Penguasa Lalat – William Golding

Penguasa Lalat – William Golding

“Di mana makhluk buas itu bisa tinggal?”

Sebuah novel yang aneh. Sekelompok remaja terdampar di pulau tropis misterius, tak ada akses keluar, tak ada kepastian akankah ada bantuan datang. Komunitas ini lalu bersaing, menentukan ketua dan memutuskan ke depannya bagaimana? Seni bertahan hidup sepanjang 300 halaman tersaji dengan keseruan luar biasa, novel remaja tapi jelas ini bukan untuk bacaan remaja cemen millenial. Mengungkap secara brutal dualisme sifat manusia, sebuah jurang antara keteraturan dan ketakteraturan, baik jahat, naluri dan insting dalam hiruk pikuk sifat dasar makhluk – manusia adalah binatang yang berfikir.

Sekelompok anak terdampar di sebuah pulau ketika pesawat evakuasi perang dingin itu mendarat darurat, tak ada orang dewasa yang selamat. Mereka mencoba mencari bantuan, sembari menantinya mereka mencoba bertahan hidup. Ada tiga karakter utama dalam kisah. Ralph si pirang, kepala suku yang berhak memberi perintah, mengumpulkan anak-anak dengan kulit kerang yang ditiup. Ia adalah gambaran Pemerintah yang resmi yang mengatur rakyat. Piggy si gendut, remaja kaca mata yang cerdas namun tersisih. Dengan kaca matanya, mereka membuat api unggun, memberi tanda sos ke angkasa bahwa ada kehidupan yang perlu bantuan. Ia adalah simbol intelektual, orang-orang yang berjasa pada penemuan-penemuan untuk kemaskamuran umat, namun tak dihargai layak. Dan Jack yang liar – pemimpin panduan suara. Pimpinan dalam berburu binatang, terutama babi. Ia adalah simbol tukang rusuk, pimpinan demo, orang yang suka merongrong Pemerintahan dengan berbagai cara melawan hukum. Awalnya memang bisa bergerak maju bersama, namun berjalannya waktu, sifat-sifat dasar manusia untuk menguasai timbul. Kekacauan yang ditimbulkan kelompok Jack melawan keteraturan Ralph. Saling argumen dan adu kekuatan yang pada akhirnya kita tahu, menimbulkan korban. bagian saat Jack meruncingkan dua ujung bambu di mana ujung satu ditancapkan babi, ujung lain ditancap ke tanah itu adalah bagian terbaik buku ini. Irasional pikiran, seakan memuja makhluk halus, pemujaan iblis di puncak frustasi. “Kau bocah kecil yang bodoh,” kata Penguasa Lalat. “Hanya bocah kecil yang bodoh dan bebal. Apa yang kau lakukan sendiri di sini? Tidakkah kau takut padaku?” Sementara di hutan mereka diintai ‘si buas’ yang mengakibat beberapa anak hilang. Sampai kapan keadaan ini dan akankah bantuan akhirnya tiba?

Ya. Seperti kebanyakan pembaca awam, saya kebingungan saat sampai klimak kisah. Arti ‘Penguasa Lalat’ baru saya tahu setelah membaca catatan akhir, penjelasan yang bervitamin. Kayak pelajar yang sepanjang penjelasan guru duduk manis memperhatikan, namun saat pelajaran usai langsung shock, masih blank. Baru nggeh saat buka textbook. Waduh! Kurasa terjemahannya kurang oke, pemilihan diksinya rancu dan seakan abai akan kenikmatan seni tulis. Padahal Golding bilang, novel ini tak banyak memasukkan puisi, serta narasi dibuat sesederhana mungkin, bahwa novel banyak memasukkan simbol dan analogi klasik-lah yang mengakibat perlu telaah. Novel ini terilhami dari novel The Coral Island karya R.M. Ballantyne.

Tema adalah usaha untuk mengikuti jejak kerusakan masyarakat kembali ke kerusakan alam manusia. Moral adalah saat bentuk suatu masyarakat harus bergantung pada sifat etis individu dan bukan pada sistem politis apapun, tapi tampaknya logis atau dapat dihargai. Keseluruhan buku merupakan simbolis secara alami kecuali penyelamatan di akhir kisah ketika kehidupan orang dewasa muncul, bermartabat dan cakap, tetapi pada kenyataannya menangkap dalam jaring dalam kejahatan yang sama seperti kehidupan simbolis anak-anak di pulau.

Sang perwira yang menginterupsi pemburuan manusia, bersiap membawa anak-anak dari pulau dalam kapal pesiar yang akan segera memburu musuhnya dengan cara yang sama keras kepalanya. Kemudian, siapa yang akan menyelamatkan orang dewasa dan kapal pesiarnya? Masuk akal juga kalau ditelaah, ini seakan mata rantai selamat-menyelamatkan. Jaringan simbolis sangat rumit dan teranyam indah yang menjadi nyata. Uniknya ini adalah caranya mengombinasikan dan menyatukan semua metode analisis khas abad dua puluh satu tentang masyarakat dan manusia, lalu menggunakan pengetahuan terintegrasi ini untuk mengulas ‘situasi tes’. Informasi saja ‘The Lord of the Flies’ adalah terjemahan dari bahasa Yunani, Ba’alzevuv/Beelzebub. Artinya setan, tapi terdengar mengesankan bukan? Dia tersedia untuk kebusukan, kehancuran, kemerosotan moral, histeria, dan panik. 

Setan tidak hadir dalam arti relijius tradisional apa pun. Beelzebub versi Golding adalah padanan modern yaitu kekuatan penggerak, anarkis, dan amoral yang disebut pengikut Freud sebagai id (kebutuhan dan keinginan) yang hanya berfungsi memastikan kelangsungan hidup tuan rumah di mana id tertanam dan terwujud, ego (sadar, pikiran rasioanal) dan super ego (rasa hati nurani dan moralitas). Dalam Testamen Salomo, Beelzebul muncul sebagai pangeran setan yang mengatakan bahwa ia dahulu adalah malaikat surgawi yang unggul yang terkait dengan bintang Hesperus (Venus – bintang malam). Di sini Bellzebul adalah Lucifer secara sederhana, yang mneyebabkan kebinasaan melalui tirani, penyebab setan disembah manusia, pembangkit syahwat pemuka agama, penyebab kecemburuan masyarakat dan pada akhirnya pembunuhan. Testamen Solomo adalah karya pseudopigrafa Perjanjian Lama pseudepigraphical yang konon ditulis oleh Raja Solomon. Ia menjelaskan daemon-daemon tertentu yang diperbudak untuk membangun kuil, dengan interpolasi Kristen subtansial.

Sir William Gerald Golding adalah Penulis Inggris yang menang Nobel Sastra tahun 1983 dan diganjar Booker Prize untuk sastra pada 1980 untuk Rites of Passage. Lahir pada tanggal 19 September 1911 di Saint Columb, Cornwall, Inggris. Terlahir dari ayah seorang ahli master ilmu di Marlborough Grammar School, Alec Golding dan ibu Mildred, seorang pejuang hak asasi perempuan. William menyelesaikan pendidikan di universitas Oxford, ia diharapkan meneruskan impian ayahnya jadi ilmuwan namun ia lebih suka pada satra. Ia mengajar bahasa Inggris dan filsafat di Salisbury. Pada Perang Dunia Kedua ia ikut dalam angkatan udara militer, ia terpana akan alat perang yang canggih untuk membunuh manusia. Seusai perang, William kembali mengajar sembari mewujudkan mimpi menjadi Penulis. Oiya, sebelum perang ia pernah menerbitkan kumpulan puisi berjudul Poems yang disambut dingin. Butuh waktu lama untuk tembus terbit novel perdananya, ia ditolak banyak sekali penerbit, konon sampai 21 kali! Baru tahun 1954 Penerbit Faber & Faber menghidupkan The Lord of the Flies untuk rilis. Dan berikutnya adalah masa-masa termasyur-nya yang pada puncak tahun 1983. William Golding menghabiskan masa tuanya di Cornwall bersama istrinya Ann Brookfield yang sudah dinikahinya sejak 1939 dan kedua anaknya David dan Judith. Beliau meninggal dunia pada tanggal 19 Juni 1993 karena serangan jantung. Buku ini adalah satu-satunya yang sudah kubaca, dan saya penasaran berat sama Free Fall.

Kovernya bagus banget. Dengan latar utama putih, seorang remaja berkepala lalat, kaca matanya jatuh. Jelas itu adalah si cerdas Piggy yang hebat dalam mengutarkan pendapat dan jalan keluar namun malas dalam eksekusi. Lalat yang dianalogikan juga sangat mirip dengan penggambaran Doctionnaire Infernal karya Collin de Plancy (Paris, 1863), tapi di kedua sayapnya simbol tulang silang dan tengkoraknya dihilangkan.

Gagasan terhebat adalah gagasan yang paling sederhana.

Penguasa Lalat | by William Golding | diterjemahkan dari The Lord of the Flies | perigee Book 2006 | published by The Penguin Group | Penguin Group (USA) Inc. | 375 Hudson Street, NYC 10014, USA | Penerbit Pustaka Baca! – baca buku, buku baik | cetakan 1, 2011 | alih bahasa Dhewiberta Harjono | desain cover Haetami El Jaid | pemeriksa aksara Pritti | penata aksara Amaryllis | ISBN 979-2462-34-1 | Untuk Ayah dan Ibuku | Skor: 5/5

Karawang, 04/18-10-17 – Sherina Munaf – Pergilah Kau – Train – Following Rita

5 komentar di “Penguasa Lalat – William Golding

  1. Ping balik: Best 100 Novels | Lazione Budy

  2. Ping balik: Best 100 Novels of All Time v.2 | Lazione Budy

  3. Ping balik: Lebaran, Pakai Baju Lama Beli Buku Baru | Lazione Budy

Tinggalkan komentar