Kazak dan Penyerbuan


“Aku punya segala yang kuinginkan. Aku punya makanan, puji Tuhan.”

Cerita dari buku masa lalu kebanyakan memang tentang cinta dan pertempuran sebab memang itulah dunia apa adanya. Lihat saja daftar buku Jane Austen, romansa cinta begitu dominan. Cerita perang, well karena kita mencatat dua Perang Dunia maka dua item itulah yang sering dijadikan latar. Namun sejatinya perang sebelum itu juga sangat banyak walau secara regional. Dan buku-buku masalah actual selalu hadir. Kazak dan Penyerbuan adalah bukti langsung, bahwa Penulis terlibat di dalamnya. Manjadi latar utama, seperti kala Leo Tolstoy menjalankan tugas di tempat yang sama tahun 1851.

Makanya, kisah yang dipaparkan begitu nyata, hidup, bagus banget. Untuk bumbu cinta, jelas ada singgungan pengalaman pribadi, dan itu menjadikan patah hatinya Olenin turut dirasakan pembaca.

Buku dibagi dua, satu novella Kazak. Panjang nan melelahkan, padahal intinya hanya cinta segitiga. Atau cinta abu-abu seorang tua kaya terhadap gadis lokal yang sudah tunangan. Hanya latarnya masa perang Rusia melawan gerakan radikal, jadi memang sifatnya lokal. Namun perang tetaplah perang, dan kepedihan yang dirasakan tetap sungguh menyakitkan. Kedua tentang proses penyerbuan pasukan, poin utamanya adalah para perwira muda yang menjadi pasukan, dipastikan aka nada yang cedera dan mati. Jadi apanya yang bikin bahagia? Sekitar dua ouluh perwira akan ambil bagian dalam ekpedisi itu, dan anehnya paling tidak salah satu dari mereka akan terbunuh atau terluka. Itu tidak diragukan lagi. Hari ini, mungkin giliranku, besok mungkin dia, selanjutnya mungkin orang lain. Lalu, kenapa pula bahagia?

Kekuatan utama Kazak adalah bahasanya yang sedap dibaca. Bagus banget terjemahannya, sampai-sampai pilihan kata menyatu dengan alam itu teresapi. Hidup akrab dengan alam, tidak menyakiti siapa pun, justru memberikan kebaikan kepada orang lain. “Kebun-kebun anggur juga diliputi kesunyian, namun desa-desa itu menjadi sangat hidup ketika senja datang.”

Adalah Olenin, bangsawan Rusia terhormat yang menjalankan tugas operasi militer di Kaukasus, sebuah wilayah abu-abu yang menjadi basis militer perbatasan. Di sana ia bergaul dengan warga lokal, orang-orang Kazak yang kasar, bengis, dan mengandalkan otot. Pergaulan itu mencipta cinta. Sama orang tua Eroshka yang berpengalaman di banyak perang, memberi contoh dengan masa lalu.

Sama induk semangnya yang dibanjiri hadiah, sebab orang kaya ngekos di pedalaman jelas dapat kehormatan. Sama sahabat pasukannya Lukasha, pemuda lokal yang semangat-semangatnya berjuang. Dan yang utama adalah sama gadis cantik bunga desa Maryanka, hati tuanya meronta-ronta, dalam tulisan-tulisannya begitu syahdu nan memuja kecantikan. “Menurutmu, dicintai itu sama hebatnya dengan mencintai, dan jika seorang lelaki mendapatkan cinta, maka itu sudah cukup untuk seumur hidup.”

Perangnya sendiri melawan gerakan radikal. Dan dalam satu gambaran, Chechnya adalah wilayah muslim, yang digambarkan bar-bar atau tar-tar, “Dikelilingi oleh para tentara dan suku-suku pengikut Muhammad yang setengah tak beradab.”

Dalam gambaran Leo, juga tersaji kepercayaan kritiani, dan juga hal-hal pamali. “Saat ada tongkat tergeletak seperti itu, jangan kau lintasi, tetapi berjalanlah mengitarinya atau lemparkan dari jalan setapak seperti ini, dan katakana ‘Bapa, Putra dan Roh Kudus’, dan dengan berkah Tuhan lanjutkanlah perjalanan, kau akan baik-baik saja. Itulah yang diajarkan orang tua kepadaku.”

Olenin melakukan pendekatan dengan cara aneh. Ia memberi hadiah kuda pada Luke (yang otomatis sebenarnya adalah pemuda pesaingnya), katanya, “Kadet yang tinggal di Elias Vasilich memberikan kuda seharga lima puluh rubel secara Cuma-Cuma, dia kaya.” Lalu sering menggoda Mary, bahkan pernah mencium pipinya. Padahal Mary dan Luke telah bertunangan, nanti saat panen raya selesai akan melangsungkan pernikahan. Dan dengan amarah memertanyakan cinta. “Kenapa kita tidak mencintai? Karena cinta tidak datang. Tidak, dicintai adalah kesialan. Sungguh sial ketika kita merasa bersalah karena tidak memberikan sesuatu yang tidak bisa kita berikan.”

Konyolnya Olenin, justru malah tertantang. Udah tahu sahabatnya mau nikah sama sahabatnya, bisa-bisanya masih menanyakan, “Apa kau mau menikahiku? Pernikahan tidak bergantung pada kita. Cintailah aku sungguh-sungguh Maryanka sayang.”
Dan dengan iseng Mary bertanya, nanti Luke mau dikemanakan?

Hal itu terjawab ketika perang meletus. Perang lokal melawan Chechnya itu berakhir tragis. Dan dengan itu muncul pertanyaan relavan? Apakah Olenin terlibat? Sesaat, Olenin pun merasa bahagia sekaligus gentar. Namun apakah cinta bisa dibentuk ulang? Apakah sejatinya kata-kata manis bisa mengubah pendirian seorang gadis? Atau justru membikin muak sebab ada ujung sebab lainnya? Kalian harus baca Kazak!

Sementara cerita kedua adalah pure cerita berbeda, lebih tipis. Sekadar detail serbuan, kehebatannya memang di prosa menawannya. Detailnya mengagumkan. “Ada seorang lelaki yang memiliki segala yang mungkin diinginkan seseorang – pangkat, kekayaan, kemasyuran. Dan sekarang pada malam menjelang pertempuran, di mana tak seorang pun bisa tahu berapa banyak nyawa yang akan melayang, lelaki itu menggoda seorang perempuan dan menjajikan minum teh keesokan harinya.”

Terakhir, banyak tulisan Olenin tentang cinta yang patut didiskusikan. Di sini ia adalah representasi Leo. Salah satu yang melankolis, “Cintaku tidak lahir dari perasaan galau karena kesepian dan hasrat ingin menikah, tidak pula cintaku ini platonis, apalagi cinta nafsu seperti yang pernah kualami. Aku hanya perlu melihat dia, mendengar dia, mengetahui bahwa dia dekat, dan jika pun aku tidak merasa bahagia, setidaknya aku merasa damai.”

Ini adalah buku ketiga Leo yang kubaca setelah Anne Karenina yang versi tipis, Kumpulan Cerita Pendek Terbaik (sayangnya belum ulas, kayaknya perlu baca ulang segera untuk ulas. Mumpung ingat), dan ini. Dan sudah cukup untuk kuberikan 5 bintang. Semoga semua buku Leo bisa kukejar. Ada rekomendasi bukunya yang bisa kukejar segera?

“Tabik! Sehat selalu untuk Anda sekalian.”

Kazak dan Penyerbuan | by Leo Tolstoy | Judul dalam terjemahan Inggris The Cossocks; The Raid | Penerjemah Wawan Eko Yulianto | Editor Damhuri Muhammad dan Sandria Komalasari | Desain dan ilustrasi sampul Hadi Sidarta | Tata letak Junaedi | Penerbit Jalasutra | Yogyakarta, Januari 2010 | xii + 376 hlm; 12 x 19 cm | ISBN 978-602-8252-26-3 | Skor: 5/5

Bandung, 220524 – Dinah Washington – Cry me a River

Thx to Daniel, DIY

Tinggalkan komentar