Sang Belas Kasih: Maka Nikmat Tuhan kamu yang Manakah yang kamu Dustakan?

Suatu hari Rosulullah membacakan surah Ar-Rahman dari awal hingga akhir. Lalu Nabi SAW bersabda, “Aku telah membacakannya (Surah Ar-Rahman) kepada bangsa jin di malam pertemuanku dengan mereka. Ternyata mereka lebih baik responnya daripada kalian. Ketika aku membaca ayat ‘Fa bi ayyi ala’I rabbikuma tukadzdziban (Maka nikmat atau karunia Tuhan kalian yang manakah yang kaudustakan?)’, mereka (bangsa jin) selalu menjawab dengan mengatakan, “La bi sya-in min ni’amika, Rabbana nakdzibu, falakal hamdu (Tidak ada sedikit pun nikmat-Mu, wahai Tuhan kami, yang kami dustakan. Hanya milik-Mu segala pujian).”

Keren. Itulah kata pertama yang kuucap seusai menuntaskan 200 halaman. Mungkin karena jarang baca buku-buku agama, apalagi terjemahan langsung isi Al Quran, maka yang aku dapat adalah sesuatu yang fresh. Enak sekali pembahasannya. Runut dan nyaman. Jadi tahu seluk beluk kandungan di dalamnya. Selama ini baca Al Quran ya baca saja Arabnya. Sesekali baca terjemahannya, tapi sungguh sangat jarang. Bahasanya yang puitis dan bernada, tak mudah dipahami. Dan ini, per katanya dibedah. Ini adalah buku tafsir surah Al Quran pertama yang tuntas kubaca.

Surah Ar-Rahman sepenuhnya berisi berita gembira, bahkan ketika menunjuk pada siksa neraka. Bahasannya bervariasi, dari kenikmatan surga hingga detailnya, gambaran surga dalam Al-Quran bersifat simbolik. Dari belas kasihnya, hingga semesta yang tak berbatas. Apa saja yang diciptakan oleh Allah sesungguhnya adalah kebaikan yang datang dari Dia yang memiliki sifat belas kasih.

Penciptaan matahari dan bulan serta pergerakan keduanya itu direncanakan dan dirancang secara matematis, sangat teliti, dan menutup kemungkinan bagi adanya kesalahan. Dari tanda-tanda kebesaran Allah hingga perintah untuk dua makhluk: jin dan manusia. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Segala sesuatu memiliki pengantin, dan pengantinnya Al-Quran adalah surah Al-Rahman.” Di dalam surah ini disebutkan berbagai ciptaan Allah yang berpasang-pasangan.

Manusia dan jin dijelaskan bagaimana dicipta. Dan kita wajib sujud pada-Nya. Kata ‘bersujud’ secara umum dipahami sebagai simbol ketaatan, dan tumbuh-tumbuhan serta pepohonan memang adalah di antara ciptaan Allah Swt. Yang tidak memiliki free will atau karsa bebas, sehingga tidak ada alternatif bagi keduanya, kecuali bersujud atau taat kepada Allah. Khilafah bermakna perpanjangan tangan atau deputi, wakil – dalam hal ini wakil Allah di muka bumi.

Dulu waktu kecil pas ngaji di mushola kampung, aku ingat ada satu surah yang dimula baca tanpa kalimat Bismillah. Sempat lupa, di sini aku temukan lagi, “Di dalam ayat pertama pembuka seluruh surah Al-Quran – kecuali surah Al-Naml, yang di dalamnya ayat ‘Bismillahi ar-Rahmani ar-Rahim’ berada di tengah-tengh surah – selalu saja nama ‘Allah’ oleh Allah sendiri disifatinya dengan Al-Rahman dan Al-Rahim.”

Dan makna dua kata yang sering bersisian itu ternyata sungguh beda.

Al-Rahman adalah belas kasih Allah bersifat universal, yang mencakup semua makhluk-Nya, tak peduli Muslim ataukah non-Muslim, beriman atau kafir, baik ataupun jahat. Sedang Al-Rahim adalah sifat kasih sayang Allah yang juga kepada semuruh makhluk, namun lebih spesifik. Artinya allah Swt. Berikan akses kepada sifat kasih sayang yang spesifik ini jika makhluk memilih berjalan di jalan Allah.

Memakan buah dan sayur mungkin harus ditingkatkan. Ada pembahasan khusus tentang buah, yang merupakan karunia Allah yang diselundupkan dari surga. Allah mengatakan bahwa para penghuni surga dijamu dengan buah-buahan. Dan ketika para penghuni surga itu memakan buah-buahan, mereka berkata bahwa sungguh kami telah mencicipi ini ketika kami berada di dunia (QS Al-Baqarah: 25).

Alam semesta ini sesungguhnya merupakan perpajangan atau bayangan, sehingga sering dikatakan bahwa keberadaan alam semesta ini sesungguhnya bersifat i’tibari, bersifat tidak riil. Jadi alam semesta ini masih ada seperti sekarang, sesungguhnya dia tidak benar-benar ada. Jadi ingat The Matrix, pil biru atau pil hijau?

Alam dunia ini bersifat fisik-empiris begitu luas dan terus berkembang sehingga yang bisa ditembus oleh manusia hanyalah wilayah luar angkasa yang paling dekat dengan bumi. Melihat tanda-tanda kebesaran Allah di semua alam, demi terus meningkatkan keimanan kita. Ada penjaga-penjaga yang akan menghalangi kita dari menembus alam yang kita tidak miliki kekuatan atau persiapan untuk menembusnya.

Peristiwa di Sidratulmuntaha ketika Rosullullah mi’raj ditemai Malaikat Jibril, lalu Rosul bertemu Allah, dalam salah satu riwayat di Baitul Ma’mur. Jibril mengatakan, “Jika aku memaksa diri pergi denganmu ke suatu tempat di mana engkau akan bertemu Allah, maka sayapku akan terbakar.”

Fakta penting bahwa manusia berdosa disiksa-pun, itu bentuk kasih sayang Allah pula. Kalaupun manusia dimasukkan ke dalam neraka oleh Allah – semoga Allah menghindarkan kita dari keadaan ini – maka itupun juga merupakan satu bentuk karunia Allah karena tujuannya untuk membersihkan dosa-dosa para pendosa, agar mereka dapat bergabung dengan orang baik, pada saatnya.

Amal baik maupun amal buruk sudah terekam dan tercatat di dalam buku catatan yang merekam semua alam manusia, yang ditulis oleh pesuruh Allah Swt. Yakni Malaikat Raqib dan Atid. Ganjaran perbuatan baik dilipatgandakan menjadi tujuh puluh bahkan sampai tujuh ratus kali lipat, sedang ganjaran amal buruk adalah setara dengan amal butuk itu, dan tetap dengan kemungkinan mendapat pengampunan oleh sifat Al Ghafur, Maha Pengampun.

Berbagai kenikmatan yang disampaikan di surga merentang banyak. Salah satunya adalah kenikmatan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan semata-mata bersifat fisik. Sesungguhnya kenikmatan surgawi itu melampaui apa yang terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik, bahkan lebih luhur lagi berupa kenikmatan-kenikmatan, ketentraman-ketentraman, kedamaian-kedamaian yang bersifat ruhani.

Syaikh Al-Akbar Ibn ‘Arabi berkata bahwa berbuat ihsan hanya mungkin dilakukan jika kita berhasil meniadakan egosime kita, meniadakan diri kita. Yakni jika kita berhasil menanamkan di dalam diri kita kualitas pengorbanan: Mendahulukan Allah Swt. Menjadikan ridha Allah Swt. sebagai tujuan, dan juga semangat untuk berbuat baik kepada makhluk Allah.

Ihsan sesungguhnya puncak keislaman kita. Bahkan diluar Rukun Islam dan Rukun Iman yang kita kenal, ada Rukun Ihsan yakni hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya (Yakni benar-benar me’lihat’-Nya tapi bukan dengan pengelihatan lahir, melainkan batin). Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, (yakinlah bahwa) sesungguhnya Dia melihatmu. Ihsan, adalah puncak kebaikan, sekaligus puncak keberagaman. Bahkan keislaman dan keimanan seseorang sesungguhnya adalah sarana dan wahana untuk mencapai ihsan ini.

Ada bagian buku ini yang membuatku merinding, hanya sekalimat tapi membuatku tertunduk lama. Di usia kelas dua SD aku pernah mengalami halusinasi, atau mimpi, atau semacam di dimensi antara. Kata ibuku, aku koma, dikira sudah tak tertolong karena sakit tifus berminggu-minggu. Aku sendiri tak terlalu ingat detail masa itu, sebab masih kecil. Namun ada satu memori yang membekas sampai sekarang, aku mimpi dunia kiamat. Langit gelap gulita seminggu penuh, ada suara dari langit liris sejenis senandung. Semua manusia ketakutan, bersembunyi di dalam rumah, berdzikir dan memohon ampun. Lalu langit terbelah, muncul warna merah dan suara besar dan berat. Aku lupa kata-katanya, mungkin kalimat tegas bahwa hari akhir sudah tiba, intinya saat itu semua orang menyebut asma Allah dan bertobat di sisa waktu yang ada. Kata ibunya, aku demam tinggi dan mengigau.

Nah di buku ini aku baca satu kalimat yang mengingatkanku masa kritis itu. “Pada hari Akhir akan ada tanda-tanda, antara lain ketika langit terbelah, kemudian menjadi merah menyala seperti minyak yang panas.” Ya Allah, apakah mimpi/igauanku itu pertanda?

Pada akhirnya, kita belajar tentang agama ini untuk mendekatkan diri pada-Nya untuk menemukan kebahagiaan. Bukan saja paradigma ini akan menempatkan kebaikan hati dan pemaafan di pusat praktik keislaman kita, melainkan juga menjadi jendela yang melaluinya kita membaca, memahami, dan mengontekstualisasi pesan-pesan Al-Quran. Dengan mempelajari Al-Quran ayat demi ayat dan memahami maknanya secara bertahap, kita berharap bisa memulihkan makna Al-Quran dalam bentuk global, yang masih dalam bentuk gagasan menyatu, di dalam hati kita, dan dengan cara itu insya Allah kita bisa mendapatkan cahaya di dalam perjalanan meraih kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun kebahagiaan yang abadi setelah kematian. Jika orang berpegang kepada Al-Quran, mendalaminya, memahaminya, kemudian menerapkannya dalam kehidupan, maka kebahagiaan sudah terjamin baginya.

Kubaca dalam sehari semalam dari Kamis, 23.12.21 jam 17:30 sepulang kerja, lanjut sesampai di rumah jelang tidur. Lanjut lagi Jumat 24.12.21 bangun dini hari sebelum Subuh, pas sampai kantor ada 20 menit kulanjut, pas istirahat selepas Jumatan ada 15 menit, dan tuntas juga sore ini jam 17:10. Lihat, kalau diniatkan, kalau diluangkan, kalau dilakukan sungguh-sungguh, baca buku di sela kesibukan tuh tak mustahil. Bisa, dan berhasil.

Ini adalah buku pertama Haidar Bagir yang aku baca. Namanya sudah tak asing bila kita menelusur rak buku agama di toko buku, muncul di banyak beranda sosial media. Setara M. Quraish Shihab yang juga banyak sekali menulis tentang agama. Dan sebuah kebetulan, tahun ini aku juga pecah telur membaca pertama buku beliau. Keduanya bagus, aku suka, jelas ini hanyalah awal. Apalagi aku juga sedang gandrung sama bacaan tasawuf, persis akhir tahun lalu, buku penutup tahun membahas agama.

Di usia 30-an, menghapal surah Al Quran tak semudah usia sekolah dulu. Sejujurnya tak banyak surah di luar juz ama yang berhasil kuhapal. Tahun ini, untuk menghapal surah Al-Mulk 30 ayat saja, aku butuh sebulan penuh saat Ramadan, dan kesulitan. Lanjut kuhapalkan saat isoman, kuulang terus dan konsisten, baru bisa. Nah, surah berikutnya yang menjadi target hapal jelas surah Ar-Rahman ini, kandungan isinya bagus banget. Kuulangi: BAGUS BANGET. Jumlah ayat dua kali lipat dari Al-Mulk, tapi beberapa berulang di ayat, “nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?” Rasanya sangat mungkin dikejar, doakan ya.

Surah Ar-Rahman disebut sebagai surah yang paling dekat dengan Allah Swt. Kalau Haidar Bagir bilang, “Surah Ar-Rahman sebagai surah yang paling dahulu saya garap, ketika diminta untuk melakukan upaya penggalian makna kitab suci Al-Quran. Seayat demi seayat.” Maka aku bisa bilang, “Setelah mengurai pesan-pesan Surah Ar-Rahman, dengan mantab aku menjadikan surah panjang pertama yang akan kuhapal tahun 2022.”

Bisa. Amin.

Sang Belas Kasih | Oleh Haidar Bagir | Copyright teks 2020 Haidar Bagir | Penerbit Mizan | Penyunting Azam Bahtiar & Ahmad Najib | Penyelaras aksara LS & Dhiwangkara | Perancang sampul & ilustrasi sampul Zuhri | Penata aksara Aniza Pujiati, Hedotz & @platypo | Cetakan ke-1, September 2021 | ISBN 978-602-441-198-5 | Skor: 4/5

Karawang, 241221 – Charles Mingus – Self-Portrait in Three Colors