
A Dash of Magic (book 2) by Kathryn Littlewood
“Kami bukan penyihir! Kami ini ahli sihir. Kami ahli sihir dapur. Kami membuat sihir dengan makanan, kue, pai, kukis ajaib, tahu ‘kan, semua yang kau makan. Semuanya tidak berbahaya. Memukau, tentu saja, dan keren. Tapi sama sekali tidak berbahaya. Kami adalah keturunan ahli sihir dapar sejak zaman dulu. Di malam kalian bertemu kami di dek Menara Eiffel, misalnya, kami sedang mengumpulkan air hujan yang belum tercemar dari awan badai.” – Ty
Kisahnya tampak klise. Kompetisi masak Internasional di Paris dengan sihir menyertai, dan peserta finalnya adalah saudaraan. Kemungkinan seperti itu sangat amat kecil terjadi di dunia nyata. Seperti kompetisi catur dunia, apakah pernah terjadi final dalam satu keluarga? Atau mungkin satu Negara? Sekalipun fiksi, tetap pijakan utama adalah kehidupan kita. Sekalipun sihir, tetap logika kehidupan harus dijadikan acuan. Dan banyak sekali trik yang disampaikan juga tak se-majic yang diagungkan, atau seseru buku satu. Trik-trik curang demi menjadi nomor satu, disajikan dengan plot kanak-kanak. Cara pemilihan pemenang juga begitu sederhana, tak serumit kompetisi Chef memasak tingkat RT, apalagi tingkat TV Nasional yang lebai. Jelas, kisah di buku ini sebuah penurunan. Dengan bekal kata, “Mengalir saja”, semuanya memuncak di Paris yang glamor. Nyaris tak ada kejutan berarti. Mungkin keunggulan utama buku ini adalah cover yang ciamik. Enak dipandang mata saat disusun rapi di rak.
Saya sudah baca seri satu, Bliss Bakery yang ceritanya lumayan. Cerita bahkan hanya berkutat di satu tempat, di desa Calamity Falls dengan kerumitan lokal. Ini lanjutan, cerita langsung nyambung. Bahwa setelah buku sihir keluarga Bliss Cookery Booke dicuri oleh tantenya, Lily le Fay. Rose Bliss yang merasa bersalah, mencoba kembali meraihnya. Kesempatan muncul, dan kesepakatan dibuat: Lily menang Booke menjadi miliknya selamanya, Rose menang Booke dikembalikan.
Kini Lily sudah sangat terkenal sebagai Chef. Ia menjadi hebat berkat Booke yang ramuannya memang dahsyat. Kesempatan balas dendam Rose itu ada di kompetisi masak Internasional Gala des Gateaux Grands, juri sekaligus Pendirinya adalah Chef Jean-Pierre Jeanpierre. “Biasanya anak perempuan berusia 12 tahun mengalahkan Lily Le Fay, pembuat roti terkenal di dunia? Itu luar biasa! Semua orang di alam semesta akan menonton televise! Termasuk makhluk luar angkasa!”
Dengan pola mirip, di mana masa lalu keluarga Bliss dengan kejadian sihir diungkap dalam satu dua lembar. “Bahasa Sassanian sudah mati. Dulu digunakan oleh sebuah suku dukun kuno di Bulan Sabit Subur. Mereka membuat obat-obat mereka dari gandum, madu, dan bahan-bahan yang manis. Mereka adalah para pembuat kue ajaib yang pertama.”
Rose dibantu oleh seluruh keluarga, termasuk kakek buyutnya yang di Meksiko, Pak tua Balthazar yang memiliki copy Booke. Tidak ada ketenaran atau pujian yang sepadan dengan kehilangan cinta keluarga. Dijemput langsung dengan pesawat. “Kita selesaikan masalah satu-satu, Mi Hermana, pertama kita dapatkan bunyi lonceng dulu.”
Begitu pula, anggota keluarga lain, turut serta ke Paris. Bahkan dibantu oleh binatang bicara, peserta lain yang kalah, hingga orang-orang sekitar yang benci Lily. “Kalau kalian ingin mengalahkannya, kami ingin membantu. Kami akan melakukan apa saja untuk memastikan dia hancur.” Kata Muriel.
Sementara sang Chef yang sudah punya program acara sendiri di TV, dengan segala keglamorannya, kedigdayaannya, kekuatannya. Walaupun lebai, sebab asisten Lily yang tampak seram dan kejam. Sempat menatap Rose, menyeringai, lalu jarinya bergerak perlahan-lahan melintang ke leher. Namun, itu hanya aksi lembut. Kecurangan dilakukan, pencurian dilakukan, mantra-mantra buruk dilemparkan, aksi tengah malam dilakukan. Pencurian copy mantra dan ramuan juga coba dilaksanakan, termasuk penyadapan lewat tikus yang cerewet, atau makanan yang sudah dimantrai untuk memainkan peran. “Lily Le Fey memang seorang master. Kue-kuenya seperti hadiah, dan penuh dengan kejutan yang mengagumkan. Dan Lily sendiri juga seperti juga seperti hadiah…”
Segalanya memuncak di final yang antiklimaks. Tiga kontestan tersisa: Rose, Lily, dan Wen Wei. Tanpa memikirkan panjang lebar, jelas kita dengan mudah menebak finalnya mereka. Dan dengan buruknya, endingnya klise. Hufh, kompetisi bukan seperti ini. ini reuni keluarga dengan embel-embel turnamen besar. Tugas kami menjaga Emmanuel, kami tidak pernah gagal, dan kami tidak berencana untuk gagal sekarang.
Tertulis di sini trilogy, tapi faktanya buku sudah mencapai cetak keenam. Rencana mula tiga, dalam perjalanan malah melebar liar ke mana-mana. Saya sendiri tak terlalu antusias melanjutkan, paling motif utamanya melengkapi koleksi buat dipajang. Sihirnya kurang cocok sama saya. Terlalu remaja, dan sederhana. Musuhnya kurang gereget. Atau bakal ada kejutan di buku berikutnya?
Saat terpuruk, walau feel-nya kurang, ada bagian yang bagus. Kalimat-kalimat hiperbola orang lelah. “Rasanya seperti dia sedang mengapung terlentang di tengah danau luas kebiruan, telinganya terbenam di air, sehingga yang bisa didengarkannya hanyalah bunyi debar jantungnyasendiri. Sungguh menakutkan, mengapung di tengah danau sendirian. Namun, mash ada matahari, awan, dan puncak-puncak pohon. Selalu ada sesuatu yang bisa diharapkan.”
Mungkin bagian yang bagus adalah proses mencari bahan untuk memasaknya. Dari mencari bunyi lonceng, hantu-hantu lukisan, keluyuran di kuburan, bertemu arwah para orang terkenal, sampai ke Senyum Monalisa. Bagian itu lumayan hidup, walau tetap saja janggal saat menyaksi tikus berbicara. Dan kembali lagi, ini dunia sihir, ini dunia remaja, sehingga kudu maklum dan mengalir sahaja.
Kathryn Littlewood, mungkin tak sampai menjadi penulis idola, memang bukan genre saya saja. Atau mungkin, buku seri lainnya ada, dan saya perlu coba? Siapa tahu, setelah mengenalnya, mungkin saja ini akan mengguncang dunia, atau sesuatu semacam itu. Sihir dan segala polemik di baliknya.
Sejumput Sihir (buku dua) | by Kathryn Littlewood | Diterjemahkan dari The Bliss Bakery Trilogy: A Dash of Magic | Copyright 2012 by The Inkhouse | Cover art by lacopo Bruno | Penerbit Mizan Publika | Penerjemah Sujatrini Liza | Penyunting @putonugroho | Penyelaras aksara Aini Zahra, @kaguralian | Penata aksara Garislingkar | Agustus 2013 | Cetakan III, November 2013 | ISBN 978-979-433-811-7 | Skor: 3.5/5
Untuk kakekku tercinta, seorang Seniman tingkat tinggi.
Karawang, 161122 – Sonny Rollins – Don’t Stop the Carnival (Remastered)
Thx to Ade Buku, Bandung