Ruby Sparks – Writer’s Block Imagination

image

Calvin: Ruby Sparks. “Twenty six years old. Raised in Dayton, Ohio.”

Tahun 2009 saya membuat daftar 100 Film Paling Berpengaruh Sedunia. Nomor satu – kalau kalian ingin tahu, adalah Little Miss Sunshine. Kejutan? Bagi yang sudah mengenal saya pastinya ini sebuah kejutan, karena sang juara bukan dari film dengan budget raksasa, bukan film summer yang menggelegar atau film-film berat kelas Oscar. Sebuah film indie. Kenikmatan dalam menonton film bisa didapatkan dengan segala syarat di film yang dibuat oleh duo Jonathan Dayton – Valerie Faris. Abigail Breslin masih imut, dikelilingi sekumpulan orang stress dalam perjalanan panjang menuju klimak cerita.

Nah film terbaru yang saya tonton semalam dibuat oleh duo tersebut. Dalam poster dengan mentereng menulis ‘From director of Little Miss Sunshine’, bukti bahwa film ini mengagumkan sehingga dijual. Dari grup film yang rata-rata bilang ini film bagus, dari Wewa teman kerja yang bilang ini film keren, dan dari dia juga saya mendapat copy file filmnya. Oiya, hari ini (29/7), kebetulan Wewa mundur dari NICI sehingga perpisahan yang semalam harusnya nonton Ghostbuster dirubah jadi makan-makan di Resto Kita. Yah, harusnya film tersebut yang akan dikenang sebagai farewell dia, eh malah si Ruby ini yang saya tonton setelah sampai rumah.

Filmnya ternyata biasa. Mungkin karena ekspektasiku yang ketinggian. Mungkin karena terlanjur kepalaku dijejali review yang bilang bagus, sehingga ketika akhirnya Scott dalam pelukan Ruby yang saya rasakan malah kehambaran.

Too good to be true, adalah kalimat pertama yang terlintas ketika film usai. Walau mungkin film ini terdengar romantis, ide memunculkan seseorang dari buku bukanlah ide baru. Dalam Inkheart saya sudah menjelajah dunia literasi dimana tokoh-tokoh fiktif bisa keluar dari buku dan ‘real’ di depan kita. Bedanya di Tinta Emas, sang tokoh keluar dengan cara dibaca, nah di Ruby keluar setelah dicipta dalam proses mengarang. Kisahnya Calvin Weir-Fields (Paul Dano) adalah seorang penulis muda berbakat yang sukses menerbitkan novel perdana yang digandrungi. Dirinya adalah jomblo akut, anti-sosial, berkonsultasi ke psikiater Dr. Rosenthal (Elliot Gould) dan menceritakan kehidupannya dengan gamang. Kakaknya Harry (Chris Messina) selalu mencoba membantunya keluar dari bayang-bayang kesendirian. Pernah berpacaran dengan Lila (Deborah Ann Woll), seorang gadis yang awalnya terlihat ideal namun putus juga karena egoism Calvin.

Calvin sedang proses penulisan buku keduanya. Ia mengetik masih dengan mesin ketik, cerita terbaru yang dibuatnya tentang seorang gadis cantik asal Dayton, Ohio. Bertemu dalam mimpi. Bermasalah dengan keluarga, kehidupan pribadinya penuh gejolak. Namun dibuat ideal sebagai pasangan Calvin. Adegan pembukanya sendiri memperlihatkan Ruby Sparks yang kehilangan sepatu dan menyapa sang penulis sehingga terbangun. Kesokan harinya Scott –anjing nyeleneh yang namanya diambil dari Penulis F. Scott Fitzgelard – membawa sepatu tersebut. Berikutnya dia bermimpi lagi, kali ini kutangnya ada di laci meja. Calvin masih bingung, bagaimana benda-benda itu bisa ada di sana. Nah puncaknya suatu malam, antara mimpi dan nyata ia duduk di pinggir kolam bercengkrama dengan Ruby sampai menuntaskan dahaga cinta. Keesokan harinya, tiba-tiba Calvin mendapat telepon untuk segera ke kantor. Dengan ketergesaaan, ia berbicara sambil bergegas dan tadaaaa…. Ruby ada di dapur sedang memasak telur. Menyapa dan bilang betapa menyenangkannya semalam. Tentu saja Calvin shock. Tokoh rekaannya muncul di hadapan, apakah ini halusinasi? Seperti orang sakit jiwa. Ruby lalu ingin ikut keluar, linglung dalam perjalanan ia sesekali melirik ke sampingnya, dia meyakini Ruby hanya imaji.

Sampai akhirnya saat Calvin dan makan di café dengan cewek lain, Ruby mendatangi dan marah-marah karena Calvin selingkuh. Si cewek ternyata juga bisa melihat Ruby. Waaa…. kaget. Ruby ternyata asli, tercipta real. Betapa bahagianya. Pacar idaman itu nyata. Karena Ruby adalah tokoh rekaan yang sesuai keinginan Calvin tentu saja sangat cocok, awalnya. Adegan ketika pertama berkenalan dengan Harry bisa jadi adalah salah satu yang terbaik. Mengetes dengan Bahasa Perancis, caranya setiap Calvin menulis di kertas yang akhir draft novel semua yang diketiknya tentang Ruby menjelma nyata. Luar biasa. This is insane.

Dikenalkannya sang pacar ke ibu dan ayah tirinya di Big Sur. Porsi menit aktor sebesar Antonio Banderas dan Annete Bening sayangnya kecil. Segalanya berjalan lancar sesuai rencana. Ruby yang seorang pelukis sangat cocok sama calon mertua, cieee. Ya iyalah, lha yang ditulis Calvin yang bagus-bagus sesuai kriteria cewek idealnya. Namun masalah sebenarnya muncul sekembali ke apartemen. Ruby mulai bersosialisasi. Mengikuti kelas seni, pergi ke klab malam bersama teman-teman, ngopi di kafe. Kehidupan baru Ruby membuat Calvin kesepian, dan iri. Malam itu, malam ketiga dirinya sendiri ia memutuskan merubah sifat Ruby. Ingat, setiap yang diketiknya menjadi nyata. Enakmen yo. Merubah Ruby jadi mencinta, sangat mencinta Calvin sehingga tak mau jauh. Merubahnya lagi jadi Ruby is Ruby. Pokoknya Calvin seperti memiliki kekuatan gaib yang bisa membentuk karakter pasangan sesuka hati. Sayangnya memang tak semua berjalan sesuai harapan. Apa yang terjadi?

Well, eksekusi endingnya standar sekali. Tak banyak kejutan. Dasar film memang komedi romantis, namun tetap tak harus happy ending kan? Buku legendaris Catcher in the Rye karya JD Salinger disebut. Buku yang brilian tentang seorang pemuda galau yang isi kepalanya revolusioner. Bisa jadi inspirasi utama film ini adalah buku karya Salinger. Di Catcher segalanya hanya imaji. Hanya bayangan Holden Vitamin Coulfield. Di Ruby jelas mewujudkan apa yang ada di kepala keluar. Beberapa Penulis besar jua disinggung. Trivia menarik.

Naskahnya ditulis sendiri oleh Zoe Kazan, pemeran Ruby. Tak heran, Zoe mempunyai darah orang-orang hebat di balik layar. Kakeknya Ella Kazan menulis film klasik On The Waterfront, ibunya Robin Swicord menulis naskah The Corious Case of Benjamin Button – duh jadi ingat buku F. Scott Fitzgelar ini, siapa yang pinjam ya? Belum dibalikin woy! Ayahnya Nicholas Kazan menghasilkan Reversal of Fortune. Zoe adalah pacar asli Paul Dano sehingga chemistry mereka bagus. Paul Dano, aktor nyentrik ini memang favorit memerankan karakter aneh. Di Little Miss dirinya tak punya dialog, sampai akhirnya di penghujung cerita menjerit tak terkendali. Di sini ia sekaligus menjadi produser. Waaa… curang ya. Ntar kalau punya duit saya mau memproduseri film dengan saya sebagai pemain utama Lazio yang mencetak gol tunggal kemenangan ke gawang Roma. Biarin!

Bisa jadi film yang rilis 2012 akan dikenang unik untuk 10  atau 20 tahun lagi. Namun bagiku film ini bagiku terlalu manis. Please, jangan bandingkan dengan kehebatan masterpiece Little Miss, jauh. Sangat jauh.

Ruby Sparks | Year 2012 | Director Jonathan Dayton, Valerie Faris| Screenplay Zoe Kazan| Cast Paul Dano, Zoe Kazan, Chris Messina, Annete Bening, Antonio Banderas, Toni Trucks, Aasif Mandvi | Skor: 3,5/5

Karawang, 300616 – Michael Learn To Rock – Strange Foreign Beauty

(review) A Cup of Tea For Writer: Curhatan Penulis Merangkai Karya

Gambar

Sabtu, 11 Januari 2014 saat ada ajakan dari CISC Karawang untuk nonton bareng sepak bola EPL antara Chelsea vs. Hull City di Karawang Central Plaza saya iseng ke toko buku ketika jeda pertandingan. Sebenarnya sih sedang mencari bukunya JK Rowling (pakai nama samaran si Richard itu tuh) yang baru, tapi berhubung belum ada maka penjelajahanku mengantar pada sebuah buku motivasi buat nulis, terbitan Stiletto. Yang menjadi magnet untuk membelinya adalah cover yang simple dan tulisan back cover yang mengintimidasi. “Belakangan ini, menulis terdengar sangat seksi. Begitu banyak orang yang ingin menjadi penulis. Motivasi mereka pun beragam. Dari mengisi waktu senggang, ingin terkenal, hingga mencari nafkah. Impian untuk menjadi seterkenal JK Rowling pun melambung. Terkenal, royalty melimpah, tulisan difilmkan, diterjemahkan ke berbagai bahasa, dan seterusnya. A cup of tea for Writer membagi semangat itu pada para pembaca. Semangat itu akan menyala di hati, menerangi. Menghangatkan. Selamat membaca sambil menikmati secangkir teh Anda.”

Nasehatnya kujalakan, dengan segelas teh porsi  besar akhirnya saya menikmati buku kumpulan kisah inspiratif para penulis Indonesia. Dengan cuaca hujan yang saat ini lebih sering menyapa, saya membaca kisah-kisahnya dengan tempo cepat. Saya ingat, waktu itu saya iseng twit sebelum membacanya. Seperti biasanya saya selalu sharing sama teman-teman di media social bacaan apa yang sedang kunikmati. Tak ada sehari saya kelar membacanya.

Buku ini berisi 20 kisah (curhat) para penulis baik senior ataupun yunior, mulai dari awal mereka membangun karya. Dengan rincian: 14 penulis terpilih sebagai kontributor, 4 penulis tamu (Reda Gaudiamo, Ika Natasah, Ollie, dan Dian Kristiani) serta 2 penulis editor Stiletto (Triani Retno A dan Herlina P Dewi). Benar-benar perjuangan (mayoritas) meraka dari awal. Kisahnya ditarik dari basic bahkan ada beberapa cerita yang menariknya sampai saat masih Sekolah Dasar. Senang susahnya menerbitkan karya perdana, pertentangan dengan keluarga akan profesi yang tak menjanjikan sebagai penulis, teror calon penulis yang tak lolos seleksi, sampai nasehat harus bermental baja karena akrab dengan kata penolakan dari penerbit. Banyak bertebaran kata-kata mutiara sebagai penyemangat bagi yang berniat menjadi penulis.

Beberapa kalimat yang menembak hati saya adalah:

“Aku berusaha mempertahankan keikhlasan dalam menjalani kehidupan. Yang kuyakini hingga saat ini adalah jika aku mengejar kekayaan, aku akan hancur. Namun jika aku menjalani semuanya dengan ikhlas dan mensyukuri sekecil apapun yang kudapatkan, aku akan memperoleh lebih banyak hal besar untuk kusyukuri. Hidup adalah rangkaian proses yang tak ada habisnya. Begitu pula dengan dunia menulis. Ada proses yang harus kulalui. Di sinilah aku pada akhirnya. Aku bukanlah penulis. Aku hanya seseorang yang merangkai impian melalui jalinan kata indah yang tak akan ada habisnya. Aku mencandu kata-kata, aku akan terus berada di dalam dunia kata hingga kelak aku berkata pada dunia bahwa aku pernah ada.” (Monica Anggen)

“Ketika kau tak bisa mengucapkan sesuatu, tidak usah takut karena kau masih bisa menulisnya. Lakukan sekarang dan kau akan merasa lega.” (M. A. Sitanggang)

“Touching lives with words. Sounds superficial and cheesy, but sometimes it’s happen, and when it’s does, I’m flattered” (Ika Natasha)

“Pada akhirnya hidup adalah memilih dan memilah. Meniatkannya dengan kuat, meyakininya sepenuh hati, lantas memperjuangkannya sekuat tenaga. Selebihnya, terserah Tuhan hendak menggiring ke mana.” (Lalu Abdul Fatah)

“Begitulah. Bersama buku, aku bermimpi dan hidup. I do really love my job.” (Herlina P Dewi)

“Akhirnya aku bangkit. Jika satu pintu tertutup, aku harus membuka pintu yang lain. Banyak kesempatan di luar sana yang bisa kuraih. Menerbitkan buku tadinya hanya sebuah impian yang ingin kuwujudkan tanpa tahu kapan waktunya. Aku bersyukur karena masih ada celah untukku.” (Juliana Wina Rome)

“Hal paling mendasar yang bisa kita dapatkan dari menulis adalah bahwa menulis itu menyenangkan. Sangat menyenangkan. Dengan menulis kita bisa menciptakan sebuah dunia baru lalu melakukan apa saja di dunia itu.” (Whianyu Sanko)

Dan tak kusangka, twit saya mendapat retwit dari Stiletto pada tanggal 16 Januari 2014. Review ini sekaligus menjawab bahwa saya juga menikmati kegiatan menulis, yah walau hanya sekedar ulasan di blog. Ehemm…

Gambar

Karawang, 300114