Rumah Boneka

“Mencintai Anda dengan begitu besarnya lebih daripada orang lain. Apanya yang kejam?”

Buku sandiwara lagi. seperti Menunggu Godot yang begitu hidup, buku ini begitu berhasil membuat pembaca begidik. Ingat, ini adalah buku sandiwara dengan kekuatan ngobrol sepenuhnya. Tokohnya ada delapan + tiga anak, sejatinya hanya lima yang meninjol. Tolvard Helmer sang suami; Nora istirnya; Dokter Rank, dokter keluarga yang sudah dianggap saudara sendiri karena sering ikut pesta dan makan malam; Nyonya Linde, teman lama Nora yang hadir setelah lama berpisah; dan Nils Krogstad, seorang petugas bank yang jahat. Semuanya diaduk di ruang tamu keluarga Helmer. Dan sungguh memikat, hanya dari kata-kata, kita turut tegang, dan pilu.

Terbagi dalam tiga babak, dipisahkan hari. Semuanya di rumah Helmer. Kisahnya bermula Nora pulang berbelanja untuk keperluan Natal, masuk rumah dengan pembantunya, dan meminta menyimpannya agar tidak dilihat anak-anak hadiahnya. Lalu muncul sang suami Tolvard yang begitu mencintai istrinya sampai dipersonifikasikan seperti burung murai, tupai, bahkan sepertui sang boneka. Memang Nora snagat cantik. Pintar bernyanyi dan menari, pandai berdandan. Suka belanja, istri yang dimanja. Delapan tahun pernikahan, tiga orang anak.

Nora tampak boros berbelanja, ditegur (dengan halus) bahwa uangnya tak banyak, ia akan naik jabatan di tahun baru sebagai manajer bank, Nora dengan gaya ngeles, nanti uangnya juga pasti ada kan, bisa pinjam dulu, bisa ditalangi alokasi biaya lain, dst. Suaminya memang tak marah, ia nurut saja, ia begitu memuja Nora. Tolvard itu begitu tergila-gilabya kepada Nora sehingga ia menginginkan dia hanyalah baginya semata-mata, seperti yang ia katakana. Bukan hanya memperoleh yang kita perlukan saja, tetapi tumpukan dan tumpukan uang. “Sungguh menggembirakan, suamiku diangkat, menjadi manajer bank.”

Nyonya Linde lalu hadir, teman semasa sekolah ini pindah kota untuk mencari pekerjaan. Janda tanpa anak ini seperti iri sama Nora. Setelah mengabdi kepada keluarga, ia kini sebenarnya sudah bebas, kedua adiknya sudah mentas, ia tak punya tanggungan orangtua lagi, tak bersuami dan taka da buntut. Ia ke kota ini untuk memulai petualang baru. Setelah bergosip ria, masuklah ke masalah serius. Ia akan dibanti Nora untuk kerja di bank yang dikepalani suaminya. “Aku tidak tahan untuk hidup tanpa pekerjaan. Seluruh hidupku, sepanjang yang dapat kuingat, aku telah bekerja, dan itu merupakan satu-satunya kesenangan dan kebanggaanku.”

Sementara dokter Rank yang sudah tua, mengeluhkan sakit pinggang dan kini di masa tua bangkrut menjadi penengah kasih. Beberapa waktu yang lalu ia telah memeriksa keadaan ekonomi rumah tangga. Bangkrut! Sempat terbesit sebuah paradoksial, ialah impian Nora sebab Nora keceplosan bilang: “Kemudian aku duduk di situ dan membayangkan adanya seorang lelaki tua yang kaya telah jatuh cinta padaku. Bahwa ia kemudian meinggal dan ketika surat wasiatnya dibuka, isinya tertulis dengan huruf-huruf yang besar memerintahkan: “Kepada Nyonya Helmer yang cantik harus segera diserahkan segala yang aku miliki secara tunai.” Namun, tak seserhana itu.

Nah, masalah muncul saat Nils Krogstad datang ke rumah ini. ia mencari Helmer, tapi sedang keluar. Maka ia berbincang dengan Nora, mengenai kemungkinan minta tolong agar dipertahankan. “Nyonya Helmer, sudikah kiranya Anda berbuat baik untuk menggunakan pengaruh Anda demi keperluanku?”

Dan masa lalu dkuak. Betapa Nora melakukan kejahatan, ia bisa saja dipenjara karena kasus ini. dan yang tahu kasus ini hanya Krogstad (lalu Linde, sebab dicurhati). Tarik ulur kesepakatan, negosiasi situasi, hingga ancaman diapungkan. Keluarga harmonis ini terancam, padahal di muka tampak cerah dengan jabatan menterengnya. Apakah berhasil dipertahankan? Atau runtuh bak banguan renta dan rapuh?

Keluarga ini lapisan luar tampak bahagia. Perjuangan membangunnya penuh dedikasi. “Tetapi di tahun-tahun pertama ia harus bekerja melampaui batas. Lihat, ia harus mencari uang dengan berbagai cara, dan ia bekerja sejak dini hari sampai larut petang, tetapi ia tidak dapat bertahan dan jatuh sakit, dan para dokter mengatakan bahwa baginya sangat perlu untuk pergi ke daerah selatan.”

Namun setelah berlembar-lembar kita tahu kerapuhannya. Pertama Nora itu perempuan manja. Cantik dan memandang seolah dunia ini indah-indah saja. “Kau ini masih seperti anak kecil.” Kata Linde. Dan Nora marah, maka membalasnya, “Bahwa aku ini hidup tanpa mengenal dunia yang penuh persoalan.” Dari sanggahan itulah, kata-kata menguar, dan rahasia diungkap.

Sanggahan penting pertama adalah, saat Helmer sakit parah dan harus ke selatan, Nora bilang dapat uang dari ayahnya untuk berobat. Padahal ayahnya tidak memberikan satu shilling pun, dan Noralah yang mencari uang itu. Dari mana? Berutang! Parahnya tanpa sepengetahuan suaminya. Kok bisa? Segi baiknya punya sesuatu sebagai simpanan. Ia berdalih, “Nanti apabila Torvard sudah tidak begitu memperhatikan aku lagi seperti sekarang ini.”

Kemudian ia telah bekerja keras agar bisa menutupi, menentukan jalan yang lain untuk memperoleh uang. Musim dingin yang lalu merasa beruntung mendapatkan pekerjaan menyalin yang banyak sekali. Namun tidak akan tertutup sepenuhnya. Kemarahan mencuat, dan arti cinta diperuhkan. “Kau tidak pernah mencintaiku. Kau cuma pikir sebagai sebuah kesenangan untuk mencintaiku.”

Kerapuhan kedua, seorang ahli hukum bernama Krogstad, menderita penyakit akhlak-lah aktor peminjam kala itu. Secara umum, pinjaman sah-sah saja. Namun ada sebuah kesalahan. Ada pemalsuan, ada kecurangan dalam sepekatan. Dan itu sungguh berat. Pinjaman uang sebesar dua ratus lima puluh pound bisa jadi bola salju yang menyapu banyak hal yang dilewatinya. Sekali badai di rumah itu sudah terhenti, ia punya sepucuk surat untuk sang suami dalam saku baju. “Apabila aku kehilangan jabatanku untuk kedua kalinya, Anda juga akan kehilangan yang Anda miliki, bersama aku.”

Kerapuhan ketiga, Nora yang manja begitu tampak taat, tapi tidak. Contoh dalam mendidik anak, tak boleh ada macaroon, gula-gula, permen, makanan di rumah. Itu adalah makanan dilarang. Nyatanya, sering berdalih, sering melonggarkan aturan, dan sering dinikmati secara sembunyi. Istri yang melawan, tapi tak secara langsung.

Keempat, sang suami. Ternyata ia memiliki sisi egoism tinggi. Dan itu sangat melukai. “Karena lingkungan dengan suasana penuh kebohongan itu akan menular dan meracuni seluruh kehidupan di rumah, setiap helaan napas yang diisap anak-anak di dalam rumah macam begitu itu adalah penuh dengan bibit-bibit kejahatan.”

Semua orang memang tak pernah siap menemui kata pisah, memeluk kehancuran. Hiks, “Kasihan, kawan tuaku. Tentu saja saku tahu bahwa memang dia tak akan lama lagi bersama kita. Tetapi mengapa begitu cepat! Dan begitu ia akan menyembunyikan diri seperti binatang yang terluka.”

Malam Tarian Tarantella menjadi puncak cerita, dan endingnya keren banget! Tak menyangka sang boneka melawan. Rumah itu dipertaruhkan. Rumah boneka yang malang. Jadi apa definisi bahagia? “Tidak, aku tidak pernah merasa bahagia. Aku pikir memang begitu, tetapi sesungguhnya tidak pernah begitu.

Rumah Boneka | by Hendrik Ibsen | Diterjemahkan dari A Doll’s House | Penerjemah Amir Sutaarga | Ed. 1, 2007 | vii + 156 hlm” 11 x 17 cm | ISBN 978-979-461-132-6 | Penerbit Yayasan Obor Indonesia | Edisi pertama: Mei 1993 | Edisi kedua November 2007 | YOI 174.11.15.93 | Desain sampul T. Ramadhan Bouqie, Jean Kharis Design Graphic | Skor: 4.5/5

Karawang, 160922 – Charles Mingus – Self Portrait in Three Colors

Thx to Dede H, Bdg