Dua Drama Mendebarkan di Atas Kapal

“Aku memahami pokok-pokok, bahaya dan kerasnya serangan dan pertahanan, teknik berpikir bergerak ke depan, perencanaan, dan serangan balik. Dan aku mampu mengenali kepribadian dan gaya masing-masing…”

Menakjubkan. Bagaimana bisa dua buah cerita pendek, tapi tak terlalu pendek, bernarasi di atas kapal. Polanya sama, bertemu orang asing, lalu bercerita. Dua drama yang menakjubkan. Untuk buku ini, kekuatan cerita yang utama. Menegangkan, bahkan hanya dari dua orang duduk ngobrol kita turut khawatir dan ketakutan. Yang pertama, curhat dokter yang ketakutan sebab menyimpan rahasia gelap. Kedua, curhat mantan tahanan Nazi yang jenius aneh, sebab dalam penjara secara tak sengaja menanamkan buku catur di otaknya. Keduanya sungguh brilian cara penyampaiannya, cara menyelesaikan masalahnya, cara mengakhiri cerita.

Amok secara hebat menelusur masa lalu sang dokter yang terasing, bagaimana masa lalu menciptanya jadi segila saat ini. The Royal Game juga sama, secara hebat menelusur sang dojter yang terasing, bagaimana masa lalu menciptanya jadi sejenius saat ini. Keduanya ditempa kesepian, keterasingan, dipaksa keadaan. Dan keduanya menjadi tokoh sentral yang bercerita pada sang aku, sang aku menjadi pendengar yang sangat baik, lantas menjadi penulis kisah yang brilian.

#1. Amok

Dinarasikan oleh penumpang tak bernama, sang penulis yang naik kapal dari India. Tiket sudah habis, tapi kalau ada kapal dari Hindia Timur nanti dikabari. Dan benar saja, ada tiket murah menuju Eropa, seadanya. Ga masalah, sebab ia memang ingin gegas mudik. Selama perjalanan kapal India ke Eropa itulah ia berkenalan dengan orang aneh di dek gelap.

Setiap tengah malam, ia ngopi menikmati kesunyian, memandang cakrawala. Lalu secara tak sengaja bersinggungan dengan orang aneh, yang mabuk dan waspada. Kesamaan sepi dan nasib menyatukan mereka, lalu ia pun menjadi pendengar kisah menakjubkan tentang cinta yang kandas dan rahasia besar.

Seorang dokter Belanda yang ditugaskan di Pulau Jawa, keterasingan dan beban hidup yang ditimpakan membuatnya kesepian. “Dalam keterasingan yang bagai neraka ini. Ah, hutan, keterasingan, ketenangan, saya bermimpi!” Keseharian melayani masyarakat, pernah membantu anak walikota yang kakinya terluka, terkenal baik hati dan suka menolong. Hingga pada suatu hari muncullah tamu agung, seorang istri pejabat Belanda yang galau. Awalnya ngaku sakit kecil, “Bukan hal serius, hanya hal-hal kecil, masalah perempuan… pusing-pusing, pingsan.”

Keluhan sakitnya, tak secara langsung disampaikan. Secara tersirat meminta tolong, tapi sang dokter memberi bayaran berat, yang ditolak, tarik ulur itu menghasilkan putusan memalukan. “Ada percikan hasrat dalam diriku mengatakan: jangan terlalu cepat! Ciptakan kesulitan. Buatlah dia mengemis!”

Sang dokter yang kesepian, hasrat seks-nya yang selama ini tersalur dengan penduduk lokal yang pasrah dan dingin, kini mengingin perlawanan. Dan cintanya terhalang tembok besar. “Saya sangat lemah terhadap wanita dengan sikap dingin dan angkuh.”

Suami pejabat itu akan turun dari kapal hari Sabtu, maka mereka yang kembali bertemu di pesta jamuan malam tampak canggung, dan sayangnya takdir yang menyentuh mereka adalah putusan hitam. “Bila Anda telah kehilangan segalanya, Anda berjuang mati-matian untuk yang terakhir yang tersisa, dan yang terakhir adalah warisannya kepada saya, kewajiban saya untuk menjaga rahasianya.”

Dan di sinilah, di atas kapal perjalanan jauh ini sang dokter memiliki misi menjaga warisan rahasia itu. Di Napoli, segalanyanya ditutup. Pilu, sedih, tragis.

#2. The Royal Game

Bertema catur, duo jenius beradu di atas kapal. Yang pertama adalah juara dunia yang ditemukan secara tak sengaja oleh bapak pendeta di Yugoslavia. Anak yatim piatu bernama Mirko Czentovic yang tinggal di gereja menjadi anak asuh. Tumbuh buta huruf, tak mengenal sekolah, seolah tanpa harapan. Namun suatu malam saat sang pendeta main catur melawan si polisi, ada panggilan tugas mendadak yang memaksa permainan dihentikan. Pak polisi yang mengamati bocah yang penasaran melihat papan catur, mengajaknya melanjutkan main, dan si bocah menang. Menantang berulang, menang terus, besoknya bapak angkatnya penasaran dan saat bertanding si bocah menang berulang kali. Hingga akhirnya mencipta kegemparan, jenius catur ditemukan. Hingga ia mendapat gelar juara dunia. Yang kedua adalah penumpang asing, yang secara tak sengaja turut serta pusaran permainan.

Nah, dalam perjalanan kapal uap dari New York ke Buenos Aires. Si aku (lagi-lagi mengambil sudut pandang penulis) penasaran, sebab di kapal ada juara catur, ia coba memancingnya. Menantang main catur sama sobatnya McConnor di area merokok, lalu menggoda temannya untuk menantang sang juara dunia. Promotornya memiliki banyak syarat, salah satunya ada uang yang dipertaruhkan, dua ratus lima puluh dollar dalam satu permainan. Tak masalah, Czentovic melawan semua penonton, artinya boleh membantu memberi saran, dan pertandingan dilakukan jam 3 sore.

Seperti dugaan, McConnor kalah. Dan menantang tanding ulang, dan saat di tengah permainan, McConnor diberi nasehat orang asing. Penonton di belakangnya nyeletuk, kasih nasehat, beri saran tiap langkah, dan hasil seri sepertinya sudah cukup. Benar saja, semua intruksi diikuti, sampai membuat jenius kita kewalahan, hingga meminta seri. Pikirannya yang cepat harus menghitung semua pergerakan lawannya mungkin terlebih dahulu.

Besok, juara dunia yang penasaran malah gantian meminta tanding lagi. Di jam yang sama, dan kali ini sang aku meminta bantuan orang asing tersebut, dan tahulah kita semua masa lalu Dr. B. Bagaimana ia mendapat ilham catur, di penjara, introgasi, frustasi, dan dalam keterasingan, ia mendapat ilham. “Dan dengan empat atau lima benda-benda yang bisu: meja, tempat tidur, jendela, wastafel. Kauhidup seperti penyelam di lautan hitam dalam keheningan… ketiadaan di mana-mana.”

Buku yang diambilnya, diselundupkannya adalah buku catur, dank arena dalam penjara tak bisa ngapa-ngapain, ia lalu memelajari catur dengan luar biasa intens, menciptanya jadi manusia super. “Aku bermain ‘buta’ menggunakan istilah teknis. Catur memiliki efek mengagumkan karena energi intelektual yang dikumpulkan dalam bidang sempit yang dibatasi. Aku memikirkan kemustahilan yang aneh: ingin bermain catur melawan diriku sendiri.”

Singkat cerita, besoknya ia maju dan meminta jangan terlalu berharap banyak, ia mengingatkan sang aku untuk menegurnya, bila meminta tanding ulang, ingat ini hanya satu laga. Duo jenius berhadapan, siapa menang?

“’Kau bermimpi’, aku berkata pada diriku sendiri. ‘Kau bermimpi’ apapun yang kau lakukan, jangan buka matamu! Membiarkannya pergi, mimpi ini. atau kau akan melihat kamar yang terkutuk di sekitarmu lagi: kursi, wastafel, meja, dan wallpaper dengan pola selalu sama. Kau bermimpi, pergilah dari mimpi!”

Ini adalah buku Stefan Zweig pertama yang kubaca. Bagus banget, dua cerpen (atau bisa disebut juga novela) yang kusikat dalam dua kali kesempatan duduk. Malam Minggu (09/07/22) dan Minggu paginya di suasana Adha. Ada biografi singkat sang penulis di halaman belakang, perjalanan hidupnya yang membenci Nazi, dan bagaimana ia mengungsi ke Inggris lantas ke benua Amerika dan memutuskan bunuh diri, bergitu juga istrinya. The Royal Game adalah karya terakhirnya, dan malah menjadi buku perdananya yang kulahap. Di rak ada buku satu lagi karya beliau. Tak sabar rasanya, apa kekejar bulan Juli ini juga?

The Royal Game and other stories | by Stefan Zweig | Penerjemah Maria Vregina & Aprilla Rizqi Parwidanti | Editor Wayan Darmaputra | Penyelaras akhir Naufil Istikhari KR & Wahyudi Kaha | Perancang sampul dan lukisan Anzi Matta | Penata letak Mawaidi D. Mas | Penebit Papyrus, 2017 | Cetakan pertama, 2017 | vii + 239 hal; 13 x 19 cm | ISBN 979-602-19513-9-2 | Skor: 5/5

Karawang, 110722 – Caro Emerald – Back it Up

Thx to Warung Sastra

Aisyah Putri 2: Chat On-Line #23

“Kalau mau lebih aman lagi, ngajak ahwat lain pas buka internet atau chatting. Jadi kalau satu niatnya nyeleweng, yang lain bisa ngelurusin.” – Elisa

Merupakan lanjutan Aisyah Putri: Operasi Milenia, kali ini kita diajak berchatting ria. Semua tokoh seri pertama masuk lagi, tak banyak tambahan. Hanya permasalahan dan konfliksnya berbeda. Di tahun 2000, online tentunya belum semudah sekarang. Belum sebanyak dan senyaman saat ini. masih harus di warnet, tarif yang mahal, hingga tak sesederhana sekarang bila ingin lanjut ke chat berikutnya, atau hingga akhirnya kopi darat. Dalam singkatnya, zaman itu untuk chat butuh perjuangan lebih. Tak seperti sekarang, bisa rebahan dan murah.

Dalam chatting, Puput – panggilan Aisyah Putri dan kawan-kawan berkenalan dengan banyak orang asing. Salah satunya bahkan dari luar negeri, bule cewek yang menanyakan beberapa hal, salah satunya, sampai bikin shock sebab ramai-ramai, dikira in bed? Hehe… begitu pula, saat dapat kenalan bule luar negeri, salah satunya mengajak kopi darat di mal. Dan saat meet-up, ta-da… bule dari Hongkong.

Beberapa singkatan yang sudah kita kenal, disampaikan ulang. Di zaman itu mungkin tak seperti sekarang yang mudah menemukan jawab di google. Asl misalnya, sudah umum dengan menjawab identitas kita: age, sex, location. Atau singkatan-singkatan lain yang sudah dikenali: btw, brb, pls, thx, gtg, hingga imho.

Teman-teman Puput dengan segala keunikannya, Linda yang gendut dan hobi makan, Elisa mantan model yang hijrah berjilbab, Retno yang tomboy, Mimi yang non muslim, Pino yang berambut njegrak, Agung yang alim, hingga poni Windu yang norak. Semua sudah dipetakan sifat dan karakternya. Saling melengkapi dan mengisi, hari-hari penuh warna di sekolah. Masa paling indah, mau dalam bentuk apapun, masa itu tak berlebihan beban hidupnya.

Selain kisah chatting, kita juga disuguhi konfliks remaja lainnya. Pertama, tetangga baru mereka yang tinggal di jalan Kemuning 3, bule dari Amrik. Dengar bule, keempat kakak Puput langsung siap beraksi. Dengan segala upaya, untuk berkenalan. Apalagi, pas pindahan datang, mereka intip cewek-nya bening. Maka saat hari H mereka berbondong-bondong ke rumah Miss Naomi, kejutanlah yang didapat. Ini cerita masih nempel hingga sekarang, makanya pas baca ulang kemarin hanya menelusur, hanya saja bagian Encun Naomi kzl dengna nada sinisnya agak lupa.

Kedua, teman Puput yang sedih. Sehingga berhari-hari Elisa tak masuk sekolah, ditengok ramai-ramai untuk menghibur, sebagai anak broken home orangtua cerai. Dari dibawakan makanan, dibelikan buku motivasi, hingga keceriaan yang menular. Nasihat-nasihat umum, berhubung ini buku Islami dan remaja maka hal-hal itu standar saja.

Ketiga, ketika Om Piet datang rutin ke rumah dan memicu curiga anak-anak bahwa mama mereka mau menikah lagi. Maka duo Vincent dan Hamka lantas melakukan penyelidikan, mengikuti jejak calon ayah mereka. Dari kantor hingga rumah makan. Maka betapa kesalnya, saat di restoran itu menemukan sang om sedang makan siang bermesraan dengan gadis cantik, jelas itu sepasang kekasih. Walaupun seorang vice president perusahaan, walaupun tunggangannya BMW, jelas mereka tak rela mama menikah dengan lelaki tak beres.

Dan saat hal-hal penting ini mau disampaikan, mama Cuma ketawa sebab kedatangany rutin om Piet adalah untuk memberikan kabar baik yang mengakibatkan mereka sekeluarga berkereta api ke Yogya. Dan berhektar-hektar tanah siap disajikan. Berkenalan dengan cewek-cewek Yogya, jalan-jalan ke UGM, menikmati kuliner Malioboro, hingga singgah ke Candi terbesar. Sayangnya, tujuan utamanya malah terlepas.

Keempat, syuting di sekolah 2000. Ini bagian yang sangat biasa, umum, dan sederhana sekali. Sekolah di kota besar, dijadikan setting cerita film. Dan tentu murid-murid itu terlibat sekalipun pemain figuran. Nama-nama seleb-nya diplesetkan, seperti Lulu Topping, Rem Punjabi, hingga Jeremy Jorghi. Judul terkenal sinetron 2000 Ku Tersandung juga disebut. Namun memang bagian ini, biasa sekali.

Begitulah, ini novella Islami yang terbit di pergantian Millenium di mana internet masih sangat baru, dunia perkenalan maya masih sangat jarang. Pantas saja berisi nasihat, ideal chatting. Atau, kopi darat yang aneh. Saya baca sih masih relate, dan langsung klik. Entah kalau dibaca generasi remaja saat ini, mungkin kaget menyaksi peserta chat menyimpang dan ditanggapi berlebih, sebab zaman sekarang hal itu sudah sangat banyak, walau tetap saringnya tetap kudu ada.

Saya membeli buku ini tahun 2006, tertera berharga 16,5 ribu. Di sebuah toko Purwakarta, pinggir jalan. Uniknya, saat itu saya ke sana untuk berkunjung ke rumah saudara, sekaligus bertemu darat sama teman chat MirC. Namanya Citra, dan memang mengajak ke toko buku sebab memang saya berminatnya buku. Saya sih pas kopi darat pasif, sangat pasif. Makanya saya iya-iya saja pas dia ajak ke mal lantas dia dan saudaranya main game Timezone, mengajak beli makanan, dst. Saya pasif, sebab tak tahu apa yang harus dibicarakan saat pertama bertemu, tak tahu ngobrolin apa selain buku, atau bola, dan jelas dua topik yang dia tak suka. Begitulah, masa lajang yang absurd. Betapa polosnya. Hehe…

Ini saya baca ulang cepat, demi ulas. Ternyata seri pertama sudah dua tahun lalu. Buku-buku Islami yang pernah menghinggapi masa laluku, seri tiga dst juga ada di rak buku, dan sepertinya akan saya tuntaskan semua. Asma Nadia, nama yang sangat terkenal kala itu, terutama bila kamu langganan Majalah Annida. Dan saya bersyukur pernah menjalani masa itu dengan majalah keren ini.

Aisyah Putri 2: Chat On-Line | by Asma Nadia | Penerbit PT. Syaamil Cipta Media | Desain sampul dan ilustrasi isi Halfino Bery | Editor dan tata letak Agus Supriyantp | Copyright 2000 | Cetakan kedelapan: Januari 2004 | 160 hlm.; 18 cm | ISBN 979-9435-05-6 | Skor: 3/5

Karawang, 230622 – Sheila Jordan – Comes Love

Thx to Toko Buku Purwakarta (Citra), Purwakarta

#30HariMenulis #ReviewBuku #23 #Juni2022

Max and The Cats – Moacyr Scliar

Aku? Takut? Macan tidak takut siapapun… macan tidak kasatmata. Jiwa.Fransisco Macias Ngueme, Diktator Terguling dari

Saya belum membaca Life Of Pi (a novel by Yann Martel), tapi sudah menonton adaptasinya (a film by Ang Lee). Terlalu banyak kemiripan dengannya, menempatkan seorang bocah bersama kucing besar dalam perahu darurat ketika kapal karam, halusinasi atau kenyataan? Dalam perjalanan laut menyeberangi samudra, melakukan apapun itu demi bertahan hidup. Kail, makanan kaleng, saling melengkapi dan kemudian terdampar selamat. Dasarnya sama, penerungannya jelas beda.

Max dan Kucing-Kucing terbagi dalam tiga babak. Jerman, Perairan, Brasilia. Penuh. Padat dan mempermainkan psikologis. Max adalah orang Jerman yang remaja era 1930an, masa ketika Nazi sedang menapaki kejayaan. Max seorang anak tunggal dari pasangan Erna Schmidt dan Hans Schmidt. Ayahnya yang kolot, seorang saudagar karpet, penjual aksesoris yang menilai uang begitu tinggi. Pengusaha yang terlihat bersahaja, tapi kalau kita lihat dari dalam, dari sudut keluarga, jelas bermasalah. Max melepas perjakanya di gudang toko dengan wanita tetangganya Frida yang bekerja paruh waktu, dengan kepala hias Harimau Benggala. Max yang remaja mendapat sensasi bercinta yang menjadikannya dewasa lebih cepat. Frida adalah anak petani dari selatan, pendek, montok, cerewet. Di gudang itulah, kita tahu ada kepala macan yang dijadikan pajangan, tatapan hampanya menghantui, memberi efek takut kepada Max kita sampai dewasa nantinya. Ada bagian yang membuat kita turut kesal sama Frida terkait mantel bulu yang disyaratkannya guna mengulang perbuatan dosa. Max yang remaja tak kuasa memenuhi harap, dan mantel itu menjadi polemik parah saat suatu ketika ia kenakan dan tak sengaja berpapasan dengan Hans. Dituduh maling, tapi ia ga maling. Max dalam masalah besar bung.

Ketika Nazi benar-benar berkuasa dan mencoba membumihanguskan kaum Yahudi, semua yang menentang arus berakhir mati. Max yang kini sedang mekar dalam bangku kuliah, sejatinya ga terlibat aktivitas politik, tapi karena hubungannya dengan Frida dan Harald sahabatnya, memicu hal buruk berikutnya, ia dalam ketergesaan menyelamatkan hidup bergegas kabur. Dengan bekal seadanya, menumpang kapal Schiller menuju Brasilia. Kapal dari Hamburg itu gagal diraih, maka ia menumpang kapal barang yang juga mengarah ke Brasilia. Kapal yang sedari mula memang mencurigakan, ada banyak binatang di angkut, ada tempat bernaung tapi memprihatinkan dalam kamar sempit, dan karena ini buku tragedi, maka kapal ini karam.

Max terapung dalam ketidakpastian.
Ia berhasil bertahan di perahu darurat, perahu yang sudah disiapkan ketika keadaan genting berisi makanan kaleng, peralatan mancing, pelampung dan sebagainya. Namun ia tak sendirian, ketika sudut perahu itu disingkap, ia terperangah, ada macan melonjak keluar. Macan besar jenis jaguar itu kini ada di sudut lain Max, memperhatikannya, memandangnya penuh nafsu lapar. Max, tak diterkam berkat konsistensi memberi si buas dengan ikan yang dikail, Max makan makanan kaleng, jaguar melahap ikan. Dan perenungan melihat bintang, menatap langit, efek panas terik di siang hari mencipta banyak fatamorgana, harapan bertahan hidup kecil, tapi ada.

Max selamat sampai di Brasilia berkat pertolongan kapal nelayan yang lewat, setelah ia beradu marah dengan jaguar dan juga akhirnya beradu emosi perahu terguling. Cerita Max seperahu dengan macan menjadi pergunjingan, seolah khayal seolah hasil imaji, tapi Max lah yang mengalami dan desas desus apapun itu tak terpengaruh. Max kembali menata hidup di negeri seberang.

Kalau kalian tahu jargon, para perantau adalah pekerja ulet dan pejuang keras di sini jelas ada benarnya. Tak punya siapa-siapa, tak punya banyak hal, hanya permata pemberian ibunya yang disimpan rapi lalu dijual dengan harga layak. Max mencari penghidupan di negeri Samba. “Di Brasilia, orang bisa kaya mendadak dalam semalam.”

Max tak bisa lepas bayang-bayang ketakutan Nazi, setiap lihat lambang Swastika atau lambang yang mirip dengannya ia mengalami traumatis. Namun waktu juga yang menyembuhkan. Kita tahu, sejarah mencatat tahun 1945 era Hitler runtuh, dan dunia berbenah. Max yang merdeka bisa mudik, menyelami masa lalu dan mempunyai opsi lebih banyak. Setelah kepulangannya yang pilu, ibunya meninggal, ayahnya gila, dan serentet fakta pahit ia kembali ke Brasilia. Menikah dengan penduduk lokal, memiliki keluarga. Akankah ia membawa pulang seluruh keluarganya ke Jerman, karena sejauh manapun kau pergi, rumah adalah tanah tempat kamu dilahirkan. Atau menjadi warga Brasilia, tanah seberang yang dijanjikan? Max dan Kucing-kucing jelas, adalah sebuah frame kehidupan yang mengajak kita menyelami pahit manis segala detak waktu yang kita jalani. Akan lebih indah dengan bonus syukur padaNya. Manusia, makhluk fana ini berjuang hidup dengan melakukan apapun, tapi maut selalu hadir di manapun, kapanpun. Max dan segala perenungannya.

Novel seratus halaman ini kubeli kala dalam tugas luar mengikuti pelatihan di Hotel Horison Bekasi seminggu. Kubeli di Gramedia MM Bekasi dengan Gadis Pendongeng, kubaca singkat di pagi dan sore saat waktu istirahat. Di pinggir kolam renang hotel, berderet kepul asap rokok pemuda lain di kiri kanan. Buku pertama Scliar yang kubaca. Seorang dokter kelahiran 1937 di Porto Alegre, Brasilia. Sudah menghasilkan 62 buku cerita, rasanya Max ini hanya permulaan, karya berikutnya masuk daftar tunggu.

Ada satu adegan yang menurutku sangat bagus. Adegan yang tak tersangkut paut langsung dengan para kucing. Bahwa kala Max kuliah, seorang profesornya eksentrik melakukan eksperimen. Profesor Kuntz melakukan riset gila dengan menggunakan pemuda Gipsi, dipasangi mikrofon yang digantung di leher, dilemparkan ke luar dari pesawat terbang. Sang profesor berharap dalam perjalanan terjun menuju kematian, orang-orang tadi akan memberi pernyataan atau paling tidak jeritan, baik jeritan manusia purba atau tidak, memberi ketegasan tentang arti kehidupan. Ngeri ya. Uji coba kaum gila, memainkan nyawa demi sebuah laporan penelitian.

Jaguar dan kapal karam? Jaguar, kapal karam, dan lari dari Jerman? Apakah itu semua hanyalah impian orang muda bernama Max? Atau mungkin hanya impian buruk luar biasa panjang anak bernama Max, yang akhirnya tertidur setelah suatu hari yang penuh luapan perasaan berat. Ada satu nama Penulis yang direkomendasikan di buku ini, Jose de Alencar, penulis abad sembilan belas yang banyak bercerita tentang Indian. Lalu kegemaran mendengarkan lagu-lagu Beethoven berjudul Ninth Symphony laik lebih sering dikumandangkan suatu saat. Karena agak sulit tentunya mencari lagu Jerman pengantar tidur: Guten abend, Gute natch, Mit rosen bedacht…

Aku berdamai dengan kucing-kucingku.”

Max dan Kucing-Kucing | By Moacyr Scliar | Diterjemahkan dari Max E Os Felinos | Copyright 1981 | 618186019 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Djokolelono | Editor Rini Nurul Badariah | Ilustrasi dan desain sampul Martin Dima | Cetakan pertama, 2018 | 100 hlm.; 20 cm | ISBN 978-602-06-2044-2 | ISBN 978-602-02045-9 (digital) | Skor: 4/5

Karawang, 220819 – Anggun – Bayang-Bayang Ilusi

Never Give Up #26

KKPK (kecil-kecil punya karya) lahir tahun 2003, itu artinya sudah 14 tahun melalangbuana di toko buku. Saya sudah membaca beberapa bukunya. Kisah-kisahnya mungkin sederhana, tapi yang membuat saya mengapresiasinya adalah ini karya anak bangsa. Dari hal-hal sederhana inilah kita menabur bibit. Lalu waktu akan mengasah para Penulis ini menjadi dewasa dan otomatis tulisannya akan menajam dengan sendirinya. Saya yakin di tahun 2020an akan sangat banyak Penulis lokal punya karya mumpuni.

Buku KKPK terbaru yang saya baca milik ponakanku, Winda Lutfi Isnaini. Buku ini ada dalam rak bukunya bersama buku-buku anak lain. Saya pilih acak, tapi dia lalu menyarankan yang menurutnya rekomendasi baca adalah ini. Oke, langsung baca sekali duduk. Tak lebih dari setengah jam selesai. Hasilnya? Khas cerita anak yang bertutur dengan plot mau terus. Tak ada kejutan, padahal berpotensi besar ada twist. Yang membuat kita takjub adalah ini buku berdasarkan kisah nyata. Judul ‘Never Give Up’ sangat pas menggambarkan isi secara keseluruhan.

Dengan sub judul: ‘Kisah gadis cilik korban gempa’ yang secara otomatis nyambung dengan judul ‘tak pernah menyerah’ maka sudah jelas sekali ini kisah mau dibawa kemana. Sekali lihat kover yang ada dalam bayangku adalah. Ada gempa di Indonesia yang mengguncang hati seorang anak (remaja) lalu musibah itu membuat luka batin, tapi ia tak pernah menyerah. Berjuang. Bertahan. Maju terus menatap masa depan. Dan setelah 30 menit sampai di ending, tebakan saya tepat. Ralat tak tepat amat karena bukan hanay luka batin, tapi sang gadis cilik juga uka fisik.

Dari kata pengantar penerbit kita tahu, KKPK sudah sedekade lebih terbit. KKPK pertama terbir bulan Desember 2003 karya Sri Izzati, 8 tahun. Pelajar SD Istiqamah Bandung itu membuat buku Kado Untuk Umi. Disusul Januari 2014 kumpulan puisi karya Abdurahman Faiz, Untuk Bunda Dan Dunia. Lalu karya Faiz, Dunia Caca (Putri Salsa) dan May, Si Kuku-Kupu (Dena).

Lalu pengantar dari orang tua yang memberi spoiler berat. Betapa Dira berjuang untuktetap berkarya. Setelahnya ucapan terima kasih yang memangkas 2 halaman. Kisahnya terdiri dari 9 bab pendek-pendek. Alfatira Dira adalah pelajar dari Padang yang punya hobi menyanyi, hobinya sudah banyak memberi piala dan bahkan sudah membuat rekaman. Kisah lalu bertutur keseharian kegiatan khas pelajar.

Dari bangun pagi, sarapan, berangkat sekolah, berkutat dalam dunia pendidikan di kelas, kegiatan pulang sekolah nonton Si Unyil dan Si Bolang, ikut les, sampai kewajiban menjalankan kewajiban ibadah. Dan akhirnya hari yang bersejarah buat Dira hadir tanggal 30 September 2009 saat ia mengikuti bimbingan belajar (bimbel) Gema.

Tidak sedetail itu gempa yang menimpa Padang. Hanya dijelaskan Dira sore itu ikut bimbel, goncangan terjadi, gedung roboh, ia pingsan. Ikut sedih di bagian ini, karena ia harus segera ditangani intensif di Rumah Sakit. Lalu dibawa ke Jakarta yang memiliki peralatan medis lebih lengkap. Selama berbulan-bulan harus ditangani khusus.

Musibah itu memberi simpati. Sebagai seorang pelajar berbakat, ia harus berjuang ekstra. Datanglah kesempatan bertemu dengan ibu menteri, ibu Linda Gumelar. Lalu perform di depan Pak Presiden. Menjadi penyemangat untuk bangkit. Dibantu orang-orang terkasih dalam keluarga. Ayah, ibu, tante Sandra dan yang lainnya. Diterapi dan diobati oleh dokter dan terapis handal Dokter Norman Zainal, dokter Linda Wahyuni sampai kak Seto, Tira ada dalam lingkaran orang-orang hebat.

Yup, never give up Tira. Semoga cita-citamu menjadi dokter terkabul. Semoga harapanmu menjadi Penulis hebat terwujud. Tetap semangat., ditunggu karya-karya berikutnya.

Untuk sebuah buku kecil karya anak-anak, saya memang tak berekspektasi muluk-muluk. Isi cerita memang tak semenarik novel nobel, tapi proses kreatifnya luar biasa. Sesuatu yang harus kita apresiasi. Dunia literasi Indonesia penuh warna.

Never Give Up | Oleh Alfatira Gema | Ilustrasi sampul dan isi Sepves | Penyunting naskah Dadan Ramadhan dan Yani Suryani | Penyunting ilustrasi Kulniya Sally | Desain sampul dan isi Iwan, Dea, Anniez | Proffreader Rani Setiani P | Layout sampul dan setting isi Tim Pracetak | Copyright 2011 | Cetakan IV, Desember 2016 | Penerbit Dar! Mizan | 112 hlm.; ilust.: 21 cm | ISBN 978-602-242-935-7 | Skor: 3/5

Palur, 270617 – Coldplay – Paradise

#HBDSherinaMunafKu #27Tahun

#26 #Juni2017 #30HariMenulis #RewiewBuku