![](https://lazionebudy.wordpress.com/wp-content/uploads/2023/07/img_20230731_2128355889656708884871608.jpg?w=768)
“Lo tau kan, nyari ‘belahan jiwa’ itu memang nggak gampang. Mungkin sekarang belum saatnya lo pacaran…”
Ramalan. Ah, sebuah perkiraan, sebuah prediksi masa depan mau gmana. Sejujurnya saya tak tahu siapa Fudus Ororpus. Dewa Peramal dari Yunani yang terkenal adalah Orakel atau malah Apollo. Dan begitulah, seorang nenek-nenek muncul tiba-tiba di depan rumah kita, membawa bola Kristal, memberi ramalan kepada para penghuninya, dan booom… kehidupan mereka, atau tepatnya yang ramalannya jelek, berubah. Berubah kacau, sebab berusaha untuk menggagalkan prediksi jelek. Mencoba melawan nasib tak bagus. Bahkan, Jantungnya berdetak sangat kencang, detaknya bahkan sampai terdengar di telinga, saking takutnya ramalan buruk.
Enam bersaudara, cewek semua, mendapat kunjungan tamu tak dikenal. Ditawari minuman, dan dengan bola kristalnya meramal. Bukankah pembuka cerita yang absurd? Atau menggampangkan? Tenang, masalah menggampangkan alur, cerita remaja tentang cinta memang pusatnya. Dan ini salah satunya.
Mengambil sudut pandang, anak kelas 2 SMA Deryn yang apes, diramal jadi perawan tua. Kita diajak menjelajah kehidupan pelajar masa kini. Punya tiga kakak: Anne yang bulan Juli mau menikah, Juliet dan Bianca yang suka berantem. Salah satunya diramal bakalan dapat kerja setelah setahun lulus kuliah dan susah tembus.
Punya dua adik, kelas 2 SMP yang cerdas, suka ke perpus dan berkaca mata. Rosaline bahkan sudah punya pacar, sesama suka baca buku dan pandai dalam pelajaran. Dan adik kecil Shania kelas 1 SD yang punya diari, walau belum bisa disebut cinta, tapi benih suka dengan teman sekelas sudah ada, diberi boneka beruang. Duh! Betapa apesnya Deryn.
Besoknya, ia mencoba memilah para cowok sekolah yang potensial bisa digaet. Adalah Arden yang masuk radar, cowok kelas 2 tapi beda kelas. Sempat memberi senyum, tapi sialnya tak dibalas senyum. Deryn dalam kepanikan. Cara paling sederhana, kalau orang lain suka kita atau tidak adalah tulis surat. Nah, malam itu Deryn menulis surat cinta. Dengan debug khas remaja menghadapi potensi ditolak. “Yang kubutuhkan sekarang adalah rangkaian kata, bukan kumpulan kata yang terpisah-pisah.”
Melalui sahabat kentalnya, jagoan kita minta tolong disampaikan. Dan benar saja, saat di kantin surat itu diberikan, Arden kaget sampai keselek bakso. Namun misi itu selesai. Tinggal tunggu waktu, tunggu jawaban. Sehari, dua hari tak muncul. Seminggu, dua minggu tak ada. Ada apa ini? Maka dengan sisa-sisa keberanian, sepulang sekolah, Arden dicegat dan ditanya kenapa suratnya tak dibalas? Jawabnya sungguh menohok hati. Sang target bahkan tak mengenalnya, surat itu dikembalikan. Huhuhu… sedih. Dan dengan hati panas, ditanya kenapa pas diberi suratnya kaget dan gugup, kenapa tersenyum manis kala itu? Dan kenapa lainnya? Dan anggukan kepala setelah ditanya, senyum itu apakah untuk Micha. Sungguh menyakitkan.
Deryn dilema, ditengah hubungan. Micha sahabat baiknya memang tak pernah pacaran juga, tapi para cowok antri. Ia cantik, dan pemilih. Makanya lain soal. Kabar itu disampaikan, dan dibalas dengan ketus, Arden bodoh dan kepala batu. Jawaban itu melegakan, tapi malah jadi akar masalah lainnya.
Di mulut Micha bilang tak cinta balik, nyatanya beberapa hari kemudian sobat baiknya jadian sama cowok incerannya! Betapa sakit hatinya Deryn. Dengan gegas dan gegabah, ia memutuskan persahabatan. Sobat sejak kelas 3 SD ini, tetangga rumah, dan serta merta karena masalah cowok, diputus. Hufh… orangtua mengelus dada. Namun, ini menariknya. Hubungan itu timbul tenggelam, khas remaja yang galau masalah sepele. Dan dengan begitu, nasib Deryn jomblo masih berlanjut.
Kekhawatiran jadi perawan tua itu kalau dipikir lagi, terlalu lebai. Masih 16 tahun, belum pacaran. Santuy saja, dunia akan menghampiri bila kamu berusaha, bila kamu iqtiar. Dan plot novel lantas menggampangkannya. Dimunculkanlah Hayden Christensen. Apakah Ramalan Benar itu akan jadi benar?
Penggunaan panggilan lo gue juga mantab sekali. Khas anak kota metropolitan. Lancar dan begitu fasih. Pergaulan memang penting karena akan menentukan watak dan karakter kita. Sahabat kita adalah cerminan kita. Sempat berharap bakalan ditelaah lebih jauh si kutu buku teman sementara itu, sayangnya hanya jadi pelampiasan pas kesal saja. Potensial padahal. Nyaman saja menyaksi anak pendiam yang tak banyak tingkah.
Ini adalah rangkaian buku kiriman dari Ms Dhika di Yogyakarta akhir tahun lalu. Dari 10 buku, baru dua yang kubaca ulas sebab lebih nyaman dan mudah mengambil fiksi, apalagi fiksi remaja, bacanya santuy (seolah tanpa mikir), ndelujur saja tak perlu kening kerut, dan cepat selesai. Terbukti, Ramalan memang pernah coba kubaca April lalu, berhenti sekitar 40an halaman. Semalam, setelah cuci baju manual (mesin cuci rusak), selepas Magrib kubaca ulang dari awal, sambil tiduran biar pegalnya hilang, di depan kipas karena cuaca Karawang yang panas, dan musik jazz. Dan benar saja, tak sampai dua jam selesai. Bacaan ringan seperti ini memang gampang. Tak perlu catatan, atau mikir jauh hari. Endingnya ketebak, alurnya sederhana, remaja dengan masalah tak besar.
“Lo tuh bokis banget, Ryn…” ada satu kalimat ini, setelah Micha menimpali kalimat lebai Deryn. Bokis. Anak zaman now sepertinya sudah tak tahu arti kata itu. Kata bokis tenar tahun 1980-an. Saya generan 90-an aja mendapat sisa artinya. Dan tahun 2000-an masih dipakai? Hehe… bohong!
Sekali lagi, bukti saya lahap segala jenis bacaan, segala genre. Buku seperti ini memang terkhusus untuk remaja, sudah tak cocok dibaca om-om. Konfliksnya terlampau sederhana, yang dikhawatirkan cinta, dari keluarga kaya. Makan di resto, naik taksi hanya untuk ke rumah teman, memanggil dokter pribadi ke rumah hanya karena pingsan, kaget asmara versus teman, sampai acara pernikahan yang mewah, memesan pakaian khusus, pernikaha di gedung, dst. Jelas ini adalah masalah cinta untuk remaja kalangan menengah ke atas. Tak cocok untuk jelata, yang buat jajan saja kudu nabung, makan indomie tiap malam atau pakai baju yang itu-itu saja. Bukan, bukan iri, hanya tak relate aja.
Dunia remaja yang bebas, merdeka. Belum kena cicilan rumah.
Ramalan Fudus Ororpus | by Julia Stevanny | GM 312 05.020 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Jakarta, Juli 2005 | ilustrasi dan desain sampul http://www.loremipsumdesign.net | 224 hlm; 20 cm | ISBN 979-22-1481-X | Skor: 3/5
Karawang, 310723 – Abbey Lincoln – Brother, Can You Spare a Dime?
Thx to Dhika, DIY