Permata Lembah Hijau

“Atih, aku suka suasana kelabu seperti mendung, lembab dan setengah hujan. Kurasakan ini semacam nestapa, tapi nikmati.” – Danar

Ini adalah jenis bacaan sederhana yang bisa diselesaikan sekali duduk. Terdapat dua cerpen, keduanya drama sinetron, sederhana secara tampilan, sederhana secara cerita, sederhana secara penyampaian. Saya tak tahu, tapi saya tebak ini adalah dua cerpen dari majalah wanita Femina karya Ike Soepomo yang dibukukan. Jumlah halamannya yang sedikit, tampilan buku mungil nan tipis. Mari sedikit kita kupas.

#1. Permata Lembah Hijau

Ini adalah cerita penerimaan takdir, legowo. Ratih, adalah seorang istri yang sedang galau. Ia menyepi ke lembah hijau ke rumah bibinya. Ia kabur dari rumah, masalah rumah tangganya pelik. Ia ingin merengkuh dalam pelukan Bibi Mirah, curhat beban hidup. Apa masalahnya? Kita diajak flashback.

Suaminya Danar sejatinya adalah pasangan yang ideal, baik hati dan tak sombong. Keluarga ini tampak harmonis dan begitu romantis. Sampai akhirnya ujian tiba. Danar mengalami kecelakaan yang mengakibatkannya tak bisa aktif bekerja. Awalnya bosnya kasih kesempatan, lalu kendala kendala muncul, lantas ia tak kuasa mengikuti rutinitas dan arus kerasnya dunia kerja. Ujungnya berat.

Ratih lalu memandang hijaunya pegunungan, kabur dari kepenatan hidup. Kabur dari nasib buruk, tapi sampai kapan? Bukankah keluarga adalah segalanya. Kalau kalian siap menerima hal-hal baik dari pasangan, maka kalian sejatinya harus siap menerima hal buruknya juga. Pengertian kesetiaan diuji kala pasangan terpuruk.

Ya, seperti yang selalu kaukatakan. Udara seperti ini semacam nestapa tapi nikmat.” – Ratih

#2. Malam Hening, Kasih Bening

Ini juga cerita tentang penerimaan takdir, kudu legowo. Endingnya mungkin terlalu manis, tak selarut sakit seperti cerpen pertama, tapi langkah menuju bahagia di akhir itu sungguh terjal. Pasangan bahagia Andrito dan Lestari sejatinya tak terkendala gosip apapun, kecuali satu. Mereka berlimpah materi, mereka sama-sama setia, mereka menghabiskan wkatu bersama hingga membuncah. Namun setelah sekian lama menikah, keinginan memiliki momongan tak kunjung mewujud. Lalu untuk melengkapi kesempurnaan, diputuskanlah mengadopsi anak.

Oki diadopsi dari orangtua tunggal ibu Nuriah, dimana pasangan kabur. Dari keluarga miskin, maka saat dokter kandungan teman lama SMA Andrito, dokter Sukrisno menawarkan melepasnya dengan sukarela ke keluarga kaya, ia setuju. Kesepatakan itu awalnya berjalan mulus, semuanya berjalan seperti yang direncana, hingga suatu hari keadaan Nuriah yang sudah membaik dan kangen meminta balik.

Karena taka da dokumen resmi adopsi, karena adopsi itu sukarela, maka seandainya dibawa ke ranah hukum, pasangan Andrito yang kalah. Maka mereka meminta waktu, menunda dulu, tak siap melepas Oki. Baiklah, perpanjangan waktu diberi, tapi karena waktu linier, sememuaskan diri bagaimana pun tetap akan berkahir. Hiks,…

Kasih sayang yang bening kadang membutuhkan pengrobanan dan dalam hening semalam saya sadari saya…”

Apa yang kudapat seusai menikmati buku tipis ini? Kesetiaan. Jelas kesetiaan itu mahal. Kita kudu legowo sama pasangan. Tak hanya karena kaya, ganteng/cantik saja. Pernikahan adalah menyatukan dua pribadi yang berbeda, kudu siap menerima pula segala hal-hal negative pasangan. Syukur jelas wajib diapungkan. Ingat, pasangan itu adalah pilihan sendiri. Kita yang mencari, kita yang memperjuangkan, kita pula yang menerimanya. Kecuali dijodohkan, atau dipaksa kawin. Pasangan normal di era modern sejatinya sudah berhak menerima kebebasan memilih jodoh. Makanya. Segala plus minus pasangan harus diterima.

Yang pasti, buku-buku jadul seperti ini nyaman sekali dinikmati. Tak peduli tebal atau tipis, cerpen-cerpen masa lalu malah mencipta kejadulan asyik. Sederhana, serba nyaman, tak seperti zaman sekarang yang instan dan mudah. Romansa kisah jadi terasa lebih jleb, klasik dengan cerita yang juga dicipta di zaman dulu. Bukan cerita yang dibuat saat ini dengan setting zaman lampau.

Cinta, kata misterius yang sedari dulu selalu jadi pegangan. Manusia bisa bahagia karenanya, sekaligus bisa menangis sedih akibatnya. Dunia yang fana, cinta yang abadi.

Permata Lembah Hijau | Seri Femina | Gaya Favorit Press | Jakarta, 1984 | Gambar kulit oleh Fung Wayming | No. B 52 | Penerbit Gaya Favorit Press | Cetakan pertama, 1984 | Dicetaj PT Dian Rakyat, Jakarta | Skor: 3.5/5

Karawang, 100422 – Female Jazz Singer

Thx to Sri Purwani, Bandung