Evaluasi

https://lazionebudy.files.wordpress.com/2014/11/upload1.jpg?w=300
Recruit karyawan itu gampang-gampang susah. Hari ini saya kena tegur masalah recruitment. Karyawan baru yang baru masuk tanggal 3 November 2014 tiba-tiba datang ke kantor menemui saya mengajukan pengunduran diri. Berarti baru dua minggu dia bekerja. Saya tanya-tanya kenapa mundur, sebabnya dia mendapatkan pekerjaan di tempat lain dan mulai siang ini langsung kerja. Saya hanya geleng-geleng kepala, sebegitu mudahnya komitmen dirusak. Perusahaan di tempat kerjanya menurutnya lebih menjanjikan, baik secara gaji atau fasilitas. Well, saya sanggah ‘kan pas proses penerimaan saya sudah bilang, ini Perusahaan baru jadi harus siap dengan konsekuensi plus dan minusnya. Dia menambah alibi, tempat kerjanya juga lebih dekat. Langsung saya bilang ke dia, “sejujurnya kamu mengecewakan saya…”
Proses penerimaan karyawan yang saya lakukan memang terbuka untuk umum. Dalam artinya saya ga melihat SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), tidak melihat sumber lamaran. Mau dari kiriman surat via pos, email, referensi karyawan, LSM sampai job fair yang kini menjamur. Tidak melihat kaya-miskin, jelek-cakep sampai dari asal manapun. Semuanya berpeluang bergabung dengan tetap mengikuti prosedur yang kami tetapkan. Ada tiga aspek utama yang kami nilai: Attitude, skill dan knowledge. Ketiganya harus OK kalau mau lanjut ke tahap medical. Setelah medical kita kasih pembekalan melalui training karyawan baru. Baru kemudian terjun ke lapangan. Sebenarnya saringannya sudah kami coba seketat mungkin, namun kejadian pagi tadi benar-benar menampar saya.
Keadaan tambah runyam siang ini, saat ada laporan dari departemen produksi bahwa ada orang baru sudah ga masuk kerja dua hari berturut-turut. Langsung saya hubungi via telpon untuk memastikan sebabnya. Dan di seberang jaringan dengan entengnya bilang mau resign. Duh! Kenapa? Katanya ga kuat kerja di pabrik makanan, bau bahan bumbu makannya menyengat. Kenapa langsung menyerah, kan pas training saya bilang: “Jangan menyerah, kalian butuh waktu untuk adaptasi di tempat baru. Kalau tangan pegal, kaki pegal, kepala pusing. Pulang kerja istirahat yang cukup. Besoknya hadapi lagi, kalau besoknya masih pegal jangan menyerah. Besok hadapi lagi, begitu terus. Saya yakin seminggu dua minggu akan terbiasa. Butuh adaptasi. Ibaratnya orang main futsal, awalnya sakit semua tapi kalau sudah biasa akan menikmatinya. Jangan menyerah, kalian anak muda harus ulet dan kerja keras”. Nyatanya dia tak mendengarkan, keukeh mau mundur. Saya kena semprot lagi.
Pada dasarnya recruit itu gampang-gampang susah. Saya menyebutkan gampang dua kali di awal lalu susah di akhir, itu artinya lebih condong ke yang lebih mudah. Di tengah krisis saat ini, para pencari kerja jumlahnya jomplang dengan lowongan yang ada. Email saya setiap hari minimal ada 30 lamaran masuk, di meja kerja yang berantakan ada lebih dari 1000 surat lamaran, di situs job seeker yang kami pasang ada ribuan kandidat, di lemari arsip ada ratusan referensi. Saat memilih dan memilah saya selalu menyebut namaNya dan mengibaratkan perpanjangan tanganNya. Dari ribuan peluang itu, saya mix panggilan 130% dari posisi yang kosong untuk tes tertulis awal. Lalu kita saring lagi di sesi interview dengan HR. kalau OK, lanjut interview dengan user produksi. Saat tes kita juga fair, ga peduli sumbernya dari mana kalau ga lolos ya langsung coret. Saya lebih mengedepankan sisi attitude (tingkah laku) ketimbang kemampuan dan pengetahuan. Dengan prosedur seketat ini bulan ini saya ditampar 2 kali. Sungguh memalukan.
Tidak ada tolok ukur pasti dalam memilih orang, orang yang cerdas belum tentu kerjanya bener. Orang yang agamis belum tentu bisa kerja. Orang berpengalaman belum tentu mahir di tempat baru, tidak ada yang pasti. Satu-satunya kepastian ya ketidakpastian itu sendiri. Makanya saya lebih memilih sisi tingkah laku di atas dua nilai lainnya. Apakah dengan tamparan ini saya gagal? Hhhmmm…, bisa ya bisa juga tidak. Karena beberapa waktu yang lalu bos saya juga gagal recruit, 2 kali juga. Setelah bergabung, mundur. Yang satu bahkan lebih parah lagi, sehari di training besoknya ngilang. Jadi apanya yang salah?
Saya terima kritik, ya saya mengakui kali ini saya salah recruit. Prosedur nya akan di evaluasi, ya saya terima. Sumber referensi akan benar-benar diperketat, ya saya siap. Terkadang dalam bekerja kita butuh mundur selangkah untuk maju dua langkah. Kembali lagi di awal, recruitment itu gampang-gampang susah. Sekarang saya balik, wahai pencari kerja, mencari kerja itu juga gampang-gampang susah jadi mari kita saling respect!
Karawang, 171114

10 komentar di “Evaluasi

  1. repot juga kalau baru dua minggu udah kabur. emangnya nggak ada waktu training dulu gitu yah sebelum diterima jadi pegawai. jika menyerah di masa training itu kan masih ada tenaga lagi yg bisa langsung dipake

    Suka

Tinggalkan komentar