“Begitu kecilnya ketidaksinambungan waktu, maka satu detik bisa diperbesar dan diurai menjadi seribu bagian, dan tiap bagian menjadi seribu keping lagi. Begitu kecilnya ketidaksinambungan waktu, maka jarak antarsegmen sama sekali tidak terlihat. Tiap kali waktu berputar, maka dunia baru tampak seperti yang lama.” – Alan Lightman dalam ‘Mimpi-Mimpi Einstein’.
Komentar May: Bagian bandara, kok, kok pada mundur. Bagian kejar-kejaran mobil wow wow wow. Bagian bandara lagi, keren keren keren. Wooooow. Bagian strategi 10 menit, banyak tanda tanya dan spekulatif. Lalu warna merah dan biru dar der dor… yah, film apaan sih, ga jelas. Z z z z…
Komentar saya? Mari sedikit kupas, ===catatan ini mungkin mengandung spoiler===
Akhirnya saya menyerah juga, film yang paling ditunggu di bioskop ini kusaksikan di layar TV bersama orang terkasih, tetap di pergantian hari di malam libur jelang Derby Della Capitale. Kepastian di bioskop IMAX tak menemui titik temu setelah kasus corona kembali naik Desember lalu. Untuk baginda Nolan, menunggu memang worth it, tapi sabar itu disusupi banyak komentar bocor, dan di era digital luapan info banjir di banyak platform.
Kisahnya tentang penyelamatan dunia, tema kepahlawanan dalam balutan sains, seolah cerita spy yang sudah ada kurang ilmiah. Maka Nolan memasukkan teori-teori rumit itu dalam film aksi. Di Kiev, di sebuah gedung opera, konser baru saja dimulai, terjadi serangan teroris. Tim penyelamat tiba, ada penyusup dalam tim, salah satunya The Protagonist (John David Washington). Pasukan CIA berkejaran, lalu ada penyusup lain bertanda merah di lengan yang menyelamatkan jagoan, tanda tanya itu menggantung setelah misi selesai. Di sebuah lajur dua kereta, The Protagonist dan salah satu agen dicatut giginya guna memaksa membocorkan informasi, pil bunuh diri palsu, serta rangkaian penjelasan tak tuntas.
Pil itu ternyata hanya untuk mengetes loyalitas, ia lalu direkrut dalam Tim Tenet dan berkenalan sama agen Inggris Neil (Robert Pattison). Dalam misi ke India, melalui penyergapan penuh gaya, jumping dengan tali melompat dan mengayun di gedung-gedung bak Spiderman, mereka mendapatkan info penting dari Priya (Dimple Kapadia) bahwa ada teknologi Pembalik-Waktu yang dikuasai oleh seorang Rusia bernama Andrei Sator (Kenneth Branagh) yang bisa berkomunikasi sama manusia masa depan.
Dalam misinya, ia bertemu istri Sator, Kat (Elizabeth Debicki) yang menjelaskan ada lukisan di bandara yang dijaga dengan ketat lukisan yang mengaitkan dengan sang suami, untuk mendapatkannya berdua menyusup dan agen lainnya menabrakkan pesawat agar bisa leluasa ’10 detik’ dalam penjebolan. Tak dinyana, ada dua elit bermasker menyerang, menggunakan Pembalik-Waktu di mana retakan dan ruang yang ada sejatinya belum terjadi, dalam gerak mundur bergumul, interograsi dan niat membunuh musuh misterius itu tak terjadi.
Misi selanjutnya mengambil plutonium dalam mobil, tak biasa sebab mobil itu kejar-kejaran dalam laju mundur, ada penyusup dan rentetan tembak terjadi. Kat mencintai anaknya, jelas. Mengorbankan segalanya demi sang putra, jelas. Termasuk membunuh sang suami? Kenapa tidak?! Ketika ia terluka, parah dan harapan kecil untuk bertahan, maka berdua lalu pergi ke masa lalu untuk ‘mengubah’ sesuatu, melalui bandara Oslo lagi, dan terungkap identitas sebenarnya manusia bermasker. Ini memang wow, tapi bukan barang baru. Masih ingat adegan danau di Harry Potter and Prisoner of Azkaban? Rusa jelmaan itu bukan orang lain.
Tenet memiliki misi sejati menyelamatkan dunia, mulia sekali Nolan, ia mencoba mencegah kiamat. Bertiga merencana, rencananya sangat sederhana, pengaturan waktunya sempurna. Sepuluh menit itu dibagi dalam dua frame: di Siberia penuh ledakan guna membatalkan kiamat, dan di yatch dimana pembunuhan harus dilakukan setelah klik, Sator tak boleh mati sebelum dapat kode. Merah maju, biru mundur, catet! Seperti dalam lukisan yang baik, latar belakang merupakan bagian yang integral dari seluruh lukisan. Maka ledakan itu terasa hambar. Opini seni gambar harusnya dilakukan sedetail mungkin. Ini gambar gerak yang melibatkan Boeing-737, Booom! Happy ending. Hiburan ‘adegan perang’ dalam film menunjukkan ambivalensi pada pesta pora pembunuhan yang mencapai puncak.
Tidaklah mungkin bagi orang dalam profesi subjektif seperti Protagonist ini untuk merasa yakin tentang apapun juga. Samar memang menjadi bumbu kisah spionase, dan segala plot-sub-plot kegemaran Nolan. Senyum Neil di ending mungkin bikin cewek-cewek lunglai bahagia, tapi tak memberi makna banyak. Kehidupan nyata tidak serapi dan seteratur fiksi. Dalam kehidupan nyata, istri yang benci sama suami posesif bisa gegas kabur lalu menyusun kehidupan baru, dalam fiksi kemudahan dicerabut banyak. Aku mati, kamu juga. Aku cinta, kamu harus juga cinta. Yuk, oleskan krim di punggung. Jadi teringat The Invisibleman, obsesi suami gila menjadi rempah-rempah teknologi. Tenaga ahli sekarat ini mengorganisasi kejahatan, seolah gilda-gilda puisi!
Orang bisa saja menjelaskan maksud endingnya, yang kita dapatkan hanyalah sejumlah alternatif yang mana mutu permainan waktu kali ini terlihat sepertinya berbeda, mungkin karena naskah ditulis setelah konsultasi sama ilmuwan fisika, jadi tampak ilmiah, katanya teknologi ini tampak mungkin dicipta. Bos, kau bisa yakin banyak hal masalah permainan waktu, bercerita menjelaskan sampai berbuih-buih, dan kau tentu saja berpeluang begitu keliru banyak hal pula.
Masa depan adalah pola, penataan, kesatuan, sementara masa silam adalah acak, kebingungan, perpecahan, penghilangan. Beberapa orang mengatakan bahwa yang terbaik adalah tidak mendekati pusat waktu. Seperti kata Neil, yang terjadi ya tetaplah terjadi. Lantas rencana kiamat, dan pembatalan pembunuhan itu bagaimana?
Masa depan adalah masa lalu, masa lalu adalah satu-satunya alternatif nyata terhadap kemungkinan. Apapun tema cerita time-traveling, aturan logika sang penulis yang memiliki tanggung jawab. Pada kenyataannya waktu tidak berlalu, kita yang berlalu. Waktu sendiri merupakan sebuah varian. Waktu adalah waktu. Maka masa lalu dan masa depan bukanlah dua tempat yang terpisah seperti Karawang dan Bandung. Dan karena masa lalu bukan lokasi, kau tidak bisa bepergian ke sana. Laci Doraemon, Kalung Turning Time, Lemari Narnia, Mobil kena petir, dst… fantasi kita melimpah ruah.
Kata tenet aslinya dinukil dari sebuah mitologi. Kotak Sator-Rotas dengan center TeneT itu ungkapan latin Sajak yang bisa dibaca dengan beberapa cara, digunakan untuk menandakan pola. Bukanlah kode, tetapi simbol untuk memperingatkan para ahli bahwa bagan yang lebih besar telah diperoleh. Semacam teka-teki terdiri lima huruf dalam lima line: SATOR, AREPO, TENET, OPERA, dan ROTAS. Nolan jelas menggunakan kelimanya, walau sebagian seolah tempelan, tak memberi peran. Seperti Rotas, nama kantor sekuritinya. Atau nama antagonisnya Sator, ga relate sama teka-teki apapun. Seperti game Sudoku, semua angka memiliki peran, di film ini semua kata hanya tempelan. Saking asyiknya eksekusi waktu di ending, TEN maju dan TEN mundur menjadi TENET. Nah, kalian puas?
Yang mencuri perhatian tentu saja tokoh Kat, Elizabeth Debicki tergolong pemain baru ternyata. Berkarier sejak tahun 2011, CV-nya kutengok, baru kutonton satu filmnya The Great Gatsby, perannya tak signifikan. Di sini dominan, wanita cantik natural khas gadis Paris. Blonde menawan, cantik, langsing, dan bernyawa. Mungkin karena dialah, saya bisa bertahan lama tanpa menguap bosan.
Plato bilang bahwa seseorang harus membangun karakter melalui aneka bentuk penyangkalan diri, ketimbang melalui pe-manjaan diri. Kata ide sendiri datang dari dia – jadi, kalian boleh berkata bahwa ia menciptakan ide tentang ide. Oh Nolan, mencoba mencipta karya dengan nyanyian sihir berdengung. Bahwa seorang penulis naskah mahir seharusnya bekerja seperti seorang pemain bilyar ulung: meski mengincar bola biru, ia justru menyodok bola putih, yang lalu menumbuk bola hitam, yang kemudian menabrak bola merah, yang pada akhirnya bola menerjang target akhir: si bola biru. Boom! Gue kasih bocoran, si Protagonist dan Neil berhasil menyelamatkan dunia, (mana tepuk tangannya?) – hanya saja, caranya menumbuk warna bola di banyak ledakan.
Setiap orang memiliki kemampuan melawan kejahatan. Nolan memberi kita gambaran tema kepahlawanan. Terdengar seksi bukan? Untung skoring-nya bagus, saya benci happy ending.
Tenet | 2020 | Directed by Christopher Nolan | Screenplay Christopher Nolan | Cast Juhan Ulfsan, John David Washington, Robert Pattison, Dimple Kapadia, Michael Caine, Elizabeth Debicki, Kenneth Branagh | Skor: 4/5
Karawang, 190121 – Padi – Begitu Indah
Ping balik: Best Films 2020 | Lazione Budy
Ping balik: 101 Film yang Kutonton 2021 | Lazione Budy