Cerpen-cerpen Kuuuueeereeeennnnnn

“Ini menyedihkan. Ini sangat mengguncang. Cinta obsesi yang membabibuta, meledak dalam kesedihan mendalam. Rumit dan kuasa uang membuat orang kalap, dan bodoh.”

Luar biasa. Keren banget, maaf maksudnya Kueeereeeennnnnn. Kumpulan cerpen yang langka, di mana semua cerpennya mengandung kejutan. Twist. Dituturkan dengan sabar dan muram, telaten. Hingga pukulan telak disiapkan di akhir. kesepuluhnya wow, jelas ini adalah salah satu buku terbaik yang pernah kubaca, setelah menyelesaikan baca langsung terbesit menyusun 100 buku kumpulan cerpen terbaik, dan ini akan kumasukkan 10 besar. Efek yang murni bagus, dan dengan senang hati saya rekomendasikan untuk kalian.

#1. Tak Kunjung Kembali

Mark Sanderson yang kaya dan lajang, menjaga hati untuk tak jatuh hati sama wanita. Ia seorang pengusaha properti yang mendirikan saham Hamilton. Dengan otak tajam seperti pisau pencukur bila menghadapi urusan properti, ia tahu banyak bisnis ok atau yang banyak tak memberi untung. Keteguhannya untuk menjaga jarak dengan kaum hawa pupus saat di sbuah acara pengumpulan dana. Adalah wanita bersuami, Angela Summers seorang perempuan lokal yang tinggal di pantai Spanyol. Ia perempuan setia, sekalian mereka kencan, Summers tak mau melanjutkan hubungan gelap. Maka Mark menyusun rencana jahat, ia menyewa pembunuh Calvi untuk menghabisi suami Summers, dan sebuah fakta mengejutkan disampaikan.

“Mark hanya berputar-putar dalam lingkaran, dan lingkaran itu akan menuju kegilaan, dan hanya ada satu jalan untuk mendobraknya.”

#2. Tak Ada Ular di Irlandia

Orang Punjab itu mengekang kemarahannya karena ia memerlukan uang. Ram Lal dari India, mahasiswa kedokteran di Bangor yang sedang membutuhkan uang tambahan. Ia lalu dikenalkan McQueen yang memberinya tugas merubuhkan gedung tua. Sayangnya, dalam bekerja terjadi konfliks dengan mandor. Rasis, pemarah, dan tak segan memukul. Maka Ram memiliki dendam, ia ingin menyingkirkannya.  Seram sekali, hati-hati dalam pergaulan. Orang yang sakit hati bisa begitu berbahaya. Tak ada unsur mistik di sini, rencana dan pelaksaannya jelas dan masuk logika.

Dan apa yang harus dilaksanakan, harus dilaksanakan. Ia pulang ke India, mencari ular berbisa. Setelah tawar-menawar, ia membawa ke Irlandia ular kecil sangat berbisa Echis Carinatus. Dengan rencana matang, tapi malah amburadul saat pelaksanaan. Inilah alasan, mengapa di Iralndia ada ular.

“Kau tahu ini pekerjaan yang sungguh berat?”

#3. Sang Kaisar

Jelas ini adalah penghormatan atas cerita The Old Man and the Sea-nya Ernest Hemingway. Turis Murgatroyd, seorang bankir yang mendapat liburan ke Mauritians bersama istrinya yang suka ngomel. Ia menginginkan liburan tak terlupakan, dan perjalanan laut itu mengubah hidupnya, saat memutuskan untuk memancing.

“Sama saja seperti bila kamu menemukan sesuatu yang salah dalam kolom angka-angka. Naluri.”

#4. Ada Hari-hari…

Keren banget. Bagaimana sebuah perampokan memiliki twist, sebuah komplotan berencana membajak truk berisi anggur. Setelah keluar dari pelabuhan, mengurus perizinan dengan berbagai birokrasinya. Mereka mencanangkan mencegat saat di area sepi dekat bukit. Membajaknya dengan sukses, tapi setelahnya malah amburadul saat melakukan kesalahan kecil, akibatnya malah bui dengan durasi panjang.

“Ya hari itu memang salah satu dari hari-hari tersebut di atas. Ia tidak hanya gagal membajak 9000 botol brendi. Tapi bahkan berhasil mencegat pengapalan rahasia senjata seseorang..”

#5. Uang Pemerasan

Sejenis balas dendam dengan sangat gaya. Petugas asuransi tua, Tuan Nutkin mendapati iklan kencan di sebuah kereta api. Kertas itu berisi alamat dan rayuan seks. Untuk menjaga privasi, ia datang dengan hati-hati. Dan menjaga sedemikian rupa agar tak ketahuan orang yang dikenal. Apes, ternyata mereka adalah komplotan penipu. Setelah seks kilat, ia mendapat ancaman. Meminta menyerahkan sejumlah uang, atau kelakuan negatifnya ketahuan. Yang kita dapati adalah sebuah cerita ledakan dahsyat.

“Minta uang dengan ancaman adalah frasanya. Sungguh frasa yang bagus di bidang hukum.”

#6. Dipergunakan sebagai Bukti

Cerita detektif yang sungguh gila. Pria tua yang coba bertahan di rumahnya dari pengusiran. Setelah menghilangnya istrinya 15 tahun lalu, ia mendapati ada mayat di dinding. Kasus itu kembali terbuka, dan bagaimana bisa dia tetap diam?

“Kamu tidak wajib mengatakan sesuatu, tapi apa pun yang kaukatakan akan dicatat dan bisa dipergunakan sebagai bukti.”

#7. Hak Istimewa

Pengusaha yang coba diperas seorang wartawan yang bahkan tak pernah bertemu. Mendapati dirinya menuju jurang kebangkrutan. Hanya kejaiban yang bisa menyelamatkannya. Pagi-pagi di hari Minggu, Bill Chadwick dibangunkan telepon dari Henry Carpenter yang memintanya membaca sebuah artikel di koran Sunday Courier yang membuatnya kesal. Maka, rencana-rencana harus dibuat mengantisipasinya. Sebuah tonjokan merentet kasus ke pengadilan, dan luar biasa shock buntutnya.

“Ia tidak bisa mengatakan hal-hal demikian itu tentang diriku. Ini sama sekali tidak benar.”

#8. Tugas

Ini adalah cerita sahabat FF yang diceritakan ulang, sepasang Irlandia yang melakukan liburan di tahun 1950-an. Dalam perjalanan darat, mobil tua Triumph Mayflower itu terbatuk dan mogok. Meminta bantuan warga sekitar, dan fakta-fakta mengejutkan dituturkan. Semua ada keterkaitan, tak ada yang namanya kebetulan.

“Bernadette gelisah di sebelahku. Ia tegang dicekam gagasannya.”

#9. Seorang yang Hati-hati

Luar biasa, seorang kaya raya kena kanker dan ia mengingin warisannya tak jatuh ke tangan yang salah. Keluarganya yang medit dan begitu mengesalkan, dan betapa sisa waktu beberapa bulan ini akan menentukan nasib kekayaannya. Maka Timothy Hanson menghubungi asisten sekaligus sopir kepercayaannya Richards untuk melakukan hal-hal yang rahasia dan berharga.

Surat warisan dibuat, dan saat benar ia berpulang. Ia meminta dikuburkan di laut, dan syarat-syarat unik, yang bisa mencipta tawa sekaligus geram. Hehe, kocak dan biadab emang.

“… Tujuan tuan Hanson ialah menolak tiap akses  ke harta karunnya setelah ia meninggal dunia kepada para ahli waris dan kepada Jawatan Pajak…”

#10. Praktek Lancung

Kisahnya sederhana seperti suatu kisah sedih. Pastor yang membagongkan diri. Penipuan di atas kereta api dari Kingbridge ke Tralee. Dua penumpang sedang main judi kecil-kecilan, dan hakim Comyn yang penasaran terseret ikut. Awalnya hanya have fun, permainan kartu itu menjadi serius saat akhirnya uang yang dipertaruh makin membengkak. Saat kereta api mendekati garis finish, uang taruhan digenggam lawan. Sesederhana itu? Oh tidak, di ruang sidang, menjadi shock mengesalkan sebab sekali lagi, tak ada yang kebetulan. Semua terstruktur rapi. Dus tenan!

“Untuk sesaat hening menyeramkan.”

Setelah membacanya, langsung terlintas untuk membuat daftar buku kumpulan cerpen terbaik sepanjang masa. Kalau hanya 100 buku, sepertinya sudah pernah baca. Menyusul 100 novel terbaik versiku. Buku ini jelas saya masukkan. Buku langka, di mana 10 cerpen, kesepuluhnya mengandung twist.

Semuanya istimewa, tapi dialog ini sungguh lucu dan sangat memuaskan. “… Aku juga sudah berkesempatan menggunakan jasa seorang agen sangat terhormat untuk melacak ahli waris yang hilang. Kini nampaknya para ahli waris hadir, tetapi harta tetapnya yang hilang. Namun…”

Bisakah November nanti saya bikin daftarnya? Mari kita lihat…

Tak Kunjung Kembali | by Frederick Forsyth | Judul asli No Comebacks, 1982 | Alih bahasa Joko Raswono | Editor Daru Susilowati | Copyright 2000 | Penerbit Interaksara, Batam Center | Skor: 5/5

Karawang, 0305622 – 010822 – Ella Fitzgelard – Mack the Knife

Thx to Ade Buku, Bandung

The High Mountains of Portugal: Cinta yang Amat Besar, dan Rasa Kehilangan yang Tak Terhingga

The High Mountains Portugal by Yann Martel

Apakah ada artinya? Dari mana jiwa berasal? Ada beragam jiwa yang diasingkan dari surga. Jiwa tetaplah jiwa yang harus diberkati dan dibawa kepada kasih Tuhan.”

Apalah arti kita tanpa orang-orang yang kita cintai? Apakah ia berhasil bangkit dari duka? Ketika dia menatap matanya di cermin saat bercukur, hanya relung-relung kosong yang tampak. Dan dia menjalani hari-harinya bagaikan hantu yang membayang-bayangi kehidupannya sendiri. Buku tentang duka yang terbagi dalam tiga bab panjang. Tanpa Rumah, Menuju Rumah, Rumah. Semua adalah kesedihan kehilangan orang terkasih. Menguras air mata, takdir yang pilu. Tanpa rumah adalah sebuah kehilangan yang sempurna: ayah, kekasih, anak tahun 1904. Menuju rumah adalah kehilangan pasangan hidup, dokter spesialis patologi yang kebahagiaannya terenggut tahun 1939. Rumah adalah perjalanan duka dari Kanada ke Puncak pegunungan Portugal, pencarian rumah tahun 1989.

Semua yang tersaji bisa saja sekadar kisah pilu para lelaki rapuh yang ditinggal mati istrinya, tapi setiap sisi terselip perjuangan dan pencarian makna hidup. “Aku berbicara dengannya di dalam kepalaku, ia hidup di situ sekarang.” Jangan menyerah, kerelaan, waktu yang menyembuhkan, rutinitas akan menjadi imun hidup, dan seterusnya. Ternyata di sini malah dibuat dengan benang indah – atau kalau mau lebih lembut, koneksi sejarah – ketiganya berpusat di puncak dan tanya itu diakhiri dengan sunyi. Tomas merasa bagikan kepingan es yang terhanyut di sungai. Ketergantungan ini menciptakan semacam kesetaraarn bukan?

Pertama tahun 1904, adalah Tomas yang miskin. Pamannya kaya, memiliki pembantu cantik bernama Dora, kisah cinta mereka yang langgeng, memiliki Gaspar yang menyenangkan, tiba-tiba dihantam duka. Ketiga orang terkasih meninggal berurutan hingga membuatnya murka akan takdir. Dia kerap meratap, terlampau kerap sejak malaikat maut memberinya tiga pukulan telak. Kenangan akan Gaspar, Dora, atau ayahnya sering menjadi sumber sekaligus inti kesedihannya, tetapi ada kalanya air matanya mengalir tanpa alasan yang sulit dipahaminya, datang seketika seperti bersin.

Ia berjalan mundur, ia terjatuh luruh. Yang tak dipahami pamannya adalah berjalan mundur, memunggungi dunia, memunggungi Tuhan, bukanlah cara Tomas untuk mengungkap duka. Ini adalah caranya mengajukan keberatan. Karena jika semua yang kaucintai dalam kehidupanmu telah diambil, apakah yang bisa kauperbuat selain mengajukan keberatan?

Menemukan sebuah surat/buku harian seorang pastor Bapa di Ulisses yang lalu menyeretnya dalam petualangan, hanya beberapa minggu setelah kehidupannya luluh lantak di Museum Nasional Karya Seni Kuno, tempatnya bekerja sebagai asisten kurator. Surat itu mengisah kehidupan sunyi, dan mengarah pada pencarian salib di pegunungan Portugal. Dengan mengendarai mobil Eropa pertama milik pamannya. Orang-orang akan berlama-lama melihatnya, mulut mereka akan ternganga, benda itu akan membuat hura-hura. Dengan benda itu, aku akan memberi Tuhan atas perbuatan-Nya kepada orang-orang yang kucintai. Keheningan yang menyelubunginya akibat pemusatan konsentrasi sekonyong-konyong meledak ke dalam derap kaki-kaki kuda yang menggelegar, keriat-keriut nyaring kereta pos. Kemudian mereka dan kedua kusir kereta saling bertukar umpatan dan isyarat marah.

Mobil di era itu memang belum banyak, awal-awal masa penemuan. Barang yang dibelinya sebagai bahan bakar, oleh mereka dijual sebagai pembasmi parasit. Tempat tinggal mungil beroda ini dengan potongan-potongan kecil ruang tamu, kamar mandi, dan perapian, adalah contoh mengenaskan bahwa kehidupan manusia tidak lebih dari ini: upaya untuk merasa seperti di rumah sendiri saat mengejar kenisbian. Seorang pria atau wanita, tak perlu bekerja sekeras itu untuk menunjang kehidupan, tetapi roda gigi di dalam sistem harus diputar tanpa henti.

Pada 2 Juni 1633, terdapat satu tempat nama baru Sao Tome, pulau koloni kecil di Teluk Guinea yang disebut sebagai ‘serpihan ketombe di kepala Afrika, berhari-hari perjalanan panjang di sepanjang pesisir lembap benua gersang ini’. Tertulis Isso e minha casa (Ini adalah Rumah). Bapa Ulisses rupanya terserang kerinduan mendalam pada kampung halaman. Ruang arsip Episkopal di Lisbon, setelah mengabaikan buku harian Bapa Ulisses selama lebih dari dua ratus lima puluh tahun, tidak akan merasakan kehilangan untuk ia ambil.

Perjalanan religi mencari gereja. Kesederhanaan arsitektur paling sesuai dengan bangunan religius. Apapun yang mewahadalah arogansi manusia yang disamarkan sebagai keimanan. Semua berada di tempat masing-masing, dan waktu bergerak dengan kecepatan yang sama. Gravitasi akan marah dan benda-benda akan melayang malas. Namun tidak, ladang-ladang tetap diam, jalan tetap membentang lurus, dan matahari pagi tetap bersinar terang.

Dia mengingat-ingat dan menghitung. Satu, dua, tiga, empat – empat malam. Empat malam dan lima hari cutinya dari cutinya yang sepuluh hari. Separuh jalan, tapi tempat tujunya belum terlihat. Di sana hujan terlampau sering turun, hingga menggaggu kewarasan. Menit-menit berlalu. Keheningan terbingkai oleh deris hujan, embik domba, dan salak anjing. Aku sedang mencari harta yang hilang.

Niat semula sepuluh hari cuti untuk menemukan benda kuno demi pemaknaan hidup, justru berakhir bencana karena tak sengaja menabrak seorang anak, tewas seketika. Batin Tomas berkemauk. Dia pernah menjadi korban pencurian, dan kini menjadi pelaku pencurian. Aku memasuki bui itu sebagai kristen. Aku keluar dari sana sebagai seorang prajurit Romawi. Kami tidak lebih baik dari binatang.

Dalam kisah ini, cara menanggapi kedukaan tampak sangat sentimental. Mengajukan keberatan akan takdir, melakukan perjalanan pemaknaan hidup, lalu dihantam musibah perih tak terkira. Ruang dan waktu menjadi tanya kembali, menjadi teka-teki sejati. Kembali ke individu, dan rumah yang dituju justru menggoreskan luka. Dia nyaris menangis lega. Menguarkan waktu dan memancarkan keterpencilan.

Ketika benda yang dicari akhirnya ketemu, lalu apa? Benda itu terpampang di sana, setelah melakukan perjalanan jauh dari Sao Tome. Oh betapa menakjubkan. Kemenangannya terusik oleh luapan emosi: kesedihan yang meluluhlantakkan jiwa. Muntah-muntah dengan raungan lantang.

Jika ia memprotes Tuhan, lalu ia malah mencipta protes manusia lain? Kapankah masa duka yang janggal ini berakhir? “Cukup! Cukup!” Dia berbisik. Apa makna nestapa bagi manusia? Apakah ini membuka dirinya? Apakah penderitaan ini membuatnya lebih mengerti? Mereka memang menderita, tapi aku juga. Jadi apa yang istimewa?

Kedua tahun 1939, di akhir tahun seorang dokter spesialis patologi melakukan otopsi mayat perempuan yang meninggal di dekat jembatan, pembunuhan atau bunuh diri? Dokter Eusebio Lozora yang sedang melakukan bedah dikunjungi istrinya, Maria Luisa Motaal Lozora yang menyukai kisah detektif. Buku-buku Agatha Christie dikoleksi dan dinikmati, malam itu istrinya berkisah panjang lebar tentang teori Tuhan, seperti Yesus yang mati misterius, Agatha juga mencipta kasus pembunuhan misterius. Autopsi, bagi mata awam bukanlah pemandangan yang enak dilihat. Tujuan tindakan ini adalah mencari abnormalitas fisiologis – penyakit atau kecelakaan – yang menyebabkan kematiannya.

Dokter spesialis patologi adalah detektif yang melakukan penyelidikan dan menggunakan sel-sel kelabunya untuk menerapkan aturan dan logika hingga kedok salah satu organ terbuka dan sifat aslinya, kejahatannya, akan bisa dibuktikan tanpa keraguan. Kesabarannya benar-benar menyentuh. “Kau mengerti bukan, bukan dia yang dibunuh.”

Malam itu setelah istrinya pulang meninggalkan novel terbaru Agatha Christie: Perjanjian Dengan Maut, sekuel Pembunuhan di Sungai Nil, datang lagi seorang ibu dengan koper. Namanya juga Maria, mengejutkan, koper itu berisi mayat suaminya, minta diotopsi segera, kisah cintanya yang vulgar dan menggairahkan, dan segala pilu kehilangan. Ibu Maria berasal dari Pegunungan Tinggi Portugal, perjalanan tiga hari ke Braganca, mencari rumah sakit untuk otopsi mayat suaminya. Cinta hadir dalam kehidupan saya dengan penyamaran tidak terduga. Seorang pria. Saya seterkejut bunga yang melihat lebah datang untuk pertama kalinya.

Setelah urusan raja selesai, kita berlaih ke ratunya yaitu kepala. Memeriksa otak dan batang otak…” Hasil otopsi mengejutkan, ada simpanse dan beruang, dan teka-teki itu meledak di ending yang mengejutkan. Saya sampai geleng-geleng, wow. Novel yang sempurna. Seperti itulah duka, ia makhluk yang memiliki banyak lengan tetapi hanya beberapa kaki, dan ia terhuyung-huyung mencari sandaran. Hati memiliki dua pilihan, menutup atau membuka diri. Tutur katanya kadang-kadang pedas, diamnya meresahkan.

Kisah ini nge-link dengan yang pertama. Kami mencintai putra kami, seperti laut yang mencintai pulau, selalu menyelingkupinya dengan pelukan, selalu menyentuh dan membelai pantainya dengan perhatian dan kasih sayang. Ketika dia pergi, hanya laut yang tertinggal, kedua lengan kami memeluk kehampaan. Kami menangis sepanjang waktu. Satu-satunya putra yang dicintai meninggal dunia, dan pelaku tabrak lagi itu adalah Tomas.

Namun sayang, bagian ketiga tahun 1989 justru agak merusak pola. Seorang senator Kanada Peter Tovy adalah pemilik sah seekor simpanse jantan, pan troglodytes, bernama Odo. Prosesnya panjang. Yang jelas ia baru saja kehilangan istri tercinta Clara. Dalam kedukaan, ia disarankan temannya menepi, ke Amerika dalam kunjungan, ia lalu ke kebun binatang, dan sekilat pintas membeli simpanse jantan dengan harga mahal. “Saya akan membayar Anda Lima belas ribu dolar.” Oh godaan bilangan bulat, itu jelas angka yang lebih mahal dari harga mobilnya.

Orang-orang berduka sebaiknya menunggu setidaknya satu tahun sebelum membuat perubahan penting dalam hidup. Perubahan pemandangan, bahkan perubahan udara – lembut dan lembab – terasa menenangkan.

Ia muak dengan pekerjaannya sebagai politikus. Pidato, pencitraan yang tiada habisnya, rencana busuk, ego yang ditelan mentah-mentah, ajudan arogan, media-media tak kenal ampun, tetek bengek yang merepotkan, birokrasi yang kaku, kemanusiaan yang tak kunjung membaik, dia memandang semua hal itu sebagai ciri khas demokrasi. Dengan gejolak kegembiraan yang meresahkan, dia bersiap-siap membuang semua rantai yang mengikatnya.

Segalanya bergerak cepat, Peter lalu melepas semua atribut duniawi dan memutuskan pulang. Ke rumah nenek-kakeknya di Portugal bersama Odo. Penenungan makna hidup, kehilangan, melepas, damai. Iman seharusnya diperlakukan secara radikal, dia menatap salib, penyeimbang keyakinan dan kegamangannya.

Melakukan perjalanan panjang, melakukan pencarian rumah. Dia masih ingat caranya bercinta, tapi sudah tidak mengingat alasannya. Kehilangan istri membuatnya merenung sepi. Selama sekitar satu jam, sambil duduk di puncak tangga, menyesap kopi, lelah, agak lega, agak khawatir, dia merenungkan titik itu. Apa yang akan dihadirkan kalimat selanjutnya?

Simpanse adalah kerabat terdekat di garis evolusi. Kita dan simpanse memiliki leluhur yang sama, dan baru berpisah jalan sekitar enam juta silam. Mempelajari simpanse sama juga mempelajari refleksi leluhur kita, dalam ekspresi wajah mereka. Masing-masing kera, kini dia mengerti, adalah sesuatu yang tidak pernah diduganya, individu dengan kepribadian unik.

Mungkin agak aneh, memilih simpanse sebagai teman perjalanan untuk menepi, tapi keputusan ini nantinya nge-link dengan hasil otopsi. Bianatang mengenal rasa bosan, tetapi apakah mereka mengenal rasa kesepian? sepertinya tidak. Bukan kesepian seperti ini yang mendera jiwa dan raga. Dia adalah spesies kesepian. Kalau masa lalu dan masa depan sudah tidak menarik, apa yang bisa mencegahnya dari duduk di lantai sambil merawat seekor simpanse dan mendapat perawatan balasan?

Tidak ada derajat yang membedakan tingkat ketakjuban.

Salah satu makna duka bisa jadi adalah sekarang. Simpanse Odo hampir sepanjang hari menikmati waktu, misalnya duduk di tepi sungai menyaksikan air mengalir. Ini ilmu yang sulit dikuasai, hanya duduk dan berada di sana. Kadang-kadang Odo bernapas dengan waktu, menarik dan melepasnya, menarik dan melepasnya. Binatang-binatang ini hidup dalam amnesia emosional yang berpusat di masa kini. Kesyahduan menjelma di sanubarinya, menenangkan bukan hanya masalah yang diderita tubuhnya, tetapi juga kerja keras otaknya.

Di dalam udara ada matahari dan gumpalan-gumpalan awan putih yang saling menggoda, cahaya yang melimpah tidak terkatakan keindahannya. Tidak ada suara di sekelilingnya, baik dari serangga, burung-burung, maupun angin. Yang tertangkap telinganya hanyalah bebunyian yang dihasilkannya sendiri. Tanpa keberadaan suara, lebih banyak yang dilihat oleh matanya, terutama bunga-bunga musim dingin cantik yang bermekaran menembus tanah berbatu-batu di sana-sini.

Rasa sakitnya datang bagaikan ombak, dan setiap gelombang membuatnya bisa merasakan setiap dinding perutnya. Setelah kisah panjang perjalanan ke puncak, lalu sebuah adegan panjang di ruang otopsi yang luar biasa, kisah ini ditutup dengan anti-klimaks di puncak. Memainkan duka, dan segala kandungan di dalamnya. The High Mountains memang menutup rapat akhirnya, tak ada yang menggantung, tapi perjalanan panjang Kanada ke Potugal dengan monyet terlampau mudah menemukan rumah. Bagaimana bisa Peter langsung menemukan rumah, di kesempatan pertama menginap di tanah asing? Ini kebetulan yang mengagumkan. Tuizelo, dari sanalah orangtuanya berasal, ia dan Odo akan menetap. Ini bingkisan mungil berisi rasa takut, tetapi tidak melukai ataupun merisaukan.

Buku kedua Yann Martel yang kubaca setelah Beatrice and Virgil yang absurd. buku ketiga Life of Pi sudah ada di rak, menjadi target berikutnya. Sepertinya memang genre Martel adalah filsafat yang merenung. Banyak tanya dan duka yang dipaparkan serta pencarian makna hidup. “Orang-orang tinggal sejenak, lalu satu per satu pergi, dan Anda diberi waktu untuk berduka, dan sesudahnya Anda diharapkan untuk kembali ke dunia, menjalani kehidupan lama Anda. Setelah pemakaman, pemakaman yang bagus, semua hal kehilangan makna dan kehidupan lama pun sirna. Kematian memakan kata-kata…”

Pegunungan Tinggi Portugal | by Yann Martel |Copyright 2016 | Diterjemahkan dari The High Mountain Portugal | GM 617186006 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Berliani M. Nugrahani | Editor Tanti Lesmana | Desain dan ilustrasi sampul Martin Dima | Cetakan pertama, 2017 | ISBN 978-602-03-4638-0 | 416 hlm; 20 cm | Skor: 4.5/5

Untuk Alice, dan untuk Theo, Lola, Felix, dan Jasper: kisah hidupkau

Karawang, 090520 – Norman Brown – Don’t You Stay