Tanah Air Imajiner – Salman Rushdie

“… Keterpisahan fisik kami dengan India pastilah menjadikan kami tidak mampu merengkuh secara penuh seluruh hal yang telah hilang; karenanya kami menciptakan sederetan fisik, kami tidak menyuguhkan kota-kota atau kampung-kampung yang nyata, melainkan kota atau kampung gaib, sebuah tanah air imajiner, sebuah India khayali.”

Buku ini kubaca kilat ketika mudik ke Solo akhir bulan September lalu (28-30/09/19). Kubaca di sela jalan-jalan, nengok saudara ke RS Muhammadyah Karangananyar, ketemu Winda di Pesantren Beqi Sragen, dan akhirnya kutuntaskan di pagi hari terakhir sebelum kembali ke Karawang. Renyah, wow dan sungguh bergizi, saya suka kumpulan esai dibalik proses kreatif sebuah karya. Mungkin salah satu kumpulan esai terbaik yang kubaca, nikmat sekali melahap uneg-uneg penulis kelahiran India yang kini menjadi warga Negara Inggris ini. Pengalaman beliau dalam menjadi juri kontes novel, bagaimana proses kreatif penulisan tercipta, betapa kangennya ia sama kampung halaman, sampai beberapa pembelaan kerkait kontroversi yang tercipta.

Berisi lima tulisan cemerlang tentang dunia literasi.

#1. Pengaruh
Ini semacam nasihat bahwa ketika menulis karya yang masih dalam proses, ga perlu koar-koar. Karena kita hanya akan membicarakan hal yang sudah jadi. Tutup mulut rapat-rapat, biarkan jari jemari yang menari. ‘Sejenak izinkan saya untuk meninggalkan metafora kesusastraan sebagai zat cair, buku-buku mudah mewujud karena spora yang mengawang-awang di udara sebagaimana ia mewujud karena akar budaya dan kekhasan penulis.’ (halaman 4). Karena ini membahas pengaruh dan proses kreatif setelahnya, kita akan memasuki dunia yang abu. Karena pengaruh adalah hal yang tak terhindarkan dalam kesusastraan, maka seseorang mestinya perlu memahami bahwa pengaruh bukanlah hal utama yang menentukan kualitas sebuah karya.

Batas antara pengaruh dan peniruan, bahkan antara pengaruh dan penjiplakan, masih agak kabur.

Setiap Penulis punya kelasnya masing-masing. Pengaruh bisa saja kuat, tapi mencipta ciri juga perlu. ‘Kejelasanan, kecergasan, ketepatan, visibilitas, dan multiplisitas. Nilai-nilai ini memenuhi pikiran saya saat memulai menulis Harun dan Cerita Laut.’ (h. 10). Saya sudah punya buku Harun, belum kubaca sih. Menanti waktu yang tepat saja.

Seperti kebanyakan Penulis yang menggali pengalaman pribadi, lalu dibumbui fantasi dan imaji, Rushdie sering menuainya dari masa lampaunya. ‘Saya belajar mengolah bahan-bahan berharga yang berasal dari masa kanak, mengolah bahan dari kehidupan pribadi menjadi sesuatu yang bernilai seni dan mitos.’ (h. 14).

#2. Para Novelis Muda Terbaik Inggris
Pengalaman Rushdie menjadi juri kontes menulis, tahun 1983 menyaring 20 Penulis Muda Inggris. Muncul pro dan kontra, tapi waktu jua yang menjawab. Yang paling menonjol, tentu saja akhirnya kita tahu Kazuo Ishiguro yang menang Nobel Sastra dua tahun lalu. Sepuluh tahun kemudian dilakukan hal serupa, dan nama Ishiguro muncul lagi. Jelas, ini kompetisi yang hebat.

Ini juga semacam pembelaan sih, betapa melelahkan menyeksi naskah. ‘Kalau Anda sudah membaca dua ratus novel lebih, Anda pun mulai memerhatikan beberapa tren dan tema yang umum.’ (h. 21). Beberapa mungkin biasa, bahkan cenderung buruk, tapu jelas nada optimis harus tetap diapungkan. ‘Teranglah sudah bahwa terlalu banyak buku diterbitkan; terlalu banyak penulis yang bukunya terbit tanpa alasan jelas; dan terlalu banyak penerbit yang serampangan, kebijakan penerbit yang menerbitkan begitu banyak buku secara asal-asalan demi keuntungan semata dan berharap salah satu buku yang mereka terbitkan laris… Karena saya ingin mencari tahu bahwa karya-karya bagus benar-benar ada, dan menurut saya, inilah karya-karya bagus itu.’ (h. 23).

Saya merasakan semacam keputusasaan ihwal budaya memfitnah dalam kehidupan kita.

#3. Tanah Air Imajiner
Yang saya tulis adalah sebuah novel tentang kenangan. Menjadi judul buku, ternyata memang inilah tulisan uneg-uneg terbaik di buku ini. ‘Masa silam adalah negeri asing’ begitu kalimat pembuka terkenal novel berjudul The Go-Between karya L.P. Hartley, ‘di sana segalanya berbeda’. Namun potret itu memberitahuku hal lain. Masa kini adalah negeri asing sedang masa silam adalah kampung halaman. Meskipun kampung halaman hilang di sebuah kota yang hilang dalam kabut waktu yang juga hilang.’ (h.25).

Curhat, setelah melakukan pindahan dari tempatnya terlahir. India menjadi asing setelah sekian puluh tahun. Rasanya seperti ada yang memberi tahu kalau kehidupan di luar negeri adalah ilusi, dan bahwa hal yang saya rasakan saat ini merupakan kenyataan. Mewedarkan narasi yang tidak bisa dipercaya. Dalam Midnight’s Children yang fenomenal itu, tampak sekali alur yang disaji adalah olahan banyak kejadian nyata, dibalut angan liar fiksi. Sebuah kebenaran khayali meskipun tampak jujur tetaplah menundang kecurigaan pada saat yang bersamaan, yang beberapa serpihannya hilang dan mustahil ditemukan.

‘Pemahaman kita adalah bangunan besar goyah yang dibangun banyak sobekan, dari dogma, dari trauma masa kecil, artikel di surat kabar, peluang yang terlintas, film lawas, kemenangan-kemenagan kecil, orang-orang yang dibenci, orang-orang yang kita cintai.’ (h. 31). Karena lamanya pergi dari India, seolah tempat kelahirannya ini sebuah tanah air imajiner. Fantasi, atau pembauran antara fantasi dan kenyataan adalah cara menangani masalah.

Demikianlah sastra bisa dan mungkin harus menciptakan kebohongan atas fakta-fakta resmi.

‘Orang Amerika kulit putih maupun kulit hitam terlibat perang melawan realitas. Deskripsi yang mereka buat saling bertentangan. Jadi jelaslah sudah bahwa menggambarkan ulang dunia merupakan langkah awal yang sangat penting sebelum mengubahnya.’ Hal ini terlihat seperti tips menulis cerita yang kuat. Fiksi yang tak sepenuhnya fiksi. Fiksi yang masih bisa dikhayalkan, ada korelasi, ada pijakan yang masuk akal. ‘Maka penciptaan realitas alternative yang artistic, termasuk di dalamnya novel tentang kenangan, menjadi politis. Milan Kundera pernah menulis, ‘Perjuangan seseorang melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa.’ (h. 33).

Upaya menaklukkan bahasa Inggris barangkali bisa menjadi proses pembebasan bagi diri kita.

Translation (penerjemahan) secara etimologis berasal dari bahasa Latin berarti ‘melintasi’. Hal yang lumrah jika selalu ada yang luput dalam proses penerjemahan. Namun aku berpegang pada gagasan bahwa memang ada yang hilang tapi ada juga sesuatu lain yang bisa didapatkan. Salah satu kebebasan yang menyenangkan bagi kesusastraan migran adalah kebebasan untuk memilih sendiri leluhur kesusastraannya. (h. 45).

#4. Tentang Penulis dan Kebangsaan
Ini sejenis esai lanjutan. Lebih mendetail. Ketika gairah mematik imajinasi, maka ia dapat merasakan kegelapan sebagaimana ia merasakan suasana terang benderang. Sebuah bangsa membutuhkan lagu kebangsaan dan bendera. Sedang si penyair justru menyodorkan kekacauan. (h. 48). Seperti nasihat Seno Gumilar Ajidarma bahwa, ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Di masa yang sarat dengan kesyakwasangkaan, di bumi yang hina ini, dalam kubangan air berlumpur ini, kesusastraan perlu mengambil peran. Mereka bisa mengerti bahwa bangsa yang tak berbatas bukanlah hanya ada dalam khayalan.

Para Behalfis membenci sisi tragis kehidupan. Mereka memandang kesusastraan semata politis, mereka menukar nilai-nilai politis dengan nilai-nilai kesusastraan. Sebuah pembunuhan atas pikiran, maka waspadalah. (h. 50). Nasionalisme menjadi ‘laku pemberontakan terhadap sejarah’, nasionalisme yang berkeras menutup apa yang tidak bisa lagi ditutup, nasionalisme yang mendirikan garis batas pada sesuatu yang semestinya tidak memiliki batas.

#5. Membela Novel
‘Wacana basi yang oleh Profesor Steiner ditambahi embel-embel yang ditakar sevcara pas, embel-embel tentang matinya pembaca (atau setidaknya perubahan radikal pembaca), para pembaca yang berubah menjadi sejenis orang jenius aneh; juga tentang matinya buku cetak menjadi buku elektronik.’ (h. 56).

Kita mesti menundukkan kepala di hadapan sosok ini. Sosok itu, tak lain dan bukan adalah Sang Kritikus. “Tak perlu diragukan lagi bahwa kini nilai prestis novel sudah sangat turun. Belasan tahun lalu ungkapan semacam ini, ‘saya belum pernah membaca novel’ disampaikan dengan sedikit nada menyesal, namun kini ungkapan demikian disampaikan selalu dengan nada bangga.” (h. 57).

Hal yang disampaikan oleh Profesor Steiner bahwa sastra tidak memiliki masa depan. Illiad dan Odyssey awalnya bahkan mendapatkan ulasan buruk. Tulisan-tulisan bagus tidak pernah lolos dari serangan, utamanya serangan dari para penulis yang juga menghasilkan karya-karya bagus. Selayang pandang sejarah kesusastraan menunjukkan bahwa taka da satu pun mahakarya yang selamat dari cercaan saat pertama kali diterbitkan. Setiap penulis akan dijelek-jelekan oleh penulis lain sezamannya. (h. 57-58).

Cara pandang kesusastraan seperti memandang bumi sebagai permukaan datar ini, begitu sudah dipahami. Sesungguhnya tidak banyak terjadi ‘kematian’ pembaca, melainkan hanya ‘kebingungan’ pembaca. Banyak novel yang membuat kapok pembaca. Saya masih ingat, bagaimana kecewanya buku Leila S. Chudori, Laut Bercerita. Novel jelek tentang sejarah reformasi Indonesia itu begitu monoton. Maka wajar saya ga minat membaca karya beliau lain. Kesempatan menikmati karya beliau lainnya, Pulang muncul hanya karena pinjam, baca free. Namun sekali lagi mengecewakan, maka sangat wajar saya ga akan mengeluarkan duit untuk membaca buku Leila apapun setelah itu.

Seni novel niscaya tetap bertahan tanpa keberadaan dirinya. Apakah saya perlu minta maaf karena mencerca buku pemenang penghargaan Sastra Nasional prestis? Nope. Kurasa setiap penikmat karya punya sudut masing-masing. Dan kasus Leila, sejatinya sangat banyak.

Menulis adalah proses validasi diri. Maka bisa dikatakan bahwa sebuah buku tidak bisa dinilai karena individu yang menulisnya, melainkan karena kualitas tulisannya. Memang puja-puji yang dilontarkan dalam suasana tenang tidak cocok bagi kesusastraan, sebuah mahakarya akan membuat gaduh jiwa dan pikiran. Buku-buku yang berkualitas adalah buku yang menjangkau tepi dan mengambil resiko untuk terjungkal dari tepi itu. Atau mungkin, karya sastra yang baik memang sejak dulu hanya diminati oleh segelintir orang. Buku yang membahayakan penulisnya karena beragam hal, buku yang menantang artistik. Salman Rushdie, jelas melakukannya. Dengan gemilang!

Tanah Air Imajiner, Kumpulan Esai | By Salman Rushdie | Diterjemahkan dari Imaginary Homeland dan Step Across This Lane | Penerjemah Rozi Kembara | Penyunting Olive Hateem | Perancang sampul & Isi Agus Teriyana | vi + 74 hlm.; 13 x 19 cm | Cetaka pertama, Agustus 2019 | ISBN 978-623-90721-8-6 | Penerbit Circa | Skor: 4.5/5

Karawang, 051119 – Maddi Jane – Dark Horse

Kamis Yang Manis #30

Orang-orang berubah, digantikan dengan orang baru. Dan Tuhan mengetuk-etuk diriNya dalam banyak cara.” Mack

Kau bisa menilai banyak hal dari cara berjalan. Akhirnya event #30HariMenulis #ReviewBuku ada di penghujung juga. 30 buku, 15 dari Penulis lokal dan 15 terjemahan selesai kuulas dalam 30 hari selama bulan Juni. Ini adalah perayaan kelima sejak 2015. Konsisten, dan terus diperbarui. Sebenarnya malah sangat banyak yang pengen kukejar menuntaskan ulas buku, tapi tetap di bulan ini sesuai target. Hufh… #HBSherinaMunaf #HBDNikitaWilly

Siapa yang tahu apa yang tertidur di kedalaman pikiran seseorang? Siapa yang tahu apa yang diinginkan seseorang?”

Fresh from the oven. Ini tidak baru. Setan gunakan matamu.

Buku ini terbit bulan Maret, dan saya selesaikan baca di bulan April 2019. Sempat mau langsung kuulas, tapi ternyata kegilas buku lain. Bulan puasa tiba dan akhirnya terendam. Ekspektasiku terhadap John Steinbeck ketinggian, memang laik tinggi sih, buku ini happy ending dengan terlalu manis, kebanyakan gula, makanya kurang sreg bagiku mengingat beberapa buku lain yang sudah kubaca. Tak ada di dunia ini yang seperti Suzy. The Pearl, Of Mice and Men yang memberi akhir sangat mengejutkan. Ini adalah buku sekuel, saya sendiri belum membaca seri satu, Cannery Row. Namun ga masalah dah biasa saya diterjunkan langsung di tengah permasalahan. “Aku mungkin akan menghilang. Aku menyimpan kegelisahan dalam diriku, aku mungkin akan menghilang.

Ceritanya tentang orang-orang di daerah Cannery Row dengan kegalauan masing-masing. Fokus utama sejatinya ada di Doc yang seorang ilmuwan nyentrik yang jomblo akut, yang ada di pemikirannya adalah ilmu pengetahuan, percobaan penemuan tentang fauna laut, dan hobinya nongkrong di laboratorium itu menyita banyak sekali daya dan waktu. Perubahan bisa jadi diberitahukan oleh sedikit rasa sakit, sehingga kau sedang terserang flu. Mengorbankan banyak hal. Maka dimunculkan karakter cantik yang mencoba mendobrak kerasnya hati. Suzy. Misalnya Doc mengatakan sesuatu dan kau tidak tahu apa artinya. Tanyalah! Hal paling baik di dunia yang bisa kau lakukan untuk sembarang orang adalah membiarkannya membantumu. Suzy sebagai pendatang memberi angin segar, dan diciptalah konspirasi ‘comblang’. Sendiri dia merenung, bukan tentang kelemahan Doc, tetapi tentang penghianatan teman-teman Doc yang mempertanyakannya, siapa yang berani mempertanyakannya. Sepanjang 400 halaman kalian akan disuguhi cinta mereka, dengan banyak kalimat filosofis. “Aku mencintai kebenaran, bahkan jika kebenaran itu menyakitkan. Bukankah lebih baik mengetahui kebenaran tentang seseorang.” Cinta monyet untuk para senior. Suzy yang diletakkan dalam posisi kasih. Jika seorang laki-laki mengatakan sesuatu yang menarik perhatianmu, maka jangan menyembunyikan itu darinya. Semacam mencoba untuk membayangkan apa yang sedang dia pikirkan alih-alih kau akan menjawabnya.

Dan seperti judulnya yang manis, endingnya juga sangat manis. Jika aku tak bisa mendapat keberanian dari keagungannya, dia berpikir, aku sebaiknya menyerah. Tak seperti dua buku Steinbeck sebelumnya yang sudah kubaca, jelas ini keluar jalur. Tak seperti harapanku. Sebuah kejadian tidak perlu merupakan kebohongan jika ia tidak perlu terjadi.

Apakah aku sudah cukup kerja? (1) Apakah aku sudah cukup makan? (2) Apakah aku sudah dicinta? (3) Adalah tagline di kover warna orange ini. Cukup mewakili hati yang terasing yang mendamba kenyamanan, cukup untuk menampar jiwa yang egois. Pernahkah kau tahu orang-orang yang sangat sibuk dengan kepandaian mereka sampai tidak punya waktu untuk melakukan hal yang lain?

Kisahnya tentang persahabatan Mack dan Doc, ini kisah antara, ini kisah yang menghubungkan nasib orang-orang di sekeliling mereka. Jangan berbangga diri dan mengatakan bahwa kau tidak membutuhkannya atau menginginkannya. Itu adalah tamparan ke pipi. Hal yang disukai orang di dunia adalah memberimu sesuatu dan melihatmu menyukai dan membutuhkannya. Itu bukan sifat rendahan.

Suka banget dengan kalimat ini. “Salah satu penyakit di zaman kita adalah mendakwahkan bahaya pada orang-orang sepertimu yang khawatir dan tergesa-gesa. Orang yang tidak berpikir bahwa dunia akan berakhir adalah orang yang berbahaya.” Menampar kita, cocok untuk semua era sebenarnya, tapi sangat pas di saat ini. Waktu esok seolah sangat panjang, well tak ada yang tahu kan?! Lalu kalimat ini juga cukup keras memukul kita. “Orang-orang tidak mengetahui apa yang mereka inginkan. Mereka harus didorong. Ada orang yang dalam pikirannya tidak ingin menikah, tapi menikah juga.” Banyak temanku yang di usia sangat matang, belum menikah karena menikmati masa lajang. Banyak pula yang sudah menikah tapi malah mendamba masa lajang, mengingat waktu lalu yang sudah lewat. Ironi kehidupan. Itu hanya akan menjadi jalan palsu lainnya sebuah rasa frustasi baru. Lalu kalimat “Aku ingin menyumbang pada ilmu pengetahuan. Mungkin itu adalah pengganti bagi keinginan untuk menjadi ayah buat seorang anak. Sekarang, sumbanganku bahkan jika ia keluar, sepertinya masih lemah.” Ini juga menjadi pertanyaan semua umat manusia, hidup ini apa? Berguna bagi orang lain? melakukan penemuan-penemuan untuk kenyamaan umat masa depan? Lalu apa? Pahit, kawan! Lihatlah setiap kekacauan yang pernah kau dapatkan dan kau akan menemukan bahwa lidahmulah yang memulai.

Tahun 2019 ini saya mulai menikmati musim Jazz, indah banget ternyata aliran musik ini. Maka pas bagian ketika salah satu karakter mendengarkan ‘Stormy weather’ by Cacahuete saya langsung menyalakan musiknya, teduh dalam badai, saya tahunya lagu jazz ini dinyanyikan oleh Lena Horne dengan instrumen terompet yang dominan. Dari musik tidakkah keinginan-keinginan dan kenangan-kenangan terbentuk?

Saya belum sempat browsing, apakah benar ada novel berjudul ‘Akar Pi Oedipus’? Rasanya memberi tautan untuk turut menikmatinya. Ujaran tentang ledakan penduduk, banyak anak banyak rejeki tapi intaian kemiskinan ada. Sudah banyak yang mengulas, tapi masih tetap keren ketika Steinbeck yang menulis. Populasi meningkat dan produktivitas bumi menurun. Dan pada masa depan yang teramalkan kita akan tercekik oleh jumlah kita sendiri. Hanya pengendalian kelahiran yang bisa menyelamatkan kita, dan itu adalah satu hal tak akan pernah dipraktikkan umat manusia.

Kutipan indah tentang sabar muncul pula kala ada kegaduhan. “Cara terbaik di seluruh dunia untuk membela dirimu adalah dengan menjaga tinjumu tetap di bawah.” Atau yang ini “Untuk rasa sakit atau frustasi manusia punya banyak obat, tapi tak satupun obat itu adalah amarah.” Karena semua orang tahu kau hanya membodohi dirimu sendiri. Kau tidak akan menulis makalah itu karena kau tidak bisa menulisnya. Kau hanya duduk di sini seperti seorang anak kecil yang bermain-main dengan harapan.

Aku sepertinya takut. Sesuatu semacam teror mendatangiku ketika aku memulai. Sejatinya Doc memang dikelilingi orang-orang yang penuh kasih. Saling membantu, saling mengisi, Minggu ke gereja, malam ngopi di kafe, hari kerja yang riang, dan kenyamanan di laboratorium yang tak terperikan. Mitosnya adalah laut, angin dan ombak pasang dan dia menghubungkan mereka semua dengan mengumpulkan binatang. Dia membawa harta karunnya ke dalam laboratorium. Bersikap tenang untuk diri sendiri membuatnya tenang dalam menghadapi dunia. Lalu apa masalahnya? Bukankah ini adalah akhir yang bahagia? Ya, sejatinya sudahlah ditutp saja. Ratusan halaman kalian akan disuguhi cerita yang indah-indah, sementara syarat buku yang bagus salah satunya harus ada konfliks berat. Enggak ada di sini. Doc yang menghadapi hari-hari ceria di tengah masyarakat yang ideal. Ternyata, konfliks yang diharap itu adalah cinta. Ahhh… dari Pemenang Nobel Sastra, kita diajak bercinta. Memang bukan sembarang cinta karena karakter utama sudah tak muda lagi. Doc dicomblangkan, didesak, dan bahkan sampai dipertaruhkan dengan Suzy agar coba bersama. Dan yah, sweet thursday itu mewujud nyata. Walau sesekali ada masalah, poinnya adalah happily ever after. Doc menemukan belahan jiwanya. Cukup. Siap jadi presiden?

Kelebihan utama buku ini bukan pada cerita, tapi kedua hal: pertama sifat para karakter yang unik. Selain penamaan yang aneh, mereka juga memiliki kebiasaan tak lazim. Sungguh bagus memberi kegiatan para tokoh dengan tindakan tak wajar. Semua karakter yang dicipta bagus banget membawakan perannya. Kedua, sekalipun ini buku cinta yang terlambat, pembawannya tak cemen. Tak melow, tak mendrama berlebihan. Kisah cinta yang dituliskan dengan rasa dewasa. Kapan lagi kalian baca buku cinta yang menawarkan alur berliku? “Aku membutuhkanmu, aku akan tersesat tanpamu.” Ehem… Sekalipun tujuan utama pada akhirnya bisa disentuh, liku labirin itu sangat seru. Dan kalian pasti ikut bahagia atas kebahagiaan tokoh favorit. Nama-nama yang bagus: Mack, Doc, Hazel, Joseph and Mary (satu orang), Lee Chong, Suzy, Fauna, Whitney No. 2, Old Jingeballicks, dan seterusnya.

Terjemahan Basa Basi bagus banget. Beberapa istilah yang masih rumit diberikan catatan kaki, semisal. “Ini semisal ‘whatcha-macallit’ yang artinya ‘pembicaraan tentang orang yang namanya tak bisa diingat.’ Atau “Veritas in vino” adalah idiom Latin yang artinya ‘kejujuran dalam anggur’ yang bermaksud orang akan jujur ketika mabuk. Hal-hal yang sangat membantu mengimaji tanya. Beberapa masih ketemu typo, tapi dalam 400 halaman rasanya salah ketik tak lebih dari sepuluh kata adalah lumrah. Sebagai terjemahan Bahasa Indonesia pertama ‘Sweet ThursdayBasa Basi termasuk sukses menghantarkan kisah Doc. Salute!

Aku benci hukum yang menahan kemurahan hati dan menjadikan amal sebagai ladang bisnis.Dia sedang mengalami perubahan yang sangat mendalam sampai dia sendiri tidak menyadari perubahan itu sedang terjadi.

Di antara semua angan-angan muram kita, perasaan bersalah adalah yang paling penuh liku, paling jenaka dan paling menyakitkan. Ah penyataan yang manis, “Aku tak utuh tanpanya. Aku tak hidup tanpanya. Ketika dia bersamaku aku merasa lebih hidup dibanding sebelumnya, dan tak hanya ketika dia merasa senang saja.” Suzy yang bahagia, Pembaca yang bahagia, penduduk Cannery Row yang suka cita. Mencoba untuk melepas dari proses berpikir meskipun berpikir adalah pekerjaan manusia yang paling bermanfaat.

Dia pernah kuliah – dia sudah membaca begitu banyak buku sampai aku tidak bisa menyacah mereka – dan bukan komik juga. “Ketika kau membuat rencana, langit runtuh ke ekormu.” Henry Penny. Ah hidup ini… Seseorang berteriak untuk mendapatkan perhatian di dalam dunia yang tak terpersepsi atau mungkinkah bahwa kebahagiaan pamungkas manusia justru adalah rasa sakit? Mari ngopi.

Kamis Yang Manis | By John Steinbeck | Diterjemahkan dari Sweet Thursday (renewed edition) | Terbitan Penguins Books, New York, 1982 | Penerjemah Hari Taqwan Santoso | Editor Tia Setiadi | Pemeriksa aksara Daruz Armedian | Tata sampul Sukutangan | Tata isi Rania | Pracetak Kiki | Cetakan pertama, Maret 2019 | Penerbit Basa Basi | 400 hlmn; 14 x 20 cm | ISBN 978-602-5783-82-1 | Skor: 4/5

Karawang, 130419 – Michael Jackson – One Day in Your Life || 300619 – Melody Gardot – Worrisome Heart

#30HariMenulis #ReviewBuku #Day30 #HBDSherinaMunaf #11Juni2019

Originals #28

Saya bangun pagi dan terbelah antara keinginan untuk memperbaiki dunia atau menikmati dunia. Ini menyulitkanku membuat rencana hari ini.”E.B. White

Para psikolog menemukan ada dua jalan menuju keberhasilan: konformitas dan originalitas. Konformitas artinya mengikuti orang kebanyakan di jalur konvensional dan menjaga status quo. Originalitas memilih jalur yang jarang dilalui, memperjuangkan ide baru yang melawan arus, tetapi akhirnya membuat segala sesuatu menjadi lebih baik. Tentu saja dari judulnya kita sudah tahu, buku ini mengupas banyak sekali hal di poin kedua.

Buku yang sangat bervitamin. Untuk menjadi original ternyata justru diminta untuk lebih berpikir sederhana, ga usah muluk-muluk. “Dalam hal gaya, ikutilah arus. Dalam hal prinsip teguhlah sekukuh karang.” Banyak ide fresh di antara kita, di sekeliling kita. Saya baca buku ini akhir tahun lalu, sebagai buku penutup rangkaian #2018lazionebudybaca, iseng menghitung, saya terhenti di angka 110. Sempat pula kumau ulas, ketik panjang lebar, tapi malah awal tahun ada tragedi yang membuatku pilu dan istirahat dari banyak hal. Nah, baru sempat lagi lanjut ketik ulas di momen #30HariMenulis ini. Mendekati akhir. Kebiasaan, aturan agama, dan hukum itu sebenarnya dibuat oleh manusia dan karenanya bisa dirubah. “Mari kita jadikan tahun mendatang berarti. Terasa energi yang tak mungkin diciptakan oleh band rock. Setiap orang ada tugas penting yang harus dilaksanakan.

Ciri khas originalitas adalah menolak status qou dan mencari jalan pilihan yang lebih baik. Titik awalnya adalah keingintahuan: memikirkan secara mendalam mengapa sesuatu yang default itu ada pada mulanya. Kita terdorong mempertanyakan hal yang default saat mengalamai vuja de, kebalikan dari de javu. Déjà vu terjadi saat kita menemui sesuatu yang baru, tapi rasanya kita pernah melihatnya sebelumnya. Vuja de, kita menghadapi sesuatu yang familier tetapi kita melihatnya dengan sudut pandang baru yang membuat kita mendapatkan wawasan baru untuk masalah lama. Sudah lama para ilmuwan sosial tahu bahwa kita cenderung terlalu percaya diri saat menilai diri sendiri. Banyak orang gagal menciptakan originalitas karena mereka menghasilkan sedikit ide dan kemudian terobsesi untuk mengasahnya agar sempurna.

Ia akan mencerahkan, menginspirasi, dan sekaligus mendukung Anda. Banyak contoh dipaparkan dalam buku ini, beberapa yang sudah sangat terkenal. Contohnya sejarah Google yang dibuat Larry Page dan Sergey Brin, aplikasi paling terkenal di dunia digital ini awalnya juga terdengar biasa. “Kami hampir tak mendirikan Google, terlalu khawatir kalau berhenti dari program doctoral kami.” Kata Larry Page. Mereka orang-orang besar yang ketika merancang sejarah, juga memiliki kekhawatiran gagal sehingga mencari pijakan di bagian lain. Jadi walaupun sedang mencipta hal besar, mereka tetap melanjutkan studi, ibarat rencana cadangan masih dalam jalur. Mereka bermain aman dengan mengikuti jalur sukses konvensional. Dapatkah penemu menilai idenya sendiri secara objektif? Yakni seni memperkirakan keberhasilan ide? Poinnya adalah, jangan serta merta melepas yang ‘pasti’ kecuali yang utama sudah mapan. Pengusaha yang melindungi diri dengan memulai usaha sembari tetap bekerja kantoran jauh lebih anti risiko dan tak percaya diri.

Banyak usahawan mengambil banyak risiko-tetapi mereka biasanya gagal, bukan sukses.” Kata Malcolm Gladwell. Setiap usaha memang memiliki resiko, tapi tetap harus menghitung jalur kemungkinan. Semakin sedikit jalur jatuh, semakin bisa ditekan minim tentunya semakin besar potensi berhasilnya. Saat menghadapi situasi yang tidak disukai, mereka memperbaikinya. Dengan berinisiatif memperbaiki keadaan, hasilnya tidak banyak alasan untuk berhenti bekerja. Mereka menciptakan pekerjaan yang mereka inginkan. Jargon berbahaya yang sering kita temui adalah: “Jika ide itu memang bagus, pasti sudah ada yang mengerjakannya.” Kalau kayak gini ga akan maju, ga akan mulai-mulai. Buku ini jelas mengajak tabrak aturan! Kita mulai menyadari bahwa sebagian besar keadaan itu punya asal-usul sosial: aturan dan sistem itu diciptakan oleh orang. “Peluang menghasilkan ide berpengaruh atau sukses adalah fungsi positif dari jumlah total ide yang dihasilkan.

Cara menjadi berkuasa bukanlah dengan menentang kemapanan, tetapi pertama-tama tempatkan diri di dalamnya dan kemudian tantang dan khianati kemapanan itu. Dalam politik, banyak hal yang perlu dibuat unik. Ahli politik mengevaluasi presiden Amerika, mereka menetapkan bahwa pemimpin yang paling tak efektif adalah yang mengikuti kehendak rakyat dan hal-hal yang telah ditetapkan presiden sebelumnya. Presiden terhebat adalah yang menentang status quo dan mewujudkan perubahan di seluruh negeri. Apapun ideologi politiknya, orang akan lebih menyukai calon yang tampak ditakdirkan akan menang. Saat peluangnya turun, orang jadi kurang menyukainya. Indonesia kini dalam situasi politik, ujung Pilpres sudah kita ketahui, hasil akhirnya Pertahana melanjutkan program kerja. Berani melawan arus demi sebuah adil makmur? Seperti kata Ira Glass, “Sesuatu yang mungkin paling penting yang bisa dilakukan adalah banyak bekerja. Hasilkan banyak karya.” Jadi mari kerja kerja kerja. Bangsa besar ini… akan berhasil dan sejahtera… satu hal yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri.

Sekutu terbaik Anda adalah orang-orang dengan jejak rekam yang tangguh dan menyelesaikan masalah dengan cara yang mirip dengan cara Anda. Layaknya sebuah tuah, kalau kamu ingin tahu sifat seseorang, lihatlah kawan dekatnya. Maka kalau ingin sukses ya harus berkawan, kolaborasi, bareng orang sukses pula. Sahabat adalah seseorang yang melihat lebih banyak potensi dalam diri Anda ketimbang yang Anda lihat sendiri. Saya melihat kesuksesan biasanya tak dapat diubah mendahului yang lain, tetapi menunggu dengan sabar saat yang tepat untuk bertindak. Dan ingat, sukses itu tergantung cara pandang. Sukses satu orang jelas beda dengan sukse orang lain. Saya berhasil menyelesaikan program tulis bulan Juni 30 ulasan, jelas bagiku sukses yang mungkin bagi orang lain sepele. “Yang terpenting bukan gagasannya, tetapi eksekusinya.” Mengapa musuh bisa menjadi sekutu yang lebih baik dibanding orang yang pura-pura mejadi teman, dan mengapa nilai bersama bisa memecah-belah bukan menyatukan. “Jika Anda ingin membuat koneksi yang inovatif, Anda tak boleh mempunyai serangkaian pengalaman yang sama dengan orang lain.”

Dalam teori sukses, saya pernah dengar tiga rumus: jadilah yang pertama, atau jadilah berbeda, atau jadilah yang terbaik. Kalimat ini sudah sangat sering saya dengar di banyak diskusi, nyatanya memang harus usaha ekstra. Ketika Anda semakin menghargai prestasi, Anda akan semakin takut gagal. Alih-alih mengincar prestasi unik, dorongan kuat untuk sukses membawa kita ke arah yang dijamin sukses. Menjadi orisinal bukanlah jalur termudah untuk mengejar kebahagiaan, tetapi cara ini memberikan kebahagiaan dalam rangka pengejaran tersebut. Berdasarkan kata-kata Penulis William Deresiewicz, mereka menjadi domba-domba terbaik dunia.

Di dunia kerja, saya sebagai HR dalam wawancara karyawan keluar mencantumkan penilaian selama kerja di sini. Ternyata menurut buku ini, kurang efektif. Justru dibalik. Alih-alih meminta ide pada karyawan yang akan keluar, mulailah meminta pandangan saat pertama kali mereka masuk. Semakin ahli dan pengalaman seseorang, cara pandang mereka terhadap dunia semakin sulit dirubah. Menurut Adam, orang-orang yang baru masuk memiliki pikiran yang fresh, semangat membuncah, dan tentu saja ide yang tak lazim karena mereka belum mengalami kerja di sini! Well, benar juga ya. “Tak seorang pun yang datang ke sini membawa ide yang mereka anggap jelak.” Orang yang sering berpindah pekerjaan akan lebih cepat berhenti bekerja, tetapi ternyata tidak: peluang orang yang telah lima kali pindah kerja dalam lima tahun terakhir akan berhenti dibanding dengan orang yang bertahan di tempat kerjanya selama lima tahun tidaklah berbeda. Rumus HR dalam melawan dead wood adalah mencipta situasi. Untuk mengeluarkan orang dari zona nyaman, Anda harus menumbuhkan ketidakpuasan, rasa frustasi, atau kemarahan pada keadaan sekarang dan menjadikan sebagai kegagalan pasti. Jika Anda mendapat waktu untuk berpikir, pola umum mudah lenyap dalam detail. Saya juga terpikat oleh keamanan kedudukan mapan.

Warby Parker adalah gabungan dua nama tokoh ciptaan novelis Jack Kerouac, semangat pemberontak dimasukkan ke dalam budaya mereka, dan cara itu berhasil. Saya ga terlalu mengenal sang penemu jualan daring kaca mata ini, di buku ini ia disebut berulang kali seolah menemukan emas di tanah kosong. Seperti semua pencipta, inovator, dan agen perubahan besar, empat sekawan Warby Parker mengubah dunia karena mereka mau melakukan sesuatu yang belum jelas hasilnya. Salut atas keberanian bertindak, keberanian mengambil jalan berbeda. Seolah menebas jalur hutan perawan, membuat batu setapak menuju puncak. “Periode ditemukannya produk paling minor cenderung sama dnegan periode dihasilkannya karya besar.” Luxottica lahir di masa yang sangat pas, era internet yang sedang mewabah dan kebutuhan kaca mata yang banyak dengan pembelian garansi. Mereka tidak mampu mengubah dunia adalah karena mereka tek belajar untuk berpikir original. Mereka memusatkan energi untuk melahap pengetahuan ilmiah yang ada, tetapi tak menghasilkan pengetahuan baru.

Wabah sinetron di televisi lokal di jam utama sungguh memprihatinkan. Kita mayoritas sepakat tentunya sinetron merusak moral, membuat candu buruk bagi generasi berikutnya. Nyatanya produk itu laku. Kita tahu mematikan televisi saja tak cukup menunjukkan pada para produser sinetron bahwa rakyat siap berdiri memrotes. Tapi seberapa banyak? Masalahnya produk itu laku, dijejali iklan melimpah, dan semacam jaminan finansial sehat. Ketika kita sedang berusaha memengaruhi orang lain dan mendapati mereka tak menghormati kita, keadaan ini menciptakan siklus kekesalan yang tak berujung pangkal. Jika Anda ingin mengubah perilakunya, pakai lebih baik menyoroti manfaat perubahan atau kerugian akibat perubahan? Penerima yang marah secara acak diminta memberikan satu dari tiga respons berikut: malampiaskan, mengalihkan, atau mengontrol. Bagaimana respon Anda terhadap produk sinetron kita kawan?

Model ATM – Amati, Tiru, Modifikasi sudah jadi kewajaran di era ini. Tentu saja tak ada yang benar-benar original, dalam arti bahwa semua ide kita dipengaruhi oleh hal-hal yang pernah kita pelajari dari dunia sekitar. Kita selalu meminjam pemikiran-pemikiran, baik secara sengaja atau tidak. Kita rentan terhadap ‘kleptomnesia’ – secara tidak sengaja mengingat ide-ide orang lain sebagai ide kita sendiri. Originalitas termasuk memperkenalkan dan mengembangkan sebuah ide yang relatif tidak umum di dalam sebuah domain tertentu, dan berpotensi memperbaiki domain tersebut.

Di dunia musik, kita tahu banyak sekali genre dan tergantung sudut pandang siapa yang terbaik, siapa yang biasa. Tergantung selera, tergantung obsesi. Beethoven dikenal sebagai pengkritik karya sendiri yang baik. Sesuatu yang istimewa, tahu karyanya laik enggaknya. Jadi ingat Sherina Munaf di twitter lalu bilang, sebulan stuck ide nulis lagu, butuh tambahan waktu. Kita harus segera membangkitkan ide sendiri sebelum menyaring pendapat orang lain. Dan cara ini ternyata membantu menjelaskan mengapa akhirnya lagu berhasil rilis. “Saya dianugerahi selera musik yang kuat. Terkadang tulang saya menggigil.” Kata Darwin.

Ia menghabiskan empat puluh tahun berikutnya bekerja di sebuah penerbit demi stabilitas hidup dan menulis puisi di sela-sela waktu. Seperti komentar pendiri Polaroid, Edwin Land, “Tak seorang pun benar-benar orisinal di satu bidang, kecuali ia telah memiliki stabilitas emosi dan sosial yang berasal dari sikap yang tetap di semua bidang lainnya di luar bidang tempat ia menjadi orisinal.

Ketika kita meratapi originalitas di dunia, kita menyalahkan ketiadaan kreativitas. Untuk menjadi orisinal, orang dewasa harus lebih jarang belajar dan lebih sering tak belajar. Dan mereka menginspirasi saya agar tak terlalu mengikuti harapan menciptakan dunia yang lebih baik bagi mereka. “Keyakinan pada ide sendiri itu berbahaya, bukan hanya karena membuat kita rentan terhadap ide positif salah, tetapi juga membuat kita berhenti menghasilkan variasi yang membutuhkan untuk meraih potensi kreatif kita.”

I have a dream” King, 1963

Originals “Tabrak Aturan”, Jadilah Pemenang | By Adam Grant | Copyright 2016 | Diterjemahkan dari Originals | Terbitan Viking, an imprint of Penguin Random House LLC 375 Hudson Street, New York 10014 | Penerbit Noura | Penerjemah Mursid Wijanarko | Penyunting Aswita Fitriani | Penyelaras aksara Lian Kagura, Sheilla | Penata aksara Aniza Pujiati | Perancang sampul Artgensi | Cetakan pertama, April 2017 | 348 hlm.; 15 x 23 cm | ISBN 978-602-385-277-2 | Skor: 4/5

Untuk Allison

Karawang, 311218 – The Vure – Mint Car // 280619 – Christina Aguilera – Beautiful

Thank a lot Noura. Bless you.

#30HariMenulis #ReviewBuku #Day28 #HBDSherinaMunaf #11Juni2019