Triangle of Sadness: Ending Sempurna untuk Sebuah Film yang Ganjil

“Tak masuk akal, ‘kan?”

Perbincangan jelang akhir bilang, “ini tak masuk akal.” Dan dijawab ya. Seolah merangkup isi cerita film. Aneh dan unik, rasanya sang sineas bergurau saat situasi gawat. Film aneh yang mengejutkanku. Sempat mengira ini film art, di mana dominasi adegan meja dan perbincangan di atas mendominasi. Lalu berubah haluan di atas kapal mewah, dengan keaneragaman perilaku orang kaya, hingga akhirnya berubah jadi film komedi saat terdampar di pulau asing. Daya tarik film ini
(ingat endingnya jadi komedi ya) terletak pada penggambarannya yang jernih dan begitu hidup. Kaget, sungguh mengagetkan Oscars menunjuknya di nominasi tertinggi. Namun, twist dan geregetnya sungguh menyenangkan, melegakan lebih tepat. Siapa sangka, dominasi orang kaya itu runtuh seketika? Hanya di sini Babu berusaha mempertahankan supremasinya. Dan tentu saja, poin ending-nya ada dua: keledai sebagai piala kepahlawanan dan penjelajahan hutan yang berakhir dengan tawa histeris. Aduhai, tak tertebak. Sebuah pulau dengan robekan realita, ketidaksesuaian, dan antiklimaks.

Triangle memberi keledai ketiga di Oscars kali ini, setelah dominan monoton di EO, lalu begitu hidup dalam The Banshees of Inisherin. Dan yah, seperti kata Harris, ini film satire. Keledai bisa jadi adalah ikon binatang bodoh, di sini mengaum dengan kengeriannya, sampai-sampai di malam gelap jam tangan seharga ribuan dollar dihibahkan. Saat ditemukan, ternyata jadi makanan sajian penyelamat.

Dibagi dalam tiga bagian laiknya baca novel: Carl & Yaya, The Yacht, dan The Island. Dari pembuka sudah dijelaskan arti segitiga kesedihan. Model tamvan Carl (Harris Dickinson) yang ikut audisi, diminta juri mengurangi setigita itu di antara dua matanya. Carl, berkencan dengan super model Yaya (Charlbi Dean). Model yang juga influencer di sosmed. Tampak dalam pameran, Carl yang duduk menonton kekasihnya melenggok di pojokan terusir oleh tamu undangan. Tampak pula, gap kepentingan kalah sama previlege dan tentu saja uang.

Uang juga jadi masalah saat makan malam, mereka beradu argument, siapa yang mentraktir. Carl sebagai lelaki secara aturan tak tertulis memang berkewajiban, tapi Yaya yang berpenghasilan besar, setidaknya menawari atau membuka dompet. Oh tidak, mau ngomong tentang feminism setinggi apapun, menghormati pasangan adalah mutlak perlu. Saya turut merasakan embusan kata-kata Yaya di wajahku. Ya, susah memang model miskin pacaran sama model cantik nan penting, yang tentu saja memiliki fans banyak.

Di atas kapal pesiar, mereka yang dapat undangan gratis tampak mencoba menikmati. Sebagai influencer, Yaya sering kali mengambil gambar dan mempostingnya di sosmed. Dan karena ini kapal mewah, penumpangnya para orang kaya raya berulang. Sudut pandang lalu berubah-ubah, dari pelayan, kru kapal, dll. Pasangan Rusia yang kaya memperkenalkan diri pada pasangan model ini, yang secara ekonomi jomplang. Muda-miskin, tua-kaya. Dan yang tua lantas berulah, mengakibatkan bencana.

Seorang pelayan biasa, Abigail dengan iseng diminta ikut renang sama penumpang. Tentu saja itu terlarang, tapi para orangtua ini memaksa. Kebebasan seolah dicipta, rutinitas diabaikan. Lantas makan malam yang kacau, cuaca memburuk, muncul perompak melempar granat, dan membajaknya, ditambahkan kapten kapal yang sakit dan bermasalah. Adegan saat kapten dan si kaya saling lempar kutipan dengan mik menyala lantang sungguh buaian ketidakpedulian. Decitan mereka yang memekakkan telinga mengisi kapal yang berombang-ambing, digenggam kegelapan. Mereka menyalakan api dan menggunakan tawanya sebagai kayu bakar.

Singkatnya, mereka terdampar di pulau asing. Di sinilah beberapa penumpang yang selamat mencoba bertahan hidup. Berubah jadi film survival, si Abigail yang sudah terbiasa susah, dengan cepat beradaptasi. Menangkap ikan, mencari makan, membuat api, menjaganya untuk tetap nyala, sampai berwenang mengatur segala sesuatu. Dari babu jadi bos. Dan ia dengan semena-mena menggunakan hak-nya. Namun sampai kapan? Bagaimana ini akan berakhir?

Saat ketik ulasan, saya menemukan info mengejutkan bahwa pemeran Yaya, model dari Afrika Selatan Charlbi Dean meninggal dunia tahun lalu. Mati muda, dan film ini adalah karya pamungkasnya. Benar-benar tak menyangka, sebab sepanjang film saya sudah menandai akan cari film-film yang ia bintangi. Jadi kita tak bisa menyisir ke depan, bisanya menyisir film-film lama, ke belakang mengenangnya.

Ada adegan annoying dimana para penumpang muntah-muntah. Bermula satu dua orang, lalu serentak, riuh rendah memuntari layar. Ada adegan berfilsafat, memperdebat ideologi, sampai kilas sastra dengan mengutip kata-kata orang besar, dari Marx, Kennedy, hingga cameo buku Ulysses. Kita ditipu, film ini sejatinya tidak ada filsafat, tidak ada ilmu pengetahuan, tak ada perenungan hidup. Semua itu hanya tunggangan. Semakin banyak yang kita temukan, semakin sedikit yang kita pahami.

Ada bagian saat seharusnya lelaki melawan, tapi malah diam. Bagian perempuan sebaiknya melawan, tapi diam. Isu feminis memang lagi gencar, di sini seolah ditempatkan dengan sengaja salah. Yang jelas, Triangle ini paket komplit. Dan jadi salah satu yang terbaik tahun 2022. Mantablah.

Rasanya menyenangkan juga melihat Abigail mengambil alih kuasa. Ia yang tertindas berubah menjadi penindas. Memanfaatkan semaksimal mungkin. Carl yang tertawan juga serba salah. Melayani, walau dengan kegeraman sebab ia melawan berarti menghentikan supply makanan, dan tentu akan dibantai anggota lain. Hufh… dilematis. Keputusan Abigail kembali menapakan ke dasar sifat manusia yang egois. Abigail, sebelum ke pulau sebagai seseorang, di pulau sebagai seseorang, akan meninggalkan pulau kembali sebagai seseorang. Ia meletakkan batu dengan kebimbangan, seolah meletakan jabatan penting. Sedih, tapi itulah realita. Di satu sisi, kita tak tahu harus merasa bagaimana selain merasa lega. Kita menemukan kebenaran yang tak disangka-sangka.

Well, rasanya gmana ya. Duduk-duduk di pantai bahwa segalanya mendadak baik-baik saja setelah kekhawatiran yang seolah tak berujung? Marah, lega, kecewa, nano-nao deh. Yang jelas, ada celah kehampaan di sana. Rasanya sungguh-sungguh menampar, napas memberat saat memikirkan betapa kehidupan itu realtif sepele, dan betapa, jika dibandingkan dengan alam semesta dan waktu, keberadaan kita sama sekali tidak penting. Abigail, dilafalkan secara fonetis, yang bisa menjadi sebuah petunjuk menarik.

Ending sempurna untuk sebuah film yang ganjil.

Triangle of Sadness | 2022 | USA | Directed by Ruben Ostlund | Screenplay Ruben Ostlund | Cast Harris Dickinson, Charlbi Dean, Dolly de Leon, Woody Harrelson | Skor: 4.5/5

Karawang, 020323 – Sheila on 7 – Sephia