki kekuatan atau persiapan untuk menembusnya.

Peristiwa di Sidratulmuntaha ketika Rosullullah mi’raj ditemai Malaikat Jibril, lalu Rosul bertemu Allah, dalam salah satu riwayat di Baitul Ma’mur. Jibril mengatakan, “Jika aku memaksa diri pergi denganmu ke suatu tempat di mana engkau akan bertemu Allah, maka sayapku akan terbakar.”

Fakta penting bahwa manusia berdosa disiksa-pun, itu bentuk kasih sayang Allah pula. Kalaupun manusia dimasukkan ke dalam neraka oleh Allah – semoga Allah menghindarkan kita dari keadaan ini – maka itupun juga merupakan satu bentuk karunia Allah karena tujuannya untuk membersihkan dosa-dosa para pendosa, agar mereka dapat bergabung dengan orang baik, pada saatnya.

Amal baik maupun amal buruk sudah terekam dan tercatat di dalam buku catatan yang merekam semua alam manusia, yang ditulis oleh pesuruh Allah Swt. Yakni Malaikat Raqib dan Atid. Ganjaran perbuatan baik dilipatgandakan menjadi tujuh puluh bahkan sampai tujuh ratus kali lipat, sedang ganjaran amal buruk adalah setara dengan amal butuk itu, dan tetap dengan kemungkinan mendapat pengampunan oleh sifat Al Ghafur, Maha Pengampun.

Berbagai kenikmatan yang disampaikan di surga merentang banyak. Salah satunya adalah kenikmatan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan semata-mata bersifat fisik. Sesungguhnya kenikmatan surgawi itu melampaui apa yang terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik, bahkan lebih luhur lagi berupa kenikmatan-kenikmatan, ketentraman-ketentraman, kedamaian-kedamaian yang bersifat ruhani.

Syaikh Al-Akbar Ibn ‘Arabi berkata bahwa berbuat ihsan hanya mungkin dilakukan jika kita berhasil meniadakan egosime kita, meniadakan diri kita. Yakni jika kita berhasil menanamkan di dalam diri kita kualitas pengorbanan: Mendahulukan Allah Swt. Menjadikan ridha Allah Swt. sebagai tujuan, dan juga semangat untuk berbuat baik kepada makhluk Allah.

Ihsan sesungguhnya puncak keislaman kita. Bahkan diluar Rukun Islam dan Rukun Iman yang kita kenal, ada Rukun Ihsan yakni hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya (Yakni benar-benar me’lihat’-Nya tapi bukan dengan pengelihatan lahir, melainkan batin). Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, (yakinlah bahwa) sesungguhnya Dia melihatmu. Ihsan, adalah puncak kebaikan, sekaligus puncak keberagaman. Bahkan keislaman dan keimanan seseorang sesungguhnya adalah sarana dan wahana untuk mencapai ihsan ini.

Ada bagian buku ini yang membuatku merinding, hanya sekalimat tapi membuatku tertunduk lama. Di usia kelas dua SD aku pernah mengalami halusinasi, atau mimpi, atau semacam di dimensi antara. Kata ibuku, aku koma, dikira sudah tak tertolong karena sakit tifus berminggu-minggu. Aku sendiri tak terlalu ingat detail masa itu, sebab masih kecil. Namun ada satu memori yang membekas sampai sekarang, aku mimpi dunia kiamat. Langit gelap gulita seminggu penuh, ada suara dari langit liris sejenis senandung. Semua manusia ketakutan, bersembunyi di dalam rumah, berdzikir dan memohon ampun. Lalu langit terbelah, muncul warna merah dan suara besar dan berat. Aku lupa kata-katanya, mungkin kalimat tegas bahwa hari akhir sudah tiba, intinya saat itu semua orang menyebut asma Allah dan bertobat di sisa waktu yang ada. Kata ibunya, aku demam tinggi dan mengigau.

Nah di buku ini aku baca satu kalimat yang mengingatkanku masa kritis itu. “Pada hari Akhir akan ada tanda-tanda, antara lain ketika langit terbelah, kemudian menjadi merah menyala seperti minyak yang panas.” Ya Allah, apakah mimpi/igauanku itu pertanda?

Pada akhirnya, kita belajar tentang agama ini untuk mendekatkan diri pada-Nya untuk menemukan kebahagiaan. Bukan saja paradigma ini akan menempatkan kebaikan hati dan pemaafan di pusat praktik keislaman kita, melainkan juga menjadi jendela yang melaluinya kita membaca, memahami, dan mengontekstualisasi pesan-pesan Al-Quran. Dengan mempelajari Al-Quran ayat demi ayat dan memahami maknanya secara bertahap, kita berharap bisa memulihkan makna Al-Quran dalam bentuk global, yang masih dalam bentuk gagasan menyatu, di dalam hati kita, dan dengan cara itu insya Allah kita bisa mendapatkan cahaya di dalam perjalanan meraih kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun kebahagiaan yang abadi setelah kematian. Jika orang berpegang kepada Al-Quran, mendalaminya, memahaminya, kemudian menerapkannya dalam kehidupan, maka kebahagiaan sudah terjamin baginya.

Kubaca dalam sehari semalam dari Kamis, 23.12.21 jam 17:30 sepulang kerja, lanjut sesampai di rumah jelang tidur. Lanjut lagi Jumat 24.12.21 bangun dini hari sebelum Subuh, pas sampai kantor ada 20 menit kulanjut, pas istirahat selepas Jumatan ada 15 menit, dan tuntas juga sore ini jam 17:10. Lihat, kalau diniatkan, kalau diluangkan, kalau dilakukan sungguh-sungguh, baca buku di sela kesibukan tuh tak mustahil. Bisa, dan berhasil.

Ini adalah buku pertama Haidar Bagir yang aku baca. Namanya sudah tak asing bila kita menelusur rak buku agama di toko buku, muncul di banyak beranda sosial media. Setara M. Quraish Shihab yang juga banyak sekali menulis tentang agama. Dan sebuah kebetulan, tahun ini aku juga pecah telur membaca pertama buku beliau. Keduanya bagus, aku suka, jelas ini hanyalah awal. Apalagi aku juga sedang gandrung sama bacaan tasawuf, persis akhir tahun lalu, buku penutup tahun membahas agama.

Di usia 30-an, menghapal surah Al Quran tak semudah usia sekolah dulu. Sejujurnya tak banyak surah di luar juz ama yang berhasil kuhapal. Tahun ini, untuk menghapal surah Al-Mulk 30 ayat saja, aku butuh sebulan penuh saat Ramadan, dan kesulitan. Lanjut kuhapalkan saat isoman, kuulang terus dan konsisten, baru bisa. Nah, surah berikutnya yang menjadi target hapal jelas surah Ar-Rahman ini, kandungan isinya bagus banget. Kuulangi: BAGUS BANGET. Jumlah ayat dua kali lipat dari Al-Mulk, tapi beberapa berulang di ayat, “nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?” Rasanya sangat mungkin dikejar, doakan ya.

Surah Ar-Rahman disebut sebagai surah yang paling dekat dengan Allah Swt. Kalau Haidar Bagir bilang, “Surah Ar-Rahman sebagai surah yang paling dahulu saya garap, ketika diminta untuk melakukan upaya penggalian makna kitab suci Al-Quran. Seayat demi seayat.” Maka aku bisa bilang, “Setelah mengurai pesan-pesan Surah Ar-Rahman, dengan mantab aku menjadikan surah panjang pertama yang akan kuhapal tahun 2022.”

Bisa. Amin.

Sang Belas Kasih | Oleh Haidar Bagir | Copyright teks 2020 Haidar Bagir | Penerbit Mizan | Penyunting Azam Bahtiar & Ahmad Najib | Penyelaras aksara LS & Dhiwangkara | Perancang sampul & ilustrasi sampul Zuhri | Penata aksara Aniza Pujiati, Hedotz & @platypo | Cetakan ke-1, September 2021 | ISBN 978-602-441-198-5 | Skor: 4/5

Karawang, 241221 – Charles Mingus – Self-Portrait in Three Colors

Love is Wine: Talks of a Sufi Master in America

“Kedua budakku yang menjadi tuanmu adalah amarah dan tamak.” Kata sang Darwis.

Buku teragung di alam dunia ini adalah hidup ini sendiri. Baca, baca, bacalah, dan ulangi sekali lagi. masa lampaumu adalah bagian terbesar dari buku itu. Buku-buku Tasawuf memang sedang gandrung kubaca, efek menikmati Dimensi Mistik dalam Islam-nya Annemarie Schimmel. Nah, kali ini kita ke seberang Benua. Di Amerika yang asing, seorang guru sufi Syaikh Muzaffer Ozak. Nama asing bagi yang tak mendalami genre ini, tapi ia memang pahlawan sebar Islam di dunia Barat. Bila seseorang benar-benar mencintai Tuhannya, maka Dia akan menuntun tiap episode kehidupan si hamba menjadi semakin dekat pada-Nya, melalui jalan-jalan yang tidak pernah terduga sebelumnya.

Cinta bagai Anggur bagus banget, banyak menukil kisah-kisah, diselingi humor dan segala adat Islam, tentunya humor sufi. Beberapa terasa kebetulan, padahal ada Tangan Allah yang mengayunkan nasib manusia. Jelas rekomendasi tinggi, beruntung saya mendapatkan anggur ini, beruntung menikmati manisnya tiap teguknya. Agama mengatakan tiadalah yang dapat menghalangi seorang hamba dengan Rabb-nya selain dari dosa yang menggelapkan qalb seorang manusia, yakni rasa, karsa, cipta dan karya yang tidak sesuai dengan kehendak Ilahi; dan tidak ada dosa itu melainkan karena manusia gaga; meredam keinginan syahwatnya atau ia mengikuti kehendak (mempertuhankan) hawa nafsunya.

Buku disarikan oleh sang murid Syaikh Ragip Frager. Ia mengkompilasi apa yang ia terima dari snag guru. Manusia pada awalnya berasal dari ‘sisi’ Allah Ta’ala, di sanalah ia mengenal Ar-Rahman, kemudian dia diturunkan ke dunia ini dalam tiga kegelapan: yaitu Rahim ibu, jasadnya sendiri, dan dunia yang ‘memenjarakannya’. Lalu manusia di dunia ini bergerak mencari Dia yang telah menawan qolb-nya, Keindahan (dengan ‘K’ capital yang berarti Keindahan Ilahiyah) yang mengendap di dalam kesadarannya.

Buku sufi, di mana pun akan banyak menukil para sufi dan nama Ibnu al-‘Arabi ra ada di urutan papan atas, beliau berkata: “Ketahuilah bahwa sesuatu yang dikenali dapat dibagi ke dalam dua macam. Macam yang pertama dapat didefinisikan, dan macam yang lain tidak dapat didefinisikan. Cinta…” begitu juga Rumi, “Apakah Cinta itu? Dahaga yang sempurna. Kemarilah, akan aku jelaskan tentang air kehidupan.”

Ada empat cara untuk menuju keyakinan: Jalan pengetahuan, pemandangan akan sesuatu, berada di dalam sesuatu, dan menjadi (bagian dari) sesuatu. Ibrahim berkata, “Tuhanku adalah yang mengubah segala sesutau dan mengembalikannya. Tuhanku adalah Sesuatu yang berada di balik segala perubahan.”

Membagi dalam 12 bab yang keseluruhannya merupakn dasar-dasar tasawuf. Hanya dengan pengetahuan tentang dirimu sendirilah engkau akan mengerti tentang sifat-sifat tertentu. Hubungan kepada sifat adalah melalui pengenalan diri sendiri/ di luar itu, engkau tidak akan menemukan apapun. Karunia Tuhan sering datang kepadamu melalui tangan orang lain, lewat hamba Tuhan. Maka, Cinta Ilahiyah juga mengekspresikan dirinya di antara manusia.

Ingat sekali saya, akan kefanaan dunia yang pernah dibeberkan panjang di buku Dimensi Mistik. Di alam yang akan datang engkau akan berada bersama-sama dengan mereka yang engkau cintai. Maka bagian mimpi menurut saya adalah bagian terbaik. Pepatah lama, Ada dua jenis mimpi bermakna. Yang pertama adalah mimpi yang benar dengan kandungan pesan literal. Kedua adalah mimpi simbolik yang butuh penafsiran. Ketika jenjangmu berubah, maka kewajiban-kewajibanmu berubah, dan berubah pula doa-doamu.

Saat kita tidur, nafs keluar dari jasad, tanpa kehilangan hubungannya dengan jasad, seperti cahaya yang keluar dari senter. Di dalam diri seseorang terdapat tujuh tingkat najs yang berbeda, yakni nafs bersifat mineral, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, malaikat, rahasia, dan nafs yang bersifat rahasia dari rahasia. Memang sulit untuk berpikir dalam bahasa simbolik yang kita temukan dalam mimpi dan wahyu. Pengalamnmu tentang realitas bergantung kepada jenjang maqam atau kesucian dari nafsmu. Sesungguhnya, engkau benar-benar sedang tertidur di sini. Apa yang engkau lihat di dunia ini adalah sebuah mimpi. Saat kematian barulah engkau akan terbangun dan melihat realitas.

“Bersihkan mukamu, dan jangan sibuk menyalahkan cermin.”

Pada tingkatan seperti kita sekarang, seringkali kita tidak langsung menerima undangan dari Allah. Kita sering menunggu, mempertimbangkan dan merenungkannya. Apakah engkau harus keluar dari kebenaran untuk melihat suatu kebenaran? Mungkin Allah Al-Haqq, suatu saat akan menampakkan kebenaran-Nya kepadamu.

Pertanyaan keberadaan Tuhan juga diulas pandang lebar. Pengalaman tentang Dia, datang dari qalbmu sendiri. Tuhan akan muncul kepadamu sesuai dengan potensimu, sesuai dengan kapasitasmu. Dan pengalaman setiap orang berbeda-beda.

Begitu pula kesederhanaan hidup orang-orang terpilih. Nabi Isa as, pada akhirnya, hanya ada dua buah benda yang dimilikinya sebatang sisir yang biasa ia pakai untuk menyisir jenggotnya, dan sebuah gelas yang dipakainya untuk minum. Dan saat melihat orang yang menyisir dengan tangan, minum dengan tangan, ia pun membuang keduanya. Selama engkau tidak menceraikan dunia dan keduniawiannya, engkau tidak akan pernah bertemu dengan Tuhanmu. Kefakiran material bukanlah inti persoalannya. Mereka hanya mengekspresikan kehendak Allah.

Para pemegang kuasa di dunia, materi selalu melekat. Apabila engkau menjadi seorang penguasa di alam dunia ini, orang-orang tidak selalu puas atau sepakat dengan pengaturanmu. Menatap saja tidaklah cukup, engkau harus melihat. Mendengar saja tidaklah cukup, engkau harus memahami. Kerajaan, kekayaan dan kekuasaan, busana dan gelarnya merupakan hijab-hijab di antara dia dan Tuhannya.

Baiklah, saya kutip beberapa kalimat bagus yang ada di buku ini sebagai rekap. Yang jelas sungguh rekomendasi dinikmati.

Bagaimana pun juga engkau harus merasakan penderitaan dan kesakitan dari alam dunia ini agar meningkatlah tingkat kesucian nafsmu.

Orang-orang yang mengalami ujian yang paling berat adalah orang-orang yang dicintai Allah – para nabi, wali dan mursyid. Mereka adalah simbol kemanusiaan yang nyata, yang tugasnya adalah untuk menunjukkan kepada yang lain tujuan kita di bumi.

Tidak mungkin aku menerima apapun dari seseorang yang selalu mengharap lebih banyak.

Ibrahim bin Adham ra menjawab, “Qalbmu mati karena sepuluh keburukan. Allah tidak menerima doa dari orang yang mati qalbnya.”

Pada dasarnya, mimpi adalah informasi yang berasal dari pengetahuan Ilahiyah yang terkandung pada kitab induk, yang terefleksikan pada layar yang dibaca nafs ketika kita tidur. Penafsiran mimpi adalah sesuatu yang mungkin bagi mereka yang memiliki intuisi dan kearifan, dan bagi orang-orang yang menerima anugerah kemampuan untuk memahaminya.

Ia mencoba membuat kita bingung, melahirkan keraguan dan membuat kita takut untuk memenuhi kehendak-Nya.

Ibadah haji, seluruh jamaah pergi ke Mina dan di sana melemperakan batu kea rah tiga buah pilar. Di sanalah, dahulu Nabi Ibrahim as mengorbankan Nabi Ismail as. Ketiga pilar itu mewakili ketiga penolakan terhadap syaiton oleh Nabi Ibrahim as, Siti Hajar ra, dan Nabi Ismail as. Kepada setiap pilar, tujuh buah batu dilemparkan, mewakili penolakan jamaah haji atas tujuh kualitas yang buruk, yaitu: egois, sombong, munafik, iri, amarah, dan tamak.

Kita diminta untuk mengorbankan bagi Dia apa-apa yang sering kali paling kita cintai – ketertarikan kita pada dunia, kebiasaan-kebiasaan kita, kepongahan kita. Para Pecinta Allah sering menemukan bahwa sekali mereka mampu utnuk melepaskan apapun selain Tuhan, maka mereka memperoleh segalanya – kelimpahan yang bersifat material maupun spiritual.

Apakah awal mula dari kearifan? Jawab Hussain, “Permulaan kearifan adalah meminta pertolongan Tuhan atas segala sesuatu.” Bukan, bukan itu. “Kalau bukan itu, mengucapkan Bismillahirahmanirrahiim.” Tidak, bukan itu. Awal dari kearifan adalah sabar.

Keselamatan terletak pada pembelajaran dan pengalaman hukum-hukum Syariah dan ajaran pensucian nafs.

Latihan olah jiwa tanpa pengetahuan adalah ibarat sebuah taman yang terbuka. Ia mungkin saja menghasilkan buah-buahan dan bunga-bungaan, tetapi tidak ada yang akan mencegah masuknya hewan liar yang melahap buah-buahan dan merusak bunga-bungaan….

Membersihakn aspek lahiriah jauh lebih mudah dibandingkan membersihkan aspek batiniah.

Si Iblis mempunyai semua kualitas yang dimiliki manusia, kecuali satu hal. Iblis tidak mengenal Cinta. Cinta tidak diberikan kepada Iblis. Cinta dikhususkan bagi Adam as.

Teman-teman yang baik membawa perilaku baik,s edangkan teman-teman yang buruk membawa kepada dosa.

Jika engkau sungguh-sungguh ingin mengubah kebiasaan-kebiasaan burukmu, ubahlah teman-teman di sekitarmu. Yang terpenting berdoalah pada Tuhan untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut. Jangan menyangka bahwa engkau;ah yang memperbaiki dirimu. Taubatmu adalah sebuah rahmat dari Tuhan. Demikian pula kemampuanmu untuk berbuat menindaklanjuti rasa taubat itu. Jika engkau ingin menjadi orang yang baik, carilah orang-orang yang baik. Jika engkau ingin mencintai-Nya, beradalah bersama mereka yang mencintai-Nya.

Malaikat dan iblis yang lahir dari tindakan kita adalah refleksi dari malaikat dan iblis yang sebenarnya. Itu adalah sebuah tanda bahwa yang menyesatkanmu adalah kata-kata pada lisanmu, inilah racin dari iblis. “Aku akan menggoda mereka dari muka mereka, dari belakang mereka, dari kanan mereka dan dari kiri mereka.”

Jelas makin suka baca-baca buku tentang tasawuf, nama-nama sufi juga menjadi andalanku berburu buku tiap bulan. Saat ini sudah lumayan banyak yang berjejer di rak, dan rasanya akan makin panjang. Sejajar dengan buku-buku filsafat, sosiologi, psikologi, atau bahkan buku-buku politik. Berbagai genre kulahap semuanya.

Kalau dulu saya sering makan fiksi, dua tiga tahun terakhir sudah sangat luas dan bebas. Lebih beragam dan meliar. Semoga ini menjadikan kita makin mencintai-Nya. “Aku mengenalimu berdasarkan tiga jenis pengetahuan. Pertama pengetahuan tentang Syariah, hukum yang telah Tuhan berikan pada kita melalui Nabi-Nya. Kedua adalah pengetahuan tentang ilmu ketuhanan. Ketiga adalah pengetahuan tentang shufisme…”

Cinta Bagai anggur | by Syaikh Muzaffer Ozak | dikompilasi oleh Syaikh Ragip Frager | Diterjemahkan dari Love is Wine: Talks of a Sufi Master in America | Terbitan Threshold Books, 1987 | ISBN 979-96153-0-5 | Penerbit PICTS, Bandung, Juli 2000 | Cetakan kedua, September 2000 | Penerjemah Nadia Dwi Insani | Penyunting Herman Soetomo | Desain sampul MIMESIS Design | Tata letak Deden Himawan | Pracetak Irawan Barnas, Muhammad Sigit Pramodia, Alfathri Adlin, Zaenal Muttaqin, Pepi Saepudin, Kurniasih, Iwan Suryolaksono | Skor: 5/5

Karawang, 200821 – Ida Laila & Mus Mulyadi – Setelah Jumpa Pertama

Thx to Ade Buku, Bandung

Selamat Hari Raya Idul Adha 1437 H – Ceramah Hari Ini

image

image

image

image

Selamat Idul Adha 1437 H – Ceramah Hari Ini

Sekali lagi saya memulai tulisan hari ini dengan bilang, saya bukan msulim yang baik. Jarang-jarang saya mengikuti ceramah sampai akhir. Jumatan nyaris selalu datang saat iqomah menjelang. Biasanya kelar sholat ied saya segera membuka HP untuk mengusir bosan. Namun entah kenapa pagi ini lain. Setelah semalam COC-Clash Of Clans-ku dirampok dark elixer 4.000 yang membuatku suntuk, hari ini saya belum serang siapapun. Maka kelar sholat, saya duduk dengan manis mendengar ceramah. Pagi ini di masjid Perumnas blok H, Karawang Barat yang mengisi adalah pak ustadz Romli. Ceramahnya memang bagus-bagus. Setiap malam taraweh Ramadan beliau sering mengisi kultum, dan isi ceramahnya selalu diselingi humor segar. Nah, hari ini saya takjub dengan materinya. Maka kelar acara, saat jamaah bersalam-salaman saya menghampiri beliau dan meminta izin meminjam materi khutbah. Dan atas seizin beliau, saya ketik ulang dan posting di blog. Berikut garis besar isinya.

  1. Mukaddimah – Ajakan Bertakwa
  2. Isi Khutbah iedul Adha / Qurban – takbir tiga kali
  3. Defisini / Taarif
    • menurut makna bahasa

Pemberian untuk menyatakan kebaikan (kerelaan hati, dst)

  • Menurut istilah

(tulisan Arab) – yang artinya: Apa yang dberikan manusia dari sesuatu (harta benda) atau binatang ternak dengan makna mendekatkan diri keada Allah SWT. (Prof Farid Wadj dalam Diratul Ma’arif Qarnil Isyrin)

  1. Dalil-dalil – takbir tiga kali
    • Al Quran

(tulisan Arab) – yang artinya Maka dirikanlah sholat karena Rob-mu dan berkurbanlah.

(tulisan arab) – yang artinya Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan kurban, supaya mereka ingat kepada Allah atas nikmat yang telah dirizkikan kepada mereka berupa binatang ternak.

(tulisan Arab) – yang artinya Barangsiapa yang mendapat kelapangan untuk berkurban, lalu ia tidak berkurban maka janganlah dia mendekati tempat sholat kami.

(tulisan Arab) – yang artinya Tidak ada amalan Bani Adam yang lebih dicintai Allah ketika Idul Adha selain menyembelih hewan kurban.

  1. Kisah Tentang Kurban – QS. Ash-Shaffat: 106-107

(tulisan Arab berisi 12 kalimat) – yang artinya Maka takkala anak itu sampai umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat mimpiku bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?

Ismail menjawab Hai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar.

Takkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim telah membaringkan anaknya atas pelipisnya (nyatalah kesabaran keduanya). Kami panggillah dia, ‘hai Ibrahim sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpimu. Sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

  1. Hikmah Kurban
    • Hikmah vertikal dan horizontal

Vertikal: Bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SAW

Horizontal: Hewan kurban dengan menyembelihnya, dagingnya dapat dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan sehingga terbentuklah solidaritas dan kesetiakawanan sosial.

  • hikmah sosial, moral dan spiritual

Sosial: Kurban berdampak strategis bagi ikhtiar membangun kebersamaan dan pemerataan masyarakat. Misal dalam bermasyarakat ada orang yang belum tentu dapat memakan daging setahun sekali. Kurban dapat dijadikan sarana membangun kebersamaan dan keharmonisan hubungan antara yang kaya dengan yang tidak punya.

Moral: Perintah kurban mengingatkan bahwa pada hakikatnya kekayaan itu hanyalah titipan Allah sehingga sadar bahwa ada hak orang lain kepada harta yang kita miliki, maka harus dikeluarkan berupa zakat, sedekah termasuk kurban.

Spiritual: Secara bahasa kurban berarti qaraba – yaqrobu- qurbanan (dekat) dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara mendekatkan diri kepada sesama manusia melalui ibadah qurban.

(tulisan Arab)

Setiap kita adalah Ibrahim

Setiap kita adalah Ibrahim dan setiap Ibrahim punya Ismail. Ismail kita mungkin hartamu, jabatanmu, gelar kita, ego kita. Ismail adalah sesuatu yang kita sayangi dan pertahankan bahkan kita banggakan di dunia ini.

Ibrahim tidak diperintah membunuh Ismail. Ibrahim hanya diperintah oleh Allah untuk membunuh rasa memiliki (sense of belonging) terhadap Ismail karena hakikatnya semua adalah milik Allah.

Semoga Allah menganugerahkan kesalehan nabi Ibrahim dan keikhlasan nabi Ismail kepada kita semua supaya kita bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Jangan merendahkan dan menghinakan orang lain dengan harta kita, jabatan kita, gelar kita karena di hadapan Allah hanya ketakwaan kita yang diterimaNya.

Tujuan penyembelihan kurban

Manusia adalah hewan yang berfikir. Maka harusnya lebih beradap. Sifat-sifat jelek hewan: rakus, senang berkelahi, malas, senang kawin, egois, dll. Sifat-sifat buruk manusiapun dimisalkan kepada hewan.

Laki-laki dan perempuan tinggal bersama tanpa menikah – kumpul kebo

Ngomong ke A gini ngomong ke si B gitu akhirnya berkelahi – adu domba

Mencari orang untuk dipersalahkan – kambing hitam

Orang mencla-mencle ga jelas – bunglon

Ikut arus tanpa punya pegangan – kebo dicocok hidungnya, dst, dst

Maka dengan berkurban, mari kita lepas sifat hewani yang buruk itu. Semoga bermanfaat.

(tulisan Arab)

(penutup)

Well, begitulah. Saya ketik sama dengan catatan pak Ustadz. Pastinya beda mendengar langsung dengan membaca tulisan ini. Karena dalam berceramah beliau melakukan improvisasi dengan jokes yang segar.

Setiap idul Adha saya selalu ingat lagu dari Snada: Belajar Dari Ibrahim. Lagu yang booming saat saya masih sekolah. Di album Neo Shalawat, lagu ini selalu mengiang bertahun-tahun. Berikut liriknya (diambil dari liriknasyid.com):

Sering kita merasa taqwa
Tanpa sadar terjebak rasa
Dengan sengaja mencuri-curi
Diam-diam ingkar hati

Pada Allah mengaku cinta
Walau pada kenyataannya
Pada harta, pada dunia
Tunduk seraya menghamba

Reff:
Belajar dari Ibrahim
Belajar taqwa kepada Allah
2x
Belajar dari Ibrahim
Belajar untuk mencintai Allah

Malu pada Bapak para Anbiya
Patuh dan taat pada Allah semata
Tanpa pernah mengumbar kata-kata
Jalankan perintah tiada banyak bicara

Diketik di laptop Dian-Mega di Blok H/279 – Perumnas BTJ – Karawang, 120916

Derai Sunyi #13

image

Meskipun sunyi itu keheningan pekat. Kosong, tanpa suara. Tapi, kerinduan atas orang-orang terkasih adalah sunyi yang gemerisik pada helai daun, tanah dan udara. – Diilhami dari kisah nyata penganiayaan PRT di Surabaya.

Terkadang prediksi kita meleset. Eh sering perkiraan meleset lebih tepatnya. Tahun 2004 ketika saya selesai membaca novel ini saya menangis, benar-benar air mata kesedihan yang mendalam atas apa yang terjadi pada Sri Ayuni sang tokoh utama di kisah ini. Begitu kejam dan menyayat hati nurani. Saat itu saya berprediksi, novel ini hanya tinggal waktu, pasti akan diangkat ke layar lebar. Kini 12 tahun berselang, justru novel-novel yang tak jelas lokal yang berlomba diadaptasi. Buku sebagus ini bahkan seakan tak ditengok sekadar isu untuk digambarkan di bioskop. Yah, masa depan siapa yang tahu?

Kisahnya perih, kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang tak terbatas. Sebelum dimulaipun kita sudah tahu akhir nasib Sri. Kenapa? Karena di bagian pembuka sudah diberitahukan bahwa ini berdasar kisah nyata penganiayaan Pembantu Rumah Tangga (PRT), dan seperti yang sudah sering kita lihat di berita-berita yang menghiasai istirahat siang. Pilu.

Berisi lima bagian yang dipecah dalam sub-bab kita disuguhi sebuah kisah panjang tentang seorang remaja putri yang punya mimpi namun kandas di kerasnya hidup. Kisah dibuka dengan kepedihan rindu ibu kerhadap anak bungsunya yang pergi merantau tapi tak kunjung kembali, bukan. Tak ada kabar lebih tepatnya. Dengan air mata menetes ia meraih Al Quran, memulai hari dalam tanya pada diri sendiri. Ia ingin melihat kebenaran walau itu pahit. Kapan? Kapan bidadarinya kembali? Gusti Pengasih, kapan? Ia tahu tak baik memburu-buru Tuhan. Makhluk-Nya yang meminta bukan cuma dia. Miris, air matanya kembali menetes.

Lalu kisah kembali ditarik dari depan. Sri Ayuni adalah si ragil dari tiga bersaudara. Ayah dan sulung Mas Tarjo meninggal dalam kecelakaan, angkot mereka diseruduk kereta. Meninggalkan ibu, Sri dan Ning. Mereka memang dari keluarga sederhana, mbak Ning tak sempat menamatkan SLTP namun pintar. Kegigihannya dalam belajar membuatnya tetap setaraf lulusan SMU — bahkan lebih. Sekolah tak hanya di bangku sekolah. Ia tak suka berdandan, membiarkan segala apa adanya. Bersama Sri mereka saling menopang menjalani hidup.

Tekad Sri untuk membahagiakan ibu sudah bulat. Penghasilan dari desa di pesisir pantai tak akan cukup untuk mereka. Mbak Ning selalu bersikukuh agar bertahan. Ada banyak cara untuk menggapai mimpi bersama, tak harus keluar kota. Jauh nan misteri. Namun, seperti di pembuka, “Ibu, Sri pamit…” dari kota Tegal itulah Sri menantang ibu kota. Matahari terik mengiringi kepergian mereka.

Bersama Mas Arik sepupunya, mereka naik kereta api. Dalam perjalanan, Mas Arik bercerita bahwa calon majikannya mempunyai rumah dengan tiga lantai dan tiga pembantu. “Barangkali satu tukang cuci dan setrika, satu tukang masak dan satu tukang kebun. Dan kamu mungkin akan melayani dua anaknya, atau untuk bantu beberes.” Fakta rumah dengan tiga pembantu, belum lagi sopir dan satpam membuat Sri, gadis lugu ini takjub. Ia akan berjuang demi ibu!

Harapan besar tu luluh bahkan hanya beberapa menit setelah Mas Arik menyerahkan Sri kepada Nyonya Lili, majikan. Sri yang berkerudung diminta melepasnya. Sri yang menjawab dengan anggukan dibentaknya, “tak punya mulut?” Sri yang polos itu kini benar-benar menghadapi kerasnya kehidupan. Di rumah itu ada Mak Iin yang dituakan. Ada Onah dan Wati yang saling membahu dan nasibnya sama saja, kena omeh dan tampar menjadi rutinitas. Penganiayaan di depan Sri membuat tekad untuk bertahan itu luruh. Pak Hendri majikan pria terlampau sibuk sehingga tak tahu menahu. Kedua anaknya, Non dita yang baru berusia 14 tahun sama kejamnya. Sedang Den Ivan yang baru TK lebih mudah di-emong. Mungkin karena Sri yang bungsu, sehingga ketika melihat anak kecil rasanya seperti memanja seorang adik.

Nah nyonyanya yang galak itu akhirnya memainkan perannya. Jilbab Sri direnggut, ia dikucilkan di lantai atas tanpa diberi makan. Dengan kain gorden ia yang terluka mencoba tetap menjalankan sholat. Dengan air mata meniti ia ingat sama Mbak Ning dan ibu. Ingat harapan-harapan sebelum datang ke Jakarta. Lapar dan letih, ia bersenandung lirih. Saat membacanya saya ikut merinding, bayangkan suatu ketika di layar lebar diiringi akustik yang menyayat. Sebuah drama kehidupan yang megah nan menusuk.

Amening zaman edan | ewuh aja ing pambudi | mule edan ora tahan | jen tan melu anglakoni | boja kadumen melik keliren | wekasanipun dilalah karsa Allah | begjane kang lali | luwih begja kang engling lan waspada.

Penganiayaan demi penganiayaan yang dialami Sri membuyarkan segala mimpinya. Ujung kisah ini memang bukan tanya nasib Sri di rumah neraka. Setelah penderitaan itu, kita lalu diajak mengenalnya lebih jauh dari masa lalu. Dan munculnya karaketr lain yang akan saling silang. Dengan tema sama, kasih cinta kepada seorang  ibu. Lalu setelah segala detail yang sedu sedan kita diajak menelusuri tanya sang ibu dan perjuangan Ning mencari jawab. Berhasilkah?

Endingnya sungguh membuat merinding. Sepi, sunyi dan penuh luka. Betapa para majikan yang suka menganiaya pembantu perlu kembali merenungkan arti sebuah kesabaran, arti berbagi dan hidup yang hanya sekelebat. Ketika kita merasa hopeless, kita harus selalu ingat ada Yang Maha Segalanya. Tak ada yang bisa mencegah segala keajaiban yang dicipta. Cerita penuh pesan moral yang layak ditelaah lebih mendalam. Derai sunyi, sebuah kisah pilu pembantu. Profesi mulia yang dipandang sebelah mata ini berhasilkah mengusik para produser film kita? Kalau sampai 50 tahun lagi tak terwujud masuk bioskop, kebangetan sekali!

Derai Sunyi | oleh Asma Nadia | ilustrasi Dyotami Febriani | design sampul dan isi Andi Y.A. | Diterbitkan oleh Penerbit DAR Mizan | Cetakan III, Rabiul Awal 1425 H – Mei 2004 | 240 hlm.; ilus.; 17 cm | ISBN 979-3035-54-4 | Skor: 4,5/5

Karawang, 140616 – Coldplay – Viva La Vida

#13 #Juni2016 #30HariMenulis #ReviewBuku – Happy birthday Sinna Sherina Munaf, gadisku!