Rumah Mati di Siberia

Rumah Mati di Siberia

“Dimanakah engaku diam selama ini?” / “Di dalam rimba, Paduka Tuan.” / “Selamanya di dalam rimba?” / “Selamanya di dalam rimba, Paduka Tuan?” / “Dan musim dingin di manakah?” / “Hamba belum pernah melihat musim dingin, Paduka Tuan.”

Luar biasa. Sendu. Sedih sekali, menyaksi kejadian mantan narapidana yang menuliskan kisahnya di Siberia. Keras. Sungguh, inilah yang dinamakan neraka dunia, gelap dan penuh kesengsaraan. Sangat menyentuh, orang-orang bersalah ini berkumpul, disatukan nasib, mengarungi hari-hari dengan keraguan, apakah bisa sampai selesai masa hukumannya, atau mati di Siberia. Disampaikan melalui catatan Alexander Petrowitsj oleh sang penulis.

Total Alexander Petrowitsj dipenjara selama 4 tahun, bukan karena kesalahannya. Ia mencatatkan pengalamannya, lantas ia menjadi guru di Siberia hingga akhir hayatnya. Sang Aku lantas menuturkannya kepada pembaca. Di kota-kota Siberia ini banyak dijumpai orang hukuman yang menjadi guru. Mereka tidaklah dipandang hina.

Sang penulis menanyakan perilaku Alexander Petrowitsj kepada Gorjantsjikow, dan ia memang guru yang baik. Lalu melalui catatan yang ditemukan kita diajak menelusur masa lalunya. Alexander Petrowitsj, terlalu sederhana. Ia tampak tak neko-neko, menerima hukuman dengan lapang. Kesehariannya menjadi pekerja penjara, mendapati berbagai perilaku teman-teman senasib. Macam-macam siftanya. Yang seorang merana oleh kerja paksa itu seperti pelita kehabisan minyak, yang seorang lagi masuk penjara, dengan tidak tahu, bahwa di dunia luar ada kehidupan yang penuh kesenangan. Yang lainnya mudah marah. Ya, alangkah pandainya mereka itu memaki orang! Memaki itu suatu kepandaian istimewa dalam penjara ini.

Karena dipaksa dan selalu dikerahkan dengan mengamankan pentung. Petani-petani yang merdeka jauh lebih berat pekerjaannya daripada orang hukuman, tetapi mereka bekerja untuk diri sendiri dan maksud tertentu. Ada masa muncul penghiburan. Akhirnya datanglah dua orang “pelipur lara”, demikian orang-orang hukuman menamakan perempuan itu. Mereka bisa melepas penat dengan bersama perempuan yang datang, menghamburkan uang yang tak seberapa. Masa yang ‘bebas’ itu tak lama karena saat tambur sudah berbunyi, dan sekarang waktunya masuk ke tangsi.

Ada kisah Sang Penyamun yang meratap. Ia ditangkap dan dibawa ke hadapan pengadilan dihukum buang dan kerja paksa di Siberia. Ia memang jahat di luar, tapi tetap saja saat sisi sensitif disentuh ia berkaca-kaca. Dadanya penuh kemasygulan, pikirannya penuh kenangan yang memilukan.

Ada lagi Orang Yahudi, memang yang terganjil di antarnya, dan jadi pelawak yang tidak dapat pula menahan tawa jika teringat padanya. Ia seorang jauhari, dan karena di kota itu tidak ada sudagar pertama, banyaklah pesanan yang diterimanya, dan sebab itu tidak perlu ia bekerja berat.

Seberat apapun hukuman, manusia memang dasarnya mampu beradaptasi. Manusia mudah ditundukkan oleh kebiasaan. Maka kerja paksa yang berat itupun jadi terasa biasa setelah beberapa hari dilakukan.

Ada lagi kisah sahabatnya yang merasa ia tak pantas di sana. Ia dihukum karena jatuh hati pada orang yang salah. “Aku percaya Tuan Alexander Petrowitsj jika saya katakan bahwa saya dibuang ke sini karena jatuh cinta?” Lalu dikisahkan panjang lebar, intinya ia membunuh karena cemburu. Pantas saja. “Kalau karena jatuh cinta saja orang tidak akan dibaung ke Siberia ini.”

Baklusjin dengan pede menjawab, “Benar begitu, tetapi karena jatuh cinta ini saya telah menembak seorang Jerman dengan pistol…” Bisa saja orang masih tak merasa bersalah karena membunuh. Sekalipun Jerman sedang panas dengan Uni Soviet, tetap saja warganya yang di sana tak serta merta bisa dilenyapkan seketika.

Uang juga berperan penting di penjara. Semakin tebal semakin makmur, semakin banyak teman. Makanan diselundupkan, membayar petugas, hingga kenikmatan merokok. Tentu semua dengan uang. Uang itu seperti debu, jika sudah terbang, membumbung terus. Sebanyak apapun yang dibawa, tak akan cukup. Sejatinya sama saja sih di dunia bebas, hanya penggunaan aja harus bijak ‘kan? Hidup di dalam rimba, biarpun miskin dan melarat, tetapi merdeka dan penuh pengalaman, inilah yang sangat menarik hati dan menimbulkan rindu mengembara dalam sanubari tiap-tiap orang yang sudah mengenalnya.

Sifat berkuasa juga dibahas. Orang-orang yang teraniaya, dengan kuasa sedikit saja tetap bisa memiliki akses tinggi. Sayangnya, banyak disalahguna. Dalam diri tiap-tiap menusia ada tersimpan bibit nafsu hendak berbuat sewenang-wenang.

Bila manusia kehilangan tujuan dan harapan tidak jarang ia menjadi bajingan yang sebuas-buasnya. Tujuan kita semua adalah kemerdekaan. Semakin lama hukuman semakin tampak frustasi penghuninya. Karena terlalu lama dikurungan maka ‘kemerdekaan’ dalam fantasi kita jauh lebih merdeka daripada kemerdekaan yang sejati.

Tuan Alexander Petrowitsj yang malang, jadi penasaran apakah yang dituturkan ini berdasarkan kisah nyata? Sebab terasa sekali rona-rona kenyataannya. Seperti pengakuannya, “Selama dalam penjara ini, walaupun saya dilindungi oleh berates-ratus teman, saya selalu merasa sunyi, satu kesunyian yang lama-kelamaan saya cintai.”

Ini adalah buku kedua Fyodor yang saya baca setalah The Gambler yang megah itu. Satu buku kumpulan cerpen terbaik terhenti tinggal beberapa kisah, tahun ini akan kunikmati lagi, satu lagi Catatan dari Bawah Tanah juga tak selesai baca. 2022 sepertinya akan kutuntaskan semua sebelum memasuki buku-buku babak baru berikutnya. Salah satu penulis besar yang pernah ada. Beruntungnya saya berkesempatan menikmati karya-karyanya. Rumah Mari di Siberia jelas, salah satu novel terbaik yang pernah kubaca.

Rumah Mati di Siberia | by F.M. Destojewski | Penerjemah M. Radjab | Desain kover Tim Desain Balai Pustaka | Editor Tim editor Balai Pustaka | Layout isi Gatot Santoso | Penerbit Balai Pustaka | Dicetak oleh PT. Intan Parowara | Cetakan pertama – 1949 | Cetakan keempat – 2011 | vi, 360 hlm, 14.8 x 21 cm (seri BP no. 1670) | ISBN 979-666-658-8 | Skor: 5/5

Karawang, 061221 – Alternative Rock Hits

Thx to Boekoe Kita, Smg

2 komentar di “Rumah Mati di Siberia

  1. Ping balik: Desember2021 Baca | Lazione Budy

  2. Ping balik: 14 Best Books 2021 – Fiksi/Terjemahan | Lazione Budy

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s