Maryam #29

“Kalau memang bapak dan ibu menganggap dia laki-laki yang baik, saya sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak. Apa yang membuat bapak dan ibu bahagia, pasti juga bisa membahagiakan saya.”

Secara garis besar kita tahu bahwa buku ini bercerita tentang golongan minoritas yang tertindas. Tugas penulis adalah tak mencerita detail berita itu, berikan gambaran lainnya, jadikan informasi bahwa Ahmadyah dianggap sesat dan para pemeluknya terusir, bukan sebagai center cerita, tapi sebagai data pendukung. Mencerita hal-hal umum tentunya kurang Ok, sebab pengetahuan umum bila dicerita ulang hanya menelusur garis lurus, tak ada belokan, tak banyak tikungan, tak ada kejutan. Maryam, sebagian memenuhi, tapi gambaran umum itu masih kental dan banyak ditemui.

Maryam terlahir dan besar sebagai Ahmadyah, terlahir di Lombok dalam didikan agama yang tegas, ia tak bisa memilih, seperti kita semua, bila kalian terlahir di keluarga Kristen, maka otomatis kalian akan dididik secara Kristen, begitupula agama lainnya, secara otomatis ajaran itu dipetakan ke anak-anak. Maryam hanya kebetulan lahir dalam keluarga Ahmadi. Tak satu alasan pun baginya untuk menjadi bagian dari Ahmadyah selain karena memang sejak lahir ia telah dijadikan Ahmadi oleh kedua orangtuanya. “Mereka yang dididik dan dibesarkan dengan cara yang sama akan menghargai dan mencintai dengan lebih baik dibanding orang-orang luar yang selalu merasa paling benar.”

Maryam, melanjutkan kuliah di Surabaya dan tinggal dalam komunitas yang sama, dan masa muda yang berapi-api itu ia jatuh hati sama Gamal, lelaki Ahmadyah yang secara umum tentu saja jua diterima keluarganya. Apalagi yang kurang ketika semuanya telah dibungkus dalam kesamaan iman? Sayangnya, tekanan bukan dari dalam, tapi dari sisi lain. Bukankah kata sesat sudah bukan hal baru lagi bagi Gamal? Ia hanya Ahmadi ketika sedang berada di tengah-tengah pengajian Ahmadi. Di luar itu, ia tak merasa berbeda dari yang lainnya.

Ya, takdir berkata lain, Gamal menemukan pilihan keyakinan lain, dan pergi, mematahkan hati Maryam dan tentu saja keluarga dan komunitasnya. Tapi bagaimana caranya mengatur hati agar jatuh cinta hanya pada orang dalam (lainnya)?

Kehidupan mengarahkan Maryam ke Jakarta. Bekerja di ibukota dengan asa baru. Kota yang lebih besar, dan pergaulan yang lebih bebas dan terbuka, hati Maryam tertambat pada Alam. Namun kali ini lain, Alam bukan Ahmadyah dan ini tentu mencipta riak hingga gelombang besar di kedua kelurag besar. Orangtua Maryam jelas menentang, orangtua Alam apalagi. Apanya yang berbeda kalau mereka seagama?

Semua tahu mereka berbeda. Tapi mereka juga sadar mereka punya satu nama agama. Dan kali ini Maryam-lah yang mengalah, ia seolah mengikuti jejak sang mantan yang keluar Ahmadyah dengan turut pada kekasihnya, ia masuk ke tubuh Alam, begitujuga kepercayaanya. Pengorbanan yang luar biasa, yang kini menjadikannya salah satu anggota komunitas mayoritas.

Sayang, apa yang ia cita tak berjalan mulus. Sakitnya, pedihnya, dukanya, takutnya, semua bisa ia rasakan saat ini. Tekanan dan kenyataan tak berbanding lurus sehingga ia menderita. Maryam kehilangan semua harapannya. Kehilangan orang yang dicintainya. Tapi ia tak tahu harus bagaimana. Ia hanya ingin menangis. Suaminya tak selalu memihaknya, suaminya anak mami yang tak bisa tegas memihak Maryam, tekanan itu makin berat dan memaksa Maryam melakukan tindakan berat. Suaminya tak bisa diandalkan sehingga perceraian terjadi. Lihat, cinta saja tak cukup. Kecocokan waktu pacaran tak sama dengan kecocokan saat menikah, ia menjanda dan ia di persimpang jalan, lagi.

Bayangkan, ia sudah terusir dari keluarga besarnya, ia kini terusir dari keluarga kecilnya, apakah ada kesempatan kedua bisa ia memutuskan kembali ke keluarga besarnya? Ia pulang sama sekali bukan untuk iman. Ia pulang hanya untuk keluarganya. Apakah itu akan menjamin ia tak terusir lagui, baik secara fisik maupun batin? Bayangkan, ia dari minoritas, masuk ke mayoritas, lalu dengan serpihan hati, memohon kembali masuk ke minoritas, dan ternyata tetap tertekan. Begitulah hidup, pahit. Akankah pengorbanannya membuah hasil manis di kesempatan kedua ini?

Agama, atau keyakinan. Merupakan basis kuat yang menyatukan orang-orang, selain cinta, politik, hingga fanatisme sejenis. Agama, karena itulah seharusnya menguatkan. Mereka yang tak punya ikatan darah tapi menjadi keluarga karena ikatan iman. Semuanya sudah seperti menempel dalam alam bawah sadar. Ibadah dan pengajian tidak lagi sekadar kebiasaan dan kewajiban, tapi juga kebutuhan. “Yang namanya keyakinan memang tak bisa dijelaskan. Ia akan datang sendiri tanpa harus punya alasan.”

Ada beberapa pertanyaan ironis dilontarkan. Seperti, “Apa ada laki-laki baik-baik yang mau menikahi janda?” Seolah kesalahan di masa lalu itu sulit dihapuskan, menjadi bayang-bayang perempuan. Atau tentang rumah yang jadi pijakan keluarga itu, terusir. “Rumah itu milik kakekku. Dibangun dengan uangnya sendiri. Tanahnya warisan dari buyut-buyutku. Lalu diwariskan ke bapakku…” atau tentang kepercayaan, “Namanya orang sudah percaya, semakin susah semakin yakin kalau benar.”

Dan betapa seramnya, saat menyadari bahwa kepahitan yang dirasa ternyata tak seberapa, setelah tahu ada kepahitan lain yang harus ditangani. “Maryam kini tahu, apa yang telah dilakukannya, segala yang yelah dialaminya, tak berarti apa-apa dibandingkan dengan segala hal yang telah dialami keluarganya. Pengusiran, penghinaan, pengucilan, segala macam penderitaan yang tak pernah Maryam bayangkan.” Dan seberapa kuat sih kita menahan gempuran eksternal? “Kita pertahankan yang tersisa ini. ini rumah kita!”

Jodoh, mati, rejeki itu sudah ada yang atur. Namun dalam keluarga, ada syarat wajib dalam memilih jodoh. “Yakni, ikhlas, setia, dan Ahmadi.” Lihat, mau mayoritas atau minoritas, mau Kristen, Buddha, atau kepercayaan lain. Seagama selalu jadi syarat, saat meminta restu orangtua. Dan itu wajar saja.

Ini adalah buku prosa ke 11 yang kubaca dan ulas dari Pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa. Saya ikuti penuh sejak era Kura-kura Berjanggut hingga kini, dan mencoba membacai buku-buku pemenang lama. Tahun 2010, tersisa dua. Di era digital, rasanya mengejar baca buku-buku tampak realitis sekali, mudah didapat, asal ada waktu dan uang bujet saja. Beruntung, tahun 2018 saya menemukan buku ini di tumpukan buku yang ditaruh di Carefour Karawang. Kualitas Maryam ada di tengah-tengah, tak buruk tak juga istimewa. Tetap memenuhi harap, seperti Isinga misalnya. Buku kedua Okky yang saya baca setelah buku non-fiksinya. Hanya masalah waktu mengejari buku lainnya.

“Keteraturan dalam kesemrawutan. Ketenangan dalam kegelisahan. Kepasrahan dalam kemarahan. Kebahagiaan dalam kesedihan. Itulah yang sedang mereka bangun sekarang. Dalam hati masing-masing, juga dalam keseharian yang dijalani bersama-sama.”

Maryam | by Okky Madasari | GM 401 01 12 0009 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Ilustrasi sampul Restu Ratnaningtyas | Desain sampul Marcel A.W. | Jakarta, 2012 | Cetakan ketiga: April 2016 | ISBN 978-979-22-8009-8 | 280 hlm; 20 cm | Skor: 4/5

Untuk mereka yang terusir karena iman

Karawang, 290622 – Tasya – Apakah Arti Puasa?

Thx to Carefour Karawang

#30HariMenulis #ReviewBuku #29 #Juni2022

Ingatan, “Tidak”, Cinta #10

“Pakaian hanyalah penampilan, tapi hati adalah kesungguhan.”

Luar biasa, buku-buku terbitan Metafor dengan tema sastra ditulis keroyokan, sebagian malah hasil terjemahan. Ini edisi perdana, dan sudah sangat bagus. Buku kedua yang kubaca, bagus semua. Kenapa buku sebagus ini tak dilanjutkan terbit ya? Tahun 2000-an saya belum paham sastra, sekarang melahap banyak sekali sastra, dan buku ini makin membuat saya respect sama buku-buku Metafor.

Ini justru terbitan #1, dan langsung menghentak dengan menjual nama Jose Saramago. Bukan cerpen sebenarnya, hanya nukilan novel Blindness bab satu. Karena saya sudah baca, saya langsung klik, sayang buku itu dipinjam teman dan tak kembali, sehingga nostalgia itu hanya sebab. Nanti deh, saya cari novelnya lagi.

Disajikan juga wawancara sang maestro cerita Portugal ini, sangat-sangat bervitamin memberi tips-tips menulis. “Saya menulis empat halaman sehari. Ini soal penataan pikiran, mungkin kelihatannya tidak banyak, tapi… Syarat pertama untuk menulis adalah duduk, dan menulislah.” Dan yang lokal-pun tak kalah hebat, almarhum Umar Kayam menyumbang wawancara dengan post credit seolah ‘farewell’. Hebat, buku yang luar biasa. Semoga ke depan ada buku sejenis ini diterbitkan lagi.

#1. Sang Pemula (Prolog) by Sitok Srengenge

Ini adalah sambutan, dari sang penggagas. Sang Pemula yang menjadikan perkenalan terbitnya Prosa. Angkat topi untuk ide ini buat Bung Sitok Srengenge. “Cara pandang, daya apresiasi, dan selera para pengasuh suatu media bisa memunculkan warna dan nilai tunggal.”

#2. Cerita tentang Ibu yang Dikerat by A.S. Laksana

Masih dengan Alit, karakter favoritnya. Dan karena saya sudah baca, saya menelusur saja kata-kata ini, seolah baca ulang. Kehebatan di sini adalah kejut siapa sudut pandang sebenarnya, dan motif ada sejatinya yang disembunyikan. Sedih, amarah, dan takjub sama pola seperti ini, seringkali berhasil menipu pembaca.

“Ku benar, mestinya ia bertobat. Tapi segalanya sudah terlanjur dan ia mungkin terlalu angkuh.”

#3. Guna-guna dan Gula-gula by Danarto

Perkara telat kawin, dan godaan di luar sana. Mas Guru yang ditegur Pak Kiai, kenapa tak kawin-kawin, sampai mempertanya metode ajar, sebab ia sendiri rasanya perlu diajar. Sehingga Pak Kiai menawarkan guna-guna menjerat wanita. Gaji guru kan tahu sendiri, makanya ia nekad ambil sebab yakin keampuhannya, efeknya bikin tawa. Dan dialog akhir yang sungguh-sungguh bikin ngakak.

“Carilah mangsa lain. Guna-guna yang saya bekalkan sangat ampun untuk memeluk sekian gadis dengan berbagai tipe dan etnik.”

#4. Kebutaan by Jose Saramago

Cerita tanpa nama karakter, kebutaan tiba-tiba di persimpang jalan. Tak ada yang tahu mengapa laki-laki itu mendadak tak bisa melihat. Matanya diselimuti putih, dan ia harus diantar pulang ke apartemennya. Istrinya memeriksakan ke dokter mata, yang malah bikin heran. Dan begitulah, (nantinya) menyebar.

“Kalau nyatanya anda buta, maka kebutaan anda saat ini tidak bisa dijelaskan.”

#5. Dadu by Nirwan Dewanto

Cerita wayang atau drama perwayangan dengan selubung nasihat kehidupan.

“Si pengarang (seorang pengarang yang tak mencantumkan namanya), memang sengaja merancang sejumlah jebakan untuk membingungkan (atau memabukkan) pembaca.”

#6. Tiga Kisah by Sapardi Djoko Damono

Tiga cerita yang (seolah) taka da keterkaitan. Testamen tentang anjing kampung yang baik, Jalan Lurus yang bernarasi, dan Membaca Konsultasi Psikologi tentang suami seorang PNS yang pening.

“Mungkin saya ini seorang suami yang berpandangan kuno, tidak begitu memahami perubahan zaman.”

#7. Penangkaran Binatang by Whani Darmawan

Ini adalah uneg-uneg para binatang yang ditangkar, dan bagaimana proses serta prosedurnya. Banyak bahasa Jawa-nya, hingga dibuatkan banyak catatan di akhir.

“Bisakah engkau menangkarkan landak, lele, dan ikan pari di dalam hati?”

#8. Bertemu Hemingway by Gabriel Garcia Marquez

Wawancara bersejarah dengan George Plimpton di Paris Review, Hemingway mengatakan bahwa berlawanan dengan gagasan Romantik tentang kreativitas – kenyamanan ekonomi dna kesehatan yang terjaga, sampai kapan pun merupakan hal yang kondusif untuk menulis bahwa salah satu kesulitan utama pengarang adalah mengatur susunan kata sebaik-baiknya.

Satu hari kerja hanya boleh berhenti ketika pengarang telah mengetahui dari mana ia akan memulai esok harinya. Saya kira tidak ada nasehat yang lebih berguna yang bisa diberikan tentang kegiatan mengarang.

Karya Hemingway penuh dengan penemuan-penemuan sederhana dan memesonakan seperti ini, yang menegaskan perumpamaan yang dipakainya sebagai acuan untuk menyusun definisinya sendiri tentang penulisan sastra, bahwa seperti gunung es, karya sastra hanya akan bisa berdiri kokoh jika ditopang di bawahnya oleh tujuh-perdelapan bagian dari keseluruhan rancang-bangunnya.

Sebagaimana diutarkannya sendiri, karya Across the River semula dimaksudkan untuk menjadi sebuah cerita pendek dan terperosok ke dalam ‘hutan bakau’ sebuah novel.

Jika orang begitu lama menyelami karya seorang penulis dengan intensitas dan kecinaan yang demikian besar, niscaya ia akan kehilangan cara membedakan fiksi dengan kenyataan.        

#9. Dunia di Sebutir Pasir by Hasif Amini

Karya sastra memang sering menemukan dayanya justru dari semacam ketiadaan pesan, atau kekaburan amanat (kata yang lebih baik adalah ambiguitas), yang sekaligus berarti bahwa pembaca bisa bekerja atau bermain membubuhkan bayang-bayang baru pada setiap pembacaan.

Menyediakan ceruk-ceruk remang yang bisa dihuni hantu-hantu makna

#10. Ingatan, “Tidak”, Cinta dialog dengan Katherine Vas

Keren banget. Wawancara hebat, sederhana tapi memikat.

“Saya biasanya hanya menulis di rumah. Saya tidak bisa menulis di hotel, atau di rumah teman. Sama sekali tidak mungkin, saya hanya tidak mampu melakukannya, taka da yang bisa keluar. Itu saja.”

“Ketika ide sudah saya dapatkan, segera saja itu menjadi obsesi… Saya telah mengarang sebuah kisah cinta tanpa sepatah katapun cinta.”

#11. Cerita yang Hidup dan Hantu Ilmu Sosial by Umar Kayam

Keren ini sih, wawancara pada 22 Januari 2002 yang nantinya (atau sudah) legendaris antara AS Laksana, Sitok, dan Hasif kepada Umar Kayam. Kita jadi tahu pandangan sastra sang penulis Para Priyayi ini. Saya kutip saja sebagian kalimat-kalimat bagus ini:

“Bahasa Indonesianya bagus tapi ruwet. Enigmatik. Sajak-sajak yang baik itu menurut saya harus bisa menggugah imajinasi. Meskipun imajinasi yang kita dapat tidak sama dengan sang penulis.”

“Pertimbangan utama editing: wagu opo ora? (janggal apa tidak?)”

“Mana yang lebih penting menurut Anda, logika atau keindahan bahasa. Sama-sama penting.”

“Terhadap Rendra memang saya subjektif, seperti juga terhadap Goenawan. Tidak bisa objektif sata pada dua orang itu, karena hubungan pribadi kita terlalu dekat.”

Tulisan ini ditutup dengan kabar, pada 16 Maret 2002 sang legenda meninggal dunia. “Pak Kayam meninggal dunia.” al-fatihah.

Prosa #1 – 2002 | Redaksi Sitok Srengenge (Kerua), Hasif Amini, Arif B. Prasetyo, Rani Elsanti (sektertaris) | Desain Muhammad Roniyadi | Penerbit Metafor | Skor: 5/5

Karawang, 100622 – Westlife – I Lay My Love On you

Thx to Buku Jarang, Bekasi

#30HariMenulis #ReviewBuku #10 #Juni2022

#Oktober2020 Baca

“Manusia yang berpikir bukan otaknya.” – Kata Straus (1963)

Bulan santai pasca KSK, secara kuantitas tetap saja melaju di angka belasan. Yang paling sulit memang The Constant Gardener berisi lima ratus lima puluh halaman, ukuran lebar dan topiknya rumit. Heart of Darkness kumasukkan giveaway, jadi setelah baca langsung kulepas. KSK ada dua buku, keduanya tersingkir dari daftar pendek jadi dibaca santai yang ternyata malah bagus banget keduanya. Sedang menikmati buku-buku psikologi dan filsafat, dan kumpulan esai. Oh iya, jangan lupa beberapa buku lama kubaca ulang, terutama yang belum kuulas jadi untuk mengetiknya, saya butuh refresh.

Menyenangkan sekali bukan, menikmati buku dan menceritakan keseruannya dalam blog?

#1. Heart of Darkness Joseph Conrad

Ini tentang perjalanan ke belantara Afrika dengan rute sungai. Penuh perjuangan sebab di prosesnya mendapat serangan dari suku pedalaman. Menuju Tuan Kurtz yang kejam, sekaligus dipuja oleh Pemerintahan Belgia. Menuju jantung kegelapan, tentang kolonialisme di Kongo, tentang penjualan gading.

Bernarasi kalimat langsung, jadi sang tokoh Aku menceritakan kepada para awak kapal, pengalamannya selama perjalanan. Sebagai nahkoda dalam misi menjelajah ke Congo, sebagai wilayah jajahan Belgia. Nah, selama air mengalir mengantar mereka itulah kita disuguhi sisi gelap manusia. Kolonialisme, pemaksaan kehendak demi kepentingan para penjajah, penjualan gelap gading gajah, korupsi, hingga perilaku manusia dalam sisi hitam. Memudiki sungai ini bagaikan melakukan perjalanan kembali ke masa paling awal dunia ini, ketika vegetasi bersuka-ria di bumi dan pepohonan besar bak raja-raja.

Aku melihatnya, aku mendengarnya. Aku melihat misteri tak terpahami dari satu jiwa yang tak mengenal batasan, keyakinan, dan ketakutan, namun masih berjuang membabi buta mengasai dirinya…”

#2. Makan Siang OktaNurul Hanafi

Saya suka sekali film A Ghost Story yang menampakkan ‘hantu’ yang bosan menapaki waktu di tempat yang sama untuk rentang kisah acak. Saya juga suka sekali Buried yang membuat Ryan Reynolds terkubur satu setengah jam dalam peti, yang otomatis sepanjang film penonton turut sesak. Saya juga suka sekali Locke, filmnya tentang Ivan Locke ngomong sendiri di mobil via telpon, ia berkendara dan meramu kejadian di sekelilingnya jadi syahdu. Nah, di Makan Siang Okta kita mendapat sisi minimalis itu. Sungguh jantan dan menarik. Kalian diminta untuk terus menyimak dialog sampai bosan. Terimalah kebosanan itu. Peluklah kebosanan itu, cintailah kebosanan itu.

Ini kisah sederhana, sebuah kunjungan anak SD ke teman sekelasnya untuk meminjam buku, yang nantinya kita tahu hanyalah alibi. Kedatangan ini memang tak memerlu konfirmasi sebab Okta, gadis itu juga tidak tahu ia bakalan datang, saat Tendy tiba ia sedang makan siang. Kau hampir sama sekali tak tahu bahwa ikan bandeng, sepatu selop, seuntai kalung, dan sebuah buku cerita benar-benar telah tampil sia-sia jika dibandingkan dengan keanehan dia yang memiliki semua barang itu sekaligus. Adegan sepanjang buku akan berkutat di situ. Setelah berputar-putar dalam dialog dan ‘dialog’ dalam kepala Tendy, kita bertemu ibunya Okta yang sedang mengupas kentang, turut sertalah beliau dalam belitan kisah. Tokoh nyata hanya bertiga, walau dalam percakapan menyinggung nama-nama lain seperti teman sekolah atau teman masa kecil ibu, tapi tetaplah tokoh Makan Siang hanya bertiga. Sekolah tidak mengajarkan cara menghabiskan waktu siang yang baik bersama seorang teman laki-laki. Maka muncullah buku panduan ini. Haha…

Karena aku menganggapnya paling cantik sekelas.”

#3. Kiat Bermain SahamSurono Subekti

Secara ekstrem saham dibagi menjadi dua, saham fundamental dan saham kucing kurap. Di era itu belum dikenal saham gorengan kali ya. Justru ketika baca saham kucing kurap rada aneh. Hehe… Faktor judi di saham kucing kurap itu sangat besar, disebut kucing kurap karena diusahakan setelah dipegang segera dilepas begitu ada kesempatan. Sedang saham fundamental, bisa disimpan bertahun-tahun di lemari besi, bahkan seumur hidup sampai pensiun kalau mau.

Pengalaman adalah guru terbaik, lapangan adalah guru terbaik. Saya sudah main saham hampir dua tahun, Alhamdulillah sudah positif, sudah untung. Sejatinya ingin jadi investor, tapi tiap minggu/bulan pas lihat grafik hijau, tangan ini gatal buat jual, akhirnya yo wes yang warna hijau berkali-kali kujual buat kuputar. Sampai-sampai berpikir, ini kok cari duit sederhana dan gampang ya? Cuma tanam duit, pilih saham bagus, diamkan, sebulan dua bulan dicek udah untung. Wew… kenapa ga dari dulu pas masih lajang sih. Hiks. Namun nggak papa terlambat, masih bisa kok nabung saham. Terus bergerak dan belajar. Termasuk baca buku saham dari yang jadul (seperti buku ini – buku kedua saham yang selesai kubaca setelah Simple Stories for Simple Investor) sampai baca buku saham terbitan baru, saya lahap semuanya. Beberapa buku pinjam, beberapa beli sudah di rak. Saya adalah pembaca yang rakus.

Jadikan bermain saham sebagai hobi. Memilih saham sama seperti memilih orang. Salah satu alasan membeli saham adalah membeli masa depan perusahaan.

#4. Apa yang Harus Saya Lakukan? Drs. R.I. Suhartin

Buku konseling remaja yang bervitamin sekali. Keren! Jadi tahu curhat dan jawaban pakar masalah-masalah pergaulan tahun 1980-an. Buku ini berisi lima permasalahan utama, yang dibagi lagi dalam tanya-jawab satu arah 47 poin, kecuali ada dua pertanyaan dari orang yang sama. Merupakan kumpulan tulisan dalam Rubrik Pendidikan di suratkabar Berita Buana. Sangat menarik, bagaimana remaja kala itu menghadapi problematika yang rasanya relatif masih sama dengan era sekarang, minus gadget dan kebebasan bersuara. Related. Permasalahan remaja, tak jauh dari cinta, keluarga, dan peningnya belajar. Cinta kala itupun sudah mengarah ke seks yang tentu saja tabu untuk dibicarakan.

Jawaban-jawaban yang diberikan sangat lugas, bagus sekali, enak dibaca. Terlihat sekali direspon dari orang bijak yang berpengalaman mendidik dan mengalami pasang surut kehidupan. Seperti opsi, yang utama membahagiakan orang tua atau pribadi? Ketidakmampuan memenuhi kemauan orang tua tidaklah menjadi soal, yang pokok adalah Anda! Susunlah rencana sesuai dengan kemampuan, dan segera menyusun siasat, cara, dan teknik penyampaiannya, yang penting bahagia sesuai kemampuan pribadi. Kebetulan topik ini beberapa hari lalu sedang dibahas di diskusi inspirasi pagi. Hanya doa dengan hati yang bersih yang dapat dikabulkan Tuhan.

Cinta sejati bukan sekadar seks belaka, tapi harus meliputi keseluruhan pribadi masing-masing, yang utama tahan uji dalam keadaan apapun, maka cinta bukan hanya seks centered, tapi harus personality centered.

#5. Oh Film…Misbach Yusa Biran

Buku tipis yang sebenarnya bisa cepat diselesaikan baca, tapi saya baca santuy jelang tidur. Saya bacakan untuk Hermione satu atau dua bab setiap beberapa malam. Ini adalah buku rekomendasi Sherina Munaf dan berkali-kali cari di Gramedia Karawang nggak ada, maka saat ada yang jual daring, langsung kusambar. Buku yang sejatinya biasa, hanya mencerita kehidupan seputar orang-orang film di Senen, dari sudut pandang para jelata mengais rupiah hanya untuk sekadar bertahan hidup dari bulan ke bulan. Kisah apes yang mengelilingi para kuli film. Judulnya tentu pas sekali, … oh, film!

Kisahnya lebih sederhana dan membumi, ini buku berdasarkan pengalaman sang penulis yang berkecimpung di dunia film sejak 1954 sebagai anggota PERFINI. CV filmnya sangat banyak, jasanya dalam seni di Indonesia tentunya melimpah. Tahun 2008 beliau menerima Bintang Budaya Parama Dharma, bintang tertinggi dari Pemerintah RI di bidang budaya.

“Ah… betapa tenangnya langit, mengapa orang bisa tidur di malam berbintang terang seperti ini?”

#6. Ketua Klub Gosip dan Anggota Kongsi KematianYetti A. KA

Kumpulan cerpen yang menyajikan hal-hal sederhana malah mendekatkan manusia kembali pada realitas kehidupan. Kata Martin Heidegger dari Jerman, yang meneliti eksistensi manusia terutama tentang kecemasan, kenisbian segalanya dan kesadaran manusia akan kematian. Ada yang bilang Heideggar seorang ateis, ada yang bilang pula ia seorang mistikus, tapi dengan jelas ia mengatakan bahwa dirinya, “sedang menunggu kedatangan Tuhan.”

Begitulah, Ketua Klub Gosip menjadi kumpulan cerita pendek yang melatari sisi dalam setiap individu. Dengan tema beragam dan beberapa minim penjelasan menjadikannya lebih asyik sebab segala yang membingungkan malah menarik. Ia mempertahankan pentingnya transendensi. Bagaimana jadinya kalau gosip sedih itu dimulai dari orang yang kita kasihi?

“Seharusnya kau menggunakan benang merah untuk topi itu”

#7. Cerita, Bualan, KebenaranMahfud Ikhwan

Kebetulan ini buku kedua tahun 2020 dari Tanda Baca yang kubaca, Tentang Menulis-nya Bernard Batubara yang gagal memenuhi harap, sekadar curhat pengalaman beliau mencipta karya, tak dalam, sangat biasa, dan benar-benar tak bervitamin. Sempat terbesit sepintas, jangan-jangan ini buku ala kadar juga? Sama-sama tipis dan berkutat dalam proses kreatif. Namun tentu saya rasa was-was itu bisa dienyahkan seketika, jelas Cak Mahfud punya kualitas, punya standar yang menggaris, mana yang laik dicetak dan mana yang sebaiknya tetap tersimpan dalam komputer. Kedelapan tulisan di sini sungguh ciamik. Kalau dituturkan dengan irama merdu gini, sangat perlu dibuat lebih banyak lagi kisah-kisah dibalik karya, terutama tentu saja karya yang sudah dikenal rakyat, dikenal pembaca dengan akrab. Dengan sudah membaca tiga buku sebelumnya, bualan beliau langsung bisa nyetel, klik sejak di akhir tahun cuti yang lucu itu.

Saya belum baca satupun buku karya Pak Kunto, tapi namanya memang termasyur di kalangan klub buku. Berkali-kali incar, gagal bawa pulang. Terutama Pasar yang sering kali muncul di pajangan. Ternyata menjadi panutan Cak Mahfud.

“Kekuasaan bergandengan tangan dengan agama akan memperlihatkan sisi buruk manusia.”

#8. Koleksi Kasus Sherlock HolmesSir Arthur Conan Doyle

Saya sedang membaca ulang beberapa buku lama, saya pilih pilah yang terkesan dan belum kuulas. Seingat saya, buku Sir Arthur baru satu yang kuulas di blog, makanya seminggu lalu entah refleks ambil buku ii di rak. Saya sudah khatam semua kisah Sherlock, dan membaca ulang malah menelusur kenangan, dan ingatan saya di Koleksi Kasus ternyata nggak kuat nempel, hanya beberapa yang klik, kebanyakan lupa tentang apa. Makanya terasa fresh lagi. saya baca buat selingan baca non-fiksi tentang filsafat yang bikin kerut kening making banyak.

Ternyata ini masa-masa akhir Holmes yang pensiun. Jadinya masuk ke koleksi kasus. Beberapa kisah berulang, seperti Holmes yang sombong menunggu klien saat Watson sedang duduk lalu mendengarkan detail. Atau Watson yang seperti kita tak paham maksud Holmes bahwa kasus ini sudah jelas, padahal selubung belum dibuka. Atau bahwa Holmes selalu ingin di balik layar, oarng-orang dari Kepolisian saja yang mendapat pujian. Atau Holmes yang hanya ingin menangani kasus unik, aneh, berat. Uang bukan masalah, justru ia tak tertarik menarik bayaran bagi jelata. Hebat. Keren. Takjub. Kebetulan saya sudah baca seri satu detektif karya Penulis Harry Potter. JK Rowling mencoba meng-copy gaya Holmes ke era masa kini. Belum bisa menandingi, tapi patut diapresiasi usahanya. Hal-hal yang paling rumit biasanya sangat bergantung pada hal-hal yang paling sepele.

“Nada bicara Anda tak kalah sombongnya, Mr. Holmes. Tapi saya bisa memakluminya. Hasil kerja Anda patut mendapat acungan jempol.”

#9. Bebas dari MiliterMartin Shaw

Buku yang sejatinya sangat umum, ditulis tahun 1991, dan kini sudah hampir tiga puluh tahun sudah banyak sekali perubahan militer. Telaahnya tentu saja sudah banyak tidak relevan, memang menikmati buku ini lebih ke nostalgia. Dunia digital meluluhkan segalanya. Membahas istilah saja bisa berlembar-lembar, membahas militer Inggris bisa panjang sekali, lalu telaah nuklir dan konsekuensi, menyelam dalam Perang Teluk yang berlarut, dst. Melelahkan sekali, tapi kalau nggak segera kupaksakan takutnya terbengkelai, maka gegas kutuntaskan. Berhubung militer adalah hal yang awam bagiku, lumayan bervitamin. Seluk beluk dunia militer. Jika perang selalu menjadi anakronisme sosial, masalahnya tidak akan selesai dengan menjadikannya sebagai kambing hitam.

Setiap masalah bisa dipecahkan jika teknologi dan dana digunakan dengan dosis yang tinggi. Argumen Ross bahwa apa yang sering kali dideskripsikan sebagai militerisasi di Dunia Ketiga (atau ‘militerisasi global’) lebih merupakan bangunan militer daripada militerisasi sosial.

“Pengeluaran militer pasti merusak kesejahteraan ekonomi meskipun ia memiliki keuntungan ekonomi yang positif.”

#10. Mimpi-Mimpi Einstein Alan Lightman

Secara cerita buku ini mengecewakan, intinya kurang gereget, hanya labuhan khayal sang ilmuwan yang acak dan tak jelas. Terliaht samar, mencoba merumitkan diri. Ini fiksi sehingga Alan Lightman harusnya punya kreasi bebas untuk melalangbuanakan bualan, sayangnya inti yang coba disampaikan tak jelas. Sepenggal masa-masa tahun 1905 di mana Einstein muda mengajukan tulisan terkait teori waktu, menjadikannya patokan utama, benang merah, dari seratus halaman, sejatinya hanya bagian interlude yang menjadi realitas yang menyenangakn dilahap, sayangnya yang namanya interlude ya sesekali saja muncul. Sementara sebagian besar hanya pecahan kejadian yang bebas dan tak beraturan. Tak kuat secara cerita, tapi memang dasarnya seperti puisi, semua bebas disenandungkan, keras, berisik, dan merdeka. Namun melelahkan sekali…

Buku ini sudah berkali-kali masuk daftar incar. Berbagai kover sudah kulihat, setelah bertahun-tahun akhirnya kumiliki edisi cetakan kesepuluh dengan kover kuning mentererng. Penerjemahnya adalah Penulis Raden Mandasia yang terkenal itu. Saya tak terlalu banyak complain terkait alih bahasa, karena memang rerata bila dikerjakan dengan serius hasilnya bagus. Kembali di kalimat pembuka, yang utama adalah cerita, dan Mimpi-Mimpi Einstein ceritanya kurang OK, mencoba bermewah kata, menawarkan stair-syair puisi kehidupan masyarakat di sekitar pegunungan Alpen. Mimpi-mimpi itu pada akhirnya menghancurkan diri sendiri sekaligus mengekalkan-dirinya-sendiri.

“…Saat terkenal nanti, kau akan teringat bahwa kau pertama kali menjelaskan padaku, di perahu ini.”

#11. Teori Kepribadian Rollo MayIna Sastrowardoyo

Kehidupan kosong dapat terlihat dari manusia yang hidup seperti robot, tiap hari itu-itu saja yang dikerjakan tanpa gairah atau kegirangan seolah-olah dipantau oleh radar di kepala. Buku psikologi yang sangat bagus, dipadatkan dengan bagus dan dijelajah pengertian itu dengan sangat pas. Menjadikan penasaran lagi buku asli karya Rollo May, karena disini didedah dengan sudut yang mengagum. Sumbangan May, mendekatkan manusia kembali pada realitas kehidupan.

May berujar bahwa konseling merupakan seni, yang dapat dikembangkan lebih besar dari seni lain misalnya melukis atau seni musik. Orang yang memandang objek seni, bahkan dapat mengidentifisir dirinya dengan objek seni itu.

“Saya hanya merupakan suatu koleksi cermin, yang memantulkan keinginan orang lain.”

#12. The Constant GardenerJohn le Carre

Kisah mengambil sudut utama Justin Quayle yang mendapati istrinya Tessa Quayle meninggal dunia dibunuh di tepi Danau Turkana, dekat Teluk Allia bersama pula rekannya dokter Arnold Bluhm, sang Apollo berkumis dalam sebuah pesta perjamuan di Nairobi, dokter kharismatik, lucu, dan tampan.. Pengemudinya Mr. Noah Katanga juga tewas. Mrs. Qayle akan dikenang atas pengabdiannya dalam menegakan hak-hak asasi wanita di Afrika. Sebuah pengalaman buruk yang didapatkan Tessa dan Arnold dalam perjalanan lapangan mereka sejenis malapraktik, jenis yang dilakukan oleh perusahaan farmasi.

Masalah obat ini adalah: pertama berbagai efek sampingnya ditutupi demi meraih keuntungan. Kedua masyarakat termiskin di dunia digunakan sebagai kelinci percobaan oleh masyakarat terkaya di dunia. Ketiga debat ilmiah yang sah mengenai masalah ini diberangus oleh intimidasi korporat. Apa yang benar selalu kekal. Para bedebah ini tidak memilkirkan apa pun selain keuntungan yang sangat besar, dan itulah kebenaran. Dyraxa bukan obat yang buruk, itu obat bagus hanya belum menuntaskan uji cobanya. Tidak semua dokter bisa dirayu, tidak semua perusahaan farmasi itu ceroboh dan tamak. Tessa dan Bluhm telah dibunuh karena mengetahui tentang kesepakatan jahat yang dilakukan perusahaan farmasi. Tessa adalah korban dari konspirasi internasional.

“Sandy, tugasku adalah mengabdi untuk Afrika…”

#13. Prosa 3 Obsesi Perempuan Berkumis – Budi Darma Dkk.

Wow, baru tahu dulu pernah ada sebuah buku berjilid Prosa sekeren ini. Ini adalah edisi ketiga entah total ada berapa edisi, isinya luar biasa, padat, sedap, bervitamin. Semacam majalah? Enggak juga. Semacam edisi khusus sastra? Bisa jadi, yang jelas benar-benar keren. Bung Budi Darma menjadi pusat, dengan cerpen panjang, kritik sastratentang cerpennya, dan wawancara khusus, Bung Yusi juga menyumbang dua tulisan. Bagus semua. Bikin pembaca megap-megap antusias.

Mengubah dunia tentu memerlukan keyakinan, ketetapan, kepastian – dalam bentuk ilham maupun dokrin, dan organiasasi dan lain-lain. Berisi tiga jenis tulisan: fiksi,esai, dan dialog. Renyah sekali.

“Saliva, Saliva, hatimu, mulutmu, ucapanmu, semuanya berlendir.”

Oktober tahun ini memang penuh buku. Kukira bakal jadi puncak jor-joran beli buku, ternyata November sejauh ini sudah beli belasan lagi. sulit sekali menghentikan.

Karawang, 161120 – Solomon Linda & The Evening Birds – Mbube (1939)