Tiga Cinta, Ibu

“Di Lembah ini, Buyung, sejak keturunan pertama sampai saat ini, kaum kita adalah orang-prang panutan. Kesetiaan kita kepada adat senantiasa menjadi ukuran bagi orang lain untuk memberikan penghargaan! Penghormatan!”

Sederhana, dan menarik. Pusat cerita sejatinya bukan sang ibu, tapi cinta yang kandas dengan berbagai sebab. Pertama di Padang, dengan kegalauan akut mudik untuk meminta restu dan kelonggaran adat demi sang kekasih. Kedua, mahasiswa galau mencinta perempuan aneh yang di persimpang jalan. Ketiga, kali ini bukan rentang asmara kekasih, tapi kegalauan pasangan yang mendamba anak tapi belum siap program punya anak. Ribet ya? Enggak juga, manusia memang pusatnya kegalauan. Atas nama eksistensi, ketiganya dibaur samar. Padang, Banjarmasin, dan kembali ke Padang. Secara ketiganya memang tak berhubung langsung, tapi cinta ibu menentukan langkah antisipasi untuk diambil di kemudian hari.

#1. Cinta 1, Lembah Berkabut

Jun mudik ke Padang, ia membawa misi berat. Berkenalan dan lantas bepacaran dengan gadis perantau juga di Jakarta, Yani ternyata adalah saudaranya. Dan hubungan kasih ini menurut adat dilarang dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Jun yang galau, menatap nanar lembar tempatnya lahir, tempatnya berasal. Pertentangan hati itu dibawa pulang untuk didiskusikan, saudara-saudaranya dimintai pendapat, terutama tetuanya. Walaupun sudah tahu jawabannya, walaupun bakalan ke arah mana izin ini, ia tetap ingin memastikan. Mereka sama diwisuda, merencana menikah, dan petir menggelegar.

Pertentangan batin antara maju terus demi cinta atau mengikuti adat menjai bumbu pahit yang selalu menarik. Pemikiran modern melawan tradisional, kita turut bingung dan merasakan pula kekhawatiran, maju mundur kena soalnya. Dan pikiran positif yang disampaikan Yani, jika kita mampu menyesuaikan diri dengan masa dan kondisi, kesenangan memang akan terdapat di mana-mana. Ada benarnya, bahagia itu sekarang, tak perlu menanti esok. Maka apapun keputusannya, itu adalah jalan hidup. Dan begitulah, betapa banyak manusia yang baru memikirkan sesuatu apabila ia telah berkepentingan dengannya.

“Hanya di Lembah inilah segala omong kosong masih mendapat tempat!”

#2. Cinta2, Riu

Hasbi menelusur masa lalu Riu, teman kuliahnya yang tiba-tiba menghilang. Kekasihnya itu dirudung kegalauan, telusur Hasbi menghasilkan informasi bahwa Riu yang piatu, ‘dijual’ ayahnya, Pak Sumau yang tukang mabuk dan judi. Demi materi dan kelangsungan hidup, ia menikah dengan bos kaya Kanyu. Riu lantas mencari dana untuk mengadakan upacara penghormatan arwah ibunya, menurut adat hanya dengan upcara Ijambe itulah arwah ibunya akan sampai di surga. Sekalipun Riu sudah mualaf, ia tetap menghormati kepercayaan orang terkasih. Dekat, namun sekaligus jauh.

Dalam perjalanannya, saat menghadiri upacara Ijambe 14 mayat. Ia berkenalan dengan turis lokal yang juga mencari jawab. Ternyata Victor bukan sembarang turis, ia memiliki misi dan akhirnya berbenturan dengan niat Hasbi, dengan segala kelimbungan hati, banyak hal perlu dibenahi.

Di bagian kedua mirip, atau bisa dibilang sama saja. Cinta kandas, yang kali ini terbentur masa lalu pasangan, dan seberapa layak cinta itu diperjuang. Perjalanan waktu mengikis apa saja, senantiasa. Perjalanan waktu juga menyodorkan yang baru, selalu begitu. Bukankah setiap perubahan selalu mengandung konsekuensi? Kalau yang ini semua jelas, keputusan bulat sudah diambil. Hasbi, tak perlu meminta petunjuk Ibunya, segalanya sudah diputuskan, waktu yang akan mengobati lukanya.

“Beberapa kali kami berbaku tatap, namun seperti ada sesuatu yang kaku menandingi.”

#3. Cinta 3, Masih Bagai Butir

Pasangan suami istri Jap dan Ina menunda memiliki anak, sang istri yang lebih tua mengingin usia 30 adalah masa yang tepat, itu berarti mereka harus lebih sabar. Jap yang seorang penulis berita, lebih jarang di rumah. Lalu muncul ide, menadopsi anak. Uni Sasmi saudara mereka, memiliki anak enam tahun Budi yang belum sekolah, lalu diajaklah Budi tinggal di sana, menemani Ina dan pembantunya Rukma.

Kebahagiaan ada anak di rumah ternyata tak berlangsung lama. Budi yang memang anak kampung, susah diatur. Suka main tanah dan kotor-kotor, baju bagus yang dibelikan tak mau dipakai, lebih dekat sama Rukma ketimbang padanya, memilih pakai baju lusuh dari ibunya, hingga kahirnya merengek kangen ibu. Hufh…

Menurutku, ini yang paling lemah. Konfliks dicipta sendiri, dengan penyelesaian sendiri, mudah dan sederhana sekali. Kita tahu semua orang adalah pembelajar, tak peduli berusia berapapun. Kalau sudah memutuskan menunda punya anak, ikuti konsekuensi itu. Kalau sudah memutuskan mengadopsi anak, ikuti pula konsekuensi itu. Makanya, cerita ini seolah tampak meriah atau malah turut murung, tentu saja bergantung kepada suasana hati mereka yang menatapnya. Perempuan yang mengikuti mood yang berayun.

“Betapa sekejap usia kebahagiaan.”

Kubaca cepat dalam tiga hari, satu cerita per hari. Jumat, 1 Juli hingga Minggu kemarin. Tipis, sehingga bisa gegas. Nama Gustafrizal Busra atau lebih terkenal dengan Gus TF Sakai adalah sastrawan pemenang Kusala Satra Khatulistiwa dengan bukunya Perantau. Belum kubaca, ini adalah buku beliau pertama yang kutuntaskan. Kemarin pas memutuskan beli, karena nama beliau saja yang sudah kukenal, minimal perkenalan satu buku dulu sebelum melahap Perantau. Secara keseluruhan, lumayan enak. Bahasanya nyastra, tapi inti cerita masih nyaman, dan poin utama: cerita, bagus. Mengusung tema cinta, dengan pijakan seorang ibu, kita diajak sepintas lalu menelusur cinta-cinta yang kandas. Yang paling kusuka, jelas cerita pertama. Endingnya yang gantung, cinta yang terhalang adat dan norma, hingga dibawakan dengan puitik. Konfliks yang takkan lekang, cinta tak sampai.

Cerita dengan pilihan diksi yang meliuk-liuk itu tak salah, dinarasikan dengan indah melalangbuana, membumbung tinggi dengan gegap gempita indah, kata-kata mutiara melimpah ruah di setiap lembarnya, tak mengapa. Namun balik lagi, intinya adalah cerita yang bagus. Cerita dengan konfliks berat, makin berat dna rumit bakalan makin meriah. Makin aduhai, apalagi penyelesaiannya juga hebat, makin menambah jempol.

Tiga Cinta, ibu memenuhi itu. Hanya sayangnya terlampau tipis, ibarat bercinta yang nikmat, durasinya kurang lama. Mungkin di buku berikutnya yang lebih tebal, penguat itu ada. Semoga…

Tiga Cinta, Ibu | by Gus TF Sakai | GM 201 02.004 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Jakarta, 2002 | Pewajahan Sofnir ali | Ilustrasi sampul Mirna Yulistianti | Setting Fransiska Aries Dian Lestari | 108 hlm.; 14 x 21 cm | ISBN 979-686-604-8 | Skor: 4/5

Mak dan Cul, Cinta yang tak henti mengalir

Karawang, 040722 – Blink 182 – First Date

Thx to Kang Asep, Bandung

Tiga #25

“Apa yang diberikan dunia fotografi bagi hidup Anda?” / “Kepuasan, uang dan kebebasan.”

Novel remaja lagi, hufh… sekalipun kubaca saat remaja, buku sejenis ini takkan kusuka. Banyak hal tak relate, terlalu lebai, terlalu lo gue end, terlalu sinetron. Atau malah persis sinetron, plot, karakter, cara penyampaian. Sungguh tak enak dibaca. Cari duit segampang itu, cari pacar seindah itu, cari penyakit sesederhana itu. Sekalipun buku remaja, banyak hal tak pantas disebarkan ke remaja, persis sinetron kita kan. Sayangnya, hal-hal buruk sejenis ini laku, cerita tak mendidik yang meracuni generasi muda. Miris.

Kisahnya tentang tiga saudara dalam keluarga Wibowo. Semua problematik. Masalah orang kaya, tak akan kalian temui masalah cara bertahan hidup dengan makan sehari-hari, tak kalian dapati bagaimana cara bayar biaya pendidikan, atau rumah sakit. Enggak ada, adanya masalah hubungan antar manusia, itupun yang dimata jelata tampak tak perlu. Cinta yang putus, pilihan pasangan, kehidupan selebrita yang hura-hura, dst.

Rachel adalah designer ternama, rancangan bajunya dipakai banyak nama ternama. Dipakai para pesohor, maka muncul isu kedekatan dengan model muda yang sedang naik daun Alvino Vivaldi. Isu itu tak diiyakan tak pula ditolak, mungkin semacam mumpung tenang dan diberitakan, sehingga kesempatan diliput media.

Alexie Wibowo alias Lexie adalah sang adik yang punya masalah di masa lalu. Pergaulan bebas, nge-drug hingga hubungan seks telah menciptanya error. Kini ia bertobat. Dan dengan mudahnya ditawari menjadi artis. Manager Bugi, melihat peluang itu. Berwajah tamvan, tampak bersahaja. Dan buruknya cerita, dengan sekejap sukses menjadi model dan bintang film. Majalah remaja banyak pampang wajahnya di halaman fashion dan cober. Sosok unik pun sering penuhi profil majalah. Dipuja puji fans, dikasih review positif, singkatnya ternama dengan hebat dalam tempo sesingkat-singkatnya. Image Lexie simple, cool, dan misterius. Nicholas Saputra? Lewaaat… Padahal dalam dialog mula ditawari artis, ia menolak. Dan saat mengiyakan, seolah magnet rejeki, segalanya nempel seketika.

Paxie adalah saudara lainnya yang sebenarnya agak lurus, tapi menemukan pasangan bermasalah Sheria yang mengidap kanker. Manager marketing yang meluangkan banyak waktu untuk pacarnya, mengorbankan banyak hal demi cinta. Dalam sebuah adegan dramatis ala sinetron jam utama di tv lokal, pernikahan absurd disajikan berlembar-lembar. Kejadian hanya satu dari sejuta ini, sungguh aneh sekalipun niatnya drama air mata. Nyatanya tak mencipta sama sekali titik air di pipi. Lebai, atau mungkin cara penyampaiannya yang amburadul.

Terlalu banyak lemah yang bisa dikupas. Cerita buruk, cara bercerita buruk, pola cerita buruk. Dialog gaul yang tak nyaman, pilihan kata ala kadarnya, editingnya juga buruk. Sekali lihat, tanpa banyak telaah langsung ketemu typo, tak perlu jadi editor handal untuk untuk seketika menemukan, tak perlu menjadi pembaca profesional untuk mendapati bahwa kualitas tata bahasa jelek.

Menggampangkan kehidupan mungkin paling pas untuk merangkum hal-hal di sini. Perjalanan Jakarta ke Bandung misalnya, ada kalimat terlontar yang bikin kzl. “Bandung-Jakarta kurang dari 2 jam! Gue nggak ngerasa buang waktu untuk itu!” Hanya orang sombong yang ngomong gitu, atau orang yang sok berkorban, seolah tak mengapa jalan sejauh itu demi cinta.

Atau kalimat, “Agama, bahasa non satra, logika, hidup dan pergaulan.” Yang secara langsung bilang, bahasa sastra itu tak perlu. Yang umum dan tak nyeni sahaja. Apakah ini relate dengan cara penyampaian kisah secara keseluruhan? Ya, saya melihat pandangan penulis ini dituangkan dengan cara bercerita, apa adanya dan (maaf) ga bisa menarik emosi pembaca.

Pemilihan nama karakter lebih ajaib lagi, seolah ini di negeri antah, bukan Indonesia, padahal nyata-nyata kejadian di Jakarta, Bandung sekitarnya. Deka, Deva, Viandra, Lingga, Vino, Rachel, Paxie, Lexie, Sheira, Diar, Leonard adalah pilihan nama yang tak bijak. Terlihat alay kan? Walaupun ada nama-nama Wisnu, Budi, Gita, Gunawan, Rendra, Yogi, hingga Shinta tapi tak memberi peran signifikan. Bahkan salah satunya mati tragis sepintas lewat dalam sehalaman, seolah tak penting. Sedih sih.. hiks.

Kalimat ceplas-ceplos juga banyak didapati, seenaknya sendiri. Misal, “Percuma lo sempat hidup di Aussie! Pikiran lo kayak orang Kubu!” Sejatinya, mau tinggal di manapun, etiket pergaulan ada dan kurasa tergantung lingkungan. Ingat, pelajaran dasar etika moral, attitude yang utama. Apapun profesinya, dari manapun asalnya, lulusan dari manapun, singkatnya sehebat apapun, kalau tak punya attitude baik ya percuma. Jadi bukan Aussie-nya bukan pula Kubu-nya, tapi hatinya.

Terakhir, mungkin buku sejenis ini masih laku untuk kalangan alay. Buktinya sinetron kita sekalipun dicaci maki, tetap laku. Sekalipun dibahas sampai berbusa-busa efeknya buruk, tetap diproduksi. Begitu pula buku remaja dengan kelemahan seperti ini, tetap laku dan dibaca.

Saya tak membeli buku ini, ini adalah bonus beli buku fantasi dari teman facebook. Yang namanya bonus, ya terima saja. Dan benar saja, amburadul. Tetap kubaca, tetap kuulas, tapi sayangnya negatif. Saya tak mau mengulas kebohongan, apa adanya, bahwa buku remaja dengan plot buruk seperti jelas tak rekomendasi. Mending baca buku remaja ‘genre’ yang lebih baik. Maafkan daku…

Kalau kata temanku, Jemy K buku jenis seperti ini layak dilempar ke tempat sampah. Teman sekosku dulu ini berpendapat, buku buruk sejatinya akan memberi pengalaman buruk sama pembacanya, jadi saat kalian mendapati alangkah baiknya langsung dibuang. Saya kurang sependapat, bukan karena kualitasnya, sayang saja melempar karya ke bak sampah, siapa tahu pembaca lain punya sudut pandang lain, dan menemukan sesuatu yang baik, walaupun sulit.

Tiga | by regagalih.pHe | Editor Husein S | Desain Cover Ega Positive Thinking | Layout Hush | Cetakan I, 2010 | Penerbit LadangIde | 145 x 210 mm, 160 halaman | ISBN 978-602-97180-1-0 | Skor: 1.5/5

Dedicated to Imanuel Rafael Trisno Sakti Herwanto

Karawang, 250622 – Westlife – Beautiful in White

Thx to Agus Ora, Jakarta

#30HariMenulis #ReviewBuku #25 #Juni2022

Anniversary Tiga Tahun Jadian – (review) About Time

Gambar

I’m going to go into the bedroom and put on my new pajamas, and in a minute you can come in and take them off.

10 Februari 2011 adalah hari jadian saya dengan istri saya sekarang – May. Awalnya saya ga begitu nggeh sama hal-hal semacam ini. Cuma yang namanya wanita, pasti suka ulik-ulik momentum. Akhirnya di hari Kamis tiga tahun lalu dia menetapkan itu hari jadian kita. Saat itu kita sepakat untuk berumah tangga tahun 2011, tanggalnya belum dipastikan. Hanya memastikan tahun 2011 ini target kita nikah. Dan 9 bulan kemudian memang kita menikah. Jadi selain hari lahir yang menurut May harus dirayakan bersama, tanggal nikah dan tanggal jadian harus dilewatkan dengan istimewa. Jadinya semenjak Senin dini hari, saat jeda HT menonton bola Manchester United, si May udah nyamperin saya untuk mengucapkan ‘happy anniversary’. Dan Senin ini pun kita merencana apa saja yang harus dilakukan.

Pulang kerja, setelah Maghrib kita makan ke Resto Kita, sebuah rumah makan sederhana tapi nyaman. Berdua kita makan diterangi lampu redup dan sebatang lilin. Yaelah, makan kok ya di tempat remang gini. Kita pesan ayam sambel ijo, steak, spagetti dan milkshake vanilla. Menu besar menurut saya. Benar saja, sejam kemudian kita kekenyangan. Sampai mulas saking penuhnya ini perut. Jam 9 sampai rumah kita lanjut nonton film romantis. Saya pilih filmnya Rachel McAdams: ‘About Time’. Dari beberapa review katanya sih romantis. So, dengan perut kekenyangan kita menikmatinya berdua, kali ini tak ada camilan ataupun segelas minuman.

‘About Time’ bercerita tentang seorang pemuda bernama Tim Lake (Domhnall Gleeson) yang dikasihtahu oleh ayahnya (Bill Nighy) bahwa keluarganya mempunyai kekuatan untuk menjelajah waktu. Kekuatan ini turun-temurun jadi, kalau mau kembali ke masa lalu, tinggal di ruangan gelap, kepalkan tangan, pejamkan mata dan bayangkan waktu yang akan kita kunjungi. Memori orang-orang sekitar akan terhapus otomatis saat kita sampai di titik waktu kunjungan. Awalnya Tim mengira ayahnya bercanda, namun saat itu juga dia mencobanya dengan masuk ke dalam lemari dan ingin berkunjung ke malam tahun baru yang berantakan. Dan ta-da…, berhasil. Tim lalu memperbaiki momen detik-detik pergantian tahun tahun yang payah menjadi lebih baik (menurutnya).

Dari permulaan itulah dia lalu banyak merubah masa-masa yang salah dalam kehidupannya. Dari cinta pertamanya kepada Charlotte yang akhirnya kandas. Sampai akhirnya dia bertemu dengan seorang gadis cantik yang berhasil memikatnya, Mary (Rachel McAdams). Tim hijrah dari kota Cornwall menuju kota London untuk mengejar karirnya sebagai pengacara. Di situlah dia bertemu Mary. Awalnya dia kaget saat tahu Mary sudah punya pacar, maka Tim pun menjelajah waktu saat Mary pertama kali bertemu pacarnya sehingga dia bisa mengubah keadaan (curang ya). Percobaan untuk membuat Mary jatuh hati akhirnya berhasil. Dalam sebuah adegan, Tim memutar waktu berkali-kali untuk membuat Mary terkesan.

Saat Tim dan Mary sudah jadian, tetiba muncul Charlotte, cinta lamanya. Godaan itu muncul saat Charlotte meminta mengantarnya pulang. Terlambat Charlotte! Dalam kebimbangan sesaat akhirnya Tim memilih Mary, dan malam itu juga dia melamarnya. Unik sekali cara Tim melamar Mary. Dia dengan santainya mengulang waktu agar lamarannya terkenang sempurna. Pokoknya kalau adegannya jelek Tim tinggal bilang: “permisi…” lalu masuk ke lemari. Setelah lamarannya diterima, Tim mengajak Mary pulang kampung ke Cornwall untuk diperkenalkan dengan keluarga besarnya. Melalui adegan romantis yang berkepanjangan, mereka menikah. Poster film yang memperlihatkan Rachel McAdams mengenakan baju merah di bawah hujan itu adalah scene pernikahannya. Setelah menikah, Tim mulai jarang menggunakan kekuatan menjelajahi waktu. Toh, dalam pernikahan ini semaunya berjalan bahagia. Sampai akhirnya pada suatu hari, adiknya Kit Kat mengalami kecelakaan setelah bertengkar dengan pacarnya. Lalu Tim menggunakan kekuatannya untuk kembali ke masa sebelum kecelakaan dan melarang adiknya keluar rumah. Seperti itulah, hidup terlihat begitu sempurna. Segala kesalahan bisa dirubah seenaknya sendiri.

Hingga pada akhirnya Tim berterus terang kepada Mary bahwa dia punya kekuatan bisa menjelajah waktu. Termasuk merubah momen saat dia merebutnya dari seorang pemuda. Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah Tim benar-benar bisa merubah sejarah keluarganya? Ataukah dia akhirnya terjebak oleh waktu? Dalam sebuah adegan yang membuatku nyaris menangis, terungkap kenyataan cinta ayah-anak saat akhirnya mereka berdua bersamaan menggunakan kekuatan.

Well, dari segi cerita ‘’About Time’ termasuk film sci-fi yang ringan. Sepanjang 2 jam nyaris tak ada konflik yang membuat Tim depresi karena apanya yang membuat pusing, toh segalanya bisa diperbaiki. Dari segi ide, ini bukan original. Pernah ada sebuah film yang mengungkapnya, ada yang ingat ‘The Time Traveler’s Wife?’ Dari segi drama, mungkin yang membuat kita iri adalah dengan kekuatannya Tim bisa memperolah gadis pujaannya karena kalau gagal tinggal coba lagi. Saat kredit title muncul, si May berujar: biasa saja, terlalu sempurna untuk jadi nyata. Konfliknya kurang. Saya setuju. Mungkin Tim tak bisa merubah sejarah dunia tapi dengan kekuatannya segalanya jadi mudah. Maaf saja, hidup tak seperti itu.

Aniversary ketiga ini kita tutup dengan sakit perut, mules kekenyangan dan bolak-balik ke toilet. Yah, andai saya bisa kembali ke masa jam 6 pm tadi. Saya ga akan deh makan ayam sambel ijo.

Karawang, 100214

About Time

Director: Richard Curtis – Cast: Rachel McAdams, Domhnall Gleeson, Bill Nighy – Screenplay: Richard Curtis – Skor: 3/5

Tiga Kata Ajaib

Gambar

Bagi yang sudah pernah kerja di Perusahaan ketika saya menulis kalimat ‘Tiga Kata Ajaib’ saya yakin sebagian sudah paham apa yang saya maksud. Seperti yang biasanya disampaikan kepada calon karyawan baru, disetiap training akan diselipkan motivasi dalam bekerja, seperti jangan sampai melakukan 3M: Menerima barang NG (Not Good; baca ‘en-ji’), membuat barang NG dan Mengalirkan barang NG. Nah, kalau training motivasi maka di suatu kesempatan akan ada istilah ‘Tiga Kata Ajaib’. Tiga kata itu adalah:

MAAF – TOLONG – TERIMA KASIH

Dalam hidup, saya percaya bahwa apa yang kita tanam maka akan kita tuai. Singkatnya, kalau kamu ingin dihormati maka hormatilah orang lain. Bila kamu ingin dihargai maka hargailah orang lain. Jika kamu (suatu saat) perlu pertolongan, maka biasakan menolong sesama. Begitu seterusnya. Maka dari itu tanamlah kebajikan sebanyak mungkin dengan iklas tanpa pamrih, maka suatu saat Tuhan akan membalasnya. Kita tak tahu melalui tangan siapa yang jelas pasti ada.

Dalam dunia kerja, rasa saling menghormati sangat penting untuk interaksi. Baik dengan teman kerja, atasan, bawahan ataupun dengan kolega Perusahaan lain. Dalam prakteknya kita perlu menjalankan tiga kata ajaib tersebut. Biasakan ucapkan “MAAF” ketika akan memulai berbicara, di sini dalam artian ketika kita akan menyela pekerjaan orang lain. Di saat orang lain bekerja maka kita meminta maaf karena menggangunya.

“Maaf menggangu waktunya”

“Maaf sebelumnya, bisa bantu saya”

“Maaf menyela pekerjaannya sebentar”

Kata berikutnya adalah “TOLONG”. Walaupun itu adalah job mereka kita sebaiknya mencoba menghormatinya dengan membuka percakapan dengan meminta tolong. Contohnya ketika kita mau foto copy kita memberi instruksi kepada OB agar terdengar sopan maka tinggal bubuhi kalimat pembuka dengan kata ajaib ini.

“Bisa minta tolong, foto copy kertas ini?”

“Minta tolong kesediaanya besok lembur”

“Bisa minta tolong lanjutkan print out ini”

Dan kata ajaib terakhirnya adalah ucapan “TERIMA KASIH”. Setelah semua usai biasakan ucapkan terima kasih atas apresiasi-nya. Ini juga ga peduli apakah yang dilaksakan adalah job dia atau bukan. Bagian HRD paling sering mendengar kata ini setelah selesaikan pekerjaannya. Ya iya-lah interaksinya manusia tiap hari, bukan mesin atau alat ukur.

“Terima kasih sudah membantu”

“Terima kasih ya”

“Makasih sudah mau memperbaiki absensinya”

Ada analogi yang biasa saya paparkan ketika training karyawan baru. Si A mau meminta balik bolpoin yang dipinjam si B. Ini tergantung dari si A memulai percakapan.

Cara 1: “Kembalikan bolpoin saya sekarang”

Cara 2: “Maaf B, saya lagi butuh bolpoinnya. Tolong dikembalikan ya. Terima kasih”

Dari dua cara tersebut, pada intinya bolpoin memang kembali ke si A. Namun alangkah lebih bijak cara yang ke 2 dipakai, karena pasti membekas di pikiran si B untuk kembali menghargai orang lain. Simple tapi mengena.

Mari kita prakterkan tiga kata ajaib ini, dan rasakan bedanya!

Karawang, 081013