Ada Hantu di Rumahku

Mr. Midnight #10 by James Lee

“Orangtuaku membawaku ke pemakaman tapi aku terpisah dan tersesat. Mereka pasti mencemaskanku…”

Khas R.L. Stine. Seolah bagian dari kasih horror remaja karya Stine, terutama Goosebumps. Templatenya sama, mengambil sudut pandang orang pertama, para remaja/anak-anak ini dihantui. Karena ini buku pertama James Lee yang kubaca, jadi sempat menebak hantu-nya mungkin hanya pengalihan isu, atau pemancing saja. Ternyata, beneran ada. Dan fun, jangan berharap horror penuh darah dan menakutkan, ini sekadar kisah hura-hura. Seperti rangkaian buku Goosebumps, memang terbuka untuk dikoleksi. Kalau dapat ya, diambil, kalau tak nemu tak mengapa.

Terdiri dua cerita.

#1. Siapa Penghuni Lain Rumah Kami?

Samantha Ming Yan dan adiknya Ashley mendapati kejanggalan di rumahnya. Saat Sam sedang ngumpul sama teman-teman untuk merayakan ulang tahun Katherine, Samantha baru teringat bahwa alamat tempat acara ditulis di kertas dekat telepon rumah. Maka, ia pun menghubunginya.  Bukan ibunya yang angkat, suara mendesah mengeja namanya, saaa… maaaan… tha… lalu ditutup. Saat dihubungi lagi, tak diangkat. Maka, saat sisa hari dengan muram mengikuti acara ulang tahun kawannya. Kawan-kawannya Erma, Cyril, Jet menenangkannya.

Ketika pulang, adiknya Ashley juga bercerita hal yang sama. Saat menelpon, hanya suara gemerisik dan mendesah. Ada hantu di rumah ini? keadaan makin gawat, saat kamar Samantha berantakan, dari jauh lampunya nyala, padahal ketika keluar kamar selalu dimatikan. Saat sampai rumah, lampu sudah padam.

Ditambah, banyak makanan di kulkas hilang, terutama daging. Jelas, ada orang asing yang masuk ke rumah ini. Maka, suatu ketika saat Samantha pulang drai lomba basket, mengambil jalur cepat melewati kuburan saat senja, ia melihat ada yang mengejarnya, entah anjing atau serigala, ia mendapat trauma ketakutan. Benarkan ada hantu yang meneror rumah ini?

Dia diberi nama William. Hhmmm… gitu ya, dinamai penghuni lainnya.

#2. Hantu Sekolah Kami

Tim Hantu yang terdiri dari Diyanah Atiqah, Serene Siow, Gukkan dan aku sang pencerita: Khairi. Suatu ketika mendapati hantu gadis di sekolah. Cantik sih, tapi bikin gidik sebab bisa menembus tembok. Mereka yang mencari hantu, saat bertemu beneran malah takut. Lalu ditemukan kasus pencurian. Komputer, sepeda, dan lainnya di sekolah hilang.

Anehnya, barang-barang itu ada di rumah Khairi. Jelas ia panik, kasus pencurian konsekuensinya berat. Merasa tak mengambil, mereka gegas ingin mengembalikan barang-barang tanpa ketahuan. Namun tiba-tiba muncullah si hantu gadis. Ialah pelakunya, dan ternyata ia ingin berteman.

Menyamar jadi adiknya, ikut sekolah. Ia di dunia hantu kzl sebab diperlakukan bak budak oleh sang master. Ia mengancam, menyuruh-nyuruh. Saat kenyamanan tercipta. Si gadis diberi nama Michelle Girl, menjuarai segala lomba olahraga, dari lari, lompat, hingga segala hal mustahil lainnya, sang master muncul. Ia menuntut balik, ancamannya mengerikan. Berhasilkah?

Buku yang lumayan, karena sudah tahu ini buku remaja, maka saya menempatkan diri di posisi remaja. Mengalir saja, dan berhasil. Terlepas kekurangan ini itu, plotnya yang sederhana, kejanggalan hantu sekolah, hingga bagaimana musuh utama manusia serigala terlampau mudah dikalahkan, apa yang disampaikan langsung in. Tak perlu membelit panjang lebar, langsung ke inti-intinya. Unsur humor juga kental, dihadirkan oleh kawan kocak Jet. Unsur drama juga muncul, bagaimana portal secara dramatis dibuka dan mereka melompat. Uniknya, karakter hantu/makhluk itu, keduanya diberi nama langsung oleh mereka. Jadi seolah mencomot langsung dari udara, nama yang terlintas, dan itulah namanya, seperti memberi nama binatang peliharaan.

Diterbitkan oleh penerbit Genera, baru dengar. Cara cetaknya mirip dengan karya R.L. Stine. Bahkan dibagian akhir, diberi sinopsis atau potongan adegan satu bab penuh buku berikutnya, yang berarti buku ke #11.

Kalau kalian suka Goosebumps, saya jamin kalian juga suka Mr. Midnight. Horror remaja dengan kaget-kagetan setiap ganti bab. Dan beruntung, saya dapat seri kesatu sampai lima bulan ini. langsung satu bundel. Mari kita nikmati…

Mr. Midnight #10 | Who Else Living in Our House?; Our School Ghost | by James Lee | Terbitann Angsama Book, Singapura, 2004 | Copyright 2004 by Flame Of The Forest Publishing Pte Ltd | Penerjemah Yohanes | Penyunting Anisa Ami | Proof reader Tim | Layouter D.A. Muharam | Desaigner Mangoteen Designs | Penerbit Genera Publishing, 2010 | ISBN 978-602-9395-09-9 | Skor: 3.5/5

Karawang, 190722 – Eagles – Hotel California

Thx to Ade Buku, Bandung

The Hunt: Maka Marilah Merenungkan dengan Jernih Perasaan Setiap Orang

Lucas: “Tatap aku! Apa yang kau lihat? Apa yang kau lihat? Tak ada apa-apa. Apapun. Jangan ganggu aku.”

Di tengah-tengah perjalanan hidup ini, aku mendapati diriku di sebuah hutan lebat; aku tersesat. The Hunt adalah film untuk para penyabar dan para simpatisan kasih sayang. Ini tentang guru Taman Kanak-kanak yang kena fitnah pelecehan seksual anak. Seorang pemburu yang kena apes bertubi, sebab ia memang tak melakukannya. Senapannya menyalak balik dengan sungguh keras. Ia kena penghakiman warga. Kasus pencabulan anak jelas kasus kelas berat. Ia dikucilkan, dihujat, dihajar (dalam arti nyata), diredam lumpur terdalam. Bak pendosa dalam lapis paling hitam. Bahkan anjing keluarga bernama Fanny, teman berburunya dibunuh. Begitulah, tak di Indonesia tak di Eropa, apalagi Zimbabwe; fitnah memang luar biasa kejam gemanya.

Kisahnya bermula di bulan November yang dingin, bapak-bapak sedang lompa terjun ke danau demi kesenangan dan uang taruhan. Lucas (Mads Mikkelsen) tampak menikmati har-hari, ia duda anak satu. Anaknya Marcus (Lesse Fogelstrom)  tinggal bergantian sama mantan istrinya, ada kedekatan di antara anak-ayah ini; dalam sebuah adegan yang bisa mencipta anak sungai air mata, Marcus membela dengan membabi buta atas keyakinannya. Seorang guru TK yang dekat sama anak-anak, wajar juga dekat dengan segala lapisan warga. Apalagi ia tampan, dan hidup terasa sempurna bersama orang-orang dalam kasih, dalam rutinitas. Pedesaan Taastrup di Denmark yang tenang nan menghanyutkan. Kesenyapan jalanan di Gereja Hoje Taastrup yang dipagari pohon-pohon elm menuli. Ini rutinitas yang jamak untuk hati yang tenteram, tak heran Lucas dengan kekuatan supernya bersikukuh tetap tinggal.

Hingga suatu hari, seorang anak didik Klara (Annika Wedderkopp) bercerita kepada gurunya bahwa alat kelamin Lucas keras dan pernah memperlihatkan padanya dibeberkan. Satu klik yang mencipta gelombang kolektif, sebab dari menit inilah Hunt menjadi liar. Kasus ini menjadi besar dan semakin meluas bak api kena daun kering. Menjejakkan langkah pertama ke adegan pengungkapan, mencipta gemetar dan gelisah.

Guru-gurunya melakukan rapat, para orangtua/wali murid diajak urun rembug untuk memutuskan bahwa ini harus dibawa ke ranah hukum. Orangtua Klara, Theo (Thomas Bo Larsen) yang merupakan sahabat dekat Lucas melakukan apa-apa yang memang harus dilakukan untuk melindungi putrinya.

Marcus turut menjadi korban, ia juga dikucilkan warga akibat fitnah dosa ayahnya. Bahkan di sebuah swalayan, ia mendapat ancaman untuk disampaikan ke ayahnya agar tak berbelanja di situ lagi. nantinya Lucas kena hajar akibat nekad, tapi ia memang punya harga diri. Kaca mata boleh pecah, muka boleh berdarah, yang jelas ia wajib meninggalkan toko dengan berdiri tegak.

Lucas lalu diamankan polisi, interogasi yang menentukan besok untuk bebas atau ditahan sementara. Marcus komplain ke rumah Klara, malah dapat bogem mentah karena merasa mengintimidasi. Keadaan rumit dan runcing, pada sumbu pendek semua. Marcus mengumpat balik dengan keras, walau ekpresinya mengangguk sedih, tetapi jelas keyakinan di wajahnya tidak menghilang: ayahnya tak bersalah. Benar saja, saat kepolisian memutuskan bebas, intimidasi tak berhenti.

Fanny dibunuh setelah jendela rumahnya dilempar batu. Marcus dipindahkan ke rumah ibunya. Lucas menghadapi pengadilan sosial langsung oleh tetangga, sahabat-sahabatnya, rekan kerja, dst padahal sudah dilepas merdeka dan tak bersalah. Hingga suatu malam Natal, di Gereja Lucas nekad datang dalam misa, terjadi rusuh akibat kemarahan yang lama dipendam. Darah dan kata-kata meluap bersamaan.

Harus ada yang bertindak, harus ada yang meluruskan. Kita harus mengambil tindakan agar tidak menyesal kelak di kemudian hari, demi persahabatan, demi keadilan. Tak lain, yang berdiri tegak itu adalah ayah Klara, setelah kena damprat, ia datang langsung ke rumah Lucas, membawa makanan dan sebotol bir, dan menyajikan kata-kata maaf yang tertunda sekian lama. Saat waktu direntang setahun, kita tahu keadilan orang baik itu masih ada, setidaknya masih ada harapan. Hingga akhirnya dalam perayaan usia dewasa Marcus, ia mendapat senapan berburu dari bapaknya, senapan yang juga dari kakeknya, dan kakek buyutnya, kini ia diwarisi tradisi itu. Perasaan lega kolektif. Namun sekali lagi, benarkah hal-hal yang abu-abu itu sudah diputihkan? Setidaknya kunjungan Theo ini perlu dirayakan. Laiknya mengocok botol-botol anggur paling langka dan keras.

Apa yang bisa aku ulas? Tak banyak, tonton saja dan buktikan. Ceritanya hanya berkutat di desa asri dengan orang-orang yang semestinya damai dan saling menghormati. Pace-nya lambat, sungguh lambat, setrika bolak-balikku bahkan terasa lebih cepat dan ritmis. Menit digulirkan dengan tenang seolah aliran air dalam selokan dalam. Gaya filmnya menjulang seturut temanya, dan mengembang laiknya air pasang dan alurnya yang berpanjang-panjang menggugah penonton, mengalirkan keraguan dan kekhawatiran. Kehidupan warga yang damai, hanya sesekali muncul meriah festival: adegan di toko, adegan di Gereja, adegan di rumah Theo, adegan ‘door!’ di ujung. Apalah arti empat adegan ini jika dibanding dua jam duduk melotot. Bahkan setrika bajuku, jauh lebih panas ketimbang baku hantam yang ditawarkan. Insiden fantasi Klara sejatinya adalah picu, dan seharusnya bisa diredam saat putusan sudah dipalu. Namun itulah manusia, hukum sosial memang berbuntut panjang dan sangat keras. Ada kekesalan, ada kemarahan kolektif, bahkan setelah setahun berselang. Padahal sepanjang film kita tahu, dan yakin Lucas tak salah. Mungkin di tengah film kalian masih ragu, tapi jelas aku dengan percaya diri bilang dia orang baik. Apa buktinya? Banyak sekali, bertebaran sepanjang film. Kalau orang normal saat dipojokkan, dihujat, bahkan dipukuli para tetangga, paling mengepalkan tangan balik dan ujung bisa jadi paling pindah; atau yang keras bisa malah membalas brutal atas perlakuan tak menyenangkan. Namun tidak, Lucas adalah sosok istrimewa. Ia memperjuangkan haknya, ia meyakini bahwa apa yang benar harus dijunjung. Sebuah fakta sederhana: hidup adalah pertaruhan.

Sempat terbesit pula dalam pikiranku, andai Lucas habis sabar apakah ia akan mengangkat senjata membalas orang-orang yang menyakitinya. Sebab tampang Mads Mikkelsen memang cocok jadi penjahat, image villain Bond dalam Casino Royale selalu membekas di otakku, atau jadi pemimpin penjahat dalam Dr. Strange yang itu. Namun balik lagi, di sini ia jadi guru TK yang baik hati dan tidak sombong. Hunt mengangkat tema umat manusia, bukan seorang manusia. Bisa jadi ini kisah hidup Lucas, tapi jelas ini tentang kehidupan manusia yang beragam.

Satu klu istimewa kenapa Klara menyampai kebohongan kecil itu, kita bisa tarik kesimpulan ia jatuh hati sama Pak Lucas. Lihat, ia lebih suka diajak jalan pas pulang sekolah sama dia ketimbang misal dijemput ibunya, atau saat ia dengan hati berbunga berkunjung mengajak Fanny jalan sore, ia bahkan meyakini sosok Lucas adalah ayah ideal. Maka akibat, fatamorgana kecil saat di laut perasaan, ia tergelincir.

Bohong kalau kalian tak merasakan simpati. Kita dihadapkan keadaan sesak nan memilukan. Seandainya aku memiliki seribu lidah, aku takkan mampu melukiskan penderitaan fitnah yang luar biasa ini. Gambaran utama Lucas yang teguh, melawan balik kepahitan hidup, dan sosok anaknya yang terus meyakini ayahnya tak bersalah, membela hingga titik maksimal. Dunia Hunt adalah dunia yang mungkin kurang ideal, tapi tetap mencoba adil. Endingnya membuktikan bahwa, sehebat apapun kamu mencoba membersihkan luka-luka keadaan, kamu tak kan bisa. Ada saja orang yang akan membencimu, bahkan sekalipun kamu suci bak malaikat. Inilah strukturasi gejala sosial, ekonomi, kultural, dan politik yang kemudian membentuk kondisi modernitas dunia kita. Dengki adalah anak kandung fitnah yang kadang bertanya, “dapatkah kita hidup di suatu dunia di mana tak ada apa pun juga yang kita anggap menghakimi?” Kalian yang semestinya menjawab.

The Hunt yang luar biasa, dapat kita simpulkan bahwa simpati adalah sebuah hadiah, maka marilah merenungkan dengan jernih perasaan setiap orang.

The Hunt | Tahun 2012 | Judul asli Jagten | Denmark | Directed by Thomas Vinterberg | Screenplay Tobias Lindholm, Thomas Vinterberg | Cast Mads Mikkelsen, Alexandra Rapaport, Thomas Bo Larsen, Annika Wedderkopp | Skor: 5/5

Karawang, 140921 – Cassandra Wilson – I’ve Grown Accustomed to his Face

The Hunt masterpiece, Terima kasih referensinya Om Lee

– Buds –