
Blink by Malcoml Gladwell
“Ketika harus membuat keputusan dalam sepersekian detik, kita sungguh rentan terhadap pengaruh prasangka dan stereotyping, bahkan meskipun kita sendiri tidak memercayai atau menganut stereotyping itu.” – Payne
Luar biasa. Bukan inti risalah buku ini yang mengajarkan belajar dari pendangan sekilas, lalu keputusan cepat disajikan. Namun menurutku, buku ini bagus dalam cara penyajian, sungguh jalan yang keren dan betapa nyaman. Sempat berputar-putar dengan berbagai studi kasus, tapi kembali lagi, semua itu hanya jalur memutar untuk dipelajari masalah blink, sekedip mata, semua respons spontan itu menghasilkan keputusan dramatis. Perkara benar-salah, kalian bisa lebih lanjut menikmati 300 halaman. Kubaca santuy di hari libur, 22 Oktober 2022 sehari kemudian langsung selesai. Ini buku non-fiksi lho. Bukti, bukunya memang enak dinikmati. Mengalir, senyaman-nyamannya, seenak-enaknya.
Kita sering kali mengalami sekejap mata menyimpulkan sesuatu, contoh ketika ada anak baru dikenalkan di kantor, kita dalam sekejap menyimpulkan sifat dan perilakunya, bagaimana nantinya ia akan bertahan, bagaimana akan bekerja, sampai level kepintarannya. Wajar, berjalannya waktu sifat aslinya muncul, dan ternyata sebagian momen blink itu benar. Begitulah, buku ini mengupas momen blink, ada yang benar dan juga tragedi akibat salah tafsir blink.
Intinya dua hal, pertama dua detik memahami sesuatu dan memberikan kesimpulan dengan pikiran bawah sadar atau penilaian sekejap mata (snap judgement). Cara ini mempunyai kekurangan, karena kerjanya – setidaknya pada permulaan – sepenuhnya berlangsung di bawah sadar. Ia mengirim pesan-pesannya melalui jalan tak langsung yang tidak lazim, misalnya kelenjar-kelenjar otak mencapai kesimpulan tanpa langsung memberitahu kita bahwa kesimpulan telah diperoleh.
Kesimpulan sekejap yang berlangsung luar biasa cepat, kesimpulan ini mengandalkan cuplikan pengalaman setipis-tipisnya.
Kedua, proses menyimpulkan dengan cepat tentang keadaan, situasi, detail orang dalam jumlah sedikit (thin slicing). Mereka hanya memusatkan perhatian pada yang dapat mereka tangkap dalam sekejapan mata. Kemampuan membuat cuplikan tipis bukan bakat yang langka. Walau terpecah dalam enam bab panjang, sejatinya hanya jalan memutar, studi kasus.
Cara berpikir ini oleh pakar psikologi kognitif Gerd Gigerenzer disebut sebagai fast and frugal (cepat dan murah). Yang mereka perbuat hanya memandang patung, kemudian membiarkan bagian tertentu otak mereka melakukan serangkaian perhitungan cepat, dan sebelum berpikir sadar mana pun muncul, mereka ‘merasakan’ sesuatu, mirip ketika seorang petaruh mendapati telapak tangan mereka tiba-tiba basah oleh keringat.
Bagian otak kita yang bisa sampai ke kesimpulan seperti ini disebut bawah sadar adaptif (adaptive unconscious), dan studi seperti ini adalah salah satu bidang yang paling penting dalam psikologi. Keputusan yang dibuat dalam sekejap bisa sama baik dengan keputusan yang hati-hati dan direnungkan lama sekali.
Blink berurusan dengan komponen-komponen sangat kecil dalam hidup sehari-hari kita, isi dan asal usul kesan-kesan sesaat serta kesimpulan-kesimpulan yang muncul secara spontan setiap kali kita bertemu orang baru, menghadapi sebuah situasi kompleks atau harus membuat keputusan dalam kondisi stress.
Contoh dalam kasus pasangan Bill dan pasangannya. Sang cewek begitu dominan, cowoknya pasif mengalah. Bill menunjukkan sikap sangat defensif. Dalam bahasa SPAFF, ia mengeluhkan secara tidak langsung (cross complaining) dan menerapkan taktik ‘ya-tapi’, tampak setuju, namun kemudian membatalkannya. Ia memulai dengan ‘Ya, aku tahu’. Tapi itu sebuah pernyataan ya-tapi. Lalu dalam penelitian ini, Gottman meminta tiap pasangan bercerita tentang bagaimana mereka saling kenal, sebab ia telah menemukan bahwa apabila sepasang suami-istri mengingat masa paling penting dalam hubungan mereka, pola itu akan langsung muncul.
Dan dapat memperoleh kesimpulan dalam rumah tangga sebagain besar yang dibutuhkan cukup dengan memperhatikan yang disebut Empat Joki (Four Horsemen): sikap defensive, tak menjawab atau asal menjawab, sikap mencela, dan sikap merendahkan. Sikap merendahkan adalah yang paling berperan, dan bila dalam perkawainan menunjukan sikap ini, sudah cukup untuk mengatakan bahwa perkawinan dalam masalah.
Cara kerja bawah sadar kita. Sistem ini menyaring situasi yang ada di hadapan kita, mengabaikan banyak hal yang tidak penting, kemudian memusatkan perhatian pada inti masalah. Dan sesungguhnya, bahwa bawah sadar kita piawai sekali dalam perkara ini, sampai-sampai metode cuplikan tipis sering bisa menghadirkan jawaban lebih baik ketimbang melalui proses berpikir yang lama dan melelahkan.
Ada seorang wanita yang menurut dugaan hasil pengamatan sangat emosional, namun mengatakan bahwa ia tak menyangka sama sekali bahwa ia begitu. Dalam benaknya ia adalah orang yang tahan menderita dan tidak mengumbar perasaan.
Ketika pikiran sadar menemui jalan buntu, pikiran bawah sadar terus bekerja, memilah-milah berbagai kemungkinan, mengolah setiap petunjuk yang bisa membuahkan hasil. Dan ketika pikiran bawah sadar menemukannya, ia sendiri menuntun mereka ke pemecahan tersebut, secara diam-diam, namun pasti.
Studi kasus tentang sales mobil cukup unik. Blink bisa salah, saat menilai calon pembeli yang masuk dealer. Jangan lihat penampilan yang kumal, atau biasa. Bisa jadi malah beli tunai. Atau hati-hati sama calon pembeli parlente. Penjual mobil di Amerika bahkan sampai memiliki istilah khusus untuk calon pembeli yang bersedia membayar sticker price. Mereka disebut lay-down. Selalu ingat naseihat sales terbaik, Bo Golomb, “Beri perhatian pada pelanggan, beri perhatian kepada pelanggan, beri perhatian kepada pelanggan.”
Untuk studi case terkait simulasi perang. Rasanya saya menangkap pengalaman lebih banyak berbicara. Untuk keputusan yang tepat dalam blink, pengalaman sangat berperan. “Perang pada dasarnya tidak dapat diramalkan, serba membingungkan, dan tidak linier.” Kata Van Riper, sang jagoan yang menjadi model simulasi berbiaya besar. Dan melawan mesin, dia tentu saja menang sebab ia terjun langsung medan pertarungan.
Makin banyak informasi yang tersedia bagi pengambil keputusan, makin baik hasilnya. Pembuat keputusan yang betul-betul sukses bergantung pada keseimbangan antara berpikir yang disengaja dan berpikir naluriah. Berpikir secara sengaja menjadi perkakas yang dahsyat ketika kita memiliki banyak waktu luang. “Saya belum pernah menyaksikan suasana sekacau dan sehiruk pikuk ini kecuali sedang berada di medan perang. Setiap hari berteriak-teriak dan harus membuat ribuan keputusan kilat dalam satu jam dalam suasana hiruk pikuk.” Lanjut sang model.
Cerita case Coke lebih intim lagi. Bagaimana pesaing utama Pepsi saat uji sampling rasa pada massa menang besar. Dan itu mengkhawatirkan mereka. Dalam mengambil keputusan yang baik, efisiensi juga berperan. Kesimpulan sekejap dapat terjadi dalam sekejap karena prosesnya efisien, maka jika kita ingin memelihara kemampuan kita dalam membuat kesimpulan sekejap, kita harus membiasakan diri berpikir efisien. Cerita tentang New Coke sesungguhnya contoh yang bagus sekali tentang betapa rumit mencari tahu bagaimana sesungguhnya jalan pikiran orang banyak. Pepsi juga dicirikan dengan rasa jeruk yang ‘meledak’, tidak seperti Coke yang rasanya lebih seperti vanilla kismis. “Ketika kita ahli menjadi ahli dalam sesuatu, selera kita menjadi lebih khusus, lebih canggih, dan kompleks. Maksud saya, sungguh hanya pakar yang bisa dengan aman mengandalkan reaksi-reaksi mereka.”
Nah, ini contoh kasus salah ambil keputusan cepat. Sebab kesalahan membaca pikiran pernah dialami semua orang. Penembakan Diallo masuk ke dalam semacam daerah kelabu, sebuah daerah yang tak jelas antara kesenjangan dan kecelakaan. Ada yang berpendapat bahwa itu hanya sebuah kecelakaan yang mengerikan, produk sampingan tak terelakkan dari kenyataan bahwa polisi sering harus membuat keputusan hidup-mati dalam kondisi serba tak pasti. Dan penembakan warga kulit hitam tak besalah di tengah malam menjadi contoh yang benar-benar pas, bahwa blink juga sangat potensial memunculkan keputusan yang salah. Kasus ini mencipta. Nama Wheeler Avenue diubah menjadi Amadou Diallo Place.
Pikiran kita, ketika berhadapan dengan situasi yang membahayakan jiwa, secara drastis membatasi jangkauan dan jumlah informasi yang harus diolah. Bunyi, ingatan, dan ketrampilan sosial tampaknya dikorbankan demi peningkatan kewaspadaan terhadap bahaya yang mengancam langsung di depan kita.
Membaca pikiran pun sebuah kemampuan yang bisa meningkat melalui latihan dan pengalaman. Terakhir saya mendapat rekomendasi film tahun 1966 berjudul Who’s Afraid of Virginia Wolf karya Edward Albee. Banyak hal, katanya bisa dipelajari di situ terkait membaca wajah, keputusan cepat yang harus diambil terkait blink.
Melihat daftar karya Malcolm Gladwell yang panjang, dan start bagus buku ini. Rasanya harus diantisipasi semua buku-bukunya. Buku non fiksi tentang self-improvement yang tak biasa. Benar-benar disampaikan fun, dan begitu nyaman.
Blink: Kemampuan Berpikir tanpa Berpikir | by Malcoml Gladwell | diterjemahkan dari Blink: The Power of Thinking Without Thinking | GM 204 05. 057 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Sampul dikerjakan berdasarkan desain oleh Yoori Kim | Setting Malikas | Juni 2005 | Cetakan kedelapan: Juni 2009 | ISBN 979-22-1472-0 | Skor: 4.5/5
Untuk orangtuaku, Joyce dan Graham Gladwell
Karawang, 271022 – 041122 – Charles Mingus – Self-Portrait in Three Colors
Thx to Ghatan Torik, Tangerang
Ping balik: #Oktober2022 Baca | Lazione Budy