Do Androids Dream of Electric Sheep? #12


“Asal tahu saja, seisi Mars kesepian. Jauh lebih kesepian daripada ini.”

Ingat sekali saya beli buku ini pas pemilu 2019, dengan tangan tertanda tinta dapat diskon. Antusiasme tinggi sebab ini terbitan lokal pertama Phillip K. Dick oleh penebit major pula. Nama K. Dick sudah sangat akrab sama penyuka film-film sci – fi lama, terutama jelas karena adaptasi sukses Blade Runner.

Membacanya pun antusias, bahkan sampai kubaca di mal Depok saat nyupir acara keluarga. Dibaca di mal, menunggui Hernione dan Arji main timezone.

Ini novel impian, walau filmnya belum kutonton, tapi sekuelnya justru sudah tuntas. Dunia masa depan yang mengerikan, dunia post-apocalyptic dimana manusia sudah diungsikan ke dunia luar. Dunia sudah porak poranda setelah perang nuklir, banyak binatang punah, manusia dan makhluk hidup lainnya bisa diadopsi dari barang elektonik (disebut android). Sudah tak bisa dibedakan mana manusia asli mana android. Untuk mengetahui bahwa itu bukan manusia ada dua tes: Tes Empati Voigt-Kampff, “Fungsi skala Voight-Kampff itu untuk menilai tingkat afeksi.” Dan analisis tulang sumsum.

Kisahnya mengambil sudut pandang, pertama adalah Rick Deccard seorang pemburu hadiah yang kesepian. Ia ditugaskan memburu android model lama Nexus-6 yang melarikan diri. Rick digambarkan ingin sekali memiliki binatang peliharaan asli, bukan android, yang mahal sekali. Di dunia itu, menanyakan binatang itu asli tidak adalah sebuah ketidaksopanan. Bertanya, “Apa dombamu asli?” merupakan pelanggaran tata krama yang lebih serius daripada menannyakan apakah gigi, rambut, atau organ-organ dalam seorang warga lulus tes autentisitas.

Sebuah asosiasi Rosen memproduksi android untuk melayani manusia di koloni Mars. Nah, android pemberontak membunuh para pemiliknya, itu kabur ke bumi agar tidak terdeteksi manusia, mereka membaur, Rick mengejar mereka. Kisah berkutat di situ sepanjang cerita, mempertanyakan moral dan empati manusia sejauh mana. “mengukur pelebaran pembunuh kapiler di area wajah.

Kita tahu bahwa reaksi seperti ‘malu’ atau ‘merona’ atas pertanyaan yang menggegerkan secara moral adalah respons otonom primer yang tak bisa dikendalikan secara sadar.
Kedua sudut John Isidore, pria yang memiliki IQ di bawah standar yang membantu android kabur. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Ada temuan fantastis yang disebut Mercerisme, menggunakan ‘kotak empati’ yang bisa menghubungkan manusia dengan realitas virtual. “Kipple adalah barang tak berguna, seperti surat sampah, kotak korek api yang isinya sudah habis, bungkus permen karet, atau homeokoran kemarin…. Tak ada yang bisa menang melawan kipple, kecuali sementara saja dan mungkin di satu lokasi.

Misalnya di apartemenku, aku sudah menciptakan semacam kesetimbangan antara kipple dan non-kipple untuk sementara ini. Tapi, pada akhirnya aku akan mati atau pergi dan kemudian, kipple akan kembali berkuasa. Itu adalaj prinsip universal yang berlaku di seluruh semesta, seisi semesta bergerak menuju kondisi total yang didominasi oleh kipple absolut. Kecuali pendakian Wilbur Mercer, tentu saja.”

Di segala zaman, pria bekerja untuk membahagiakan istri. “Hidupku adalah cinta dan kesenangan.” Kata istrinya. Rick pun sama saja, istrinya Iran ingin punya binatang asli, atau kalaupun tidak, yang mendekati asli. Harganya sungguh mahal. “Robot humanoid sama seperti mesin mana saja, perimbangan antara untung dan ruginya bisa berubah dalam sekejap….”

Satu lagi peristiwa menarik yang dia nanti-nantikan selagi berdiri di sini, di ruang tengah acak-acakan seorang diri beserta kesunyian duni mahadahsyat yang merasuk tak putus-putus.

Kini sesudah rasa takut si gadis surut, sesuatu yang lain muncul dari dirinya. Sesuatu yang lebih janggal. Dan pikir Isidore, tercela. Aura yang dingin. Seperti, pikir Isidore embusan napas dari kehampaan di sela-sela dunia-dunia berpenghuni, atau mungkin malah hawa dingin yang berasal bukan dari mana-mana.

Tapi Mencer, renung Isidore, bukanlah manusia, melainkan entitas ideal dari bintang-bintang, yang dituangkan ke kebudayaan kita berdasarkan pola kosmis. Berdasarkan pengalamnnya sejauh ini, keluarga Rosen adalah kabar buruk. Dan akan senantiasa seperti oti, apa pun niat mereka. “Android tidak peduli akan nasib android lain, itulah salah satu indikasi yang kami cari.”

Rick malah menemukan banyak hal janggal dalam pengejaran. Seolah android buruan itu bisa berpikir. “Menakjubkan bahwa indra keenam kita seolah-olah terpupuk begitu berkecimpung di bidang ini. Aku tahu sebelum membuka pintu kantor bahwa dia akan menembakku. Sejujurnya aku terkejut dia tidak membunuhmu selagi aku di atas.”

Juga tinggal menanti maut karena kalaupun Rick gagal menghabisi mereka, akan ada pemburu bayaran lain. Roda-roda waktu, pikir Rick. Siklus kehidupan. Berakhir seperti ini, pada senja kala. Kemudian hening, ditelan maut. Tamatlah semesta kecil, pikir Rick.

Bagaimana rasanya punya anak? Sebaliknya, bagaimana rasanya dilahirkan? Kami tidak dilahirkan, tidak tumbuh dewasa. Alih-alih meninggal karena sakit atau usia lanjut, kami menggelepar saja seperti semut. Lagi-lagi semut, kita memang seperti semut.

“Mercerisme, menyatukan para lelaki dan perempuan di seluruh Tata Surya menjadi entitas tunggal, yang dipansu oleh suara telepatis seorang ‘Mercer’.”

Karena saya sudah nonton film Blade Runner 2049, banyak sekali kemiripannya. Alurnya di mula sangat mirip, termasuk ekspresi Ryan Gosling dengan istri virtualnya. Ciamik pisan. Ini jelas karya penting, abadi. Sudah setengah abad dan masih bertahan untuk dibicarakan. Saya sendiri baru menemukan 2 buku K. Dick, sangat jarang diterjemahkan, atau memang hanya 2 saja? Entahlah. Padahal buku bagus, futuristic yang menggelitik. Semoga makin banyak karya K. Dick dialihbahasakan. Saya yakin bakalan jadi cult.

Do Androids Dream of Electric Sheep? | by Phillip K. Dick | Copyright 1968 | Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia | KPG 59 19 01631 | Cetakan pertama, Maret 2019 | Penerjemah Reni Indardini | Penyunting Anida Nurrahmi | Perancang sampul Leopold Adi Surya | Penataletak Teguh Tri Erdyan | xi + 281 hlm; 13.5 x 20 cm | ISBN 978-602-481-128-0 | Skor: 5/5

Untuk Maren Augusta Bergrud (10 Agustus 1923 – 14 Juni 1967)

Dan aku masih bermimpi dia menjejak rumput, berjalan bak hantu di atas embun | tertembus oleh nyanyian bahagiaku. – Yeats

Karawang, 150624 – Miles Davis – Milestones

Thx to Gramedia Karawang