00.07

A Monster Calls by Patrick Ness

Konon, masa muda hanya datang sekali. Tapi bukankah masa muda berlangsung untuk waktu yang lama? Lebih lama daripada yang sanggup kaujalani. – Hilary Mantel, An Experiment in Love

Kaupikir aku mungkin datang untuk menjatuhkan musuh-musuhmu. Membantai naga-nagamu. Kisah adalah makhluk liar. Begitu kau melepaskannya, siapa yang tahu kekacauan apa yang mungkin mereka ciptakan?”

Sang monster muncul persis setelah tengah malam, seperti monster-monster lainnya. Tepatnya jam 00.07. Buku ini sempat kubacakan untuk Hermione, menyesuaikan waktu, saya bacakan jelang tidur lewat tengah malam. Dapat dua bab, tapi setelah kubaca sepintas tulisan kover belakang bahwa ini cerita tentang tragedi, tentang sebuah masa sulit menghadapi kematian, saya berhenti. Saya berhenti melanjutkan baca teman tidur Hermione, tepat di halaman 44 ketika sang monster memperkenalkan diri. Maka Hermione akan mengenang monetr itu bernama Herne, karena terhenti di bagian ini: Aku Herne sang Pemburu. Keputusan tepat, setelahnya kuganti bacaan Winnie The Pooh (A.A. Milne), sisa Panggilan sang Monster kubaca sendiri, secara kilat selesai sore ini.

Kisahnya tentang Conor O’Malley yang kesepian. Ia tinggal sama ibunya yang sakit keras, rambutnya sudah tidak ada, kurus kering. Hubungan ibu-anak ini poin utama novel ini. Rajutan kesan, anak semuda itu memaksanya menjadi kuat hati. Ayahnya menikah lagi dengan perempuan Amerika, neneknya yang tinggal terpisah sesekali datang, untuk menginap. Sebagai anak tunggal, ia merasa sendiri kala ibunya muntah-muntah, pening, dan butuh perawatan.

Di sekolah, ia berteman dengan Lily, teman kecil yang sudah sangat akrab lama. Sering membantunya, bahkan ketika Conor kena bully oleh genk trio Harry, Sully, dan Anton. Miss Kwan, gurunya sering melidunginya juga. Mengingat nasibnya, mengingat masalahnya. Beberapa kawan juga menjaga jarak, beberapa guru memberi semacam kelonggaran padanya. Kondisi ini mencipta Conor semakin terajut sendu. Salah satu guru meminta tugas, Menulis Kehidupan.

Saat-saat seperti inilah muncul sang monster. Monster pohon yew di dekat gereja dan pekuburan yang ada belakang di kebun rumah. Monster itu selalu muncul tepat jam 00.07, awalnya Conor menolak, entah ini mimpi atau kenyataan yang tersamar. Monster itu datang memanggilnya di luar rumah, mengetuk jendela kamarnya, memasuki dunia maya. Monster itu datang untuk menuturkan kisah. Total ada empat cerita. Bukan sembarang cerita karena ini menyangkut sejarah pohon yew belakang rumahnya dan nantinya tentang dia. Pohon yew adalah pohon penyembuh.

Kisah pertama tentang pangeran muda yang tersingkir dari takhta kerajaan. Pohon yew sudah ada ribuan tahun lalu, ada kerajaan di sekitar situ. Perang dan perebutan kekuasaan mencipta sang raja kehilangan anak dan lalu istrinya, hanya pangeran muda yang jadi tumpuan penerus takhta. Maka sembari menanti usia 18 tahun, ia menikah lagi dengan putri kerajaan seberang. Muncul desas-desus sang ratu muda adalah penyihir. Maka saat raja mangkat, ia sementara memegang tampuk pimpinan, sang pangeran muda yang merasa terancam kabur dengan kekasihnya putri petani biasa. Dalam pelariannya, ia beristirahat di bawah pohon yew, terjadilah apa yang terjadi. Pangeran terbangun mendapati kekasihnya tewas, ia menyebut ibu tirinya yang membunuh, maka rakyat bersatu menggulingkan, sebelum dibakar, monster pohon yew menyelamatkan ratu untuk hidup tenang jauh dari lingkaran kekuasaan. Ada kejutan, bagaimana twist itu disimpan di penghujung kisah pertama.

Kisah kedua terentang sekitar 150 tahun yang lalu. Seorang apoteker yang serakah, kasar, getir nan pintar meramu obat hidup dalam kungkungan cibir rakyat. Pria yang hidup dengan keyakinan, apoteker sang tabib. Ia tampak tamak, mementingkan diri sendiri ketimbang pasiennya, pria yang hanya memikirkan diri sendiri. Ilmu pengobatan memang mahal, ia punya harga! Sementara hidup seorang pendeta dengan dua putrinya yang cantik yang tinggal sekitar gereja, dekat pohon yew. Sang apoteker meminta pohon yew untuk ditebang karena khasiatnya banyak, ramuan dengan pohon yew dikenal sangat mujarab, tapi pendeta bergeming. Ia mempertahankan pohon itu sebagai pelindung gereja dan pekuburan. Namun kasus pelik muncul, kedua putrinya sakit keras, ia meminta sang apoteker menyelamatkannya bahkan seandainya pohon itu harus dirobohkan. Ia menolak, putrinya wafat. Pohon yew marah, ia pun memporakporandakan rumah dia. Siapa? Twist lagi. Porak poranda-pun bukan sekadar kiasan, karena ia di sebuah kamar di rumah nenek dengan jam klasik yang mahal, rusak parah tak berbentuk bak kapal pecah.

Kisah ketiga tentang pria tak kasat mata yang semakin muak menjadi orang tak terlihat. Bukan berarti dia benar-benar tak kasat mata, orang-oranglah yang telah terbiasa untuk tak melihat dirinya. Dan jika tak seorang pun melihatmu, apa artinya kau benat-benar ada? Kemudia suatu hari pria tak kasat mata memutuskan: aku akan membuat mereka melihatku. Dia memanggil sosok monster. Adegan itu terjadi di kantin sekolah, Conor menghajar pimpinan genk Harry hingga babak belur. Jelas ini adalah present day.

Kisah keempat, sebagai penutup adalah kisah kunci utama keseluruhan A Monster Calls. Dia menginginkan hal yang paling berbahaya dari Conor, dia menginginkan kebenaran. Kalau kau tidak menceritakannya, biar aku yang menceritakannya kepadamu. Adegan kunci, ketika ibunya sekarat. Conor memanggil monster, ia datang ke kuburan menendang-nendang pohon, lalu dalam dimensi lain bertemu ibunya, antara menggenggam erat terus tangan mom dengan segala konsekuensi atau melepas ke kehidupan berikutnya? Conor Malley harus menuturkan kebenaran sejati. Dari kisah kedua kita tahu pohon yew bisa menjadi ramuan obat yang murajab, berhasilkah menyembuhkan mom?

Dengan ilustrai ciamik Jim Kay, apa yang terbaca dengan sangat indah bisa terbayangkan. Gambar-gambar fantastis dan keheningan-keheningan yang menggugah. Benar-benar mumpuni, gambar-gambar itu bercerita, memetakan beberapa adegan kunci, pohon hidup yang tampak seram, menghantui. Gambar paling ‘nyaman’ ada di halaman 148-149, monster raksasa duduk terpekur di gedung kantor kebun belakang neneknya seolah menanti, hey… lakukan sesuatu!

Satu lagi halaman 106-107 kejadian sesaat sebelum ditutur kisah kedua, grandma akan marah besar karena ia mematahkan jarum jam klasik. Ini jenis kerusakan yang bakal diharapkan dari seorang bocah laki-laki. kisahnya berakhir dengan kehancuran yang tepat.

Di sela kedatangan monster yew, ayahnya datang dari Amerika. Beberapa adegan trenyuh disajikan, ia bertengkar dengan neneknya, ketidakcocokan, kemarahan masa lalu. Hubungan ayah-dan-Conor yang timbul tenggelam, memintanya membawa ke Amerika, tapi menolak ia punya kehidupan di sana. Lalu dengan kemarahan pulang, karena istrinya melahirkan. Janji akan kembali dua minggu lagi.

Hubungan dengan neneknya juga kurang mesra, banyak perbedaan, banyak yang tak cocok. Maka tiap ia menginap di rumahnya dan tidur di kamarnya, ia kesal. Namun ini keadaan darurat sayang, mom sakit keras. Mom-nya, anak pertama grandma: penghubung mereka untuk kembali merajut darah. Ini memang kisah sedih, bijak namun juga berani dan tampak seram. Ga cocok untuk jadi cerita pengantar tidur anak-anak.

A Monster Calls, ini bukan kisah tentang apa yang kuinginkan darimu, tapi tentang apa yang kau inginkan dariku. Kisah-kisah ini penting, bisa jadi mereka lebih penting daripada apa pun. Jika mereka mengandung kebenaran.

Panggilan Sang Monster | by Patrick Ness | Diterjemahkan dari A Monster Calls | Copyright 2011 | From original idea by Siobhan Dowd | Ilustrai Jim Kay | 615 16 4 002 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Nadya Andwiani | Editor Barokah Ruziati | ISBN 978-602-03-2081-6 | 216 hlm; 21 cm | Skor: 4.5/5

Untuk Siobhan

Karawang, 220320 – Foreginer – I Want To Know What Love Is

Bleach: Ketika Monster Raksasa Meluluhlantakkan Kota Muncullah Sang Petarung

Ichigo: “I am not so noble to risk my life for strangers or so low to desert people in trouble.”

Cerita penjaga perdamaian kota, menghantar arwah-arwah penasaran untuk ke soul society, dan memburu para hollow (monster) agar dunia kembali tenang. Fantasi yang menggairahkan.

Dibuka dengan tragedi di mana ada ibu dan seorang anak yang mencoba memberi payung pada gadis yang menangis di pinggir danau yang ternyata adalah jelmaan, menewaskan Masaki Kurosaki (Masami Nagasawa). Tahun melompat dan kini Ichigo Kurasaki (Sota Fukushi) adalah seorang pelajar, ia bisa melihat hantu. Keistimewaan itu suatu hari memberinya kesempatan menjadi petarung. Di kamarnya tiba-tiba muncul seorang cewek berkimono dengan pedang dan kecurigaan menatap sekeliling, Rukia Kuchiki (Hana Sugisaki) adalah seorang shinigami yang tugasnya berburu hollow, si Rukia yang terkejut bahwa keberadaanya diketahui manusia yang kemudian malah menjadi manusia karena kekuatannya secara tak sengaja tersalur ke Ichigo. Dalam sebuah kesempatan langka yang mendesak, ia sepenuhnya mentransfer tenaga dalamnya. Rukia terjebak, yang lalu menyamar sebagai murid baru pindahan, mengambil tubuh gigai (tiruan). Ichigo yang bisa melihat hantu ternyata memiliki kekuatan spiritual besar.

Kota Karakura yang butuh seorang shinigami untuk menjaganya dari serangan hollow, memaksa Rukia melatih Ichigo. Ia tinggal di kamar Ichigo, dan menjadi bagian kehidupan manusia. Secara keseluruhan sejatinya Bleach memang menceritakan hubungan mereka berdua. Fokus yang tepat. Bermain pedang, ditembaki bola tenis, mengangkat beban, ketahanan fisik. Tumbuh benih cinta, wajar. Rukia yang seorang shinigami yang menyamar menjadi menusia malah jatuh hati dalam keseharian, dan ini adalah dosa. Kesalahan. Ichigo yang memiliki love interest Orihime Inoue (Erina Mano), terlihat cemburu tapi Bleach ga jatuh dalam roman drama remaja, hanya kisah sempilan. Seorang murid freak, Uryu Ishida (Ryo Ishizawa) menambah rumit keadaan karena dengan panah saktinya ia ternyata adalah seorang Quincy. Quincy adalah makhluk langka yang memiliki dendam terhadap shinigami, maka hubungan Uryu dan Ichigo menjadi lawan-teman. Dan jadilah Ichigo seorang shinigami pengganti.

Sementara dari seberang, sepasang shinigami kakap Renji Abarai (Taichi Saotome) dan Byakuya Kuchiki (Miyavi) dari dunia 6 meminta Rukia untuk kembali, ia terlalu lama menjadi manusia. Renji adalah teman masa kecilnya, dan Byakuya adalah kakaknya! Di sini jelas Byakuya tampak sangat keren, semua kalimat yang diucapkan tenang tapi menohok, khas seorang antagonis bengis yang seolah tak terkalahkan. Mereka meminta Rukia membunuh Ichigo agar kekuatannya kembali, Rukia yang jatuh hati tentu saja menolak. Bahkan sampai diultimatum bila tak segera mengeksekusinya, keduanya akan dibunuh. Ichigo meminta kesempatan, ia akan berlatih lebih keras guna membasmi The Grand Fisher, hollow raksasa paling dicari yang digambarkan mengerikan dengan wajah bak topeng badut keji dan banyak lengan panjang berburu (bayangkan!). Seolah monster-monster Ultraman adalah barbie. Maka dalam adegan puncak, kota Karakura luluh lantak diterjang monster, Ichigo menjadi shinigami guna bertarung menumpasnya, sang Quincy membantu dengan panah, dan sajian dahsyat makhluk raksasa menjelma tornado tersaji epik. Mungkin kelemahannya hanya kurang lama adegan pertaruhannya, ga sampai berdarah-darah, adu kuat itu malah menjadi rentan. Jadi siapa yang akhirnya menyerah? Rukia yang meminta kekuatannya kembali? The Grand Fisher yang ternyata adalah pembunuh ibunya akankah bisa dimusnahkan? Uryu yang menaruh dendam kesumat kepada shinigami? Ataukah akhirnya Byakuya yang tampak amortal membumihanguskan semuanya? Rekomendasi tonton!

Skoringnya sangat pas, musik rock yang menghentak ketika mengiringi pertarungan, wow keren, gitar eletrik yang menyayat-nyayat hati ala Mad Max. Lagu “News From the Front”dari Bad Religion diselipkan di tempat yang semestinya, bukan sekadar iringan tapi juga menampilkannya dalam poster kamar. Panel manga dipindahkan dalam live action, mencoba sesetia mungkin, dalam sebuah mega adu pedang yang rupawan, bahkan ada adegan duel di atas dua bis di mana pedang bisa memanjang dan mebelit bak ikat tali. Tambal sulam beberapa bagian wajar, tapi secara keseluruhan sudah dalam arah yang tepat. Ceritanya mudah dipahami, untuk penonton awam sekalipun langsung klik sedari awal pengantar dunia Soul Society. Eksekusi ending, cerita jagoan dengan pedang besar menjadi sangat logis, sangat pas sekali. Rasanya sekuel hanya menanti waktu. Adaptasi sesukses ini jelas menuntut kelanjutan.

Tak perlu jadi pengikut manga-nya (termasuk saya) untuk bisa menikmati sajian live action yang seru ini, apalagi fan beratnya pasti jingkrak-jingkrak. Seperti inilah seharusnya anime menjelma nyata, sedih sekali menyaksikan Dragon Ball di-evolution-kan Amerika sepuluh tahun lalu. Luluh lantak, Bleach jelas di jalur yang sangat tepat. Poin pentingnya jelas, melibatkan kreator aslinya Tite Kubo dalam proses film. Kesuksesan ini jelas memicu anime lain untuk mewujud nyata, Naruto menjadi sangat mungkin, One Piece? Sherina Munaf pastinya gemetar menanti. Tak perlu warna-warni berlebih laiknya kartun, tak perlu efek sangat berlebih untuk menyuplai cerita, Bleach justru tampak seakan lebih sederhana, monsternya ga seglamor hollywood, efek CGInya ga senyata IMAX, tapi justru inilah nilai lebihnya. Kuat dalam bercerita, melaju dalam kecepatan konstan, dan aksi perang dengan porsi yang imbang. Banyak karakter, seolah tancap gas di opening, wajar. Anime memang selalu memberi banyak sekali tokoh dengan keistimewaan masing-masing, Bleach dengan cerdik menyajikan pengenalan itu dengan tulisan singkat dan durasi tepat. Bahkan ada sebentar adegan penjelasan dunia fantasi yang terpecah dua dengan title card kartun, bagaimana hollow harus diburu dan roh-roh gentayangan harus dikembalikan ke masyarakat jiwa. Jagoan kita berambut orange dengan model anak milenial, tampak nyentrik dan gaul. Karakter Yasutora ‘Chad’ Sado adalah contoh bagus, bagaimana muncul seketika, menitnya tak signifikan tapi bisa memberitahukan penonton bahwa ia adalah teman dekat sekaligus partner sang protagonis, bahkan di adegan yang tak lebih dari tiga menit di pertempuran saat di restoran, ia bisa menghalau lemparan benda padat dengan satu tangan, jelas ia punya keistimewaan juga bisa melihat kehadiran arwah tapi memang sengaja tak terfokus. Mustahillah berjilid-jilid series itu dipadatkan semua dalam durasi movie. Mungkin kahadiran Kisuke Uraha yang kurang eksplore, tapi tetap Ok. Mungkin untuk kelanjutan akan lebih detail. Kita semua tahu adaptasi manga dan anime mayoritas menjadi hancur, hampir semuanya: Dragon Ball, Full Metal Alchemist, Attact on Titan, Ghost in the Shell, Death Note, dst. Bleach kembali menaruh harapan itu.

Film rekomendasi Huang, teman grup Bank Movie, yang kilat kuunduh, kutonton langsung tuntas dalam gerimis malam libur, dan puas. Rasanya wajib kumasukkan dalam daftar film terbaik 2018 yang besok kudata. Apakah kesuksesan ini akan menghantarku (kembali) menjadi penikmat anime? Enggak, waktu menjadi kendala utama. Kecuali mini seri, rasanya film berpuluh-puluh bagian dengan ratusan karakter kayak gini sudah ga cocok kunikmati. Cukuplah sekali tonton selesai. Cukuplah saya tahu Dragon Ball, Naruto, One Piece, Crayon Shincan dan segelitir panel manga. Bleach yang mempesona datang terlambat, para hollow sudah menyebar dan memporakporandakan kota. Dan saya tetap duduk tenang membaca novel.

Bleach always be bleach

Bleach | Year 2018 | Directed by Shinsuke Sato | Screenplay Tite Kubo (Manga), Ardwight Cahmberlain, Shinsuke Sato, Daisuke Habara | Cast Sota Fukushi, Hana Sugisaki, Ryo Yoshizawa, Miyavi, Taichi Saotome, Erina Mano, Yu Koyanagi, Seiichi Tanabe, Yusoke Eguchi, Masami Nagasawa | Skor: 4/5

Karawang, 300319 – Sheila on 7 – Tunjuk Satu Bintang

Cincin Monster #6

image

Pengalaman pertama membaca bukunya Bruce Coville, seri A Magic Shop Book. Lumayanlah, ada sihirnya, ada keseruan dalam mengatasi masalah remaja dan kengerian jadi monster. Ceritanya sederhana namun seru. Kalian pasti bisa menebak ke arah mana kisah ini akan berakhir, tapi keseruan ada pada kompleksitas sifat karakter utamanya. Buku anak yang asyik.

Kisahnya 13 bab ditambah epilog. Tanpa banyak pengenalan karakter kita langsung ditaruh di dalam masalah. Russel Troy yang sendirian takut dalam kejaran Eddie. Mereka sedang dalam permainan Frankenstein jelang Helloween. Saat lari itulah dia berputar-putar dari satu gang ke gang yang lain, putar, belok dan tahu-tahu tersesat. Saat itulah ia melihat sebuah toko asing betuliskan, “Elivies, Menyediakan Berbagai Benda Sihir”. Russel yang tergila-gila akan sihir masuk ke dalam. Di dalamnya terpampang benda-benda aneh, dan suasana toko muram. Lalu muncullah sang kakek, setelah basa-basi tanya-jawab, Russel mendapatkan sebuah cincin. Tidak sembarangan cincin. Saat keluar toko lewat pintu samping, dirinya tiba-tiba sudah di gang semula dan toko itu tak ada.

Cincin monster dengan aturan main, ‘Merubah dirimu menjadi monster. Tempatkan cincin di jari manis tangan kanan. Genggam dengan tangan kirimu. Putar cincin ke kiri sambil membaca mantra…’ merasa janggal, awalnya Troy tak percaya namun menjelang hari besar Helloween tak ada salahnya mencoba. Mantranya, “Kekuatan gelap dan kekuatan terang, aku memanggilmu sesuai keinginanku. Keluarkan kekuatan cincin ini, dan ubahlah aku menjadi monster.”

Jreng-jreng… satu putaran iapun berubah seketika. Malam itu bulan purnama, dirinya menatap bulan dan melompat lewat jendela keluar. Esoknya dirinya terbangun dengan bingung. Ah.. mimpi yang aneh. Namun apa yang dirasanya hanya ilusi ternyata bukan. Di sekolah beredar kabar ada monster mengamuk di kota semalam. Troy lalu penasaran mencoba lagi dengan membaca petunjuk sekali lagi. ‘Satu kali putaran kau akan bertanduk dan berbulu; dua kali putarana, gigi taring akan terlihat; tiga kali putaran? Tak seorang pun berani melakukannya.’ Tapi Russel Troy tak membaca petunjuknya dengan cermat.

Saat di sekolah dirinya iseng mencoba memutar dua kali. Saat itu pesta kostum Helloween sehingga saat yang lainnya hanya berakting, Troy yang benar-benar berbulu dan bertaring mengamuk. Seisi sekolah ketakutan, semua yang awalnya kagum sama ‘kostum; Troy jadi panik. Amburadul. Ayahnya marah, “Ayah tak menyangka kamu merasa seperti itu, ayah mengira sedang membantu.. memberimu nasihat… menunjukkan cara hidup yang lebih baik. Ayah merasa telah mendengarkan semua masalahmu. Ayah berusaha menjadi orang tua yang baik, Russel. Tuhan yang tahu, betapa berat hari ini…”

Ketika hari Helloween anak-anak pada merayakan dengan labu, permen dan kostum seru. Russel Troy sudah memantabkan diri mengenakan cincin dan karena sudah merasa berani, iapun memutarnya tiga kali. Berhasilkah ia membalas kenakalan Eddie? Jadi seseram apa cincin dengan tingkat monster maksimal itu? Bisakah ia kembali normal? Semua tersaji dengan tensi cepat dan menyenangkan.

Well, buku ini saya beli ketika anniversary 4 tahun menikah. Bukan kado namun memang ada dalam daftar beli buku yang menumpuk kala itu. Saya baca hanya semalam dengan santai dan langsung selesai. Bagus sih namun memang ini adalah buku anak yang bisa dinikmati sambil lalu. Idenya bagus, walau tak original. Eksekusinya pas. Terjemahannya tak ada kendala, runut dan tak ada typo. Cetakan kertas hvs dan cover yang seru. Layaknya seri-seri Goosebump, yang penuh kaget-kagetan. Seri pertama yang saya baca dari A Magic Shop Book cukup memuaskan. Kalau diberi kesempatan untuk dapat menikmati buku seri lainnya saya dengan senang hati melahapnya. Sebuah petualangan masa SD yang penuh imajinasi.

Cincin Monster | by Bruce Coville | Judul asli Russel Troy: The Monster Ring | copyright 1982, 2002 | This edition published by arrangement with Ashley Grayson Literary Agency | Penerjemah Venti | Ilustrasi Yulia Afifah | Penerbit Matahari | Cetakan pertama, September 2007 | Skor: 3/5

Ruang HR NICI – Karawang, 060616 – Sherina Munaf – Singing Pixie

#6 #Juni2016 #30HariMenulis #ReviewBuku