Dua Drama Mendebarkan di Atas Kapal

“Aku memahami pokok-pokok, bahaya dan kerasnya serangan dan pertahanan, teknik berpikir bergerak ke depan, perencanaan, dan serangan balik. Dan aku mampu mengenali kepribadian dan gaya masing-masing…”

Menakjubkan. Bagaimana bisa dua buah cerita pendek, tapi tak terlalu pendek, bernarasi di atas kapal. Polanya sama, bertemu orang asing, lalu bercerita. Dua drama yang menakjubkan. Untuk buku ini, kekuatan cerita yang utama. Menegangkan, bahkan hanya dari dua orang duduk ngobrol kita turut khawatir dan ketakutan. Yang pertama, curhat dokter yang ketakutan sebab menyimpan rahasia gelap. Kedua, curhat mantan tahanan Nazi yang jenius aneh, sebab dalam penjara secara tak sengaja menanamkan buku catur di otaknya. Keduanya sungguh brilian cara penyampaiannya, cara menyelesaikan masalahnya, cara mengakhiri cerita.

Amok secara hebat menelusur masa lalu sang dokter yang terasing, bagaimana masa lalu menciptanya jadi segila saat ini. The Royal Game juga sama, secara hebat menelusur sang dojter yang terasing, bagaimana masa lalu menciptanya jadi sejenius saat ini. Keduanya ditempa kesepian, keterasingan, dipaksa keadaan. Dan keduanya menjadi tokoh sentral yang bercerita pada sang aku, sang aku menjadi pendengar yang sangat baik, lantas menjadi penulis kisah yang brilian.

#1. Amok

Dinarasikan oleh penumpang tak bernama, sang penulis yang naik kapal dari India. Tiket sudah habis, tapi kalau ada kapal dari Hindia Timur nanti dikabari. Dan benar saja, ada tiket murah menuju Eropa, seadanya. Ga masalah, sebab ia memang ingin gegas mudik. Selama perjalanan kapal India ke Eropa itulah ia berkenalan dengan orang aneh di dek gelap.

Setiap tengah malam, ia ngopi menikmati kesunyian, memandang cakrawala. Lalu secara tak sengaja bersinggungan dengan orang aneh, yang mabuk dan waspada. Kesamaan sepi dan nasib menyatukan mereka, lalu ia pun menjadi pendengar kisah menakjubkan tentang cinta yang kandas dan rahasia besar.

Seorang dokter Belanda yang ditugaskan di Pulau Jawa, keterasingan dan beban hidup yang ditimpakan membuatnya kesepian. “Dalam keterasingan yang bagai neraka ini. Ah, hutan, keterasingan, ketenangan, saya bermimpi!” Keseharian melayani masyarakat, pernah membantu anak walikota yang kakinya terluka, terkenal baik hati dan suka menolong. Hingga pada suatu hari muncullah tamu agung, seorang istri pejabat Belanda yang galau. Awalnya ngaku sakit kecil, “Bukan hal serius, hanya hal-hal kecil, masalah perempuan… pusing-pusing, pingsan.”

Keluhan sakitnya, tak secara langsung disampaikan. Secara tersirat meminta tolong, tapi sang dokter memberi bayaran berat, yang ditolak, tarik ulur itu menghasilkan putusan memalukan. “Ada percikan hasrat dalam diriku mengatakan: jangan terlalu cepat! Ciptakan kesulitan. Buatlah dia mengemis!”

Sang dokter yang kesepian, hasrat seks-nya yang selama ini tersalur dengan penduduk lokal yang pasrah dan dingin, kini mengingin perlawanan. Dan cintanya terhalang tembok besar. “Saya sangat lemah terhadap wanita dengan sikap dingin dan angkuh.”

Suami pejabat itu akan turun dari kapal hari Sabtu, maka mereka yang kembali bertemu di pesta jamuan malam tampak canggung, dan sayangnya takdir yang menyentuh mereka adalah putusan hitam. “Bila Anda telah kehilangan segalanya, Anda berjuang mati-matian untuk yang terakhir yang tersisa, dan yang terakhir adalah warisannya kepada saya, kewajiban saya untuk menjaga rahasianya.”

Dan di sinilah, di atas kapal perjalanan jauh ini sang dokter memiliki misi menjaga warisan rahasia itu. Di Napoli, segalanyanya ditutup. Pilu, sedih, tragis.

#2. The Royal Game

Bertema catur, duo jenius beradu di atas kapal. Yang pertama adalah juara dunia yang ditemukan secara tak sengaja oleh bapak pendeta di Yugoslavia. Anak yatim piatu bernama Mirko Czentovic yang tinggal di gereja menjadi anak asuh. Tumbuh buta huruf, tak mengenal sekolah, seolah tanpa harapan. Namun suatu malam saat sang pendeta main catur melawan si polisi, ada panggilan tugas mendadak yang memaksa permainan dihentikan. Pak polisi yang mengamati bocah yang penasaran melihat papan catur, mengajaknya melanjutkan main, dan si bocah menang. Menantang berulang, menang terus, besoknya bapak angkatnya penasaran dan saat bertanding si bocah menang berulang kali. Hingga akhirnya mencipta kegemparan, jenius catur ditemukan. Hingga ia mendapat gelar juara dunia. Yang kedua adalah penumpang asing, yang secara tak sengaja turut serta pusaran permainan.

Nah, dalam perjalanan kapal uap dari New York ke Buenos Aires. Si aku (lagi-lagi mengambil sudut pandang penulis) penasaran, sebab di kapal ada juara catur, ia coba memancingnya. Menantang main catur sama sobatnya McConnor di area merokok, lalu menggoda temannya untuk menantang sang juara dunia. Promotornya memiliki banyak syarat, salah satunya ada uang yang dipertaruhkan, dua ratus lima puluh dollar dalam satu permainan. Tak masalah, Czentovic melawan semua penonton, artinya boleh membantu memberi saran, dan pertandingan dilakukan jam 3 sore.

Seperti dugaan, McConnor kalah. Dan menantang tanding ulang, dan saat di tengah permainan, McConnor diberi nasehat orang asing. Penonton di belakangnya nyeletuk, kasih nasehat, beri saran tiap langkah, dan hasil seri sepertinya sudah cukup. Benar saja, semua intruksi diikuti, sampai membuat jenius kita kewalahan, hingga meminta seri. Pikirannya yang cepat harus menghitung semua pergerakan lawannya mungkin terlebih dahulu.

Besok, juara dunia yang penasaran malah gantian meminta tanding lagi. Di jam yang sama, dan kali ini sang aku meminta bantuan orang asing tersebut, dan tahulah kita semua masa lalu Dr. B. Bagaimana ia mendapat ilham catur, di penjara, introgasi, frustasi, dan dalam keterasingan, ia mendapat ilham. “Dan dengan empat atau lima benda-benda yang bisu: meja, tempat tidur, jendela, wastafel. Kauhidup seperti penyelam di lautan hitam dalam keheningan… ketiadaan di mana-mana.”

Buku yang diambilnya, diselundupkannya adalah buku catur, dank arena dalam penjara tak bisa ngapa-ngapain, ia lalu memelajari catur dengan luar biasa intens, menciptanya jadi manusia super. “Aku bermain ‘buta’ menggunakan istilah teknis. Catur memiliki efek mengagumkan karena energi intelektual yang dikumpulkan dalam bidang sempit yang dibatasi. Aku memikirkan kemustahilan yang aneh: ingin bermain catur melawan diriku sendiri.”

Singkat cerita, besoknya ia maju dan meminta jangan terlalu berharap banyak, ia mengingatkan sang aku untuk menegurnya, bila meminta tanding ulang, ingat ini hanya satu laga. Duo jenius berhadapan, siapa menang?

“’Kau bermimpi’, aku berkata pada diriku sendiri. ‘Kau bermimpi’ apapun yang kau lakukan, jangan buka matamu! Membiarkannya pergi, mimpi ini. atau kau akan melihat kamar yang terkutuk di sekitarmu lagi: kursi, wastafel, meja, dan wallpaper dengan pola selalu sama. Kau bermimpi, pergilah dari mimpi!”

Ini adalah buku Stefan Zweig pertama yang kubaca. Bagus banget, dua cerpen (atau bisa disebut juga novela) yang kusikat dalam dua kali kesempatan duduk. Malam Minggu (09/07/22) dan Minggu paginya di suasana Adha. Ada biografi singkat sang penulis di halaman belakang, perjalanan hidupnya yang membenci Nazi, dan bagaimana ia mengungsi ke Inggris lantas ke benua Amerika dan memutuskan bunuh diri, bergitu juga istrinya. The Royal Game adalah karya terakhirnya, dan malah menjadi buku perdananya yang kulahap. Di rak ada buku satu lagi karya beliau. Tak sabar rasanya, apa kekejar bulan Juli ini juga?

The Royal Game and other stories | by Stefan Zweig | Penerjemah Maria Vregina & Aprilla Rizqi Parwidanti | Editor Wayan Darmaputra | Penyelaras akhir Naufil Istikhari KR & Wahyudi Kaha | Perancang sampul dan lukisan Anzi Matta | Penata letak Mawaidi D. Mas | Penebit Papyrus, 2017 | Cetakan pertama, 2017 | vii + 239 hal; 13 x 19 cm | ISBN 979-602-19513-9-2 | Skor: 5/5

Karawang, 110722 – Caro Emerald – Back it Up

Thx to Warung Sastra

The Belly of Paris #12

Lisa: “Orang yang telah menjalani bermacam-macam pengalaman yang amat mengerikan, dan belum mampu membangun keluarga sendiri…, tidak heran dia ingin tembak-tembakan dimulai…”

Kisah panjang berliku, padahal intinya hanya berkutat di sebuah pasar di Paris abad kesembilan belas. Politik, gosip, percintaan, diaduk sampai lumer dalam keseharian orang-orang pasar. Pijakan kisah memang kuat, keluarga yang berbeda karakter itu, dipecah oleh pandangan politik. Acara ngopi tiap pekan malam hari malah jadi ajang diskusi terlarang, orang-orang lurus merasa terusik. Ditambah drama persaingan dua pedagang besar, politik dalam di sini malah seolah jadi tunggangan. Makanya ending-nya seperti itu. Tepuk tangan untuk itu.

Sudut pandang bergantian, tapi jelas ini berpusat pada Florent Quenu. Seorang eks narapidana politik yang diasingkan ke Pulau Setan, di Guyana, Belanda. Setelah berbulan-bulan taka da kabar, ia kembali. Proses kembalinya dramatis, kabur. Padahal orang-orang mengira ia mati, sebab dalam pengasingan penjagaan ketat dan tak manusiawi. Pembuka kisah, ia di tengah jalan hmpri ditabrakoleh kereta kuda Madame Francois. Namun malah diselamatkan, ikut numpang pulang ke satu-satunya saudara yang tersisa. Sejak Madame Francois memungutnya dalam keadaan kelelahan di Avenue de Neuilly, ia berjalan-jalan kebungunagn, dan tak mampu meresapi lingkungan sekeliling.

Di daerah pasar Les Halles Florent tinggal sama adik tirinya yang gendut Quenu. Pasar tradisional pusat makanan yang eksotik. Menikah dengan si cantik La Belle Lisa. Parasnya cantik dan tubuhnya memenuhi ambang pintu. Mereka punya usaha dagang di Pasar tersebut. Usaha modern membutuhkan usaha yang cakap.

Punya nama baik, usaha baik, persahabatan yang baik, kecuali dengan seterunya La Belle Normande. Keduanya punya masalah, dan seringkali saling ejek dan serang. Semua pedagang tahu, ada masalah pribadi di sana. Konon Normande dulu pernah dilamar dan menolak putra seorang pemilik toko yang kaya di kawasan itu pindah ke luar negeri dengan perasaan hancur setelah gagal memenangkan hatinya. Sebab semua orang di Les Halles membicarakannya, dan setiap peristiwa baru mendatangkan komentar-komentar tiada habisnya.

Florent yang kurus kering, terpelajar, dan berpikiran idealis, numpang tinggal, lama-lama membuat jengah jua, Dia mulai didera pikiran-pikiran gelap. Cuma makan tidur, melamun. Padahal yang paling dibutuhkannya adalah kedamaian dan kekosongan pikiran. Maka saat ada peluang kerja, walau pegawai pemerintah. Begitu Florent diangkat menjadi inspektur pasar ikan. Setiap orang, laki-laki maupun perempuan harus bekerja mencari nafkah, setiap orang bertanggung jawab atas kebahagiaannya sendiri, membiarkan orang bermalas-malasan itu jahat, dan sebagian besar ketidakbahagiaan di dunia disebabkan oleh kemalasan.

Lisa memaksa kakak iparnya mengambil kesempatan itu. Florent yang anti pemerintah, berpikir revolusi harus terjadi, membayangkan jadi kaki tangan pemerintah, muak, tapi anehnya tetap diambil. Sisa-sisa daging dari piring sang Kaisar adalah tinja politik, sisa-sisa najis dari semua perbuatan rezim itu. Jadinya ia tak menganggur. Satu-satunya alasan orang harus peduli tentang uang adalah karena kita butuh uang untuk hidup.

Ada warisan uang besar yang oleh Lisa disampaikan, dan niat dibagi. Awalnya Florent menolak, ia bukan materialistis. Uang itu diminta simpan saja, lalu skandal, gosip, isu, dicampur aduk. Florent yang ingin membantu anaknya, yang jelas-jelas seteru Lisa, mendatangkan banyak kabar miring. Padahal niatnya hanya mengajar baca tulis. Fitnah-fitnah makin gencar, menjadi banjir caci-maki, padahal tidak ada seorang pun mengetahui sumbernya.

Pertemuan rutin, kelompok yang berkumpul di kamar belakang kecil di bar Lebigre, dengan rekan-rekan membahas politik, dan rencana makar malah mencipta ketakutan. Salah satu topik favorit mereka adalah tata ulang Negara begitu kemenangan diraih. Perilaku Gavard terhadap Florent mirip orang yang mengecap kenikmatan terlarang. Terutama Lisa yang cerdas, ia tak setuju, ia tak mau suaminya turut terjerumus. Baginya keluarga jauh lebih penting. Keluarga mereka memang makin makmur. Seringkali Lisa menasehati suaminya, “Carilah uang, jagalah hati nuranimu tetap bersih, dan ingatkan dirimu bahwa Prancis akan menangani masalahnya sendiri.”

Orang harus hidup tenang dan stabil, membahayakan nyawa dengan bermain politik tidak mengenyangkan perut. “Dia boleh makan dan tidur di sini dan merepotkan kita kalau mau; kita bisa menghadapi itu, tetapi yang tidak akan kutoleransi adalah kalau dia membuat kita terlibat urusan politik… Kita memerlukan tiga belas tahun agar tabungan kita cukup untuk mandiri, kita tidak pernah terlibat politik, kita hanya ingin membesarkan anak kita dengan baik dan memastikan usaha kita lancar. Kita orang baik dan jujur!”

Anaknya, dan masa depan yang cerah harus dilindungi dari pengaruh buruk, dan dijauhkan dari efek politik praktis, maka ia harus bertindak, sebelum terlambat. Apalagi saat secara sembunyi-sembunti menemukan pamflet terlarang di lacinya. Membaca selembar kertas yang separoh berisi tulisan, di mana ‘revolusi’ muncul dua kali. Setelah Lisa membaca sekilas-sekilas catatan ini tanpa memahami semuanya, dia duduk gemetaran, tidak berani menyentuh kertas-kertas itu lagi karena takut melihatnya akan meledak di depan wajahnya, seperti bom rakitan sendiri. “Aku bersyukur kepada pemerintah kalau usaha lancar, kalau aku bisa makan dengan tenang, bisa tidur tanpa dibangunkan bunyi tembakan.” Tindakan yang menjadi eksekusi akhir perjalanan panjang di Pasar Paris.

Suka sekali sama karakter Lisa. Lisa selalu berkata agama penting bagi sebagian besar orang; dia menganggap agama semacam polisi yang membantu menjaga ketertiban, tanpa agama tak mungkin ada pemerintahan yang berfungsi. Sebagai wanita berpinsip, berkenaan dengan kakak iparnya, apakah dia berhak mengawasi kakak iparnya itu supaya tidak membahayakan suaminya. Orang-orang baik punya bakat alami untuk tahu bagaimana melaksanakan hal yang benar.

Politik, saya tak mau menampik selalu kotor, saya hanya bilang, riskan. Di zaman manapun, sungguh riskan. Apalagi di masyarakat yang majemuk, lebih tinggi peluang untuk mencipta kebencian. Tak seperti makanan, tak semua orang doyan politik, tak bisa serta merta kita cerita dan mengaku berhaluan apa. Namun yang jelas, saya sepakat sama Lisa. Jangan membawanya ke keluarga, apalagi sampai membahayakan masa depan anak.

Ini adalah novel kedua Zola yang kubaca setelah Therese Raquin yang luar biasa indah dan biadap itu. Jelas, Zola adalah penulis favorit dan semua karyanya patut ditunggu. Di rak perpus keluarga sudah menanti novel Germinal yang super tebal. Pasti kubaca, hanya mencari momentum saja. Buku ini kubaca dalam tiga hari 12, 13, 14 Mei 2022 saat cuti tahunan #DirumahAja dan catatan ini kudu kututup dengan kalimat akhir yang nampol habis, “Orang-orang terhormat… dasar bedebah!”

Pasar-pasar Kota Paris | by Emile Zola | Diterjemahkan dari The Belly of Paris | GM 617189004 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Lulu Wijaya | Desain sampul Eduard Iwan Mangopang | Cetakan pertama, 2017 | ISBN 978-602-7189-4 | 504 hlm; 20 cm | Skor: 5/5

Karawang, 27-280522– 120622 – Debbie Davis (Manhattan Jazz Quartett) – Isn’t She Lovely

Thx to Ari Naicher (Rindang Buku), Klaten

#30HariMenulis #ReviewBuku #12 #Juni2022

Tidak Ada yang Lebih Menyenangkan Daripada Kopi di Pagi Hari


Lotre dan Cerita-cerita Lainnya by Shirley Jackson


“Aku merasa terjebak, tinggi di atas gedung tua dengan api; rasanya seperti mimpi buruk. Dan di kota yang asing.”

#1. Percakapan

Kunjungan Nyonya Arnold ke Dokter Murphy. Konsultasi tentang kekhawatiran suaminya tahu, ia khawatir. Ketakutan menjadi gila, semua orang berbeda dan berkepribadian unik hingga isu global.


“Saya ingin Anda mengendalikan diri. Di dunia yang membingungkan seperti dunia kita saat ini, keterasingan dari kenyataan sering –“ / “Membingungkan. Keterasingan. Kenyataan. Kenyataan.”

#2. Elizabeth

Cerpen kedua yang sangat panjang. Melelahkan tutur bahasanya, intinya adalah Elizabeth Style yang bekerja dengan Robert Shax bertahun-tahun penuh perjuangan membangun penerbitan buku, lebih pasnya sebagai agen sastra. Suatu hari ada anak baru, Nona Hill Dephne yang aneh dan mencurigakan, atau malah tampak annoying sebab seenaknya sendiri saat ditinggal sendiri di kantor. Salah satunya berani meminjam buku-buku di meja kerjanya tanpa izin! Sombong sekali kau Nak. Lalu Elizabeth yang kesal lalu mengambil tindakan.


“Saya rasa dia tidak akan mengatakannya, ketika saya melihat bagaimana kau langsung bersikap seolah-olah kau akan terus berada di sini.”

#3. Firma Lama yang Bagus

Kunjungan Nyonya Friedman kepada Nyonya Concord dan putri tertuanya, Helen. Memilih dan memilah tembakau, lalu bergosip ria. Menanyakan kabar putranya yang di Angkatan Darat, Bob Friedman dan Charlie menjadi bahan utama, dan penuh gaya bahwa sebelum masuk tentara Charlie kuliah hukum. Khas gosip ibu-ibu yang membanggakan anak, menanbah-nambahkan detail.


“Firma lama yang bagus, kakek Tuan Concord dulunya adalah seorang partner.”

#4. Sang Boneka

Kunjungan nyonya Wilkins dan Nyonya Straw ke restoran elit. Semua pelayan siap melayani dengan hormat. Mengatur jarak duduk, membicarakan menu makanan yang lezat, kaserol udang, ayam goreng, dst. Dan pemandangan indah di sekitar. Lalu pembicaraan tentang surat dari Walter. Dan akhirnya sampai kepada omongan tamu restoran yang lain. Ada gadis lugu bergaun hijau, disebutnya mirip monyet dan tampak norak, padahal ia makan sama pemuda tampan, dan sang boneka. Lantas sudut berganti ke meja mereka bertiga, tahu apa yang mereka bicarakan? Hahaha…


“Aku suka melihat tempat yang menyajikan makanan enak dan bersih.”

#5. Tujuh Jenis Ambiguitas

Tuan Harris, pemilik sekaligus pelayan toko buku tua, suatu hari kedatangan sepasang bapak-ibu dan pemuda delapan belas tahun (mereka tak saling kenal dan sesama tamu), berbincang literatur dan yang utama ingin belanja buku banyak, sangat banyak. Beberapa koleksi. Meminta rekomendasi, termasuk beberapa karya Dickens, Bronte bersaudara, Mark Twain, dst. Dan sampailah pada buku berjudul Tujuh Jenis Ambiguitas. Sang pria besar terkesan kepada sang pemuda, buku-buku klasik berbobot tahu dan sudah dilahap!


“Perhatikan anak tangga paling bawah.”

#6. Berdansalah denganku di Irlandia

Nyonya Archer muda, Kathy Valentine, dan Nyonya Corn sambil menimang bayi, mereka bergosip. Lalu bel rumah berbunyi, ternyata tamu pria tua yang menawarkan barang tali sepatu berharga satu quarter, ia tinggal di blok seberang, sempat akan ditolak tapi terbesit rasa kasihan, maka dibelinya. Sekadar sopan santun. Namun tak sampai di situ aja, sang tamu dipersilakan masuk, disajikan minuman, makanan. Dan jamuan mendadak-pun tersaji, pria bernama John O’Flaherty, orang Irlandia. Dan nama penyair Irlandia disebut Yeats, karyanya dalam puisi, I am Of Ireland dibacakan, salah satu kutipannya,


“Come out of Charity, come dance with me in Irlandia”

#7. Tentu Saja

Nyonya Tylor yang memperhatikan tetangga, sebuah mobil van berhenti dan anak sekitar empat tahun turun. Disusul perempuan muda. Mereka sedang pindahan, tetangga baru. Nyonya Tylor bersama anaknya Carol bersapa. Mereka bernama Nyonya Harris dan James Junior. Sopan-santun, saling mengakrabkan. Hobi, kegiatan rutin, profesi suami, dst. Rasanya banyak hal bertolak belakang, yang satu suka nonton bioskop, yang satu suka radio, sementara yang lainnya justru kesal sama suara radio keras, dan larangan anaknya nonton film. Oh, awal yang tak bagus. Walau senyum, tapi jelas masam. Ah basa-basi, rasanya memang perlu?


“Tentu saja.”

#8. Tiang Garam

Sepasang suami-istri dalam perjalanan kereta dari New Hampshire ke New York. Muncul lagu lawas di sana, lagu soundtrack film. Lagu yang terdengar akrab, tapi lupa judulnya. Lagu yang rasanya bisa dinyanyikan, tapi liriknya agak terlupa. Brad dan Margaret melakukan liburannya melihat-lihat kota. Berbelanja, makan di restoran, dst. Karena sang istri suka belanja lama, sang suami tak mau menemani. Pengalaman buruk muncul, saat ditemukan mayat dan polisi dipanggil. Lalu Margaret ada rasa semacam phopia terhadap orang-orang, kerumunan, takut akan hal-hal janggal di tengah kota. Ia pun menelpon Brad dari telpon umum untuk menjemputnya.


“Aku merasa terjebak, tinggi di atas gedung tua dengan api, rasanya seperti mimpi buruk. Dan di kota yang asing.”

#9. Pria dengan Sepatu Besarnya

Nyonya Hart, calon ibu muda yang menanti buah hati pertamanya. Nyonya Anderson, pembantunya yang datang dan melayani tiap pagi, sang pembantu suka mengeluh, kerjanya kurang bersih, dan beberapa complain disajikan. Awalnya dirasa mungkin butuh keakraban di antara mereka, tapi ternyata bukan hanya dimula, setelah sebulan lebih, ketidaknyamanan kecil itu benar adanya. Mereka bercerita, bergosip tentang keluarga, kegiatan favorit, dan akhirnya sampai pada Bill, suami Hart. Dikompori sama pembantunya, dipanasi betapa pasangan muda harus lebih saling peduli, tak boleh cuek gitu, dst. Jangan-jangan suami Anda selingkuh?!


“Saya rasa orang tak perlu membicarakan orang lain, maksud saya, menurut saya tidak adil untuk mengatakan hal-hal yang Anda tidak bisa tahu dengan pasti.”

#10. Gigi

Aku merasa aneh.” Clara Spencer bilang ke suaminya. Apakah ini efek obat bius untuk mengobati giginya? Cobalah tidur dalam bus perjalanan ke New York ini, saran suaminya. Ini bukan perjalanan pertamanya ke sana, tapi ia merasa ada kejanggalan. Teman duduknya adalah pemuda bernama Jim, sopan dan mengajaknya ngobrol, ngopi. Ia berasal dari jauh, lebih jauh dari Samarkand. Saat sampai di klinik, hasil x-ray bilang geraham bawah harus dicabut, hal yang harusnya ia lakukan jauh hari. Proses cabut gigi yang dirasa biasa menjelma ketakutan, samar tapi ini kan hanya gigi!


“Ini hanya sakit gigi. Tidak ada yang serius dengan sakit gigi.”

#11. Surat dari Jimmy

Surat dari Jimmy yang tak pernah dibuka, langsung diposkan lagi, dikirim balik. Suaminya selalu begitu, istrinya sempat meminta untuk membacanya. Namun rasanya tak akan. Tak akan pernah. Oh benarkah? Sepadankah?


“Konyol sekali menyimpan dendam terhadao surat. Melawan Jimmy, baiklah. Tetapi tidak membaca surat karena dendam itu konyol.”

#12. Lotre

Di alun-alun yang panas pada 27 Juni, sebuah desa kecil sekiatr tiga ratus warga. Mereka berkumpul, berpesta menyelenggarakan lotre. Kepala pos, Tuan Graves meletakkan kotak berkaki tiga di tengah-tengah. Tuan Summers mengaduk-aduk kertas di dalamnya, Tuan Martin dna putranya Baxter memegang kotaknya. Ritual rutin memilih secarik keras lalu Tuan Summers mengambil satu, setelah para keluarga atau perwakilannya memasukkan kertasnya. Tradisi ini sering ribut, beberapa kali bahkan ia disumpah tak curang, dan memang kali ini sangat kacau.


Ini tidak adil, ini tidak benar,” teriak Nyonya Hutchincon, lalu mereka menyerbunya.


Ini adalah buku pertama dari Shirley Jackson (1916 – 1965) yang kubaca. Lahir di San Francisco, California, USA. Penulis dengan genre horror dan misteri. Lulusan Syracuse University New York dan aktif di jurnal sastra kampus. Bertemu dengan calon suaminya Stanley Edgar Hyman, dan setelah lulus keduanya berkarier di The New Yorker. Shirley menjadi penulis fiksi, suaminya contributor ‘Talk of the Town’.


Karya Shirley yang terkenal, The Road Through the Wall (1948), Hangsman (1951), The Bird’s Nest (1954), The Sundial (1958), The Haunting of Hill House (1959), dan We Have Always Libed in the Castle (1962). Lottery sudah diadaptasi tiga kali ke layar lebar, dan paling terkenal rilis tahun 1969.


Terlihat banyak sekali cerpen yang diambil dari pengalaman pribadi. Sebagai seorang ibu, Shirley jelas suka bergosip dengan tetangga, ada banyak adegan di sini. Sebagai seorang agen penerbit ia tentu saja berpengalaman menghadapi staf nakal, di sini dikisahkan panjang sekali. Sebagai seorang istri, ia menyampaikan pengalaman perjalanan ke New York baik saat bersama suami atau sendiri naik bus, ada di sini. Sebagai warga Negara yang baik, ia tentu menyambut tetangga baru, di sini ada lebih dari dua kali. Sebagai manusia biasa, ia tentu beberapa kali ke dokter, ada beberapa pula. Hampir semua mengambil sudut pandang seorang wanita, seorang IRT, seorang pekerja kantor, seorang istri yang baik, dst. Jelas ini adalah pengalaman sendiri dengan bumbu imaji. Semuanya adalah kejadian sehari-hari, wajar, biasa, sangat sederhana. Nah, inilah hebatnya, kisah biasa kalau dicerita dengan bagus akan luar biasa. Di sinilah pengalaman (menulis dan membaca) itu penting sekali. Mencipta cerita bagus tak seperti lotre yang bisa diambil acak dan asal, harus dilatih dan ditempa panjang. Shirley Jackson tentu saja melakukannya.


Lotre; dan Cerita-Cerita Lainnya | by Shirley Jackson | Diterjemahkan dari The Lottery and Other Stories | Terbitan Farrar, Straus and Giroux, 2005 | Penerjemah Laura Harsoyo | Penyunting Nasrina Lubis | Tata sampul Airarumi | Tata isi Vitrya | Pracetak Wardi | Cetakan pertama, 2021 | Penerbit Noktah | 196 hlmn; 13 x 19 cm | ISBN 978-623-6175-08-8 | Skor: 4/5


Untuk ibu dan ayahku


Karawang, 280721 – 060921 – Earl Klugh – Midnight in San Juan


Thx to Diva Press

Misa Ateis: Te Deum

“Aku seorang Katolik dan aku takut neraka, tapi aku sangat mencintaimu – ah, kesayangan –aku akan mengorbankan keabadian hanya untukmu!”

Kumpulan cerpen yang menggugah, tipis dilahap dalam sehari hanya sebagai selingan ‘Sumur’-nya Eka Kurniawan yang juga selingan dari Memoar Geisha. Keduanya hanya selingan, saat isoman karena Covid-19. Untuk menjadi hebat memang tak selalu harus tebal, tipis semacam ini dengan penyampaian inti kisah, langsung tak banyak cingcong juga sungguh aduhai. Semua konfliks diramu dengan pas, beberapa tanda tanya sempat diapungkan, arti judul juga jadi kontradiktif, misa dilakukan untuk orang-orang relijius, ateis berarti tidak teis, tak percaya tuhan, lantas Misa Ateis? Tenang, jawaban itu tak menggantung, ada penjelasan runut dan sajian kuat mengapa itu bisa dan harus dilakukan. lezat, memikat.

Buku kecil bermutu besar. Jos tenan! Luapan kegembiraan yang sublim.

#1. Misa Ateis

Ini kisah balas budi, seorang dokter sukses secara akademik, finansial, hingga reputasi terkenal sebagai seorang ateis yang taat. Namun publik lantas tahu ia melakukan misa, sesuatu yang tak lazim dan kontradiktif. Lalu kita diajak melalangbuana ke masa lalu, masa muda yang berapi-api dalam perjuangan menegakkan ambisi dan kebanggaan.

Dokter jenius, ahli bedah Desplein disanjung dan dikanl luas akan dedikasinya akan pengetahuan kedokteran. Kejeniusan Desplein bertanggungjawab atas keyakinan-keyakinan, dank arena alasan itu pula, kefanaannya. Baginya atmosfet terstrial adalah amplop generatif; melihat bumi sebagai telur dalam cangkangnya, karena itu tak bisa menegaskan mana yang ada terlebih dulu antara ayam dan telur, maka ia tidak mengenali baik telur maupun ayam. Dia tak percaya baik roh hewan yang hidup sebelumnya maupun roh manusia yang hidup setelah kematian fisik. Maka ia dengan tegas dan berani, tak berkualifikasi sama seperti yang diyakini banyak ilmuwan lainnya, manusia-manusia terbaik di dunia, ateis-ateis tak tertandingi.

Kesimpulan masa tuanya, bahwa indera pendengar tidak mutlak diperlukan untuk mendengar, indera pengelihatan untuk melihat, dan bahwa pleksus matahari dapat memasok ke tempat yang seharusnya tanpa keraguan sedikitpun, yang dengan demikian menemukan dua jiwa di dalam manusia, menegaskan keistimewaannya dengan fakta itu, meskipun hal tersebut bukan merupakan bukti untuk melawan Tuhan.

Kualitas seorang manusia hebat biasanya bersifat federatif. Jika di antara roh-roh kolosal ini seseorang memiliki lebih banyak bakat daripada kecerdasan, kecerdasannya masih lebih unggul daripada orang-orang yang hanya disebut ‘ia cerdas’. Seorang jenius selalu mengandaikan wawasan moral.

Salah satu muridnya Horace Bianchon yang akrab dengannya, mahasiwa kere yang kembang kempis mengais rejeki dan bayar kos dengan budget seminim mungkin. Ia baik, jujur, dan bukan seorang puritan dan pengkotbah. Seorang periang, tak lebih munafik dari seorang polisi. Ia berjalan tegak dan pikiran penuh isi. Singkatnya, untuk menempatkan fakta di antara kata-kata, Horace adalah seorang Pylades untuk lebih dari satu Orestes.

Keduanya berteman sangat akrab, guru kepada murid dan seorang pembelajar yang baik menyerap dengan bagus apa yang dituturkan. Nah, suatu pagi jam Sembilan Bianchon melihat gurunya pergi ke gereja Saint-Sulpice di Rue du Petit-Lion. Karena rasa penasaran, ia mengikuti dan menyelinap masuk dan betapa terkejutnya ketika melihat Desplein yang agung, seorang ateis, yang tak memiliki kasihan kepada para malaikat – berlutut dengan rendah hati di dalam Lady Chapel, mengikuti misa, memberikan sedekah pada kaum papa. Tercengang akan fakta itu, ia lalu bertanya pada gurunya suatu hari, dan ternyata kegiatan itu rutin dilakukan setiap tahun dengan sembunyi-sembunyi. Jawabannya akan membuat kalian tertepuk tangan, luar biasa Prof.

 “Segala kemarahan akibat kesengsaraan ini aku lampiaskan ke dalam pekerjaan…”

#2. Facino Cane

Impian dan kenyataan memang seringkali tak segaris lurus. Kedigdayaan masa lalu, kejayaan masa muda, memori indah yang laik dikenang, belum tentu layak dikejar kembali mengingat zaman sudah beda dan era berubah. Apalagi ia ada di tanah rantau dalam keringkihan dan kebutaan.

Kehidupan biasa dari warga biasa di perkampungan sederhana. Menyaksikan desa yang berubah digilas waktu, di tengah orang-orang baik dan bersahaja, hidup di daerah Lesdiguieres yang damai. Suatu hari di pesta penikahan sahabat istrinya, ia menemui percakapan ganjil, keanehan latarnyam bayangan gudang bercat merah yang seadanya, aroma anggur yang menyengat, tarian kegembiraan di antara para pekerja, orangtua, wanita-wanita malam yang melempar ke penghiburan.

Seorang peniup klarinet tua memainkan nada dengan syahdu nan aduhai, ia sudah beruban lalu bersapa dan menjalin pershabatan, ada sesutau yang agung dan lalim dalam diri Homer tua ini,, yang menyembunyikan dala, dirinya suatu Odyssey untuk dilupakan. Pria berwaja Italia itu buta, dan dua lagi juga, mereka melakukan percakapan.

Papa Canard berasal dari Venezia, buta karena kecelakaan, ia lalu menuturkan masa lalunya, berkali pula ia mengajak sang narrator untuk mengantarnya pulang, menjanjikan harta jarun melimpah dan kau takkan menyesal karena ia adalah Facino Cane yang terkenal itu. Berkisah masa jayanya, masa lalu yang trenyuh.

“Haruskah kita berangkat besok?”

#3. Ramuan Kehidupan

“Kecantikanku memiliki kekuatan untuk menghidupkan kembali hati yang membeku karena usia.” Ketujuh wanita dari Ferrara, Don Juan, dan sang pangeran merancau dengan hiperbola akan kehidupan, cinta, dan banyak hal yang terjadi baru-baru ini. dalam sebuah jeda yang mengikuti terbukanya sebuah pintu, seperti pada hari raya Balthazar, Tuhan memanifestasikan dirinya dalam diri seorang pelayan tua berambut putih yang cara jalannya tak stabil dengan alis terangkat. Ini tentang ayah yang kikir dan anak yang boros.

Bartholomeo Belvidero, ayah Don Juan adalah pembisnis ulung, mengabdi pada bisnis dengan kakayaan melimpah. Don adalah anak satu-satunya, saat istrinya Juana meninggal ia menjadi murung dan tak boleh diganggu. Untuk masuk ke ruangannya bahkan Don harus meminta izin. Saat itu Bartholomeo tidur, usia rentanya tak banyak tanda kehidupan tersisa, matanya saja yang masih jernih. Menasehati dengan gusar anaknya, “Kau bersenang-senang untuk dirimu sendiri!” lalu memberi wejangan penting, “Segera setelah aku menghembuskan napas terakhirku, segera urapi aku dengan air ini dan aku akan hidup kembali.”

Saat akhirnya menjadi kenyataan Don Juan ragu, Kristal berisi air itu tak langsung diurapkan, ia malah menyimpannya di laci meja bergaya Gotik hingga pagi menjelang. Saat ketujuh wanita masuk dan turut berbelasungkawa, Don Juan terombang-ambing oleh ribuan pikiran, ragu mengambil berbagai resolusi. Maka setelah hari itu selesai menghitung kekayaan, malam harinya ia berniat melakukan kalimat wasiat sang ayah. Apakah bisa bangkit drai kematiannya? Ada sihir yang menari di antara mereka.

“Orang-orang dungu! Sekarang katakan bahwa Tuhan itu ada!”

Misa Ateis | by Honore de Balzac | Penerbit Odyssee, 2020 | Cetakan pertama, Juli 2020 | Alih bahasa Pramesti Wijaya | Penyunting Agata DS | Tata letak The Naked! Lab | Perancang sampul The Naked! Lab | Skor: 5/5

Karawang, 120821 – Netral – Hujan di Hatiku

Thx to Kedai Boekoe, Bekasi

Menggapai Hati yang Rindu by Violet Winspear

Asmara Tertata di Virginia

Maafkan aku yang marah-marah padamu, dalam permainan salah seorang terluka bukanlah suatu hal yang dapat dihindari.” – Reid McShane

Cerita cinta yang sangat mudah ditebak. Seorang gadis menjadi pengasuh sementara anak tunggal berusia lima tahun, seorang duda di pedesaan. Tak diragukan lagi, bahkan sejak kalimat pertama bahwa akan ada benih cinta, dan ujungnya ketebak bersatu. Segala kendala yang diapungkan sekadar pemanis, masalah-masalah yang ditimbulkan hanya lika-liku hubungan lazimnya koneksi timbul-tenggelam. Apa daya, sungguh sesuai alur. Namun menikmati roman klasik, atau segala kisah cinta yang dicipta di abad 20 memang rata-rata mengedepankan harapan bersatu di kemudian hari, pertentangan hanya bumbu. Apalagi pertentangan itu dari dalam, jadi jelas happy ending sejak semula muncul ke permukaan.

Kisahnya tentang Beth Anderson, art director dari perusahaan iklan yang paling besar di Washington. Ia adalah pasien Dokter Doc, karena stress. Doc menganjurkan agar ia pergi berlibur di suatu tempat yang asing dan tenang. Ide diperkenalkan pada Reid McShane, seorang arsitek gila kerja muncul. Maka di pesta malam yang sederhana, mereka dipertemukan. Tawaran kerja bertugas menjaga anak laki-laki berusia lima tahun, bernama Josh McShane selama Reid bekerja spontan diterima. Ajakan itu dilakukan dengan dorongan seketika, tapi percayalah ada peran Doc di sana yang jadi comblang.

Tugas utama memang mengasuh Josh yang biasanya bersama tetangga mereka, nenek Daisy. Namun memang ini mutualisme, Beth yang butuh menepi menemukan ruman tenang di pedesaan Virginia. Ia tidak pernah menyaksikan rumah sedemikian indah. Bagaikan yang sering dilihat di kartu pos. Ada Rufus, anjing kesayangan. Lalu Phoebe, Si kambing betina dikurung di dalam pagar yang cukup tinggi, yang setiap pagi menghasilkan susu. Sungguh aduhai hidup di tengah desa, dengan tumbuhan berlimpah dan hewan-hewan peliharaan yang imut. Maka, suasana intim yang dicota, niscaya muncul gelombang asmara di antara mereka.

Dari pembukanya saja sudah dapat ditebak, Beth menyiapkan makan malam menungguh Reid pulang kerja, sebuah gambaran istri dengan setia menanti suami pulang makaryo. Apalagi dengan sudut pandang Beth, sehingga pembaca tahu apa yang ada di dalam hatinya, kegundahan, kegelisahan, keraguan, cinta, dan segala perasaan labil sang gadis. Jelas, ini akan menjadi cerita cinta yang sederhana. Sesekali keraguan muncul, kelesuan timbul. “Ada apa dengan Anda? Kelihatannya Anda kurang bersemangat.” Hanya pemanis kata sih, ujungnya cinta.

Gunjingan di Harford and Grey muncul, karena ia menghilang begitu saja di tengah kesibukan. Permintaan cuti dua bulan, seolah memang kabur dari tanggung jawab. Orang paling geram atas tindakan ini adalah bosnya, Jack. Ia merasa kehilangan karena Beth pergi tanpa meninggalkan kontak, dan informasi yang jelas. Ketika Jack berhasil menghubungi, dengan marah ia berkata, “Aku berada di Hongkong!” Wah-wah, ternyata Hongkong-pun menjadi Negara yang jadi alibi jauh dan asing di Amerika sana, kukira hanya di sini. Ckckck…

Lalu malam-malam yang sunyi di pedesaan itu, keduanya membuka diri, juga membuka hati, dan baju nantinya. Beth ternyata terluka tentang asmara, menolak cinta seorang pemuda mapan. Merasa bersalah juga, perasaan ga enak itu menggelayutinya bertahun-tahun setelahnya. Alasan ingin jadi wanita karier dulu, ingin menikmati kebebasan. “Tidak cukup tampan, atau tidak cukup kaya?” Cara menolak halus, ah wanita, katanya mereka memang berjiwa kreatif, artistik, neurotik, sensitif, dan mudah menangis. Tentu saja keberhasilan merupakan tujuan hidup. Tapi mengapa manusia tidak pernah merasa puas? Asmara Beth tertata di Virginia, keputusan pasangan hidup harus dibuat.

Sementara Reid merasa masa lalu yang salah telah memberinya pelajaran berharga tentang pasangan hidup. Semasa muda, pacarnya yang ingin berkarier memutuskan hubungan setelah melahirkan Josh. Sang pacar malahan meminta aborsi, yang langsung ditolak. Mengajak menikah, gentian ditolak. Sang arsitek memutuskan menepi membesarkan buah hati. Ia merupakan seorang pengusaha yang berhasil yang akhirnya mundur dan masuk ke hutan. Setiap jengkal rumahnya disusun bertahap, dan dipoles dengan cinta. Seolah, memang hanya menanti seorang istri sekaligus ibu tiri. “Anda cukup beruntung karena tak perlu merisuakan makanan yang Anda lahap berikutnya. Dan jangan pedulikan ejekan orang lain karena Anda miskin.”

Setelah tugas asuh selesai, Beth kembali ke rutinitas pekerjaan di bidang iklan. Dari temannya yang berujar bahwa laki-laki di Washington kebanyakan adalah laki-laki berhidung belang. Mematik rasa, Ia selalu merasa iri hati menyaksikan orang yang memulai harinya dengan senyum dan lagu. Reid tampak berbeda (heleh… klise ya). Tekanan Jack dan segala kepenatan hidup di kota, ia memutuskan kembali ke Virginia, sekadar berkunjung. Tanpa pemberitahuan, tiba-tiba muncul di depan rumah suatu malam di akhir prkan. Well, sejatinya Beth menuntaskan rindu karena malam itu, kejadian di kolam renang kembali terulang di kamar. Ia memejamkan mata, merasakan siksaan pada bathin karena ia mencintai laki-laki ini, dan ia tak dapat melakukan apapun untuk merealisir cinta mereka. Betapa bahagianya berada berdua di bawah sinar bulan musim panas, tanpa kehadiran orang lain. Dunia seolah-olah milik mereka berdua. Percakapan aneh tersaji suatu malam, “Ya, lebih baik minuman panas.” / “Kopi, teh, cokelat susu?” / Dalam hati Beth berkata, “Kopi, teh, atau diriku?” hahaha… Dasar cewek ya, sama sahaja.

Reid, laki-laki berwajah begitu tampan, jantan, dan tenang ia tak memercayai cinta. Beth, muda, cantik, dan ideal menjadi pasangan hidup, ia begitu mengagungkan asmara. Saling melengkapi, saling mencintai. Lantas apa masalahnya? Konflik berat sebenarnya adalah hak asuh Josh akan lebih sentosa di bawah ayah dan ibu tirinya? Ataukah ibu kandungnya yang menelantarkannya ketika lahir, lalu bermasalah dengan bayinya. Menikah dengan orang kaya, menuntut hak asuh setelah lima tahun yang asing. Sang penuntut menyewa pengacara terkenal, mahal dan sering memenangkan kasus. Seorang pengacara cekatan selalu dapat mengalihkan apa yang benar menjadi salah, dan yang salah menjadi benar. Lalu keputusan klise, Beth akan menikah dengan Reid untuk melindungi hak tersebut. Kukira pernikahan adalah urusan pribadi dua orang.

Jadi setelah sepakat untuk menikah demi melindungi hak Josh, suatu malam datanglah tamu bernama Conrad Rutherford. Seorang kaya yang meminta maaf, ia adalah suami sang mantan Reid. Memohon maaf karena suatu hari ke situ mengejutkan anak kandungnya dalam keadaan mabuk, dan membuat takut seperti orang stress. Maka tanpa persidangan, mereka mundur dari tuntutan. Jadi apakah dengan kemenangan ini, Reid dan Beth tetap melanjutkan rencana pernikahan?

Konflik kedua yang diangkat adalah tentang wanita apakah cocoknya di rumah mengurus rumah tangga atau menjalani karier. Sesekali ingin memakai busana atau aksesoris mewah. Perancang terkenal: Calvin Klein, Diane von Furstenburg, Jordache. Ga ada yang salah. Wanita memang makhluk unik, sulit ditebak. Tema seperti ini juga umum, sejatinya Beth juga gambaran masa lalu sang mantan. Bedanya kini Reid sudah matang, sudah mapan, sudah sangat berpengalaman. Sang mantan memutuskan mengejar karier, sah saja. Beth memutuskan mengejar karier pula, sah juga. Ga ada yang salah dan benar, adanya adalah setiap individu memiliki hasratnya masing-masing. Pertanyaannya sekarang dibalik, “Apa salahnya dengan wanita yang berkarier di dapur?”

Sekadar iseng memasukkan buku ini ke dalam belanjaan, sejatinya mengincar satu buku Ben Sohib, yang lainnya hanya tambahan. Tambahannya delapan, rerata buku lama. Jadi buku tipis ini kubaca kilat sejak datang hari Kamis (2/7/20), dan besoknya sudah selesai baca. Menikmati buku klasik tuh gampang-gampang susah. Memasuki dunia asing dengan teknologi jadul. Beth yang mengasingkan diri, di era sekarang tentunya akan lebih mudah dihubungi, walau terbentang 3 jam perjalanan. Kata-kata yang digunakan juga terlihat kaku, saat ini jika diperhatikan. “Mengapa Anda tidak memberitahukan daku?” atau “Bukankah Anda sendiri cukup risau oleh persoalan yang sedang Anda hadapi?” Untuk percakapan dua karakter yang sudah menghabiskan beberapa malam seatap, tampak ada jarak di antara mereka. Kovernya cakep sekali, itu adalah adegan makan malam di adegan pembuka. Beth yang menanti kepulangan Reid, seolah mereka adalah pasangan suami-istri. Ilustrasi yang sepertinya dilukis dengan cat air, dengan kanvas yang lalu dicetak, latar orange menambah daya tarik. Kesan sederhana, eksotis.

Aku harus mempertahankan ketenanganku untuk mendapatkan kemenangan.

Menggapai Hati yang Rindu | by Violet Winspear | Diterjemahkan dari xxx (identitas buku tidak ada, halaman pembuka buku hilang)| Penerbit Karya Agung | Skor: 3/5

Karawang, 070720 – Roy Brown – Good Rockin’ Tonight (1947)

Thx to Anita Damayanti, satu dari Sembilan.

Setelah seminggu penuh, istirahat ngeblog pasca #30HariMenulis #ReviewBuku akhirnya saya kembali.

 

 

Midah – Pramoedya Ananta Toer #1

image

Buku pertama beliau yang pertama kubaca: Midah, Simanis Bergigi Emas. Dibaca cepat karena memang buku tipis. Sebenarnya kisah ini sederhana, tentang seorang gadis bernama Midah yang galau. Namun ini hebatnya Pram, kisah biasa ini di tanganya jadi luar biasa. Butuh kehebatan imajinasi dan olah kata tak wajar untuk bisa membuat cerita menjadi seru. Di Midah kita mungkin bisa menebak ke arah mana nasibnya dibawa, kita bisa dengan mudah menduga-duga takdir itu mengarah, namun setiap kalimat yang disusun memang dibuat istimewa. Tak lazim, tak ala kadarnya.

Sebagai satu-satunya Penulis Indonesia yang pernah dinominasikan Nobel Sastra, buku-buku Pram memang jadi patokan sastra kita. Kalau kita ngomogin sastra Indonesia  berkualitas, orang pertama yang disebut tentunya beliau. Back cover bukunya selalu bertanda, “Sumbangan Indonesia Untuk Dunia”. Dan itu ternyata tak bohong. Midah telah mempesonaku, terhanyut dalam kisah hidup seorang wanita bertahan hidup di kerasnya ibu kota pasca Kemerdekaan.

“Ah, saudara, manusia ini kenal satu-sama-lain, tapi tidak dengan dirinya sendiri… memang tidak ada hasilnya untuk kemakmuran kita hendak mengenal diri, karena dia takkan menghasilkan kekayaan.”

Kisahnya Midah adalah anak tunggal dari haji Abdul dari Cibatok yang hijrah ke Jakarta. Dirinya terlahir dari keluarga berada, ayahnya fanatik agama dengan lagu-lagu arab Umi Kalsum, Midah dimanja dan dipangku, gambaran orang kaya di Indonesia tahun 50-an. Semua itu berubah kala berusia 9 tahun, dirinya memiliki adik. Haji Abdul merayakan kelahiran anaknya dengan bermewah-mewah. Disambut dengan gegap gempita keluarga dan sanak saudara. Adiknya menyita perhatian miliknya. Kelahiran yang disambung kelahiran lain itu telah mengubah segalanya. Midah mulai menyendiri, jarang dipangku dan dimadu. Midah akhirnya menemukan pelarian oleh keroncong keliling. Pengamen jalanan itu membuatnya terpesona. Suatu hari ia mengikutinya sampai petang, pulang terlambat ternyata tak membuat orang tuanya marah. Sampai dirinya membeli piringan musik yang diharamkan ayahnya dan memutarnya di rumah. Dalam sekejap ia hafal lagu-lagu.

Naas, ayahnya suatu ketika memergoki musik setan itu, piringan dipatahkan ia ditampar dan dimaki. Tamparan yang sakit itu bukan di pipi tapi di hati. Dirinya merasa telah menemukan cinta, larangan itu bukannya membuatnya jauh tapi malah makin cinta musiknya menggila.

Selepas remaja, dirinya sudah siap menikah. Jodoh pilihan ayahnya adalah orang berada, beragama baik dan dari kota kelahirannya Cibatok. Haji Terbus pun meminangnya. Naas seakan memang jadi nama tengah Midah, setelah hamil tiga bulan ia baru tahu kalau suaminya punya banyak bini. Haji Terbus  yang digambarkan gagah, berkumis, berperut buncit, tua dan poligami sepertinya sebuah kritik buat titel haji yang di mata masyarakat kita seakan jaminan orang soleh. Keputusan nekat dibuat, Midah kabur ke Jakarta. Kembali ke orang tuanya akan membawa malu, dia pun ke Riah bekas babu yang pernah menolongnya dari amukan ayah tentang masalah musik keroncong.

Selepas dari tempat tinggal Riah, dia memutuskan mencari kelompok pengamen yang dulu dilihatnya. Sebuah pilihan hidup. Berani mengambil keputusan penting. Awalnya tak ketemu, namun terus dicari akhirnya bertatap juga. Sempat bersitegang dengan vokalis aslinya Nini, yang bergigi emas, Midah bergabung. Mulailah ia hidup di kerasnya jalanan ibu kota. Dengan paras ayu, muka bulat, muda dan hamil. Dirinya dilindungi sang kepala rombongan, Rois. Bahkan dipinangnya. Namun status Midah yang masih resmi bersuami, serta prinsipnya yang tak mau diikat karena trauma tentu saja menolaknya.
Dari grup pengamen jalanan inilah ia akhirnya bertemu dan berkenalan dengan seorang polisi lalu lintas Ahmad. Polisi muda yang baik itu lalu melatih vokalnya. Midah yang kini mempunyai anak namun minggat dari suami, jatuh hati kepadanya. Cinta yang mustahil bersatu. Ahmad adalah polisi, seorang pemuda baik-baik sedang Midah hanya penyanyi jalanan. Namun siapa yang bisa menolak pesona kecantikannya?Midah hamil dan si pemuda tak bertangung jawab. Dasar lelaki pengecut. Dengan kehamilan ini ia dipaksa pulang. Berhasilkah ia melawan kerasnya hidup?

Well, cerita sederhana namun jadi begitu berjiwa di tangan Pram. Konfliksnya disusun dengan rapi. Keluarga terpandang dengan agama yang kuat, Midah yang lebih berpikiran terbuka dan siap mewujudakn keinginan sekalipun itu bertentangan dengan orang tua. Terlunta-lunta untuk jadi nyata. Sungguh novel pembuka yang memesona. Tak berlebihan, buku-buku beliau bertuliskan ‘Sumbangan Indonesia Untuk Dunia’. Kelemahan buku ini adalah eksekusi ending yang singkat namun merubah segalanya. Awalnya saya mau kasih skor sempurna, namun penuturan paragraf-paragraf penutup itu seperti membalik telapak tangan sifat dan kekuatan Midah yang digenggamnya.

Beberapa kutipan layak disimak:

Keinginannya untuk mempunyai anak lagi, selalu ditindasnya. Apabila Tuhan telah menakdirkan, demikian selalu ia berpendapat, pada suatu kali yang baik dia akan datang ke rumah kami untuk menjadi anak kami. – halaman 11

Untuk anak ini – biar dia pilih sendiri kelak apa yang dikehendaki – 26

Midah mencoba tersenyum oleh pandangan itu. Tetapi pikatannya belum juga berhasil. Dan dalam hatinya ia berjanji akan memperbaiki usahanya. Kembali ia mengusap perut dan berbisik penuh kepercayaan: Tidak Nak, engkau tidak akan Emak rusakkan. Tidak raja, tidak. – 30

Apakah aku punya tampang buaya? – 80

Aku tak rela! Aku tidak rela! Walau bagaimanapun jua cintaku padamu, bisiknya. Kemudian ia tenggelam. Ahmad tenggelam. Midah tenggelam. Begini cantik enkau, Midah. Begini manis. Tak ada satu cacatpun merusak kulitmu. Midah hanya memperdengarkan keluhan. Midahku! Midahku! – 94

Setidak-tidaknya ia mengerti, bukan engkau tidak mengakui anakmu sendiri. Bukannya engkau membimbangkan cintaku padamu. Tetapi kini aku mengetahui bahwa seseorang yang kucintai itu adalah pengecut yang tak punya keberanian sedikitpun jua. Itupun aku tak menyesal, karena tka ada gunanya lagi. Biarlah semua ini terjadi. Hanya satu yang tak akan dilupakan olehmu: anak ini adalah anakmu. – 110

Anggapnya ia orang paling suci di dunia ini dan paling dikasihi Tuhan, dan paling baik serta paling beribadah, kini hilang sama sekali. Ia merasa menjadi kecil dalam hubungan segala-segalanya. Pandangan hidup dan dunianya berubah hingga seratus delapan puluh derajat. – 74

Oiya, buku ini terasa istimewa karena tak menggunakan tanda petik untuk kalimat langsung. Walau bukan buku pertama yang saya baca dengan pola seperti ini, namun ini sungguh istimewa karena ditulis oleh Penulis lokal. Kita dibiarkan menebak siapa yang bicara, siapa yang menyanggahnya. Imaji kita diminta lebih aktif. Sekali lagi, Pram benar-benar hebat. Midah tentu saja adalah buku pembuka untuk membaca buku-buku beliau selanjutnya. Mahal memang terbitan Lentera, namun sangat worth it.

Midah, Simanis Bergigi Emas | oleh Pramoedya Ananta Toer | copyright @2003 | ilustrasi buku: M Bakkar Wibowo dan Ong Hari Wahyu | Penerbit Lentera Dipantara | pernah diterbitkan tahun 1954 oleh NV Nusantara, edisi Indonesia | De Gues, 1992 edisi Breda, Belanda | Manus Amici, 1992 edisi Amsterdam, Belanda | Midah, het Liefje de Gouden Tand | cetakan 5, Februari 2010 | ISBN 13: 978-979-97312-2 | ISBN 10: 979-97312-7-5 | 134 hlm; 13×20 cm | Skor: 4/5

Karawang, 230416 – #MaddiJane – Secrets

Thx to Putri, Bandung