Cassie: “Aku memaafkanmu.”
Tidak ada perselisihan tentang rasa dan merasakan. Ini adalah film komedi, tapi ternyata tawa itu pahit. Ini film thriller, tapi ketegangannya merajah mual, ini film drama romantis, ah ga juga. Adegan pembunuhannya menampar roman indah para pujangga. Ini jelas kisah yang kompleks, aduhai sampai menang Oscar. Tepuk tangan untuk kelihaian plotnya. Menakjubkan, rentetan kepedihan menguar sampai menit akhir, bahkan setelah layar ditutup saya tak tahu mau bilang apa. Tema yang ditawarkan adalah dendam yang disimpan, lalu direncana dibalaskan dengan kesabaran tinggi dan gaya jungkir balik. Endingnya mungkin membuat shock, tak selancar itu tatanan rencana yang dibuat. Menohok dengan keras para penikmat happy ending Disney. Semua itu menyembur dari kalian bagaikan sebersit api dalam kegilaan balas dendam. Dan bilamana mereka menyebut diri manusia benar, hhhmmm… bagaimana ya menyebutkan, sederhananya takdir mencoba senyum dalam, yang baik dan yang adil.
Kisahnya tentang Cassandra ‘Cassie’ Thomas (diperankan dengan brutal sekaligus menawan oleh Carey Mulligan). Ia adalah perawan tua yang menganggur, kuliah kedokteran drop out, menikmati masa lajang bersama ibu-bapaknya dengan (seolah) hura-hura di diskotek, pub, bar, tempat nongkrong sosialita. Di usianya yang awal kepala tiga ia tampak tak tentu mau ke arah mana. cantik, itu luka. Kehendak adalah kuasa.
Dibuka dengan adegan mabuk di bar, Cassie menggoda para pria, dengan kode dan arah ke seks bebas. Dia menunggu orang-orang yang kehendaknya berjalan dengan kaki-kaki lemah – dia menunggu-nunggu seperti laba-laba, menggoda yang ada. Maka saat ia bergelayut di pundak Jerry, di taksi yang lalu berbelok ke apartemen. Dalam drama romantis yang umum dan kita kenal, ini mengarah ke adegan wik-wik, tapi tidak kawan. Ini kisah horor buat penikmat seks bebas, Jerry kena tampar di menit akhir di atas ranjang.
Wanita muda yang menjanjikan ini hanya bekerja di kedai kopi milik temannya, ia menikmati masa sendiri. Banyak pengunjung menggoda, banyak pria terpesona tapi memilih jomblo, sampai-sampai Gail sobatnya heran. Pada suatu masa salah satu tukang ngopi itu adalah teman sekolahnya Ryan Cooper (Bo Burnham) yang sudah jadi dokter muda, tampan, dan tampak terpesona. Meminta nomor HP, malah dikasih nomor palsu.
Di ulang tahunnya Cassie dapat koper pink dari orangtuanya, seolah pertanda diminta cabut dari rumah. Memertanya arti kehidupan, ke depan sebenarnya mau apa? Tak ada ambisi, taka da keinginan menikah atau karier yang lebih menjanjikan, padahal cantik dan penuh sensasi seksual. Lalu kita tahu, ada masa lalu kelam dalam hidupnya. Bagaimana rasa kehilangan sahabat menjadi titik penting dalam hidupnya, dalam cerita ini. Kesalahan pun dapat menimbulkan efek samping yang menarik.
Hatinya lalu sedikit dibuka, ajakan kencan Ryan diladeni, ajakan jalan itu memberi asa kepada kedua orangtuanya, dibawa pulang diperkenalkan dengan canggung dan tawa kaku, Cassie normal dan memiliki harapan segera menikah. Dalam kencan Ryan secara sepintas menyebut rekan kuliahnya Alexander ‘Al’ Monroe (Chris Lowell) akan menikah, kalimat sepintas itu malah memicu klik dahsyat. Sebuah fakta buruk dicerna, diolah, lalu didengungkan dengan liar.
Adalah Nina Fisher, sobat kentalnya yang menjadi korban. Ia adalah korban pemerkosaan al dan kawan-kawan, walaupun sudah melapor dan memerjuangkan keadilan, harapan ganjaran ke pelaku tak didapat, Nina akhirnya bunuh diri. Inilah pemicu utama, Cassie luluh lantak, hatinya hancur. Lantas saat mendengar Al, sang pelaku akan menikah langsung membara dendam dan segala niatan balas.
Jalan itu berliku, dimulai dengan Madison McPhee (Alison Brie) yang diajaknya makan siang, sebagai teman lama yang lost contact, Madison senang aja mabuk bersama. Namun ini hanya kamuflase yang tak disadari teman lamanya, sebab ia lalu meminta lelaki untuk membereskannya. Kedua, ia lalu ke sekolah mencari siswi bernama Amber yang dijebak untuk makan malam dengan band ternama, yang menghubungkan dengan Dean Elizabeth Walker (Connie Britton), teman lama yang kini menjadi pengajar. Ia menuntut penjelasan dan permintaan maaf, sebab putrinya Amber kini terbaring lemah di sebuah hotel. HPnya dibalikin dan ia menuai kepuasan dendam, bagaimana kasus Al memudar adalah kesalahan.
Target ketiga adalah mantan pengacara Jordan Greene (Alfred Molina), pengacara yang membela Al, ternyata ia sudah tobat. Rencana jahat Cassie ditangguhkan sebab Jordan sudah mengakui segala kesalahannya, menangis penuh penyesalan. Tindakan tepat, sebab pembunuh bayaran yang menanti di luar diminta mundur. Cukup? Belum, target utama adalah Al, dan susunan itu menjadi liar saat salah satunya malah memberi rekaman video saat kasus itu terjadi.
Ada Ryan, yang awalnya akan memenuhi hatinya. Pria jahat yang akhirnya jadi jembatan menuju pesta bujang Al di sebuah vila sewa di sebuah pulau yang redup dan mematikan. Rencana dendam itu disusun dengan bagus, melibatkan busana perawat, borgol dan segala jenis seks appeal yang coba dituangkan. Namun tak berjalan mulus. Sang wanita menjanjikan, menuntaskan misi dengan kejutan menawan. Ditutup dengan menakutkan sekaligus indah lagu Angel of the Morning-nya Juice Newton.
Bagus sekali, pantas menang naskah asli terbaik Oscar tahun ini. Dibanding kisah nomaden yang boring, atau keluarga Korea yang galau, cerita yang disajikan Promising memang paling liar dan penuh gaya. Tak tertebak, tak semulus paha Carey Mulligan, plotnya malah gelap dan menghantui. Kurang lega? Wajar, sudah lega? Wajar juga. Penafsiran akhir memang bercabang, sejatinya kisah nyeleneh semacam ini malah bagus sekali.
Debut Emerald Fennell yang manis. Dalam sebuah adegan Cassie membaca buku di kedai kopi dengan judul ‘Careful How You Go’ yang ternyata adalah naskah film pendek yang dibuat sang sutradara. Semakin banyak dan berbeda-beda watak tokohnya, semakin tidak jelas karakter yang dicipta dalam skenario, semakin bagus. Pantas dinanti karya-karya berikutnya.
Promising memuat suatu obsesi ganjil yang, saat dipikir ulang ternyata wajar saja. Kita tak bisa menarik suatu kesimpulan yang absah dari cerita yang bersikap rekaan. Yang kita dapatkan hanyalah sejumlah alternatif yang bisa menjelaskan mutu film ini yang, terutama ditampilkan paling akhir. Kalung yang disatukan, kelegaan yang tak melegakan atau ketidaksenangan atas kepuasan. Entahlah, Promising memang bercabang di mana kita berdiri titik tengah diantara senang dan sedih.
Ceritanya terlalu memesona untuk dikeluarkan dari relnya oleh analisis. Dengan begitu pemecahannya tetap dilakukan secara puitis. Karena ini fiksi, cara mengidentifikasinya juga kudu benar-benar khayali. Cumbuan di antara keanggunan yang penuh kemenangan, semua kegairahan nyanyian tak peduli proses penangkapan itu dalam dramatis pernikahan. Biarkan kalung itu disatukan dengan damai dan teks-teks terencana itu dikirim dalam keteduhan, ‘ Love, Cassie and Nina 🙂 ’
Tidak ada hal lain yang kita percayai dibanding perasaan kita sendiri, ego kita sendiri.
Promising Young Woman | Tahun 2020 | Directed by Emerald Fennell | screenplay Emerald Fennell | Cast Adam Brody, Ray Nicholson, Sam Richardson, Carey Mulligan, Timothy E. Goodwin, Bo Burnham, Christopher Mintz-Plasse | Skor: 4.5/5
Karawang, 120521 – Frank Sinatra – Something Stupid