Perkara Mengirim Senja


“Aku adalah potongan senja yang kau ambil untuk pacarmu. Tinggal seperempat. Tiga perempatnya telah hancur oleh hujan yang kauciptakan.”

Kumpulan cerpen keroyokan. Sebuah persembahan untuk Seno Gumira Ajidarma (SGA). Bagus-bagus, aku suka. Memang kalau ngomongin senja, pertama yang terlintas adalah SGA. Walaupaun sebelum beliau bikin cerpen yang fenomenal itu, tentu saja senja sudah jauh hari diulik banyak penulis atau seniman dan lebih sering penyair. Menampilkan 15 cerita dengan tafsir senja bebas, sebebas-bebasnya. Dibuka dengan pengantar Anton Kurnia, ditutup dengan profil para penyaji.

Beberapa kutipan dari tulisan Anton Kurnia saya ketik ulang saja. Bagus buat dibagikan.

Peneliti sastra Indonesia dari Australia, Andy Fuller menyatakan SGA menggunakan jurus-jurus postmodermnisme dalam karya-karyanya, antara lain menggunakan metanarasi, absurditas dalam penokohan, dan kedekatan dengan budaya populer. SGA juga kerap membaurkan batas-batas antara fiksi dan fakta dengan memdukan jurnalisme dan sastra.

Mengutip Pramoedya, dunia tentu saja bukan surga yang segalanya serbasempurna; dunia adalah tempat kebaikan dan keburukan berdialektika, dan setiap manusia ‘bebas’ memilih peran masing-masing.

Seperti yang dinyatakan oleh SGA dalam tulisannya, seseorang yang ingin menjadi penulis yang baik tinggal melihat lewat jendela kehidupannya dengan baik-baik, lantas menuliskan apa paun yang dianggapnya menarik atau tidak menarik, dengan cara yang menarik maupun tidak menarik. Kedunya menyumbang, keduanya mendapat tempat.

#1. Gadis Kembang – Valiant Budi Yogi

Haha, pembuka yang lucu. Info apa yang beredar belum tentu segaris lurus sama fakta. Info selingkuh dan pasangan yang dicampakkan, nyatanya tak seperti yang kita tahu. Taya dan drama ala sinetron kita yang haus sensasi. Simpan simpatimu, Kawan.

“Tapi aku senang mengendap-endap.”

#2. Perkara Mengirim Senja – Jia Effendie

Senja begini tak boleh dinikmati sendirian. Menatapnya seorang diri akan membuatmu depresi. Seperti ada jarring sepi yang dilemparkan dari langit dan merungkupimu dalam perangkapnya. Kau jadi seperti tersayap-sayat sendiri. Dipenjara kesunyian, digantung keheningan. (h. 14-15).

“Aku akan memajang senja itu di ruang tamu. Biar semua orang yang datang ke rumahmu iri.”

#3. Selepas Membaca Sebuah Pertanyaan untuk Cinta, Alina Menulis Dua CeritaPendek Sambil Membayangkan Lelaki Bajingan yang Baru Meninggalkannya – M. Aan Mansyur

Ada banyak kata-kata dalam diam. Celana besi yang mencegah selingkuh dicipta dan dipasangkan ke istri di rumah. Dan publikasi akan mencipta sensasi, hingga akhirnya kita tahu bahwa kunci tak selamanya aman.

Kalimat itu tak punya kuasa untuk meluruhkan sedihnya. Kecelakaan dan kesedihan yang tercipta setelah kemakaman istri tercinta. Dan hal-hal yang tersembuyi di baliknya.

#4. Kuman – Lala Bohang

Cinta nafsu yang menggebu ditautkan dalam cinta sejati. Beneran cinta sama dia? Lantas kenapa masih di sini bersama orang lain? Bertender gagah menjawab dengan kekuatan magisnya.

“Aku mau dua-duanya.”

#5. Ulang – Putra Perdana

Alina dan Sarman mendaki bukit dan melakukan hal-hal yang memang harus dilakukan. Melakukan perjalanan hingga ke gua untuk bertemu juru cerita misterius.

“Jawaban macam apa itu? Kalaupun sejarah ditulis ulang, semua peristiwa itu telah terjadi. Menceritakan kembali dari awal tidak mengembalikan segalanya seperti sedia kalau. Suamiku tetap tiada! Anakku tetap tiada! Semua telah terjadi.”

#6. Akulah Pendukungmu – Sundea

Satu Oktober, hari Kesaktian Pancasila. Sebuah pigura Garuda Pancasila di kelas bisa menjelma hidup dan menggunakan keajaiban di hari istimewa itu.

“Apakah hari ini aku berhasil menemukan Sandra.”

#7. Empat Manusia – Faizal Reza

Saling silang nasib manusia di kehidupan fana ini. Purba, Hendar, Yani, Susan. Oh lima, satunya Ruth Sahanaya.
“Sejak kapan kangen mengenal waktu?”

#8. Saputangan Merah – Utami Diah K.

Bagaimana cara berkenalan dengan orang asing dengan baik? Lebih pasnya bagaimana memulai perkenalan dengan orang asing dengan baik dan benar. Dan jika sudah mengenal, bagaimana memujanya dengan tak tampak begitu memuja. Oscar Wilde dan naskah teaternya mungkin tahu.

#9. Senja dalam Pertemuan Hujan – Mudin Em

Kafe. Hujan. Senja. Rasa sentimental akan menggoyahkannya. Masalahnya kamu bukan bersama istrimu, bersama kekasih gelap yang tak sepantasnya dipeluk hangat. Ahh… cinta. John Legend dengan Where Did My Baby Go biar yang menyaksi.

“Karena ia bisa menciptakan hujan. Dan mereka menyukainya. Mereka terjebak di dalamnya.”

$10. Kirana Ketinggalan Kereta – Maradilla Syachridan

Karena manusia tidak boleh terus nyaman dalam sebuah keadaan, sesekali harus melakukan perubahan. Hehe, mungkin ini yang terbaik. Cinta memang buta, dan kita berjalan dengan tertatih karenanya. Kirana dan ajakan menemani, sebab akan keluar kota. Dengan dokrin mungkin ini kali terakhir bertemu, apapun coba dilakukan. Saya kira manusia memang selalu mencari perkara.

“Ya, saya mau ikut kamu, Kirana.”

#11. Gadis Tidak Bernama – Theoresia Rumthe

Anggap saja saya hidup hanya untuk hari ini. menikmati segala sesuatu yang saya alami hari ini penuh-penuh. Besok lain cerita. Hari kemarin apalagi, mereka hanya akan lewat begitu saja. Tak ada romantisme tertentu. Enak betul kerja meneliti senja. Setiap hari disaksi dan ditelaah, berubahan, berbedaan, fenomena apa yang terjadi. Di dalam diri setiap manusia terdapat semacam kegelisahan. Dinas Penelitian Senja (DPS) siap melaporkan.

Tak usah banyak mendengarkan orang lain. Ini hidupmu dan bukan hidup mereka.

“Oke, lempar dadu. Andreas atau Lingkar?”

#12. Guru Omong Kosong – Arnelis

Dikin dan tugas dadakan mengajar kelas kosong. Terilhami novel Kitab Omong Kosong yang tergeletak di meja kelas, ia melakukan tugas mengajar, padahal ia hanya penjaga sekolah. Haha, dasar Togog!

“Judul buku ini: Kitab Omong Kosong.”

#13. Surat ke – 93 – Feby Indirani

Surat yang ditulis dengan romansa rindu, dibuka dengan Sayangku… dan kata-kata mutiara terpilih. Aku adalah mimpi-mimpinya, ia boleh membakar remah suratku jadi abu, tapi panasnya bara dari jantungku akan terus menyala. // Aku hadir di dunia untuk memberikan tanda. Dan dalam hal mendamba perhatian, nyaris tak ada bedanya apakah kau berusia sehari atau seribu datu kali lebih tua. // Konon ketika air mata pertama mengalir dari mata sebelah kiri, artinya kita menangis karena sesuatu yang menyakitkan. Sementara jika dari mata kanan, itu artinya sesuatu yang membahagiakan.

“Dan ini untuk menanyakan kehidupanku seolah kau tak tahu betapa sakitnya diabaikan…”

14. Bahasa Sunyi – Rita Achdris

Kata-kata dan segala yang berhamburan bersamanya. Emosi dan efeknya. Namun kita di era digital, kata-kata tak langsung dengan ketikan pesan instan yang terselubung.

“Selamat pagi, Tampan.”

#15. Satu Sepatu, Dua Kecoa… – Sundea

Reta dan ke-rebel-annya. Dijuluki Si Amazon, ke sekolah dengan mengenakan satu sepatu, murid baru yang aneh. Dihukum dan dicecar tetap saja tak peduli, dipelototin, berani balas melotot. Bahkan sama guru. Ternyata dia adalah sepupu Alina, sang pencerita dan ia berhasil menjelaskan kenapanya.

“Kemesraan Oom Arnold itu artifisial, Al, kelihatan banget. Abang saja suka muak melihatnya. Apalagi Reta.”

Keren ya SGA ini, profil dan karyanya sudah terbentang jauh sejak era Orde Baru. Banyak sekali tulisannya, berbagai jenis pula. Terakhir aku lihat di Zoom meeting acara Kompas penghargaan Cerpen terbaik 2020 ia menangkan. Dan responnya pas dapat bilang, biasa saja. Memang orang hebat. Pantas mendapat tribute ini, tepuk tangan…

Perkara Mengirim Senja | oleh 14 Penulis | Penyunting Jia Effendie | Penyelaras Ida Wadji | Pewajah isi Aniza Pujiati | Ilustrasi isi dan cover Lala Bohang | Penerbit Serambi Ilmu Semesta | Cetakan I: April 2012 | ISBN 978-919-024-502-0 | Skor: 4/5

Sebuah persembahan untuk Seno Gumira Ajidarma

Karawang, 201021 – George Benson – Mimosa

Thx to Bpk Saut, Jakarta

Yang Berjanji di Jembatan Kayu Kala Hari Beranjak Senja

Bunga Kayu Manis oleh Nurul Hanafi

“Tentu saja aku tahu. aku tahu bermacam-macam jenis bunga, dan itu wajar. Aku ‘kan perempuan.”

Pada dasarnya manusia menyukai hal-hal bagus, hal-hal indah bagi kita sungguh nyaman dirasa mata atau telinga. Seni memberinya banyak jenis kenikmatan. Dan dari hal-hal yang dicecap itulah kita lari sementara dari kejenuhan rutinitas. Bunga Kayu Manis menawarkan jenis keindahan kata-kata (atau di sini berarti tulisan), dipilih dan dipilah dengan mujarab oleh Bung Nurul Hanafi. Beberapa bagian mungkin tampak terlampau lebai, atau ngapain melihat senja dari jembatan saja meloankolis, itukan hal yang lumrah taka da yang istimewa dari matahari jelang terbenam, umpamanya. Namun memang itulah keunggulan kata-kata, banyak hal dicipta berlebihan, dan terasa sentimental. Memang sulit kalau kita sudah bicara kenangan, angan dalam kepala tentang masa lalu, setiap orang beda-beda, dan semakian mendayu, semakin terasa feel-nya.

Kunikmati dalam dua hari, di pagi kerja 19 Oktober 2021 (tanggal merah yang ditukar), dan esoknya sampai siang seusai jalan-jalan ke Cikarang (ban mobil kempes). Semuanya mencoba menyentuh hati, kejadian-kejadian biasa yang coba dituturkan dengan keindahan syair terpilih. Aku kupas satu per satu, biar bisa kuingat hingga masa depan gambarannya tanpa perlu membuka buku.

#1. Aku tak bisa Mengatakannya

Pembuka yang ciamik. Pasangan tua yang saling silang pendapat nama bunga. Jelas cerpen ini yang diambil sebagai cover buku. Si Suami bukannya menghina istrinya, melainkan sebaliknya, yaitu menghina dirinya sendiri. Oh bukan, lebih tepatnya: menghina masa lalunya sendiri. Memang mirip ya, bunga kulit bawang dan bunga nawangsari? Aku belum pernah lihat atau sudah melihat tapi belum tahu namanya. Hanya dari penggambarannya saja kita tersentuh, betapa bijaknya suami.

#2. Duduk dalam Senja

Aku tahu, kau juga sedang membayangkan aku berkhayal selayak prajurit muda. Pohon, domba-domba dan segala kecamuk pikiran di senja hari. Udara lemas memelukku. Dingin. Tak terasa tentu.

#3. Kenangan tentang Kebiasaan Merawat Bunga

Kenangan orang terkasih yang telah meninggal dunia, kebiasaanya merawat bunga krisan. Maka saat istrinya pergi, bunga-bunga itu tak terawatt. Ia selalu ragu-ragu. Ia selalu bimbang.

#4. Musik Kamar

Aku menanggung rindu, dan aku tak bisa berbuat apa-apa. Lihat, tampak mellow bukan? Kenangan it uterus menggerogoti hari-hariku… kemudian aku menikmati indahnya berharap pada suatu ketidakpastian.
Ini curhat kepada Ran tentang masa yang sudah lewat, dan betapa sahabatnya Yusuf masuk dan meminangnya. Dijawab ya ataukah menanti Ran?

#5. Pinangan

Pintar juga, sebuah lagu yang benar-benar ada seolah tak diketahui identitasnya, hanya kenal nada dan liriknya di radio, lantas dicari dan ketemu. Di sini lagunya Kau Seputih Melati oelh Dian Pramana Putra. Pernah juga mengalami, terutama era 90-an dimana internet belum begitu akrab.

#6. Kancing Baju

Ini bagus banget. Kancing baju berburu, penembak jitu, dan adegan menginap di pondok berisi ibu dan anak kecil. Kicau burung dan perumpamaan yang absurd. Merasuk dalam rumpun mimpi.

#7. Rambut

Terselip nada murung dalam pujiannya. “Seperti apapun penampilanmu, kau tetap cantik.” Si Nona dan pelayannya Tamar yang sibuk menata rambut, lama dalam berdandan. Dan segala keributan penampilan cantik perempuan.

#8. Bunga Kayu Manis

Ini hanya adegan pemuda memberi kuntum bunga kayu manis kepada gadis. Dah itu saja, tapi merentang 4 halaman. Apakah yang membuat beda satu perasaan, antara terjalin bersama kenangan bunga flamboyan dengan bunag kayu manis? Lalu sang gadis menemukan bunga lain. “Hai, tunggu aku.”

#9. Bernyayilah

Nyanyi. Kalau yang benyanyi orang yang disayangi, apapun bentuk dan lagunya akan disukai. “Bernyanyilah, seluruh tubuhmu penuh nyanyian.”

#10. Impian Sarang Burung

Narasi utuh tentang gadis yang bermimpi tentang sarang burung, dan anak-anak burung yang berisik memanggil paruh induknya.

#11. Hari ke Tiga Ratus

Ini cerita lintas masa, disatukan dalam kenang dan fakta-fakta tentang bocah penggembala domba yang beristirahat di tepi sumur. Dengan pohon akasia yang menaungi.

#12. Jejak Duri

Warih dan seruan kepada gadis yang berlalu. Gadis itu memendam rasa kesal padanya. Ia tak tahu mengapa. Berlalu, lantas mengaduh sebab kaki sang gadis tertusuk duri. Semakin dekat Warih, sang gadis malah cabut dengan keranjang yang ditinggalkan. Apakah gadis itu meninggalkan keranjangnya seperti seorang kekasih yang melepaskan pelukan?

#13. Yang Berjanji di Jembatan Kayu Kala Hari Beranjak Senja

Lebih tepatnya berjudul, seorang istri menanti kekasih gelapnya di jembatan. Hehe… janji temu itu gagal terwujud sesuai kesepakatan tersebab hal-hal yang dijelaskan dengan ringan seolah wajar. Padahal ada bogem yang melayang, dan kemarahan yang terselubung. Sadriyya dengan senyum melamun.

#14. Gadis Pencari Sarang Burung dan Bocah Pemain Layang-layang

Mimpi dan bangun, bangun dan ia bermimpi. Bocah dan gadis kecil saling silang. Bagaimana ciap burung-burung kecil di sarang, layang-layang yang dipegang, dan perjalanan pulang di hari gelap.

#15. Payung

Udara dingin dan putih. Paying Alin yang ketinggalan di bawah pohon. Sani dan temannya yang ngobrol, mengapa ada musim rontok? “Karena semakin banyak orang yang kehilangan sesuatu.”

#16. Trayek Pegunungan

Ini salah satu yang terbaik. Perjalanan di kendaraan umum, menyaksi seorang istimewa yang dalam hati muncul kecamuk untuk menyapa, betapa sulitnya memulai. Perjalanan gunung yang naik turun turut serta mencipta hati yang bergolak. Dan tetap geming saat finish?

#17. Seekor Kumbang

Kumbang dan belalang. Satu ditangkap yang lain. Betapa ringannya udara.

#18. Surat dalam Hujan

“Kesepian lebih dekat pada hujan namun menyukai ledakan.” – Acep Zamzam Noor.
Surat yang hilang. Surat hanya jejak kaki di hamparan salju dan ia begitu tak kenal pada hujan yang menguburnya. Semua lenyap.

#19. Burung-burung dan Perawan

Perawan-perawan seperti juga burung-burung, seperti juga bunga-bunga, seperti juga kupu-kupu. Mereka mau dan mendamba dikirim salam. Rumah perawan penuh kicau burung yang menyampaikan salam. Apa isi pesannya?

#20. Selimut

Tidur tanpa selimut dan drama menciptanya. Ah, dalam hawa sedingin ini memang hanya selimutlah barang yang paling kubutuhkan. Dengan perasaan diri telah menjadi seseorang yang dicintai, kurebahkan kepalaku kembali dan mengeratkan diri dalam pelukannya yang hangat dan menyeluruh.

20 cerita yang sebagian besarnya (kalau tak mau disebut semuanya) bermetafora, dijelaskan dengan tak gamblang, dimainkan kata-katanya secantik mungkin. Dipoles dengan diksi pilihan, dan sesantun mungkin. Buku kedua Bung Nurul Hanafi setelah Makan Siang Okta, keduanya masuk 10 besar KSK dan tak masuk daftar pendek. Saat buku masih kubaca, pengumuman sudah muncul, tapi tetap tak mengurangi penilaianku bahwa karya yang cantik selalu memuaskan pembaca. Tak biasa, tak lazim, tapi tak sampai membuat kerut kening berlipat-lipat. Seolah membacai puisi dalam bentuk narasi panjang.

“Hujan terlalu larut dan luka.” Satu kalimat pembuka paragraph dalam Surat dalam Selimut misalnya. Hanya menyampaikan cuaca dalam penyampaian makna dibentuk bagus. Semua terkubur, semua tak menyambut kerinduan.

Dengan keberhasilannya memukauku, jelas buku-buku lainnya akan kubaca dan kukoleksi lengkap. Termasuk karya-karya berikutnya, dengan antusias kunanti. Tq.

Bunga Kayu Manis dan cerita-cerita lainnya | oleh Nurul Hanafi | Penyunting Indrian Koto | Lukisan smapul “Opera Figures” by Gao Made (1917-2007) | Ink and color on paper, hanging scroll | Repro oleh Alfiyan Harfi | Desain dan tata letak Kaverboi | Penerbit Jualan Buku Sastra (JBS) | ISBN 978-623-2872022 | Cetakan pertama, April 2021 | 131 hlm.; 13 x 19 cm | Skor: 4/5

Karawang, 211021 – Billie Holiday – Me My Self and I

Delapan sudah, dua sedang berlangsung.

Thx to Jalan Literasi, Bandung. Thx to Titus, Karawang

Tempat Asing dan Misterius

Negeri Senja by Seno Gumira Ajidarma

“… Ada satu masa dalam hidupku di mana aku selalu memburu senja ke mana-mana, seperti memburu cinta. Aku memburu senja ke pantai, memburu senja ke balik gunung, memburu senja yang membias di gedung-gedung bertingkat. Namun itu sudah lama sekali berlalu…”

Novel yang melelahkan, membosankan, menjadikan bacaan yang terengah-engah di awal, tengah, sampai akhir. Penjelasan setting tempat yang bertele-tele, penjelasan karakter yang berputar, aturan mainnya kurang cantik, bahkan saat sampai halaman 200 yang berarti mendekati garis finish, detail penjelasan tempat masih berlangsung. Ya ampun… bagaimana sebuah buku bisa menjadi begitu berliku dan lelah sekadar mencoba ikuti alur.

Kisahnya dibuka dengan sebuah penipuan. Dalam Kitab tentang Kejadian yang Akan Datang bahwa Penunggang Kuda dari Selatan menguasai bahasa Negeri Senja tingkat tiga yang sudah langka. Sang Musafir sempat ditanya, oh bukan dia. Lalu ada yang datang dan mengaku sebagai The One tersebut, dibawa ke Guru Besar, ternyata penipu, maka massa langsung membantainya. “Negeri Senja adalah tempat yang berbahaya.”

Lalu kita diajak mengenal negeri asing di tengah gurun tersebut. Waktu seolah terhenti. “Aku tidur pada senja hari dan bangun pada senja hari.” Jadi di sini sepanjang waktu adalah senja: pagi, siang, malam, semuanya sama. Di Negeri Senja, orang mati tidak pernah benar-benar pergi. Kenapa tidak, di sebuah negeri di mana matahari termungkinkan untuk tidak pernah tenggelam. Kisah tentang lempengan matahari raksasa yang berjuang keras untuk terbenam namun tak pernah berhasil melewati cakrawala dan semesta bergetar karenanya. Di sebuah negeri yang selalu tenggelam dalam keremangan, sekilas cahaya sangat banyak artinya dan keping-keping mata uang emas yang sangat jarang terlihat itu memang akan berkilat-kilat meski ditimpa cahaya yang hanya sedikit saja.

Seperti Sukab yang mengirim surat pada Alina, kali ini sang Musafir mengirim surat untuk Maneka. Mengisahkan petualangannya. Apakah yang bisa dilakukan untuk menghalangi datangnya masa depan yang penuh dengan perubahan menggelisahkan?

Ia penyendiri, ia datang ke sana sebagai sang musafir. Ia menjaga jarak, tak memihak pihak penguasa atau para militan bahwa tanah. Seorang pengembara dalam sunyi sangat sering terkecoh perasaan sendiri, sehingga dengan perempuan mana pun aku bergaul, selalu kujaga jarakku dari suasana hati yang semu. Diperintah oleh rezim ganas. Sejarah kekuasaan Tirana adalah usaha menindas kebebasan pikiran itu, karena dengan pikiran kita bisa menolak kekuasaan. Sekarang aku mengerti, kebisuan dan kegelapan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan di Negeri Senja – yang tak memahaminya tak ambil bagian dalam permainan ini.

Sang Pengelana lalu mencoba memahami posisinya. Ia di kedai turut dalam kekhawatiran warga, ia turut pula dalam bisik para detektif yang mencoba menggulingkan kekuasaan yang sudah lama lalim. Hatiku gundah dan gulana. Puan Tirana Sang Penguasa yang tak pernah terlihat wajahnya dan Buta telah menghamburkan kekejaman begini rupa, namun Tuhan Mahabaik seperti tidak berbuat apa-apa. Tirana barangkali bisa membaca pikiran, namun bagaimana jika pikiran yang dibacanya sengaja dikacaukan? Bisakah ia membaca pikiran di balik pikiran?

Sudah banyak percobaan penggulingan, tapi selalu gagal. Bayangkan, lawan kita adalah makhluk yang bisa membaca pikiran bak anggota X-Mens! Gerakan bawah tanah terbesar melawan tirani adalah Perhimpunan Cahaya yang dipimpin oleh Rajawali Muda. Terdapat lima golongan lain yang besar, (1) Gerak Kesadaran; (2) Kerudung Perempuan; (3) Sabetan Pedang; (4) Wira Usaha; (5) Lorong Hitam. Selain itu masih ada kelompok remeh, golongan kecil yang terburai.

Kita memang ditempatkan sebagai pembaca/pendengar dongeng Sang Pengelana. “Apa yang kuceritakan itu hanyalah suatu susunan tambal-sulam dari berbagai cerita yang kudengar di kedai, di pasar, dan di jalanan.” Maka mencipta kisah satu arah yang tentu saja kita harus menerima apapun yang dicerita. Debar degub sesekali muncul, tapi memang sudah kuyakini Sang Protagonist aman.

Seperti ada kesunyian yang kosong dan memberikan perasaan terasing di mana cahaya yang tersisa dalam senja bisa terdengar sebagai bunyi yang sepi – seperti denging, tapi bukan denging, seperti gumam, tapi bukan gumam, seperti desah, tapi bukan desah, hanya sapi, tapi berbunyi. Mungkinkah itu bunyi kekosongan?

Semangat perlawanan yang telah lama tergalang bagaikan seribu satu mata air yang membentuk anak sungai kecil di berbagai tempat dan menemukan arus serta gelombangnya dalam pembahasaan para pelajar… bergabung menjadi debur ombak dan hempasan gelombang. Tirana yang berkuasa, yang mampu membaca pikiran, memenjarakan roh, dan menentukan takdir, bagai tuhan yang jahat, bagaimana tidak akan tertawa melihat usaha perlawanan terhadapnya?

Endingnya sendiri horor. Menakutkan membayangkan pembantaian yang dicipta. Darah di mana-mana, jalanan dijadikan ajang saling tikam, nyawa menjadi begitu murahnya. “Kota yang hancur luluh dengan mayat-mayat memenuhi ruang, kurasa aku tidak pernah akan tahu apakah suatu hari duka ini akan pupus.”

Lalu apa gerangan maksud Sang Pengelana memasuki negeri antah yang mengerikan ini? Hanya sekadar mampir lewat ataukah menjadi juru selamat?
Untuk mendendangkan dongeng dalam satu wilayah, kita disuguhi lima bagian, belum termasuk prolog dan epilog plus lampiran tentang visual dan proses menggambarnya. Menjelaskan bagiamana akhirnya novel ini bermula dari cerita bersambung, lalu dibukukan, lalu menang KSK, lalu dibuatlah ilustrasi para tokoh. Bagus sih, tapi bagiku yang utama adalah cerita. Mau digambar semewah Ernest H. Shepard yo monggo, mau dibuatkan semegah komik DC ya silakan, tetap saja yang utama cerita. Kisah buku ini merumit sendiri, bingung sendiri, mengajak pembaca turut bingung dan sekali lagi, melelahkan. Lampiran akhir ada enam lembar, itu adalah draf pilihan. Hasil akhir ada di pembuka, menggambarkan bentuk karakter di buku.

Epilognya dimulai dengan pengakuan; kesalahan penulis adalah memandang dunia ini sebagai suatu cerita. Nah kan. Absurd! Nama Seno Gumira Ajidarma (SGA) sudah besar sejak saya masih kecil. Namanya lekat atas sastra berkualitas, baru beberapa yang kunikmati. Beliau juga serba bisa, kumpulan esai ada, kumpulan cerpen ada, novel-pun ada, yang belum nemu dan belum kubaca kumpulan puisi. Namun pernah lihat di youtube, cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku, dinukil dan dibacakan bak barisan bait, mungkin karena pembawaannya yang keren, dan juga – eheem…- yang membawakan sekelas Dian Sastro Wardoyo makanya terlihat powerful!

Sebuah tempat asing dan misterius, Negeri Senja adalah negeri yang sulit diterima akal, negeri ini seperti puisi, hanya bisa dipahami jika dihayati. Yah, persis seperti itulah kisahnya. Sengaja mencipta bosan, sengaja mencetak bait dalam rengkuhan samar. Ada benarnya juga kalimat di kover belakang, “Roman petualangan, tentang cinta yang berdenyar di antara kilau belati, cipratan darah, dan pembebasan iman.”

Negeri Senja | by Seno Gumira Ajidarma | KPG 59 15 01044 | 2003 | Cetakan kedua, September 2015 | Desain sampul Rully Susanto | Tata letak Wendie Artwenda | Ilustrasi isi Margarita Maridina Chandra | Rancangan Busana Poppy Dharsono | Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia | xx + 244 hlm.; 14 cm x 21 cm | ISBN 979-979-91-0930-9 | Skor: 3.5/5

Cerita kecil Untuk almarhumah Ibu: Poestika Kusuma Sudjana (1923-2002)

Karawang, 120421 – Ronan Keating – Everything I Do (Do it For You)

*) Thx to Ari Naicher (Rindang Buku), Klaten

**) Kubaca dalam satu hari saat cuti tahunan di Masjid Peruri Karawang pada 12 Maret 2021

***) Hari ini mendapat kabar sedih dari keluarga; Sabar, Tawakal, Iqtiar. Allah bersama orang yang sabar.

****) Selamat datang Ramadan 2021