Ben & Jody Film: Musuh-Musuh Berjatuhan seperti Lalat

Tak usah kita pikirkan ujung perjalanan ini…” – Jody

Sungguh mengguncang, memikirkan tindakan-tindakan ekstrem yang diambil oleh orang-oarng di dunia industri perfilman sekadar untuk mencipta karya lanjutan. Tak perlu memusingkan makna belibet dibalik kenikmatan kopi. Ini adalah film fun di tengah hutan. Misinya terdengar mulia, melawan perusahaan dzalim yang merebut tanah milik warga. Sengketa tanah, berujung perbudakan. Terdengar familiar? Sebuah kebetulan, bulan lalu kita mendengar seorang pejabat melakukan kerja paksa, lengkap dengan penjaranya beredar di sosial media, dan pahitnya di era digital ini, hal-hal seperti itu masih ada. Ben dan sobatnya Jody terseret dalam pusaran, nyali tinggi, aksi tak kalah tinggi.

Si kekar Ben (Chicco Jerikho) membantu warga untuk mempertahankan tanahnya dari penyitaan oleh perusahaan, sengketa itu mencipta demo dan akhirnya membuat Ben diculik untuk dijadikan pekerja paksa di dalam hutan. Secara dramatis, drama culik itu terjadi hanya sesaat setelah menelepon sobatnya Jody (Rio Dewanto) yang lantas melacak, melalui HP Ben yang retak, melalui Pak Hasan (Arswendi Nasution) seorang negosiator demo, Jody menelusur preman palak, yang berakhir pada penculikan yang lain. Apes tak bisa ditolak, Jody malah turut ditangkap.

Di sebuah hutan tersebutkan mereka terpenjara, menebang pohon, mengangkutnya, sistem kerja paksa modern (sejujurnya tidak ada tegang-tegangnya, kelihatan aktingnya), entah hutannya di mana, yang jelas memang tampak natural lengkap dengan nyanyian sunyi. Pemimpin pengawas adalah Aa Tubir (Yayan Ruhian), ia mudah marah, mudah pukul, apalagi saat dibuatkan kopi anak buahnya, kopi apa kolak?

Maka dari usulan Jody, Ben menawarkan jasa membuat kopi. Seorang barista, tentu saja terasa beda, sungguh nikmat. Dari menatap layar saja kita bisa mengecap lezat. Dari sinilah ia dapat akses, dan suatu malam mereka berdua berhasil kabur, berkat peta penghuni lain. Namun ternyata peta itu tak mengarah ke kota, tapi ke sebuah perkampungan kecil dalam hutan. Jody terluka kena tembak, parah, hujan, asing. Misi penyelamatan di tengah hutan yang rasanya mustahil.

Tersebutkan duo cantek Rinjani (Hana Prinantina) dan Tambora (Aghniny) and co. termasuk bocil imut Musang (Muzakki Ramdhan) dengan ketapelnya. Mereka penghuni asli hutan yang kehilangan pemimpin suku, yang ternyata adalah sang pemberi peta Maka disusunlah rencana pembebasan, misi penyelamatan yang memberi kita sungguhan aksi cepat nan lihai. Jadi ini menjadi film penyelamatan tahanan, tema kepahlawanan diapungkan. Disaji dengan rentetan tembak, panah melaju, adu fisik hantam sana-sini. Duduk dan nikmatilah, tak perlu memikirkan blooper, alur aneh, atau kok bisa-kok bisa-kok bisa lainnya. Musuh-musuhnya berjatuhan seperti lalat.

Saya belum menonton Filosofi Kopi, tapi saya sudah menikmati bukunya. dari sebuah kumpulan cerpen Dee Lestari yang tipis, naskah dikembangkan, dan meliar. Tak menyangka, buku terbaik Tempo tahun itu, lantas menjelma film action. Memang adaptasi bukunya tak ada, ini murni ide Bung Angga and co. yang mengubah drama jadi film bak-big-buk. Sah-sah saja, bebas. Namanya ide, boleh dituangkan, boleh dibiarkan.

Filmnya dicipta nyaman, alurnya mudah diikuti dan tertebak, mungkin bagian endingnya terasa kurang, kalau tak mau dibilang sungguh lemah. Sejago itu, seklise itu, sedrama itu. Saat di pemukiman hutan, terlihat sepintas ada warga mendorong bak beroda yang rodanya dibuat dari kayu! Wah seterpencil itukah? Padahal gaas sebentar bermobil kita sudah mendapati jalan raya. Malah tampak aneh sebenarnya, tanggung.

Seluruhnya tampak canggung aktingnya, maaf hampir seluruhnya. Entah tata kelola yang kurang atau memang sudah cukup dibuat seperti ini, taka da tegang-tegangnya. Saat jagoan tertembak, kita sudah meyakini bakal selamat, begitu pula saat jagoan yang satu tertembak, kita sudah antisipasi selamat. Terlihat kalang kabut hanya untuk mencipta air mata saja tidak berani. Maka suguhan di akhir, di mana kejutan yang disusun terasa gagal. Saling tembak dan tusuk, tapi sudah terlambat.

Sulit memang membuat cerita bagus di tengah gempuran hiburan yang meluap. Apalagi film aksi, perlu telaah mendalam, belum lagi koreo dan pengambilan gambar yang tentunya lebih rumit dibanding genre drama misalnya. Cerita bagus memang harus buat beda dan menyenangkan. Yang utama apapun sajiannya, bisa buku atau film jelas adalah cerita, tak perlu hingga hingar bingar padahal.

Tak perlu penuh pertarungan, yang sederhana dan berkesan sudah cukup. Dua film lokal sebelumnya yang kutonton adalah Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas luar biasa indah, yang utama bukan bentuk retro, jelas ceritanya indah menyinggung adi kuasa lelaki yang lemah syahwat; dan Yuni yang drama abis. Tema feminism diapungkan, lalu diumbar menyerahkan ke penonton untuk menefasir sendiri. Keduanya memberi antusiasme, Ben and Jody membuat saya kembali membumi, banyak hal perlu diperbaiki. Film jenis Seperti dan Yuni, rasanya hanya segelintir dari puluhan yang menyedihkan.

Film ini sejatinya punya amunisi bagus dari Yayan Ruhian yang sudah mendunia, jaminan aksi lho, entah kenapa ia malah dikasih skrip ‘ayoooo tembak’, logikanya manusia seperkasa apa yang meminta tembak jarak dekat? Ada pula Fariz Alfarizi, teman Sherina di Wiro Sableng. Entah juga mengapa ia dikasih porsi aneh, mengawal dengan bego para tahanan dan perkelahian ala kadar. Luna Maya bahkan sekadar lewat, diberikan kepada artis cantik lain-pun tak akan beda. Dua cantek Hana dan Aghniny juga tak sayang sekali. Pada dasarnya kembali ke cerita. Dengan modal bagus itu bayangkan saja, orang-orang ini menggelar meja permainan, dan Yayan siap untuk bermain.

Padahal Luna Maya suruh duduk di kafe meresap kopi, berbicara filsafat saja itu akan jauh lebih menarik. Bayangkan, Luna menyilangkan kaki dengan rok pendek, membenarkan letak rambut, dengan senyum mengatakan sebuah kutipan Kierkegaard bahwa hidup manusia baru dimengerti dari belakang, tetapi harus dijalani dari depan. Segitu saja bisa mencipta seisi bioskop secara kolektif menarik napas dalam-dalam. Lalu mengutipnya di twitter.

Jadi kapan film action lokal bisa kembali memukau? Deret kecewa akan jauh lebih panjang. Pertanyaan itu selesu jawabannya.

Ben and Jody | Tahun 2022 | Indonesia | Sutradara Angga Dwimas Sasongko | Naskah Angga Dwimas Sasongko, M. Nurman Wardi | Pemain Chicco Jerikho, Rio Dewanto, Yayan Ruhian, Hana Prinantina, Arswendo Nasution, Aghiny Haque, Luna Maya

Karawang, 120222 – Linkin Park – P5hng Me A’wy

Sleepless In Seattle: Kopi Darat Aneh di Puncak Gedung

She wants to meet me at the top of the Empire State Building. On Valentine’s Day.”

===tulisan ini mungkin mengandung spoiler===

Di era jayanya Radio bisa mencipta banyak hal menyenangkan untuk khalayak umum. Buat kirim lagu, buat teman belajar, buat teman perjalanan, buat curhat, buat konsultasi sampai mencari jodoh. Pernah diprediksi radio akan redup ketika invasi televisi, nyatanya enggak. Begitu juga seterusnya, televisi akan tergeser dengan kemunculan platform tayangan daring. Sampai sekarang radio tetap eksis, hanya peminatnya turun saja. Saling mengisi, saling memikat para penikmatnya. Tahun 1990an ketika Radio masih banyak pendengar dan jadi pokok yang menjadi pusat perhatian, banyak hal mungkin terjadi, termasuk asmara. Di era handphone belum semenjamur ini, era Whats Up belum jadi embrio platform komunikasi, romantisme klasik menyelubungi umat manusia.

Kisahnya tampak klise kalau kita yang tonton, terprediksi sekali. Mungkin generasi mbahku turut berdebar kala di puncak gedung itu. sering kali kita mengesampingkan masa muda, terutama remaja, semakin kita tua kita akan jadi semakin sinis dan keras. Ketika fokus pada dua karakter film romantis, maka otomatis tebakan akhir mereka akan bersama. Benar sih, tapi untuk film ini bahkan kebersamaan mereka dalam satu frame hanya sekitar dua menit. Happy ending? Ya. Manis? Sangat manis, bahwa cinta bisa menemukan jalannya sendiri. Melalui radio, melalui anak yang merengek, melalui tanda-tanda alam.

Sam Baldwin (Tom Hanks) adalah arsitek yang berduka, istrinya meninggal karena kanker. Bersama anaknya Jonah (Ross Malinger) yang baru berusia delapan tahun, memutuskan pindah ke Seattle, Washington untuk menjernihkan pikiran. Enam belas bulan kemudian, Jonah di malam Natal menelpon radio yang menyiarkan acara langsung kunsultasi dengan dokter Marcia Fieldstone, yang seorang psikolog. Jonah bercerita, “… betapa ayahnya mendamba kasih sayang. Tolong dong cariin istri. Tolong dong saya butuh pelukan ibu.” Well, di era umat manusia belum menundukkan pandangan ke layar HP pendengar radio masih sangat banyak. Maka tak heran, ada ribuan wanita meminta kontaknya, meminta alamatnya untuk mengenal lebih dekat. Sensasi kayak gini kalau zaman sekarang mirip trending topic twitter. Bikin riuh perjagatan social. Dibicarakan di kafe-kafe, diobrolin di kantor, jadi bahan ghibah kala waktu senggang. Seorang duda nyentrik sedang butuh belaian, ayoo drop cv cantik Anda. Kita tahu dengan situasi ini film akan berakhir bahagia.

Salah satu pendengar radio itu adalah Annie Reed (Meg Ryan) yang bertunangan dengan Walter (Bill Pullman) yang alergi akut, berlebihan sih sampai kamar tidurnya harus berudara steril, makan harus jauh dari bau-bau yang ga bikin ia sakit. Logikanya, akan sulit menjadi pasangan ideal bagi jiwa bebas Annie. Duh! Annie lalu turut menulis surat, bersaing dengan perempuan lain. Bedanya, surat tersebut sempat ga mau dikirim, tapi justru sobatnya yang mengirim ke Sam. Sampai di sini, tebakan happy ending itu turut terjaga. Bahkan dalam adegan yang nyeleneh, Annie terbang ke Seattle untuk semacam menyelidiki, memantau si orang tua tunggal dalam keseharian.

Jonah lalu menyarankan ayahnya untuk memenuhi undangan Annie di hari Valentine di puncak gedung Empire State, New York. Tentu saja Sam menolak, kota itu ada di ujung Timur jauh. Sementara Annie malah ke Seattle untuk menemui mereka, tapi di sebuah jalan yang lengang sambil saling tatap pertemuan itu tak berakhir manis. Dan adegan puncak saat Jonah memutuskan terbang ke New York sendirian, disusul ayahnya, lalu Annie makan malam romantis dengan lanskap Empire State dengan pertanda cinta, tiba-tiba memutuskan pertunangan guna ke puncak gedung, sesuai yang dijanjikan. Walau tawaran adegan klise, Annie ke atas dan Sam serta Jonah turun yang seharusnya berakhir bagus, justru film ini menemui titik senyum puas. Sayang sekali…

Cerita manis gini menurutku keterlaluan. Sulit menemukan kenyataan bahwa dua orang asing, memutuskan kopi darat di puncak gedung dengan perantara anak kecil, aneh. Dramatis, bagaimana bisa mereka ga ngobrol dulu dalam telpon karena dalam surat mereka sejatinya, minimal janjian telponan. Mungkin pemilihan calon ibu, untuk Jonah atau calon istri untuk Sam adalah ngacak dari ribuan surat. Saya membayangkan seandainya yang kepilih sosok lain, apakah bisa sedrama ini? Well, dunia fiksi memang membebaskan sang kreator dalam lanskap romannya, tapi sebuah rangsel bisa mencipta kebahagian penonton bisa jadi hanya di Sleepless, bahkan Dora pun saat akhirnya kembali menemukan rangsel ajaibnya hilang ga selega ini.

Tom Hanks sampai era sekarang masih sangat berjaya. Pasca Sleepless kita malah menyaksikan banyak filmnya menuai pujian, banyak filmnya meledak tak terkira. Salah satu yang ikonik jelas menjadi Profesor Langdon dalam kontraversi. Kariernya tampak belum akan terhenti. Sementara Meg Ryan, aktris yang kita kenal sebagai seorang romantis era 1990an ini sudah redup. Pasca Sleepless, ada beberap yang mencuat seperti French Kiss, City of Angels, sampai You’ve Got Mail. Happy Birthday 58 tahun Mbah Ryan. Semuanya berciri, drama romantis maka saat usia menua, order untuk peran itu menurun drastis. Tuntutan penonton (laki) jelas selalu sama: muda dan cantik, cara berpikiran revolusioner semacam ngajak kopi darat aneh di tempat tinggi hanyalah sekadar bonus. Kata kopi darat bersalah dari ‘copy’ yang dalam istilah perbincangan artinya ‘mengerti’. Dahulu kala, saat platform percakapan hanya satu arah dan bergantian, saat lawan bicara selesai, yang satunya akan jawab ‘copy’. Komunikasi di udara, kalau ada yang nyapa pakai ‘halo’ atau ‘break’, ‘over’ sampai ‘roger’. Nah, saat akhirnya mereka sepakat ngumpul langsung (di darat), pakemlah istilah kopi darat. Makin mesra Sleepless mengenakan tiga item sempurna untuk memikat kaum pemuja romansa: radio, surat dan gaya LDR (Long Distance Rahasia) yang berlebihan. Kesepakatan mencari pasangan ideal dengan memikat macam gini rasanya sudah melebihi imajinasi.

Kadang dalam hidup kita memang harus meletakkan keyakinan dalam altar yang aneh. Annie, bertunangan, makan malam romantis di resto mahal, muncul pertanda lalu berjudi. Tanpa harapan kita sudah mati secara moral, dan dengan bantaun harapan kita mungkin bisa mendapat pasangan ideal. Atau paling apesnya, ini juga tak membuktikan apapun untuk tertawa mengejek untuk menahan kita dari keputusasaan, lakukan atau tidak sama sekali.

Orang asing, oh orang asing. Kenapa engkau begitu rupawan. Beruntungnya. Siapa? Semua pihak: tiga orang di puncak, sutradara, cast dan crew, penonton pemuja roman dan kalian!

Sleepless In Seattle | Year 1993 | Directed by Nora Ephron | Screenplay Nora Ephron, David S. Ward, Jeff Arch | Cast Tom Hanks, Ross Malinger, Rita Wilson, Victor Garber, Carey Lowell, Meg Ryan, Frances Conroy | Skor: 3.5/5

Karawang, 211119 – Bee Gees – Massachusetts

Rekomendari Bank Movie keempat dari tujuh belas ini, thanks dan dipersembahkan oleh Bung Joze.

(review) Rumah Kopi Singa Tertawa: Aduhai!

Featured image

Buku pertama yang saya baca di bulan Maret, sekaligus buku pertama yang saya selesaikan dari empat buku yang saya beli kemarin. Dalam semalam kumpulan cerpen berisi 18 ini selesai. Yusi ternyata cerpenis handal dalam mengaduk emosi pembaca. Berikut review singkat tiap cerita:

1. Cara-Cara Mati Yang Kurang Aduhai

Tak ada yang abadi di dunia ini. Mati adalah misteri tak ada yang tahu kapan datangnya malaikat maut. Walau beberapa manusia waktunya tiba, narapidana yang divonis hukum mati misalnya. Dalam kisah ini Agus Taswin divonis penyakit adenocarcinomas, kanker pankreas. Namun karena Agus terlambat periksa, penyakitnya kronis dan dokter memperkirakan hidupnya hanya tinggal 6 atau 7 bulan lagi. Tahu usianya ga akan lama lagi, dia-pun menitipkan beberapa wasiat untuk sang adik. Namun siapa sangka, justru Agus bisa bertahan hidup lebih lama sampai akhirnya… Yah, maut itu rahasia.

2. Dosa Besar No. 14

Manik sedang menyusun dosa besar apa saja yang pernah dibuatnya. Gara-garanya sebuah agen asuransi menawarkan jasanya lewat telpon (kita tahu mereka menyebalkan), andai bergabung sekiranya Manik meninggal atau cacat permanen akan ada polis yang GeDhe. Kesal, namun dengan kepala dingin, dia-pun berupaya menutup telpon dengan memberi alamat email sekedarnya. Dari pembuka asuransi itulah, kita diajak ke masa lalu ke dosa besar Manik no. 14 tentang Supriyono.

3. Sebelum Peluncuran

Seorang novelis tanpa nama (menggunakan orang pertama dalam penuturan) dikabari bahwa novelnya Hikayat Abdullah Yusuf Gambiranom akan terbit. Bungah, dia pun mempersiapkan diri. Salah satunya mengurangi berat badan, agar saat peluncuran dia tak tampak terlalu gemuk. Karena masih ada dua bulan sebelum hari H, dia pun berupaya keras ke gym, makan dijaga sampai seabreg tips dilakukannya. Namun setelah sebulan berlalu hasilnya masih jauh dari harapan. Sampai akhirnya dia bertemu M. Kalim, yang dilihat sekilas cerdas karena dia tahu film-film berkelas mulai Godfather sampai Fight Club. Dia pun kasih rahasia, rahasia yang mujarap agar langsing.

4. Edelweiss Melayat ke Ciputat

Mengambil tanggal 10-10-10 sebagai pembuka cerita, Edelweiss adalah janda yang di tanggal cantik itu melihat berita di tv bahwa istri dari mantan suaminya dibunuh secara keji. Dimutilasi oleh kerabatnya sendiri karena menagih hutang. Lalu cerita ditarik kebelakang, masa lalu Edelweiss dengan suaminya. Masa lalu Danae, anak semata wayangnya yang lalu punya adik tiri. Masa lalu dengan Aya, sang korban. Penuh kritik kepada sebuah fanatisme agama, cerita dibalut dengan halus. Sampai akhirnya dia pun memutuskan ke Ciputat untuk melayat.

5. Tiga Lelaki dan Seekor anjing yang Berlari

Raden Mandasia, Loki Tua dan aku (Sungu Lembu) adalh tiga orang dalam pelarian. Melewati gurun dua hari dua malam. Ditemani seekor anjing buruk rupa bernama si Manis. Awalnya mereka membawa kuda beserta bagalnya, dua anjing dan peralatan lengkap musafir. Namun sebuah petaka membuat mereka terpaksa tinggal berempat. Sampai akhirnya di sebuah gubuk yang didiami kakek nenek memberikan mereka kejutan.

6. Telur Rebus Dan Kulit Asam

Ini adalah kisah lanjutan pelarian tiga manusia. Tersebutlah mereka sedang makan kari kepala kambing muda di sebuah warung. Terdengar suara ribut di jalan, “mati, mati, mati…”. Ternyata ada dua maling tertangkap yang sedang diarak ke alun-alun selatan untuk dihukum mati. Di Kotaraja Pintu Agung memang terkenal akan hukuman mati yang kejam. Namun ternyata tujuan mereka bertiga beresiko mati. Sampai akhirnya mereka menemukan jalan keluar melalui Kasim U.

7. Penyakit-Penyakit Yang Mengundang Tawa

Ada tiga cerita yang akan menuturkan karakter utama mengalami sakit yang unik (namun ga membaut tertawa juga bung), membuat terenyuh akibat penyakit itu. Pertama, seekor kalajengking tertular sakit cacar saat usianya udah dewasa 41 tahun, tertular dari anak bungsunya. Cacar air adalah penyakit yang akan diderita setaip orang, biasanya saat masih kecil. Saya dulu kena cacar air saat kelas 4 SD. Cerita kedua tentang sang raja Majapahit, Jayanegara atau Kalagemet yang sedang kena bisul di pantatnya. Pemberontakan selalu gagal, mulai dari Ranggalawe, Lembu Suro, Nambi sampai Ra Kuti. Dari dari sini, kita akan tahu (entah sejarah ini benar atau ga) alasan sebenarnya bagaimana sang raja lengser. Cerita ketiga adalah seorang santri Timur kena penyakit Gondongan, kelenjar ludah sampai atas leher bengkak. Suatu hari wartawan barat mengajaknya wawancara, apa yang terjadi?

8. Rumah Kopi Singa Tertawa

Dari sudut pandang seorang kasir sebuah rumah makan cerita tanpa narasi ini bergulir. Hanya dialog dari meja ke meja, dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain. Pembaca diminta menganalisa sendiri makna cerpen ini, karena semua dialog beda meja tak ada sangkut pautnya. Ini bukan cerpen yang terbaik dari 18 yang ada, namun judulnya memang menjual.

9. Kabut Permata

Gone Girl ala Indonesia. Permata kabur dari rumah meninggalkanku dan putri tercinta kami, Bungah. Menghilang tanpa alasan yang jelas, “aku pergi, aku titip anak kita. Aku pergi, tak perlu kau cari”. Tiga hari, sebulan, tiga bulan, setahun, dua tahun… dan saya menjadi pendongeng yang bagus buat Bungah.

10. Kabut Suami

Gone Girl ala Indonesia II dengan versi kebalikan. “Suami saya hilang”. Kata Rosamund. Kalau kalian sudah membaca novel karya Gillian Flynn, yah ini versi cerpennya. Dengan sudut pandang istri kehilangan suami. Dengan ending sedikit dirubah ala petak umpet (namun tak rujuk) karena memang Sulaiman tak seperti Nick. Yang jadi pertanyaan, kapan cerpen ini dibuat? Kebetulan dalam versi film karya David Fincher, Amy diperankan oleh aktris Rosamund Pike. Sebuah kebetulan ataukah film sudah post-credit production saat cerpen dalam proses? Hanya bung Yusi dan Tuhan yang tahu.

11. Sengatan Gwen

Namanya Gwendoline, karyawati baru yang menggegerkan seisi kantor. Bertubuh atletis, rambut hitam sebahu, matanya teduh, hidung bangir, bibir dengan senyum merekah, jarinya runcing dan berhati ramah. Seorang gadis yang sempurna, semua orang terpikat padanya termasuk aku, Sam. Kisah seperti ini sudah sering dibuat, sudah sering kubaca. Namun sayangnya saya tertipu (lagi) kali ini. Sebuah kalimat penutup berisi kejutan yang yah, selalu nikmat cerita ditutup dengan penafsiran unik.

12. Ajal Anwar Sadat di Cempaka Putih

Anwar Sadat, pemuda asal Semarang ke Jakarta untuk menemui calon istrinya. Seorang janda tanpa anak yang dijodohkan denganya. Di hari pertama ia menjejakan kakinya di ibu kota, dia meninggal. Lena Mareta, seorang gadis sedang marah pergi dari kamar pacarnya Jamal karena gusar. Esti, saudara kembar Reni, orang pernah berjasa kepada Lena. Lalu cerita ditarik ke belakang, karena segala kebetulan itu tak ada. Segala kejadian ada sangkut pautnya, ada sebab akibatnya. Ada benang merah dari masa lalu.

13. Durma Sambat

Kisah epic perang besar Baratayudha dari sudut pandang seorang Durma aka Kumbayana. Detail kisah wayang yang mungkin luput dari perhatian. Durma adalah seorang anak dari petapa Resi Baratmadya, suatu hari kedatangan murid baru Raden Sucitra. Kenangan, bagaimana sebenarnya ia bergerak? Masa kecil Durma dan Sucitra yang akrab dan penuh persaudaraan, saat dewasa tak ada rasa itu. Siasat, dari trubus macam apakah dia berasal?

14. Dari Dapur Bu Sewon

Pasangan suami-istri mengontak rumah di bu Sewon yang hobi masak. Tiap masak, dia akan selalu berbagi. Masalahnya masakan bu Sewon jauh dari kata enak. Sebuah anugrah atau musibah buat sebuah keramahtamahan? Utamanya saat bualn puasa, karena barangsiapa memberi makan orang buka puasa, maka dia akan peroleh pahala. Hingga pada suatu malam bu Sewon terjatuh di kamar mandi…

15. Tiga Maria dan Satu Mariam

Ada empat cerita: satu Maria Gregoria Setyorini, 29 tahun, Zurich – 2005. Dua Siti Mariam, 35 tahun, Cot Keng, Pidie – 2003. Tiga, Maria Larasati Tunggaldewi, 18 tabhun, Semarang-Jogya – 1988. Dan keempat, Maria Donita Projowati, 22 tahun, Jakarta-Dresden-Edinburg – 2000. Memang tak ada sangkut paut keempatnya secara langsung, tapi ada sebuah benang yang bisa ditarik, sebuah kehilangan yang masih memberi harapan. Bukankah kita semua hidup dari berharap?

16. Dua Kisah Pendek Tentang Punakawan

Togog Tejamantri sudah ribuan tahun menjadi punakawan tapi nasibnya sama saja yaitu nasihatnya tak pernah digubris oleh majikannya sehingga dia letih dan minta tukar peran dengan Semar. Namun karena dia tahu Bilung Sarahita yang senasib dengannya tak mengeluh dia luluh, yang penting ada makan enak dan ciu cangkol (Cangkol adalah sebuah desa di daerah Bekonang, deket rumahku di Palur). Petruk mempunyai hidung panjang, ternyata hidung itu punya kekuatan yang luar biasa, namun orang-orang tak suka dengan kesaktian itu sehingga akhirnya beramai-ramai meminta Petruk operasi, why not? Kan di depan rumah kita sering kita jumpai tulisan: “Rukun Agawe Sentosa”

17. Laki-laki Di Ujung Jalan

11 Juni 1983 ada gerhana matahari total, tiba-tiab sebuah ide menyusup ke kepala Sentot. Sejak saat itu dia akan berdiri sepanjang malam sambil bersedekap dan mengoyang-goyangkan kaki kirinya di ujung Timur Kampung Karangapi, Semarang Utara. Ide yang memerintahkannya beritual dari Maghrib sampai Subuh.  Kepercayaan yang harus dibayar mahal, sangat mahal.

18. Hukum Murphy Membelit Orang-Orang Karangapi

Ada yang tahu apa itu Hukum Murphy? Saya baru tahu setelah baca cerpen ini. Beberapa kesialan yang menimpa warga Karangapi dirunut satu per satu. Diawali dari Kemat Tahi bertemu denganku di sana bersama gadis “Xena”. Lalu Jarwono, sang kiper kebanggaan Karangapi kena si Murphy sialan saat berkereta menuju puncak karir. Semoga di kemudian hari saya bisa membaca kisah lain hukum Murphy dari bung Yusi Avianto Pareanom.

Rumah Kopi Singa Tertawa | Yusi Avianto Pareanom | 14 cm, 172 hlm | ISBN: 978-978-1079-26-6 | Penerbit Banana | © Yusi 2011

Karawang, 060315

Surganya Kopi

Dengan uang seribu kamu bisa menikmati kopi dengan banyak pilihan rasa. Well, ini adalah tulisan kedua saya tentang nikmatnya secangkir kopi. Indonesia adalah surganya kopi. Saya tak tahu Negara lain bagaimana, yang jelas di Indonesia kita sangat dimanja. Bayangkan, dengan uang seribu perak kamu bisa menikmati kopi dengan banyak pilihan rasa. Dari yang pahit sampai yang manis, dari yang kelas teri sampai berlabel TOP.

Saya ingat di tahun 2006 saya belum minat yang namanya kopi. Waktu itu dari Perusahaan menyediakan kopi bagi karyawan yang masuk shift malam, baik shift dua ataupun shift tiga. Bahkan kopi dibagikan kepada karyawan per sachet untuk diminum di tempat istirahat atau di pantry. Nah, berhubung saya belum bisa menikmati kopi saya hanya bawa pulang ke kos-an. Ada pula yang diminta teman. Saya juga masih ingat, kopi di kos-an saking tak pernah diminum ada sampai se-plastik besar. Saya masukan ke dalam bok bersama gula, teh dan susu. Se-bok penuh isinya kopi, banyak yang akhirnya masuk bak sampah karena due date.

Sampai akhirnya di tahun yang sama, saya satu kos dengan Purwanto ‘Grandong’. Ini orang demen banget minum kopi sambil mendengarkan musik. Awalnya saya iseng ikut-ikutan minum. Main play station atau main catur satu gelas diminum rame-rame. Dan memang benar caffeine yang terkandung di dalamnya addicted. Memang sih tidak serta merta langsung terjangkit. Berawal dai iseng tersebut dan rutinitas di sore ngobrol sambil menikmati kopi ditambah tugas kuliah yang memaksa untuk tidur lebih larut, akhirnya saya mulai ketagihan.

Dan sampai dengan saat ini saya sudah tak bisa dipisahkan dengan kopi. Setiap hari selalu minum, saya sudah mencoba menguranginya tapi memang susah. Saya tetapkan sehari hanya boleh konsumsi satu gelas. Ternyata berat, setidaknya ketika bangun pagi harus minum. Lalu sore sebagai teman baca minum, malamnya duduk di depan laptop kalau tak ada kopi rasanya ada yang kurang.

Segala jenis dan merk kopi saya coba icip-cicp. Setidaknya ini yang saya ingat: ABC, Nescafe, Coffeemix, Good Day, Torabika, Kapal Api, Top, Luwak White Coffee. Segala rasa juga ada, macam Good Day yang rasa-nya ada banyak pilihan. Good Day bahkan ada yang bisa diminum dingin dengan es.

Kapal Api lebih gila lagi, macamnya banyak. Dan memang terkenal enaknya. Sejauh ini kopi yang payah hanya TOP Coffee. Yang iklannya bang Iwan Fals. Dengan slogan Bongkar! Apa yang di-promosi-kan di iklan jauh dari kata mantab! Walaupun begitu sesekali saya masih meminumnya. Berani jujur, berani bilang TOP Coffee memang tak enak.

Setiap bulan saya selalu saja ada budget untuk belanja kopi. Biasanya beli yang bag isi 30 sachet atau yang mini isi 10 sachet. Jadi bisa sampai 1 bulan. Kalaupun di tengah bualan habis tinggal beli di warung sebelah rumah yang menyediakan hampir semua rasa, kita benar-benar dimanja.

Indonesia, memang surganya kopi.

Karawang, 050613