Aku? Takut? Macan tidak takut siapapun… macan tidak kasatmata. Jiwa. – Fransisco Macias Ngueme, Diktator Terguling dari
Saya belum membaca Life Of Pi (a novel by Yann Martel), tapi sudah menonton adaptasinya (a film by Ang Lee). Terlalu banyak kemiripan dengannya, menempatkan seorang bocah bersama kucing besar dalam perahu darurat ketika kapal karam, halusinasi atau kenyataan? Dalam perjalanan laut menyeberangi samudra, melakukan apapun itu demi bertahan hidup. Kail, makanan kaleng, saling melengkapi dan kemudian terdampar selamat. Dasarnya sama, penerungannya jelas beda.
Max dan Kucing-Kucing terbagi dalam tiga babak. Jerman, Perairan, Brasilia. Penuh. Padat dan mempermainkan psikologis. Max adalah orang Jerman yang remaja era 1930an, masa ketika Nazi sedang menapaki kejayaan. Max seorang anak tunggal dari pasangan Erna Schmidt dan Hans Schmidt. Ayahnya yang kolot, seorang saudagar karpet, penjual aksesoris yang menilai uang begitu tinggi. Pengusaha yang terlihat bersahaja, tapi kalau kita lihat dari dalam, dari sudut keluarga, jelas bermasalah. Max melepas perjakanya di gudang toko dengan wanita tetangganya Frida yang bekerja paruh waktu, dengan kepala hias Harimau Benggala. Max yang remaja mendapat sensasi bercinta yang menjadikannya dewasa lebih cepat. Frida adalah anak petani dari selatan, pendek, montok, cerewet. Di gudang itulah, kita tahu ada kepala macan yang dijadikan pajangan, tatapan hampanya menghantui, memberi efek takut kepada Max kita sampai dewasa nantinya. Ada bagian yang membuat kita turut kesal sama Frida terkait mantel bulu yang disyaratkannya guna mengulang perbuatan dosa. Max yang remaja tak kuasa memenuhi harap, dan mantel itu menjadi polemik parah saat suatu ketika ia kenakan dan tak sengaja berpapasan dengan Hans. Dituduh maling, tapi ia ga maling. Max dalam masalah besar bung.
Ketika Nazi benar-benar berkuasa dan mencoba membumihanguskan kaum Yahudi, semua yang menentang arus berakhir mati. Max yang kini sedang mekar dalam bangku kuliah, sejatinya ga terlibat aktivitas politik, tapi karena hubungannya dengan Frida dan Harald sahabatnya, memicu hal buruk berikutnya, ia dalam ketergesaan menyelamatkan hidup bergegas kabur. Dengan bekal seadanya, menumpang kapal Schiller menuju Brasilia. Kapal dari Hamburg itu gagal diraih, maka ia menumpang kapal barang yang juga mengarah ke Brasilia. Kapal yang sedari mula memang mencurigakan, ada banyak binatang di angkut, ada tempat bernaung tapi memprihatinkan dalam kamar sempit, dan karena ini buku tragedi, maka kapal ini karam.
Max terapung dalam ketidakpastian.
Ia berhasil bertahan di perahu darurat, perahu yang sudah disiapkan ketika keadaan genting berisi makanan kaleng, peralatan mancing, pelampung dan sebagainya. Namun ia tak sendirian, ketika sudut perahu itu disingkap, ia terperangah, ada macan melonjak keluar. Macan besar jenis jaguar itu kini ada di sudut lain Max, memperhatikannya, memandangnya penuh nafsu lapar. Max, tak diterkam berkat konsistensi memberi si buas dengan ikan yang dikail, Max makan makanan kaleng, jaguar melahap ikan. Dan perenungan melihat bintang, menatap langit, efek panas terik di siang hari mencipta banyak fatamorgana, harapan bertahan hidup kecil, tapi ada.
Max selamat sampai di Brasilia berkat pertolongan kapal nelayan yang lewat, setelah ia beradu marah dengan jaguar dan juga akhirnya beradu emosi perahu terguling. Cerita Max seperahu dengan macan menjadi pergunjingan, seolah khayal seolah hasil imaji, tapi Max lah yang mengalami dan desas desus apapun itu tak terpengaruh. Max kembali menata hidup di negeri seberang.
Kalau kalian tahu jargon, para perantau adalah pekerja ulet dan pejuang keras di sini jelas ada benarnya. Tak punya siapa-siapa, tak punya banyak hal, hanya permata pemberian ibunya yang disimpan rapi lalu dijual dengan harga layak. Max mencari penghidupan di negeri Samba. “Di Brasilia, orang bisa kaya mendadak dalam semalam.”
Max tak bisa lepas bayang-bayang ketakutan Nazi, setiap lihat lambang Swastika atau lambang yang mirip dengannya ia mengalami traumatis. Namun waktu juga yang menyembuhkan. Kita tahu, sejarah mencatat tahun 1945 era Hitler runtuh, dan dunia berbenah. Max yang merdeka bisa mudik, menyelami masa lalu dan mempunyai opsi lebih banyak. Setelah kepulangannya yang pilu, ibunya meninggal, ayahnya gila, dan serentet fakta pahit ia kembali ke Brasilia. Menikah dengan penduduk lokal, memiliki keluarga. Akankah ia membawa pulang seluruh keluarganya ke Jerman, karena sejauh manapun kau pergi, rumah adalah tanah tempat kamu dilahirkan. Atau menjadi warga Brasilia, tanah seberang yang dijanjikan? Max dan Kucing-kucing jelas, adalah sebuah frame kehidupan yang mengajak kita menyelami pahit manis segala detak waktu yang kita jalani. Akan lebih indah dengan bonus syukur padaNya. Manusia, makhluk fana ini berjuang hidup dengan melakukan apapun, tapi maut selalu hadir di manapun, kapanpun. Max dan segala perenungannya.
Novel seratus halaman ini kubeli kala dalam tugas luar mengikuti pelatihan di Hotel Horison Bekasi seminggu. Kubeli di Gramedia MM Bekasi dengan Gadis Pendongeng, kubaca singkat di pagi dan sore saat waktu istirahat. Di pinggir kolam renang hotel, berderet kepul asap rokok pemuda lain di kiri kanan. Buku pertama Scliar yang kubaca. Seorang dokter kelahiran 1937 di Porto Alegre, Brasilia. Sudah menghasilkan 62 buku cerita, rasanya Max ini hanya permulaan, karya berikutnya masuk daftar tunggu.
Ada satu adegan yang menurutku sangat bagus. Adegan yang tak tersangkut paut langsung dengan para kucing. Bahwa kala Max kuliah, seorang profesornya eksentrik melakukan eksperimen. Profesor Kuntz melakukan riset gila dengan menggunakan pemuda Gipsi, dipasangi mikrofon yang digantung di leher, dilemparkan ke luar dari pesawat terbang. Sang profesor berharap dalam perjalanan terjun menuju kematian, orang-orang tadi akan memberi pernyataan atau paling tidak jeritan, baik jeritan manusia purba atau tidak, memberi ketegasan tentang arti kehidupan. Ngeri ya. Uji coba kaum gila, memainkan nyawa demi sebuah laporan penelitian.
Jaguar dan kapal karam? Jaguar, kapal karam, dan lari dari Jerman? Apakah itu semua hanyalah impian orang muda bernama Max? Atau mungkin hanya impian buruk luar biasa panjang anak bernama Max, yang akhirnya tertidur setelah suatu hari yang penuh luapan perasaan berat. Ada satu nama Penulis yang direkomendasikan di buku ini, Jose de Alencar, penulis abad sembilan belas yang banyak bercerita tentang Indian. Lalu kegemaran mendengarkan lagu-lagu Beethoven berjudul Ninth Symphony laik lebih sering dikumandangkan suatu saat. Karena agak sulit tentunya mencari lagu Jerman pengantar tidur: Guten abend, Gute natch, Mit rosen bedacht…
“Aku berdamai dengan kucing-kucingku.”
Max dan Kucing-Kucing | By Moacyr Scliar | Diterjemahkan dari Max E Os Felinos | Copyright 1981 | 618186019 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Djokolelono | Editor Rini Nurul Badariah | Ilustrasi dan desain sampul Martin Dima | Cetakan pertama, 2018 | 100 hlm.; 20 cm | ISBN 978-602-06-2044-2 | ISBN 978-602-02045-9 (digital) | Skor: 4/5
Karawang, 220819 – Anggun – Bayang-Bayang Ilusi