Blue Summer: Cinta Biru dari Negeri Sakura

Cinta remaja di masa liburan di desa, terkesan. Ketika liburan berakhir akankah ini hanya cinta sesaat?

Gadis kota liburan ke kampung halaman, ke rumah neneknya bareng adiknya. Saat turun dari bus di pinggir sungai, berkenalan dengan pemuda desa yang lugu, yang menawarkan tur dengan gambar pamflet eksotis, si gadis terpesona, sang pemuda kesemsem. Lalu pas sampai rumah sang nenek, ternyata pemuda itu adalah saudaranya, penjaga toko kelontong. Ada kebencian karena dari tutur nenek, cucunya pergi meninggalkan kampung mencipta kesepian. Liburan yang seharusnya penuh warna menjadi agak renggang awalnya, sampai tak kurang dari ¼ film di mula, saya sudah bisa memprediksi endingnya. Dan tepat! Blue Summer adalah cerita manis, semanis-manisnya.

Kisahnya berpusat pada siswi cantik Rio (Wakana Aoi). Pembukanya adalah adegan jelang libur sekolah, ketika Rio mau pulang disapa cowok si jangkung yang secara halus tersamar mencintainya, sempat akan meminta kontak, tapi terlewat. Liburan sekolah musim panas ini akan dilewatinya di kampung halaman sang nenek, berangkat bersama adiknya, ibunya seorang desain grafis akan menyusul nanti. Sampai di pedesaan berkenalan dengan Ginzo (Hayato Sano), pemuda desa yang sedari muncul juga sudah bisa ditebak akan meluluhkan hati Rio.

Benar saja, walau ia dibenci Ginzo karena meninggalkan neneknya, Rio melewati hari-hari galau dengan melihat bintang bertebaran indah di malam hari, bermain air di sungai, main sepeda menghirup udara segar pegunungan, memetik bunga. Lalu berkenalan dengan teman-temannya Ginzo yang sepanjang waktu pegang kamera, ada tantangan terjun ke jernihnya air sungai dari jembatan. Rio dengan meyakinkan berani, jangan sepelekan anak kota ya.

Lalu beberapa teman sekolahnya menyusul liburan ke sana, bikin tenda di pinggir sungai, panggang daging, sampai main air. Terlihat jelas si jangkung mencintai Rio, maka ia mengajak kencan, dan ‘mengancam’ Ginzo. Rio sendiri lalu secara terbuka bilang suka pemuda desa, sehingga kini tercipta cinta segitiga dengan pusat yang protagonist.

Kebetulan ada event sekolah, mendatangkan band nasional. Semakin merekatkan mereka berdua, mendesain promo, mencipta erat, menghabiskan malam dengan lanskap kembang api, menangkap ikan di bazar, cinta itu perlahn tumbuh kembang bak musim semi, sampai akhirnya mendekati hari terakhir liburan di puncak pesta musik. Apakah kedekatan mereka berlanjut? Ataukah dengan berakhirnya masa di desa, berakhir pula hubungan ini. Lalu Rio mengambil tindakan berani sebab ada kekhawatiran mengucap kata ‘selamat tinggal.

Ini jenis film warna-warni mencolok mata. Semua ditampilkan indah, ga cocok buat kaum merenung, tak cocok pula buat kaum hippy. Ternyata berdasar manga populer. Yah ini sih manga remaja yng so sweet. Bunga matahari kuning terhampar, pemandangan gunung asri sepanjang mata memandang. Suara jernih sungai mengalir. Gemerlap bintang di langit yang ditingkahi tembakan kembang api. Benar-benar film romantis khas remaja. Saya justru jatuh hati sama Seika Furuhata, cantik dan tampak dewasa ketimbang tokoh utamanya yang childish. Sebagai gadis ‘penghamba cinta’ yang mencinta, berharap jodoh keluarga tapi kandas. Duuuh manisnya, catet yes Seika!

Plot semacam gini sudah banyak dibuat FTV kita. Cinta-cintaan dengan penampil cantik dan tampan, konfliks ringan, lagu-lagu indah, gadis kota tergoda pemuda desa, sudah melimpah ruah. Blue Summer menawarkan hal yang mirip, kalau tak mau dibilang sama. Dengan template seperti itu, wajar saya agak kecewa. Keistimewaan film justru di technical. Banyak kamera ditaruh di beberapa sisi. Contoh adegan jembatan itu, saya catat ada minimal lima kamera menyorot adegan terjun. Dari kedua jembatan, kamera terbang, dari sisi sungai bawah, dan pas masuk ke air kamera terendam. Nah, secara teknikal tampak anggun. Kelopak air itu menyejukkan, benar-benar film memanjakan mata.

Memang sebuah perjudian menonton film tanpa rekomendasi, ngasal karena muncul di beranda. Blue Summer sekadar hura-hura remaja yang akan cepat terlupakan, kecuali gemerlapnya yang tertahan lama di balik retina. Eyes candy alert!

Tentu saja pertemuan kita terkadang tidak lebih dari sekadar liburan, tapi beberapa hari itu bertemu dengan orang yang kaucinta sangat besar artinya. Kau ajarkan aku apa itu kenyataan.

Blue Summer | Judul asli Ao-Batsu: Kimi ni Koi Shita30-Nichi | Japan | 2018 | Directed by | Screenplay Yukiko Mochiji | Manga Atsuko Nanba | Cast Shiori Akita, Wakana Aoi, Seika Furuhata, Takumi Kizu, Rinka Kumada, Atom Mizuishi, Hayato Sano, Reo Shimura, Aimi Terakawa | Skor: 3.5/5

Karawang, 230420 – Bill Withers – Railroad Man

(review) (500) Days of Summer

Image

There’s no such thing as love. It’s a fantasy. – Summer Finn

Perdebatan film (500) Days of Summer (DOS) tidak akan pernah selesai dan akan terus berlanjut terhadap penonton baru. Dari kaum wanita mengatakan ini film semacam ‘balas dendam’ terhadap lelaki yang biasanya dominan. Sementara dari kaum Adam, film terasa kejam karena meletakkan cinta yang dipermainkan. Beginilah seharusnya sebuah film, membuat pro dan kontra namun kualitas tetap terjaga.

Cinta pada pandangan pertama, seorang pekerja kantoran yang ingin menjadi arsitek bekerja di sebuah biro pembuat kartu ucapan selamat bernama Tom Hansen (Joseph Gordon-Levitt) merasakan cinta pada pandangan pertama terhadap seorang karyawati baru Summer Finn (Zooey Deschanel) yang jadi assisten atasannya. Dalam rapat perkenalan itulah Tom merasa ini cewek ada yang istimewa. Mulai saat itulah tanggal 8 Januari hitungan (500) hari film ini dimulai. Film ini alurnya maju-mundur sesuai hitungan per hari dan disajikan dengan narasi. Tom yang sebenarnya cowok pendiam dan pasif akhirnya berkesempatan berbicara langsung di sebuah lift kantor. Saat itu Summer tertarik dengan sebuah lagu yang sedang didengarkannya melalui headset. All hail the Smiths! Kedekatan mereka berlanjut, dan pada sebuah adegan romantis di depan sebuah mesin foto copy (yang membuat fantasi lelaki terbang liar), Tom merasakan hatinya berbunga. Ketertarikan Tom pada Summer diceritakan pada adiknya, Rachel Hansen (Chloe Moretz). Tom benar-benar sedang mabok cinta.

Tak ada yang salah dengan Summer, karena kedekatan mereka memang tak terikat janji layaknya sepasang kekasih. Selama itu sama-sama fun dan nyaman hubungan mereka berlanjut. Dalam sebuah adegan saat Tom datang ke pesta bertemu Summer terpecah dalam dua tampilan, WTF! Keren banget. Sebelah kanan adalah realita, sebelah kiri adalah ekspektasi. Pahit, tidak semua harapan bisa terwujud memang tapi adegan itu sungguh membuat laki-laki layak menangis.

Sampai akhirnya Summer ada di sebuah titik yang tak bisa dijelaskan, sehingga memutuskan menjauh dari Tom dan menikah dengan orang lain. Terasa kejam. Saat terpuruk Tom memutuskan resign dari tempatnya bekerja selama ini dan merenungkan diri, dalam scene yang lucu seperti orang linglung, Tom memecah piring-piring. Rachel memberi motivasi. Di sini hitungan hari untuk Summer masih berjalan. Tom mencoba bangkit dan kembali mencari kesibukan, dengan mencoba mewujudkan mimpinya jadi arsitek. Pada tanggal 23 Mei dia mendapat panggilan kerja, di sebuah ruang tunggu itulah film ini diakhiri dengan sangat keren. Autumn day 1.

Mungkin ke depannya saya akan banyak menulis ulang film lama yang sudah ketonton tapi belum sempat saya tulis review-nya. Saya sudah menonton DOS empat tahun lalu. Saat rilis di festival film ini mendapat sambutan positif dan langsung membuat geger sebuah grup film yang saya ikuti. Perdebatan sengit atas sikap Summer. Komennya tembus ribuan, saya yang penasaran akhirnya berkesempatan menonton DOS juga dan pasca melihat senyum Tom di ruang tunggu itu saya menempatkannya dalam daftar film terbaik-terbaik sepanjang masa. Salah satu film rom-com paling keren yang pernah dibuat. Perdebatan film DOS sama riuhnya dengan film ‘Watchmen’ yang kontroversial adegan haleluyah-itu.

Film ini memecah dua kubu terhadap sikap Summer yang semena-mena. Saya termasuk kubu yang mendukung Summer. Walaupun di sini kaum Adam yang jadi korban namun Summer sudah menjelaskan bahwa mereka itu bukan pasangan kekasih jadi jangan harap lebih, apalagi di akhir film dia juga sudah menjelaskan bahwa Tom mungkin bukan jodohnya. Pendirian Summer yang easy going dan memandang hidup ini dengan prinsip mengalir saja lebih terasa realistis di zaman serba instan ini. Sementara sikap Tom yang ‘polos’ yang menganggap cinta sejati harus diperjuangkan memang tak selayaknya mendapatkan jodoh seorang petualang cinta. Sampai ada yang bilang, Summer is b*tch.

Cinta memang rumit, dan tema-nya akan terus dibuat sampai akhir kehidupan. Film ini lebih ke pendewasaan seorang laki-laki akan hidup. Perjalanan cinta yang mekar lalu layu pada waktunya. Saat Tom terseyum terhadap penonton kita semua sontak berharap akan ada sequel-nya, mungkin bisa jadi berjudul ‘(50000) Days of Autumn’ agar Tom mendapatkan balasan yang setimpal. Bukankah begitu?

(500) Days of Summer

Director: Mark Webb – Cast: Joseph Gordon-Levitt, Zooey Deschanel, Chloe Moretz – Script: Scott Neustadter, Micahel H Weber – Score: 5/5

Karawang, 080114