
How the World Works by Noam Chomsky
“Pemerintah George Bush terus memberi penghormatan kepada Mobutu, Ceausescu, dan Saddam Hussein yang jauh lebih buruk ketimbang Noriega. Soeharto di Indonesia, yang paling keji di antara mereka semua, disebut oleh media Washington sebagai seorang “moderat”.”
Lega. Itulah perasaanku setelah bertahun-tahun coba menyelesaikan baca buku ini. Kubeli tahun 2015, sempat menggebu membaca di awal. Down di tengah jalan. Tahun 2016 sempat pula coba kulanjutkan, dan kembali tertunda. Dan begitulah, tertimbun buku-buku lain. Terlupakan. Memang bukan buku yang santuy, bahasannya berat. Politik, dan begitu kritisnya banyak ungkapan-ungkapan yang bikin pemerintah (terutama AS) panas. “Ada kasus yang sangat solid untuk didakwa setiap presiden Amerika sejak Perang Dunia Kedua bertanggung jawab atas berbagai peristiwa berdarah di seantero dunia. Mereka semua merupakan penjahat perang atau setidaknya dalam kejahatan perang yang serius.”
Dunia Ketiga, termasuk Indonesia di dalamnya, banyak disinggung. “Apa yang akan Anda lakukan apabila mengidap virus? Pertama, Anda akan mengahancurkannya. Kedumia, Anda akan menyuntikkan vaksin kepada orang-orang yang potensial emnjadi korban sehingga penyakit tidak menyebar. Begitulah dasarnya strategi AS di Dunia Ketiga.”
Tahun lalu sempat pula kubaca ulang, tapi lagi-lagi terbentur. Dan akhirnya tanggal 4 Maret 2022 kuniatkan penuh untuk menyelesaikan baca, berbulan-bulan kemudian saling-silang dengan bacaan lain. Itupun sempat ketunda lagi beberapa bulan, dan akhirnya tanggal 5 November 2022 kemarin kupaksa tuntas. Buku yang penuh vitamin, sangat sehat, dan saking meluapnya malah pusing. Hehe… buku non fiksi terbaik dekade ini. Jelas apa yang disampaikan Chomsky begitu keras dan blak-blakan. Kiri yang militan.
Avram Noam Chomsky lahir pada 7 Desember 1928 di Philadelphia. Ayahnya sarjana Yahudi yang terkenal. Sejak 1995, Chomsky mengajar filsafat dan linguistic di MIT, tempat ia menjadi professor penuh pada usia 32 tahun. Arthur Naiman berujar, semoga usianya mencapai 100 tahun, dunia akan menjadi lebih kosong, sepi, dan tak begitu adil tanpa dia. Anda akan menemukan pandangan Chomsky lebih mencerahkan ketimbang berita dan analisis teraktual.
Dibagi menjadi 4 bagian, atau empat seri “Real Story”. Apa yang sesungguhnya diinginkan Paman Sam (1992); Yang kaya sedikit dan gelisah banyak (1993); Rahasia, kebohongan, dan demokrsi (1994); dan Kebaikan bersama (1998). Lalu dibagi lagi per judul artikel. Menyenangkan sekali, artikel berserakan tahun 1990-an itu disatukan, dan kita tinggal menikmati. Sajian war-biasa, mencerahkan sekaligus mencemaskan.
Chomsky tentu saja membuat kuping AS panas. Ia mengulik banyak hal, terutama kebijakan pemerintah. Seperti ancaman utama bagi tatanan dunia baru di bawah pimpinan AS adalah nasionalisme Dunia Ketiga – yang kerap disebuh ultranasionalism: “rezim nasionalis” adalah respons atas “permintaan populer untuk segera meningkatkan standar hidup masyarakat yang masih rendah”.
Catatan berikut, saya nukil dari bukunya, dan beberapa saya komen.
Dunia bergeser ke dalam situasi yang disebut tripolarism atau trilateralism – tiga blok ekonomi utama yang saling bersaing satu sama lain. Blok pertama berbasis yen dengan Jepang sebagai pusat dan bekas koloni-koloni Jepang sebagai peripheral. Blok kedua berbasis berbasis di Eropa dan didominasi oleh Jerman. Pasar Bersama Eropa merupakan langkah besar dalam penguatan ekonomi regional. Blok ketiga dominasi AS yang berbasis dolar.
Miris membaca sejarah kita dari sudut Chomsky, tragedi tahun 1965 itu ditelanjangi, dalangnya AS. Kudeta 1965 itu mematik pembantaian yang menimbulkan 700.000 korban jiwa hanya dalam beberapa bulan, kebanyakan korban adalah petani tanpa lahan. Itulah basis kudeta militer di Indonesia pada 1965 dan di Cile pada 1973. Sebelum terjadi kudeta, AS sangat memusuhi Cile dan Indonesia, tetapi terus-menerus mengirim senjata. Tahun 1981, AS “mengubah Nikaragua menjadi Albania-nya Amerika Tengah” – yakni Negara miskin, terpencil, dan radikal secara politik. AS juga mencegah penyebaran virus itu dengan menyokong pengambilalihan kekuasaan Soeharto di Indonesia tahun 1965, penggulingan demokrasi di Fillipina oleh Ferdinand Marcos pada 1972, undang-undang militer di Korea Selatan dan Thailand, dan sebagainya.
Saya langsung teringat invasi aktual Rusia ke Ukraina. AS sama cepatnya mengutuk serangan. Ketika Irak menginvasi Kuwait pada Agustus 1990, Dewan Keamanan PBB dengan segera mengutuk tindakan itu dan menjatuhkan sanksi berat, mengapa gerangan respons PBB begitu cepat dan sedemikian keras secara tak terduga? Aliansi media AS memiliki jawaban standar. Maka mereka pada akhirnya bergabung dengan dunia beradab. Itu reaksi yang menarik. Bayangkankanlah jika seseorang di media AS menyarankan agar Amerika mencoba naik ke tingkatan moral Kremlin dan mengakui bahwa serangan ke Vietnam, Laos, dan Kamboja telah melanggar hukum internasional.
AS telah menyerang Vietnam Selatan tak pernah dilontarkan, atau bahkan dipikirkan, dalam mahzab pemikiran arus utama.
Makanya, kalau Indonesia mengutuk penjajahan, mengapa malah melakukan penjajahan? Misalkan, dalam kasus invasi dan pencaplokan Timor Timur oleh Indonesia yang nyaris seperti genosida, AS dan sekutunya memberi dukungan tegas. Hampir seperempat populasi berjumlah 700.000 jiwa dibunuh.
Media hanyalah salah satu bagian dari sistem dokrinal yang lebih besar: bagian lainnya adalah jurnal opini, sekolah dan universitas, kesarjanaan akademis, dan seterusnya. Editor finansial Chicago Tribune yang konservatif menekankan soal ini dengan sangat gamblang. AS menjadi “tentara bayaran sukarela” yang dibayar oleh partai rival atas pelayanan yang memuaskan dengan menggunakan “kekuasaan monopoli” dalam “pasar keamanan” demi mempertahankan “control atas sistem ekonomi dunia”. Ini adalah Chicago, tempat setiap kata-kata mengandung makna: jika ada orang yang mengganggu Anda, tinggal panggil mafia untuk menghajar mereka. Dengan kata lain, jika gagal tinggal membayar premi, Anda harus waspada.
Demokrasi, menurut common-sense, sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis bilamana rakyat bisa berpartisipasi penuh untuk mengatur hubungan-hubungan mereka. Namun makna dokrinalnya sama sekali berbeda, merujuk pada sistem ketika keputusan dibuat oleh komunitas bisnis dan elit-elit terkait. Masyarakat hanya “para penonton aksi” dan bukan “partisipan”.
Ketika pabrik-pabrik itu digeser ke Eropa Timur, Meksiko, dan Indonesia – tempat Anda bisa membuat perempuan petani berbondong-bondong meninggalkan sawah untuk bekerja di pabrik. Kelompok kaya akan baik-baik saja, di mana pun mereka berada. Pada zaman modern berupa kekuasaan ekonomi. Maka, jika Anda menguasai ekonomi nasional, Anda telah menguasai negara.
Bila utang pemerintah selama sepuluh tahun terakhir digunakan untuk tujuan kontruktif – katakanlah untuk investasi atau infratruktur – kita akan baik-baik saja. Masalahnya pinjaman itu dipergunakan untuk memperkaya kaum kaya, untuk kondumsi (yang berarti meningkatkan nilai impor dan menimbulkan deficit perdagangan), manipulasi, dan spekulasi finansial. Semua akan berbahaya bagi ekonomi.
Orang-orang Yaman dideportasi ke negeri mereka sendiri, sementara orang-orang Palestina diusri dari Negeri mereka sendiri. Akankah Solarz menuntut kita semua untuk bungkam bila dia dan keluarganya dibuang ke gurun pasir di Meksiko?
Di India, kali pertama Inggris bergerak ke Bengali, tempat itu merupakan salah satu tempat terkaya di dunia. Para kesatria-pedagang Inggris pertama melukiskan tempat iru sebagai sebuah surga. Tempat itu menjelma Bangladesh dan Kalkuta – simbol paling kuat dari keputusasaan dan ketakbedayaan.
Anda dapat membaca mengenai yang terjadi di Bengali dalam karya Adam Smith dua ratus tahun silam. Menurut Smith, Inggris menghancurkan ekonomi agrikultur dan kemudian mengubah “kekurangan pangan menjadi wabah kelaparan”.
Seandainya Amerika Serikat ditaklukkan Rusia, Ronald Reagan, George Bush, Elliott Abrams dan orang-orang seperti mereka mungkin bakal bekerja untuk para panakluk, sembari mengirimkan rakyat ke kamp-kamp konsentrasi. Mereka memiliki kepribadian semacam itu.
Jepang jadi satu-satunya wilayah di Dunia Ketiga yang maju. Sungguh menarik, satu bagian dari Dunia Ketiga yang tak diajajah merupakan bagian dari Dunia yang terindustrialisasi. Ini bukan sebuah kebetulan.
Dalam Wallstreet Journal (7 Jan 1993) yang mengkritik intervensi ke Somalia. Artikel itu ditulis oleh Angelo Codevilla, sarjana ternama dari Hoover Institute yang menyatakan Lihat, masalah di dunia ini adalah para intelektual Barat membnci budaya mereka dan karenanya mereka mengakhiri kolonialisme, hanya perabadan-peradaban dermawan yang bisa menjalankan tugas suci kolonialisme untuk menyelamatkan orang-orang barbar di seluruh dunia dari takdir nestapa. Orang Eropa melakukannya – dan tentu saja mendapatkan karunia dan keuntungan melimpah. Namun, para intelektual Barat memaksan mereka menarik diri. Hasilnya adalah yang Anda saksikan.
Dalam kurun waktu yang panjang, keterlibatan publik dalam perencanaan dan implementasi kebjiakan selalu terpinggirkan. Inilah masyarakat yang dikendalikan oleh bisnis, partai-partai politik telah merefleksikan kepentingan-kepentingan bisnis untuk waktu yang lama.
Mikhail Bakunin (seorang anarkis Rusia) memprediksi bahwa kelas-kelas intelektual kontemporer akan terbagi ke dalam dua kelompok (keduanya merupakan contoh dari yang dimaksud Jefferson dengan kaum aristrokat). Kelompok pertama adalah ‘birokrasi merah’ yang akan merebut kekuasaan ke tangan mereka dan mencipta tirani paling kejam dan keji sepanjang sejarah umat manusia. Kelompok kedua memandang bahwa kekuasaan berada di tangan kelompok swasta dan akan melayani kepentingan Negara dan sector swasta dalam yang kini kita sebut sebagai masyarakat Negara kapitalis. Artinya mereka sepakat dengan domokrasi sembari memaksa rakyat bersepakat dengan mereka.
Demokrasi bukanlah tujuan, melainkan untuk menemukan dan memperluas sifat dasar dan hak asasi manusia yang fundamental. Demokrasi berakar pada kebebasan, solidaritas, pilihan kerja, dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam tatanan sosial. Demokrasi menghasilkan manusia sejati, dan itulah produk utama dari masyarakat demokratis, yakni manusia sejati.
Adam Smith tidak menyebut dirinya seorang anti-kapitalis lantaran pada abad 18 pada dasarnya ia seorang pra-kapitalis, tetapi dia memiliki banyak skeptisme terhadap ideologi dan praktik kapitalisme. Dia cemas soal pemisahan control manajerial dari partisipasi langsung, dan dia juga takut perusahaan semacam ini akan berubah menjadi “sesuatu yang immortal.”
Sejarawan Paul Boyer dalam bukunya When Time Shall Be No More, ia menulis “Survei menunjukkan bahwa Sepertiga sampai separuh (penduduk Amerika) percaya bahwa masa depan bisa diinterpretasikan dari ramalan-ramalan Injil.”
Yang dicemaskan adalah pembangunan ekonomi yang sukses, ketika ekonomi menghasilkan keuntungan bagi rakyat banyak – bukan hanya keuntungan bagi korporasi-korporasi swasta – akan memiliki dampak yang mewabah.
Tiap-tiap perusahaan yang masuk dalam daftar 100 perusahaan transaksional terbesar Fortune telah diuntungkan oleh kebijakan intervensionis Negara tempat mereka berada. Lebih dari 20 perusahaan dalam daftar tersebut tak akan bisa bertahan tanpa dana talangan publik. 95% dari orang Amerika menganggap korporasi-korporasi harus menurunkan tingkat keuntungan mereka demi kepentingan para pekerja dan komunitas-komunitas tempat mereka menjalankan bisnis.
Kasus kelaparan makin banyak, tetapi jumlah miliuner juga bertambah (sebagian besar adalah kawan dari para pimpinan politik yang memanfaatkan asset publik untuk meraup keuntungan).
Sekarang setiap orang bisa memperoleh informasi dengan sangat cepat. Pergerakan sosial tmbuh dan bisa memberi pengaruh yang cukup signifikan. “Salah satu perbuatan intelektual paling busuk adalah mengutuk perlakuakn kejam dalam suatu masyarakat, tetapi memaafkan tindakan yang sama persis ketika itu terjadi dalam masyarakatnya itu sendiri.” – Edward Said.
AS cenderung semakin dikendalikan oleh kelompok bisnis dan menghabiskan banyak biaya untuk marketing (yang pada dasarnya merupakan bentuk penipuan terencana). Salah satu porsi terbesar dihabiskan untuk iklan, yang turut mengurangi pajak. Jadi rakyat membayar hak istimewa untuk dimanipulasi dan dikendalikan.
Karena ini buku istimewa non fiksi, susah juga mau diulas. Makanya dengan mengetik sebagian kutipan ini, semoga bermanfaat buat pembaca blog. Dan bisa dibuka setiap saat. Kasus non fiksi terbaik semisal kasus Sapiens (Yuval Noah Harari) yang terpesona, tak bisa berkata-kata (tak bisa mengetik) malah menimbulkan masalah. Tunda, lalu lupa tak diulas. Maka How The World Works ini, minimal ada pos di blog. Seadanya, sebagai pengingat, saya pernah baca buku keren ini.
How the World Works | by Noam Chomsky | Judul asli How the World Works | Terbitan Soft Skull Press, USA, 2011 | Pewawancara David Barsamian | Penyunting Arthur Naiman | Penerjemah Tia Setiadi | Penyunting dalam bahasa Indonesia Dia Mawesti | Pemeriksa aksara Titish A.K. | Desain sampul @labusiam & Himawan | Ilustrasi sampul Fransisca Ayu Hapsari | Penata aksara Adfina Fahd | Copyright 1986 – 2011 | Penerbit Bentang Pustaka | xii + 444 hlm.; 20.5 cm | ISBN 978-602-291-059-6 | Novemver 2014 | Cetakan ketiga, Juli 2015 | Skor: 5/5
Karawang, 101122 – 2911222 – 020123 – 230123 – 210323 – Andre Previn, Herb Ellis, Ray Brown, Shelly Manne – I Know You Oh So Well
220323 / 1 Ramadan 1444 H
Thx to Olih, Stan Buku, Yogyakarta