
“Astaga, kau bajingan yang banyak bicara.”
Keren. Film action tapi tak banyak aksi. Perampokan dan bagaimana menyusunnya. Perampokannya sendiri gagal, dan tidak ditampilkan sama sekali. Hari H perampokan yang ditampilkan di layar hanya mobil tertempa hujan diam dengan lagu jazz yang lirih, backsound sirene polisi, suara tembak-tembakan silih berganti, teriakan tak jelas, kaca pecah, dst. Tetesan hujan, yang airnya lantas meleleh di kaca depan terasa mewakili film. Tenang, bertempo lambat. Isinya orang-orang berbicara. Cerita intinya memang penuh diskusi sebelum dan setelah perampokan. Ngobrol dari satu meja ke meja lain. Dari kafe satu ke diskotik lain. Ngegoliam banyak tema: filsafat, sastra, Julius Caesar, falsafah kehidupan, Malcolm X, pistol yang dilakban, Joe Lewis, Obsesi terpendam, khotbah Minggu, pancake hangat saat sarapan, Mike Tyson, hingga kelinci putih yang muncul dari lubang tanah. Luar biasa, impian dan tata krama ditabrakkan sepintas lalu, yang lantas mencipta nasib para tokohnya. Seperti kata Shakespeare, perasaan bersalah bisa membuat kita semua menjadi pengecut.
Kisahnya tentang Wyatt (Moore-Cook) perampok yang kesal dan kebingungan, terduduk di lantai Bank Negara Woodrow bersama Maddison Jones (Ellie Bindman), gadis 16 tahun yang jadi sandera. Sembari bernegosiasi, Wyatt meminta mobil BMW CSL ’70 -’75 disediakan di depan pintu bank untuk kabur. Maddison sebagai sandera justru tampil tampak sangat tenang. Perampokan berantakan, rekannya tertembak kritis, dan ia terkurung di ruang kantor, lantas penonton diajak bersafari ke susunan acara, dikupas ke awal mula. Ditarik jauh, sebulan sebelum hari H. Karakternya banyak dan tumpang tindih, penonton ditantang untuk berusaha memahami mengapa dan untuk apa mereka berbuat demikian.
Wyatt mendapat ajakan merampok dari teman tidurnya, Saida (Jennifer Lee Moon) yang membutuhkan laki-laki keempat dalam tim. Disampaikan dengan gaya, bahwa kegiatan seperti ini sudah beberapa kali dilakukan, tanpa jejak, seolah profesional. Miskin, pengangguran, memiliki impian besar. Inilah jalan pintas mendapat uang, jalan cepat mewujudkan mimpi Wyatt memiliki mobil BMW seolah Batmobil. Sebagai pria keling yang baik, ia sempat ragu, merampok? Wow lompatan besar. Tapi keinginannya yang kuat akhirnya mencipta deal.
Saida lantas menghubungkan dengan gerombolan perampok, Nath (Adam J. Bernard) adalah yang pertama ditemui, dan nantinya jadi partner utama. Sempat datang terlambat dan hampir gagal, tapi nyatanya rencana jalan terus. Lantas kita diajak berputar lagi berkenalan dengan tim lain, mereka sedang mencari senjata, terhubung dengan karakter pemarah, ngomongin perbudakan sama orang berkulit warna. Lalu sampailah pada pucuk gerombolan di Berat, Lisa dengan S (Jessica Murrain). Adegan di bar itu keren sekali, tembak saja yang tampak merecoki! Hahaha… Semua terhubung, bahkan asal muasal pistol dilakban itu disajikan dengan flash back absurd, dini hari mengubur korban, dan sang pembunuh membutuhkan kenangan, betapa tindakan satu memicu nasib orang lain.
Sementara itu, Maddison adalah penyanyi bertalenta. Beberapa lagunya sudah nge-hit. Sayang ibunya mengingin ia jadi bintang film, maka didaftarkan audisi akting. Dengan malas dan setengah hati menuruti keinginan orangtua. Ayahnya mengatur keuangan, ia ke bank untuk mengurus uangnya yang dipegang ayah. Keluarga ini tak kalah aneh, Maddison digambarkan jengah dengan segala aturan ibunya, ia mencintai ayahnya yang nyata-nyata malah mengecewakan. Dalam adegan aneh di restoran, betapa hidup memang berjalan mengesalkan. Adegan ini bersinggungan dengan makan siang Saida di tempat yang sama, teriakan ‘mana pelayannya’ menggema memberi benang tautan. Dan jadi klu penting, eksekusi akhir yang menyedihkan.
Wyatt yang panik dan ketakutan meminta mobil untuk diantar, menanti. Negosiasi dilakukan dengan telpon, panjang nan berbelit. Maddison sendiri memiliki kesempatan menghubungi orang lain, bukannya ngobrol sama ibunya yang menghubungi berulang kali, ia malah nelpon ayahnya. Bahkan saat ke toilet, secara tak sengaja menemukan seorang ibu pejabat yang ngumpet, ketakutan, bilang bahwa di meja pedestalnya ada pistol, manfaatkan momen! Semakian khawatir bahwa sesuatu akan terjadi, semakin besar kemungkinan hal itu akan terjadi.
Dengan keterbatasan waktu, Wyatt mulai kehilangan kesabaran. Dengan ketergesaan yang dicipta, sang negosiator mencoba menyelamatkan sandera, dan segera mengirim mobil yang diminta. Dengan keinginan aneh Maddison, dikecewakan fakta-fakta, ia malah mengajukan harapan lain kepada sang penyandera. Dan ketiga keinginan itu meledak di akhir. Siapa selamat? Ah, semua hal akan berakhir, dan ini juga akan berlalu.
Posternya menipu, penuh gaya para karakter mengarahkan pistol dengan warna cerah mencolok orange efek ledakan besar, seolah film action-nonstop. Padahal filmnya tak begitu, mayoritas adalah negosiasi-negosiasi agar jalan keluar berjalin, kegiatan komunikasi diapungkan. Taglinenya pas, ini bukan tentang pekerjaan, ini tentang pencarian jalan keluar. Plotnya aja yang diacak. Jelas film ini terinspirasi dari Pulp Fiction dan Reservoir Dogs. Pengambilan gambar di restoran contohnya, saling silang antar karakter. Cara penyampaian cerita juga mirip, di mana dibagi dalam beberapa bagian seolah sebuah bab novel. Lucu, sekaligus tragis.
Dan karena ini film penuh dengan obrolan, maka dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa orang suka ditanyai pendapat dan gagasan-gagasannya. Seolah-olah itu penting. Selalu ada alasan-alasan, mengapa orang berpikir dan berbuat begini atau begitu. Si A ingin ke Timur maka ia akan berusaha sekuat tenaga langkahnya ke Timur, sementara Si B berharap tetap tenang ke Utara, padahal Utara penuh risiko, lagipula Si C tetap tak mau beranjak. Semua mengemukakan pendapat dan harap. Dan pemicu kegegeran di bank itu adalah mobil impian masa kecil yang ditanamkan ke otaknya oleh Sang Ayah. Lihat, betapa kata-kata begitu bermakna. Mobil BMW, posternya ditempel di kamar, ia mengulang-ulangnya terus seakan-akan itu bukan kata kerja, tapi mantra Buddha. Pikiranya kebas, dan ia berjuang hingga titik akhir memilikinya.
Adegan paling ujung membuat geram sekaligus lega, ujung pistol selepas ditembakkan mengepulkan asap, ditiup bak koboi pemenang. Sebuah ejekan ke penonton dengan tebakan plot yang salah, “Aku tidak mati, aku masih bernapas dan menangis.”
Blonde. Purple | Year 2021 | England | Directed by Marcus Flemings | Screenplay Marcus Flemings | Cast Roger Ajogbe, Adam J. Bernard, Ellie Bindman, Andy Chaplin, Moore Cook | Skor: 4/5
Karawang, 131221 – Roxette –Little Girl