Pemufakatan Jahat dalam Penjara

The Brethren  by John Grisham

“Momentum adalah binatang aneh dalam politik… Uang mengikuti momentum”

Diluardugaku, ini jadi buku pertama John Grisham yang selesai kubaca tahun ini, padahal tahun lalu dan sebelumnya sangat antusias dan banyak menyelesaikannya. Di rak juga numpuk buku-buku beliau. Untuk kali ini, tak ada twist. Lebih sederhana, tak rumit, dan mengalir tenang. Mungkin karena tokoh utamanya, para kakek-kakek, penghuni penjara yang membentuk majelis kejahatan, sementara di luar sana sedang hiruk pikuk menuju pemililhan Presiden USA. Dan dua tiga kepentingan itu bersinggungan, di tengahnya ada pengacara yang galau, dan terhimpit berbagai masalahnya sendiri.

Kisahnya terfokus pada sebuah majelis dalam penjara, terdiri atas tiga mantan hakim, di mana mereka melakukan kesalahan sehingga terjerumus di dalam jeruji besi. Mereka adalah Joe Roy Spincer, Finn Yarber, dan Hatlee Beech. Mereka melakukan sidang sederhana Pengadilan Rendah North Florida, lebih dikenal engan Majelis di Trumble. Keamanan di sana minimum, tak terlalu ketat sehingga banyak celah untuk melakukan negosiasi persekongkolan.

Dengan pengalaman melimpah, mereka tahu di luar sana ada noda yang bisa dimanfaatkan. Metodenya selalu sama, menjerat lelaki dengan memasang iklan di Koran, memancing lelaki dengan umpan pemuda yang depresi, tampan, dan butuh teman. Memasang kotak surat, dan berikutnya penghubungnya adalah L. Trevor Carson, pengacara dan penasihat hukum. Dia menjual etiknya, normanya, bahkan moralnya demi uang. Setelah terjerat, para korban lalu diancam akan disebarkan identitasnya ke publik bahwa dia gay. Ancaman dan permintaan uang tutup mulut itu lalu diolah oleh Carson, dibagi empat. Dalam sebulan ia memperoleh  sekitar $800.000 dalam bentuk uang gelap bebas pajak. Bisakah kecepatan datangnya uang ini berlanjut? Korban-korban majelis tidak buka mulut karena malu. Mereka tidak melanggar hukum, mereka cuma takut. Mangsanya adalah nafsu manusia dan imbalannya diperoleh dari perasaan takut.

Mereka merencanakan serangan mereka dengan baik, yang selalu merupakan unggulan nereka, karena mereka punya begitu banyak waktu. Tiga pria yang sangat pintar, dengan waktu kosong. Tidak adil memang, tapi begitulah. Gerakan ini menuntut ketelitian dan pengalaman. Sampai akhirnya mereka menemukan korban kelas kakap.

Amerika jelang pemilihan presiden. Direktur CIA Teddy Maynard yang kejam mengatur strategi untuk kemenangan kandidat yang ia pilih, Aaron Lake. Mengupaya segala siasat dengan menebar ancaman terorisme, Amerika butuh dana lebih, membutuhkan anggaran perang plus plus. Lake dimanipulasi untuk menang, maka segala yang mengganggu disingkirkan. “Saya rasa Anda sebaiknya mengumumkan dua hari setelah New Hampshire. Biarkan para pemenang menikmati kemenangannya dan biarkan para pecundang ribut sendiri dulu, lalu umumkan.”

Begitulah, luapan kampanye jelang pilpres, itu suatu hari harus tersandung noda. Sebab Sebuah surat sederhana bisa menghancurkan tatanan papan catur. Lalu Argrow ditugaskan Teddy melacak surat-surat Lake, dan menuntun ke Carson. Begitulah, akhirnya nasib mempertemukan mereka. Entah bagaimana caranya majelis harus disingkirkan, dank arena Majelis memiliki nilai tawar, mereka lantas menantang balik. “Tiga hakim kotor di penjara federal di Florida dapat mempengaruhi keamanan nasional? Aku ingin mendengar pembicaraan kalian.”

Sebuah kesepakatan win-win solution dilontarkan, dan segalanya lantas berakhir tenang dan tenteram.

Karena saya sudah berkali-kali baca buku Grisham, endingnya agak mengecewakan. Masih hebatan The Partner yang mengejutkan. Majelis seolah menjadi obat tawar untuk para manula yang pensiun, memberinya bekal di hari tua dengan jutaan dollar, lantas menikmati sisa hidup dengan fun. Walau di ujung sekali permufakatan jahat tetap dilakukan, dan beda regional, tetap saja ending-nya kurang OK.

Hal-hal yang diangkat juga umum. Kampanye perang contohnya, sudah pernah ada dan walau tampak jahat, logikanya seolah benar. Atau tentang aborsi, yang mana perdebatan masih relevan. “Anda dicecar soal aborsi, tapi Anda bukan yang pertama.”

Saya justru malah merasa simpati sama hakim tua yang apes. Seolah sudah tak ada guna. Tak seorang pun membela Yang Mulia Hatlee Beech. Ia dihukum, diceraikan, dipecat, dipenjara, dituntut, bangkrut. Beech kehilangan begitu banyak, jatuh begitu dalam. Maka terasa wajar mereka melakukan penawaran tinggi, “Mr. Lake punya uang yang lebih banyak uang daripada yang bisa dihabiskan. Enam juta dollar Cuma setetes air dalam ember.”

Untuk Lake, mungkin kalian muak. Bergitulah politik, kejam dan seringkali menghilangkan kemanusiaan. Saat kempanye, penuh senyum “Lake memeluk orang-orang yang belum pernah ditemuinya dan melambai pada orang-orang yang belum pernah ditemuinya lagi, lalu menyampaikan pidato kemenangan yang menggelora tanpa teks.” Pilpresnya sendiri, duel antara Gubernur Wendell Tarry melawan Congressman Aaron Lake tak disebutkan banyak, hanya sepintas lalu setelah segala gemuruh usai.

Memamg bukan buku terbaik Grisham, tapi jelas keunggulannya adalah plot yang sangat rapi, baik, dan begitu hidup. Masih, Grisham adalah penulis terbaik masalah pengadilan menurutku. Piawai memainkan kata, memainkan emosi pembaca, sampai-sampai kita percaya kasus seperti ini bisa terjadi. Pemufakatan jahat ini bisa berjalan. Kita tak tahu, di luar sana banyak sekali orang jahat, sehingga kejahatan turut update mengikuti perkembangan teknologi. Entah, buku-buku Grisham yang di atas 2010-an apakah juga memainkan kejahatan sesuai era sekarang.

Maka Majelis menurutku adalah sebuah tribute dari Grisham untuk para hakim. Memberi ending nyaman dan adil: materi, bebas, menuruti hobi di hari tua. Bukankah kita semua menginginkan tiga hal itu? Keadilan yang coba ditegakkan.

Dunia akan jadi jauh lebih gila, dan kita harus kuat untuk melindungi cara hidup kita.

Majelis | by John Grisham | Diterjemahkan dari The Brethren | Copyright 2000 by Belfry Holding, Inc. | Alih bahasa Diniarty Pandia | GM 402 00.651 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Maret 2000 | 496 hlm.; 18 cm | ISBN 979-655-651-0 | Skor: 4/5

Karawang, 290922 – 211022 – The Cranberries – Loud and Clear

Thx to Kahima Mahima, Jkt

The Partner adalah Novel Tukang Tipu yang Ditipu, Hingga Pembaca Turut Dikelabui

The Partner by John Grisham

“Tak ada masalah. Ini bukan pertama kalinya ia menggugat tergugat yang salah. Ini strategi. Sedikit simpati tidak akan merugikan.” – Patrick

Diburu dan memburu, polemik hati dan limpahan putar uang gede menyeret banyak kalangan guna adu cerdik, mengetuk Dinding Ego para pengacara. Ini kisah tentang pengacara Amerika yang memalsukan kematian, menyaksikan pemakamannya pada 11 Februari 1992, mencuri 90 juta dollar dari biro hukumnya, dan tertangkap empat tahun kemudian ketika menyepi hidup di Brasil. Uang tersebut sudah dalam perjalanan, sudah disetujui, dokumen-dokumen sudah ditandatangani, perintah-perintah sudah dimasukkan; mereka bisa melihatnya, mencium baunya, nyaris menyentuhnya ketika Patrick Lanigan yang mati menyerobot uang tersebut pada detik terakhir yang memungkinkan. Uangnya bergerak cepat dan sungguh merumitkan diri. Dari Washington ke Nasional Bank, sejam kemudian sampai di Nassau, lima belas menit sudah di United Bank, dan Sembilan menit berlalu tiba di Malta, dan akhirnya berpindah ke Panama. Novel setebal 500 halaman yang sangat memikat, mungkin salah satu cerita tentang pengadilan terbaik yang pernah kubaca. Desas-desus dikumpulkan, didengar, diciptakan. Rahasia menjadi hal langka di Coast. Harapan kian meninggi, sementara gosip didaur ulang. Tak ada komentar dari para pemain, tapi spekulasi liar dari reporter. Uang yang dicurinya terlalu banyak, seandainya jauh lebih sedikit korban-korbannya tidak akan begitu bertekad memburunya.

Pembukanya Patrick Lanigan ditangkap di Ponta Pora, kota kecil yang nyaman di Brasil, perbatasan dengan Paraguay oleh Biro penyelidik terkenal dari New Orleans, dipimpin oleh Stephano, mereka menginterogasinya. Cara memaksa minta informasi dengan penyiksaan brutal, dengan listrik dan darah di mana-mana malah menjadi boomerang. Patrick dengan uang haram 90 juta dollarnya menjadi sangat menarik.

Kisahnya ditarik mundur. Plotnya acak, beriringan, karena setiap keping jawab akan memenuhi lubang berikutnya. Bogan usia 49 tahun, ia yang tertua di antara berempat. Doug Vitrano, sang litigator yang mengusulkan Lanigan menjadi partner kelima menjadi: Bogan, Rapley, Vitrano, Havarac, dan Lanigan. Pengacara dan penasihat hukum. Dengan iklan besar “Spesialis dalam Bidang Kerugian Lepas Pantai”. Spesialis atau tidak, seperti kebanyakan biro hukum, mereka akan menerima apa saja bila uangnya besar. Biro hukum dengan begitu banyak kebencian. “Apakah kamu berpikir kita akan memperoleh uang itu, Charlie?”

Patrick lalu diminta dilepas oleh FBI, dibawa ke Amerika untuk ditangani. Karena lukanya mengerikan, ia tidak ditahan di penjara, ia dirawat khusus di rumah sakit. Di Biloxi, setting utama cerita ini langsung masuk headline, kasus pencurian yang yang besar menarik minat. Ancaman dikurung di Penjara Parchman mengerikan.

Kehidupan pribadi Patrick dikupas. Pernikahannya yang tak bahagia sama Trudy. Trudy adalah gambaran cantik impian masa kini, secara fisik. Badan ramping dibalut pakaian senam, berlumur keringat, berambut pirang diekor kuda dengan kencang. Tidak ada satu ons pun lemak di tubuhnya. Sekaligus berhati kejam, sangat sadis. Sudah tepat Patrick menciptanya menjadi mantan istri: wanita yang menyenangkan, tapi berubah jadi keji ketika langit runtuh. Anaknya Ashley Nicole bukan anak kandung Patrick, kemungkinan anak kandung Lance Maxa selingkuhannya. Tes DNA dan foto-foto telanjang itu bukti yang kuat. “Kuucapkan selamat, tak ada lagi yang terlibat.” Karena kita tak akan membahas urusan gugatan cerai berikutnya, kita sampaikan di sini saja. Trudy mendapat asuransi kematian Patrick sebesar 2.5 juta dollar. Dengan bangkitnya ia dari kubur, jelas ia kebakaran kaus senam, maka ia menuntut balik. Naas, segala bukti mengarah Trudy (dan Lance) salah, dan kalah telak. Namun karena ini masalah paling sepele di sini, oleh Grisham dieksekusi santuy, memuaskan banyak pihak. Bisa kubayangkan Pengacara Trudy, Si J. Murray Riddleton jumawa dan gede ndase, hahahaha… Kedengkian menjadi kecenderungan yang wajar.

Patrick terancam dituntut hukuman maksimal karena terindikasi pembunuhan berencana, sebab proses kaburnya terbukti ada mayat. Jadi ia melakukan ‘bunuh diri’ mobilnya kecelakaan tunggal, terguling, terbakar, dan ditemukan mayat yang kita semua kita itu dia, sekarang kita tahu mayat itu tokoh asing. Apa pun yang diberikan klien saya dijamin undang-undang dan rahasia, Anda tahu itu. Itu dinamakan produk kerja pengacara. Cutter membenci pengacara, karena mereka tidak mudah digertak.

Selama masa pemulihan tinggal di rumah sakit dengan penjagaan ketat. Kunjungan dibatasi, Hakim Karl adalah sahabat lama dan kisah ini banyak sekali melintas masa lalu dari tuturan mereka berdua, ia bersimpati dan jelas tak akan menjadi hakim di sidangnya. Kunjungan ke rumah sakit adalah kunjungan teman lama. Nama samaran Carl Hildebrand (untuk menghormati beliau), lalu menjadi Randy Austin. “Aku hakim, fakta-fakta penting bagiku.” Mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun, lama sesudah ia berlalu. Ada begitu banyak pertanyaan, begitu banyak untuk diucapkan. Ruangan itu berputar dengan berbagai kemungkinan dan skenario.

Kepada Hakim Karl, Patrick menumpahkan banyak sekali hal. Proses kecelakaan yang disengaja. Aku tak tahu bunyinya akan begitu ribut. Bunyi sirine itu begitu keras, tahulah aku aku berlari menuju kebebasan. Patrick sudah mati, dan membawa serta kehidupan buruk. Proses mengambilan mayat, dan siapa dia. Pembaca yang pening dan deg-degan malah tertipu, betapa mudahnya proses itu terasa. Cuma butuh sedikit pemikiran dan perencanaan.

Kasus ini menjadi besar dan semakin meluas dengan setiap fakta baru dibuka. Aku bergulat mati-matian untuk memecahkan satu teka-teki, dan sepuluh misteri lain menimpaku. Ada perkataan dari film lama, “Saat kau melakukan pembunuhan, kau melakukan dua puluh lima kesalahan. Bila bisa memikirkan lima belas di antaranya, kau jenius.”

Dalam prosesnya malah kita mendapati kebusukan birokrasi dan seluk beluk pengadilan. Orang tak bisa merampok bank, tertangkap, lalu menawarkan mengembalikan uang itu bila tuduhan dicabut. Keadilan bukan untuk diperjualbelikan. Para seniman pengadilan bekerja terstruktur. Kerjanya dalam sidang metodis, bebas dari gaya framboyan dan mematikan. Negara versus Patrick Laginan, sidang kasus nomor 96-1140. Jaksanya adalah T.L. Parish yang sudah sarat pengalaman, menjebloskan para penjahat. Duel pengadilan yang patut dinanti.

Seorang gadis yang menjadi penghubung kasus ini lalu diungkap. Nama aslinya Eva memakai nama samaran Leah. Kau tidak boleh panik ketika kau dalam pelarian, demikian berkali-kali Patrick berkata. Kau berpikir, kau mengamati, kau menyusun rencana. Patrick menyewa pengacara sahabat kuliahnya yang handal, Sandy. Seperti teman-teman kuliah, mereka begitu saja pergi menempuh jalan masing-masing. Negosiasinya sangat jago, tapi karena Patrick sendiri pengacara seolah Sandy adalah pion, otaku tama segala keputusan jelas sang tersangka. Sangat licin dan liat, waspadalah para pembaca kalian menuju terkelabui. Kalian para pengacara memang saling mengurus diri sendiri. Pengacara perusahaan asuransi selalu bepergian berpasangan. Tak peduli apa pun tugas yang harus ditangani, harus ada dua orang sebelum pekerjaan dimulai. Keduanya medengarkan, melihat, berbicara, mencatat, dan yang terpenting keduanya menagihkan uang jasa untuk pekerjaan yang sama.

Proses pencurian data selama Patrick menjadi partner malah tampak keren sekali. Membeli pelacak, pengintai, penyadap, sampai segala peralatan canggih di era 1990-an. Ruangan bernama Closet karena sempit. Ada meja kecil berbentuk persegi dengan satu kursi pada masing-masing sisi. Tanpa jendela, dengan langit-langit miring karena ada anak tangga di atasnya. Keluar dari Closet ada yang kesal, sambil mengumpat di setiap langkahnya. Menjadikan meja dan kursi itu saksi mati bagaimana nego para pengacara berengsek ini mencuri duit Negara, dan nama seorang tokoh politik terekam.

Aricia, Monach-Sierra, dan Northern Case Mutual. Perputaran uang yang melibatkan penyandang dana besar akan kebakaran jenggot kalau foto-foto penyiksaan itu disebar ke media. Rekaman, foto, sampai bukti transaksi menjadi barang sangat mahal. Jutaan dollar diputar dan dibahas agar tak ada yang merasa dirugikan. Sebab kalian semua di sini, sebab kalian semua mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan.

Akhir sidangnya sendiri datar, seolah terhenti karena para penuntut kelabakan. Patrick sang perencana ulung, sudah memegang kartu truf semuanya. Usulan aneh, Patrick bebas terasa mustahil di akhir, tapi menjadi sangat lumrah di akhir. Parrish sendiri tidak keberatan, ia memiliki jadwal delapan sidang lain dalam tiga minggu ke depan, sehingga melepas perkara Lanigan melegakan baginya. Tak ada pembebasan tanpa uang jaminan untuk ekstradisi. Tahun-tahun itu begitu jauh, suatu kehidupan lain. Selama bertahun-tahun barang-barangnya telah disingkirkan, barang-barang kenangan di masa kanak-kanak.

Luar biasa. Benar-benar buku yang menggigit, lumer basah sempurna. Menggelepar-gelepar. Menegangkan sejak awal, membelit rumit di tengah negosiasi, mengejutkan akhir. Kita diajak tur, menjelajah kehidupan para manusia elit di biro hukum, tangan-tangan kotor yang menyalurkan uang, memegang kendali, lobi panas, dan memang piramida itu memuncak pada tokoh politik. Nama baik adalah segalanya dalam sosialita demokrasi masa kini, tak bisa dibantah semua orang menghindari, tentu sejauh-jauhnya pencemaran nama baik. Bahkan pembalikan keadaan, hampir semua yang dilakukan Patrick Laginan adalah ancaman namanya rusak, bukti yang kuat membuat ketakutan para pemegang jabatan, nilai saham yang runtuh, sampai penegasan bahwa sejuta-dua juta dilepas untuk membungkam itu seolah tak terlalu masalah. Korupsi adalah efek buruk demokrasi yang menjerat leher mereka yang tak kuat iman. Dalam perjalanan menuju pertemuan penting, tetapi terperangkap kemacetan, dan aku memandang ke teluk. Di sana ada perahu layar kecil yang hampir tidak bergerak di cakrawala.

Impian liar Grisham untuk kabur dari realita yang menamatkan sudah dua kali ini kubaca. ”Semua orang ingin lari, Karl suatu saat dalam hidupnya. Semua orang berpikir untuk kabur. Hidup selalu lebih baik di pantai atau di pegunungan… Kau bangun bersama terbitnya matahari. Menjadi orang baru di dunia baru, segala kekhawatrian dan masalah kau tinggalkan.” Sebelumnnya di kumpulan cerpen Ford County juga ada. Hidup dalam pelarian memang petualangan sangat menggetarkan dan romantis, sampai kau tahu ada orang di belakang sana.. saya pribadi berkali-kali memimpikannya, menghilang dari bosan. Impian untuk pergi begitu saja, menghilang dalam kegelapan malam dan ketika matahari terbit kita jadi orang lain yang benar-benar baru. Orang-orang Brasil yang malang, semua pengacara curang berlari ke sana. Semua masalah tertinggal di belakang – kerja keras yang menjemukan, patah hati karena perkawainan yang buruk, tekanan untuk kaya…

Vonis bersalah berdasarkan sentimen publik perlu diwaspadai. Masih sangat segar diingatan bagaimana sebuah kasus di ibukota kita tercinta mencipta kegaduhan karena kasus yang abu-abu. Namun sentimen dan desakan publik ternyata menguat. Sedih sih, di sini keadilan terasa tegak, walau pada ujungnya sang protagonist kena batunya.

Patrick telah memberikan rahasia paling gelap, paling mematikan, dan Eva berjanji akan selalu melindunginya. Setelah bertaruh segalanya, melimpahkan tanggung jawab besar kepada kekasihnya ini, kita dibuat terperangah. Keadilan hanya kain lap, keadilan sekadar kata-kata. Endingnya benar-benar jleb!

Sang Partner | By John Grisham | Diterjemahkan dari The Partner | Copyright 1997 | Alih bahasa Hidayat Saleh | GM 402 97.668 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Juli, 1997 | 592 hlm.; 18 cm | ISBN 979-605-668-2 | Skor: 5/5

Untuk David Gernert: teman, editor, agen

Karawang, 270720 – None (tidak mendengarkan musik)

HP Mi Noted4-ku mati

Thx To Raden Beben, Bekasi

Section 375: Drama Pengadilan Mencipta Kerut Kening Berlapis

Zero tolerance policy for sexual misconduct.”

===tulisan ini mungkin mengandung spoilert===

Film India tak hanya menari dan bernyanyi. Film India juga banyak yang slow dan menantang nalar serta edukasi hidup, inilah salah satu produk unggul sinema tentang drama di pengadilan. Mengingatkanku pada novel-novel John Grisham yang solid, perdebatan mendalam di kursi-kursi panas, mengingat pula kegigihan dan kepahlawanan perempuan di novel-novel Sidney Sheldon, terutama Rage of Angels yang dahsyat. Di sini, perempuan tampak lebih hebat, lebih perkasa, dan menangan. Urusan syahwat, lelaki selalu apes berkonotasi. Alurnya khas Sheldon yang upaya membalikkan keadaan dan dramatis-nya dapat. Section 375 merupakan bagian KUHP yang berlaku di India, yang jadi rujukan ayat kasus pelecehan seksual.

Dibuka dengan ditangkapnya seorang sutradara terkenal Rohan Khurana (Rahul Bhat) atas tuduhan pemerkosaan disertai kekerasan terhadap desainer kostum yang membidani filmnya, Anjali Dangle (Meera Chopra). Tampak sangat meyakinkan kasus ini, pendulum salah memberat pada laki-laki kalau mengenai syahwat. Pengacara yang ditunjuk adalah pengacara senior Tarun Saluja (akting hebat Akshay Khanna) berupaya sebaik-baiknya mendampingi, melawan jaksa penuntut umum muda ambisius, mantan anak didiknya Hiral Gandhi (Richa Chadda), bisa jadi ini adalah kasus besar pertamanya yang berarti bisa untuk mendongkrak karier. Segala daya dikerahkan demi kemenangan sang korban. Kemenangan menjadi hal mutlak yang harus diraih walau mengorban kemanusiaan, rasa empati diredam di lumpur terdalam.

Kasus yang tampak mudah ini lalu mengabu, meragu, luruh dengan berjalannya menit, sangat mengingatkan film noir 12 Angry Men di mana, para juri berubah haluan perlahan dengan terungkapnya fakta-fakta baru dalam selidik. Section 375 mengupas perlahan detail perkara, tak lurus bernarasi tapi jelas dipikat dengan gaya menegangkan. Khurana seorang public figure, sehingga mengundang lalat perhatian, ia dicerca dengan dalih menggunakan kuasa sutradara film dengan melaksana pelecehan. Membakar emosi nitizen. Sampai muncul demo berjilid-jilid meminta terdakwa dihukum seberat-beratnya, atau sebijaknya dibilang seadil-adilnya? Sejujurnya adegan demo-nya kelihatan banget palsu. Property massa dan lembar bendanya kaku, tak digarap dengan intens. Khurana ditengah tekanan publik tampak tenang, tak menggebu, tampak sangat bersalah – ya, tampak menyembunyikan poin penting – ya, pertaruhan aib dan mertabat. Aib seorang lelaki, dan martabat pekerja seni. Anjali sebagai korban juga pasif, menampil perempuan lemah yang dirugikan – ya, menjaga emosi tetap tertahan – ya. Yang jelas ada sesuatu yang disembunyi mereka berdua. Menempatkan diri sebagai designer yang tak bernama di kancah Bollywood, tapi ketika menit mula kedatangannya di apartemen diungkap, kita tahu ada yang janggal.

Ia hanya seorang rekomendasi, ia seorang fan, ia seorang posesif akut!

Anjali datang ke apartemen Khurana untuk menunjukkan kostum filmnya. Pembantu diminta keluar, lalu kasus itu terjadi. Kejanggalan pertama muncul, rambut Anjali ada di kasur padahal pertemuan di ruang tengah. Apakah ada paksaan masuk kamar ataukah sukarela? Kejanggalan berikutnya, memar luka di selakangan, andai ada kekerasan fisik, kenapa ada di kedua sisi dengan bekasnya kena benda keras. Tak ada barang bukti ditemu, tak ada benda keras yang ditemukan di TKP. Lalu CCTV dan rekaman coba dibuka, booom! Menarik sekali. Adu cerdik ini menemui titik akhir yang mengejutkan. Menggemaskan. Kasus pemerkosaan ini lebih suram dari yang dikira.

Jelas ini adalah salah satu film pengadilan terbaik, angka penjualan tiket bioskop mengecewakan – mungkin karena tema drama merenungnya, tapi secara ulasan sangat positif – jelas, ini kisah drama roller coaster. Penampilan terbaik Akshay Khanna, turut gereget, ikut sedih tapi tak sampai nangis. Menampilkan perjuangan hingga titik keringat terakhir, tampak lelah sekaligus semangat membara dalam sorot mata harap. Keyakinan, memang sekalipun benar terkadang menampar umatnya. Simbol pengadilan menampil wanita dengan mata ditutup kain dengan memegang timbangan, yah begitulah. Telaah Section 375 membutuhkan kemampuan Kognitif Elliot yang terdiri atas kecerdasan, ingatan, dan perhatian. Produk hukum tak ada yang sempurna, bisa dimanipulasi dan disalahgunakan. Menikmati jenis film drama semacam ini butuh konsentrasi dan sejumput kesabaran.

Secara naskah juara. Seolah kupas kulit bawang, yang perlahan nan pasti kebenaran adalah inti, selongsong kulit itu diungkap satu per satu, satu per satu, lalu ketika sampai di keputusan ternyata malah menimbulkan air mata kepedihan. Naskah seperti ini sulit dibuat, plot maju-mundur, drama kriminal tanpa tembakan dan ledakan. Mencintai sepi dan kebosanan, laksana perdu puisi. Baca syair melengking nyaring, moral diikat ketat, ruang sidang pengadilan yang menolak gema kebenaran. Simpan argumenmu, jabat tangan di makan malam menjadi fakta pahit ironi kehidupan berikutnya. Lantas, siapa penista pengadilan sesungguhnya?

Endingnya bikin marah penonton. Tak kita kira akhir babak semacam itu. Hakim berkerut kening, penonton berkerut kening, para juri berkerut kening, inilah film yang mencipta kerut kening berlapis-lapis. Pak Pengacara dan Bu Jaksa lalu ngopi bareng. Hahaha… film yang mengajarimu banyak hal. Film yang tak nyaman, mencipta hingar bingar di meja kursi pengadilan.

Contoh nyata, bagaimana sebuah sinema berhasil mengatrol keadaan dan emosi penonton, film tenang yang perlahan nan pasti riaknya menggelombang luapan atensi tinggi. Suatu hari, entah sepuluh atau lima puluh tahun lagi Film Ini akan jadi pembahasan seru para akademisi calon-calon sarjana hukum, dengan dalih yang tampak di permukaan tak seperti yang kamu kira. Beruntung kita sudah mengerutkan kening terlebih dulu. John Grisham bertepuk tangan dengan nyaring di sana. #MeToo

Section 375 | India | Year 2019 | Directed by Ajay Bahl | Screenplay (additional & dialogue) Ajay Bahl | Story and screenplay (dialogue) Manish Gupta | Cast Akshaye Khanna, Richa Chadha, Meera Chopra, Rahul Bhat, Shriwara, Kishore Kadam, Kruttika Desai | Skor: 4/5

Karawang, 130520 – Bill Withers – Lean on Me