Raden Ajeng Kartini #28

“Wanita jangan sekali-kali mau dipaksa kawin. Bagaimana seorang wanita akan sayang kepada seorang laki-laki kalau sebelumnya ia belum pernah kenal. Bahkan banyak wanita yang tidak mengenal sama sekali calon suaminya.”

Buku seri pahlawan yang sistematis. Mudah dibaca, mudah dipahami, ke poin-poin pentingnya saja. sekalipun sudah sangat terkenal, masih ada beberapa hal yang baru kutahu. Seperti beasiswa Kartini yang didapat dari Belanda tidak jadi diambil, tapi pernah menyarankan kepada pemuda bernama Agus Salim dari Sumatra. Walaupun Agus Salim sendiri tak tahu beasiswa tersebut. Yeah, seperti yang kita tahu, Agus Salim akhirnya menjadi orang hebat dalam proses kemerdekaan RI. Atau fakta Kartini juga menelurkan buku tentang ukir yang menjadi ciri khas Jepara. Jadi ini buku kecil yang laik untuk dibaca ulang atau dibacakan untuk anak.

Seperti yang kita tahu Kartini mati muda, di usia 25 tahun. Usia menggebu untuk perjuangan. Buku ini banyak menyoroti perjuangan, terutama dari usia 12 tahun saat dipingit, disiapkan untuk jadi istri bangsawan, pergolakan dalam pendidikan, sampai akhirnya menikah dengan penjabat Adipati Rembang Djojodiningrat, dan sayangnya tak lama sebab tahun 1904 beliau meninggal dunia setelah melahirkan putra pertama RM Susalit. Legacy-nya banyak dan laik disebut pahlawan. Saya menyoroti efek perjuangannya, poin semangat, dorongan, dan praktiknya mendirikan sekolah gratis untuk perempuan. Perjuangannya Salute!

Saya kutipkan satu paragraf tentang pendidikan, “Pendidikan akan membawa pelita pada dunia wanita Indonesia yang masih hidup dalam dunia kegelapan. Kartini mempunyai cita-cita untuk belajar sungguh-sungguh agar ia kelak dapat mengajar dengan baik. Mendidik adalah suatu pekerjaan yang mulia.”

Di akhir buku ada sejenis ringkasan riwayat hidup RA Kartini dari lahir, remaja, muda, dewasa, meninggal dunia, dan warisannya. Benar-benar sistematis yang dulu tentunya sangat berguna, sebab Wikipedia belum menyediakan. Untuk zaman ini mungkin sekadar tahu dan harap maklum bakalan banyak kaum muda tak membaca buku ini karena dirasa lebih praktis di internet. Sah-sah saja, sebab era memang sudah berganti. Namun untuk kolektor seperti saya, jelas ini worth it untuk dipajang di rak untuk suatu hari kubaca lagi.

Setiap tanggal 21 April diperingati sebagai hari Kartini dengan pakaian adat banyak orang Indonesia tak hanya perempuan, juga lelaki untuk mengenangnya. Sebuah lagu terkenal juga dicipta dan berulang dinyayikan sebagai bukti kasih kita menghormati Kartini. Tugas kita semua untuk memastikan kaum perempuan mendapat pendidikan yang laik, dan berkualitas. Di era terbuka dan digital ini, pendidikan gratis memang tersedia tapi apakah sudah benar-benar kualitas? Faktanya banyak orang lebih memilih menyekolahkan anaknya di swasta yang tak hanya bayar, tapi bayar sangat mahal. PR kita masih sangat banyak kalau bicara pendidikan. Sangat teramat banyak. Entah di masa salahnya, para menteri yang hebat-hebat itu sudah gonta ganti, ide-ide cemerlang, usulan wow, tapi di lapangan masih sulit diaplikasikan. Korupsi menjamah ke dunia pendidikan pula, berat sekali tugas generasi mendatang. Perjuangan Kartini untuk dapat memastikan anak-anak perempuan untuk dapat pendidikan ya, berhasil, tapi untuk kualitas masih jauh.

Sebelum saya tutup, beasiswa sekolah Kartini sebesar 4.800 f. Angka yang untuk saat ini terasa kecil, tapi 1 abad yang lalu besar sekali. Sayang tak sampai berangkat ke Belanda. Sayang lagi di tahun 1908, saat Boedi Oetomo lahir, Kartini tak bisa menjadi bagian itu secara langsung. Saya hanya bisa mengandai-andai saja. Terima kasih.

Seri Pahlawan: Raden Ajeng Kartini | by Drs. Mardanas Safwan; Sutrisno Kutojo | 006 – PD – PM | Penerbit Mutiara Sumber Widya | Penabur Benih Kecerdasan | Penyunting bahasa Drs. M. Jaruki | Pewajah Kulit DEA Advertising | ISBN 979-9331-17-x | Cetakan pertama: 1985 | Edisi Revisi Januari 2001 | Skor: 3/5

Karawang, 280624 – Nat King Cole – Night Light

Thx to Jojo Merdeka, Jkt

Tinggalkan komentar