Mengapa Ayah Menangis


Ramuan Penangkal Kiamat oleh Zelfeni Wimra

“Kita dilahirkan tidak untuk mengeluh. Kehidupan tidak menerima para pengeluh. Selalu ada jalan keluar. Saya saja yang belum menemukan!”

Kumpulan cerpen yang bervitamin. Dirangkai dari cerpen-cerpen yang sudah terbit di media masa. Rerata bagus sebab memang sudah dikurasi oleh tim handal, tinggal dilihat saja cerpen bagus atau kurang di Koran atau media daring mana, terlampir di akhir buku. Jawa Pos, Tempo, Republika, Padang Express…

Ada dua yang sungguh biasa, atau dikata kurang, atau malah cenderung jelek. Dan kebetulan dua-duanya belum terbit, lantas mencipta tanya, jangan-jangan keduanya ini sudah dikirim ke media tapi tak tayang? Maka diinput saja ke dalam buku. Dua itu adalah Ramuan Penangkal Kiamat, mencoba menelusur sejarah nenek moyang, tapi lemah dalam penyajian. Satu lagi tentang kucing lapar di rumah, plotnya lemah dan standar saja.

Favoritku jelas, Gantungan Baju Buya. Kiai selalu ingin pulang ke rumah mengisi ceramah di manapun, dengan anekdot gantungan baju saja sudah terdengar unik, agak aneh. Memang ketebak, sudah jelas keluarga adalah segalanya. Nah, endingnya yang keren di mana sogokan itu memakai anekdot lama yang otomatis mengingatkan pada gurunya. Satu lagi, Guru Nalu, teman masa kanak menjadi gila tersebab idealism kebablasan. Mengingat aku pernah punya teman seperti itu, terasa sekali emosiku turut. Temanku sembuh dengan dinikahkan dan ganti nama yang lebih sederhana, tak muluk-muluk atau keberatan kata, mungkin ini salah dua solusi buat Nalu.

Kuulas singkat-singkat sebagai apresiasi.

#1. Bila Jumin Tersenyum

Tentang kesulitan keuangan dan gigi yang tanggal, upaya untuk menutupinya mencipta iuran uang warga. Dilemma urgenitas. Namun memang anak atau di sini pendidikan anak urutan kebutuhan ada di urutan tinggi, dunia akan memakluminya.

#2. Madrasah Kunang-kunang

“Bila kampung sudah tidak memiliki orang disegani ibarat ijuk tak bersagar; bagai lurah tak berbatu. Kawan dan lawan akan bersilantasangan kepada kita.” Profesi penceramah menjadi diskusi menarik. Ayah tak suka anaknya bekerja seperti itu, diundang ke rumah-rumah, ke kantor-kantor untuk membacakan doa. Membiayai hidup dari upah mengajarkan agama seperti menjadi penceramah atau pendoa tidak berkah! Kita dikaruniai tubuh dan tenaga yang kuat.

#3. Gantungan Baju Buya

Tentang Buya Mukaram yang nekad tetap pulang seusai ceramah sekalipun sudah larut malam, walaupun sudah ditawarkan tempat menginap. Alasannya, di mana Buya akan menggantung bajunya? Yang secara tersirat terimplementasi di masa kini, saat ia mendampingi Pak Menteri ke provinsi terjauh, mendapat hadiah dan tawaran gantung baju.

#4. Kopiah yang Basah

Profesi dukun penggugur anak atau aborsi menjadi petaka saat Johan, kemenakannya mendapati kesalahan, pasiennya meninggal dunia. Ia ditangkap polisi, diperkara, dan Aku sebagai yang dituakan mencoba membebaskannya, mencoba damai. Datuak Basa Marajao dengan kopiah basah pulang naik angkuta umum.

#5. Guru Nalu

Orang gila yang mendaku guru. Kenangan masa kecil, serta upaya untuk mau mandi. Idealism pendidikan yang tak menelurkan manusia robot siap kerja, segalanya malah runyam. Kebablasan, mendekam di rumah sakit jiwa Pak Guru Nalu.

#6. Mengasah Lidah Murai

Belajar pidato atau bicara di depan umum dengan mahir itu tak hanya diasah dan belajar dari pengalaman, tapi juga ada syarat istimewa dari seorang sesepuh desa yang terkenal jago. Dengan mahar burung yang ditangkap dan tak hanya itu kerbau yang di-angon setiap hari harus dipastikan tercukupi asupan rumputnya. Belajar memang mahal.

#7. Urat Leher Burhan

Jodoh kebentur banyak kepentingan, doa ibu yang mujarab dan segala keinginannya yang ideal. Burhan seorang aktivis, berpacaran dengan wartawan, sudah pas dan wajar. Pranita di mata ibu terlalu vocal. Muncullah Evalisa, perawan tua yang tampak ideal mengingat Burhan yang juga sudah sangat matang. Namun lagi-lagi, Burhan memilih prioritas yang lain.

#8. Rumah Berkucing Lapar

Paling biasa dari semuanya. Suara meow di rumah yang mengindikasi ada kucing lapar yang suka mencuri lauk. Lantas membuat geram seisi rumah, dan tamunya.

#9. Ramuan Penangkal Kiamat

Sebagai judul buku, ini juga biasa. Sejarah Sumatra yang pernah ada penyebaran agama, warga asli yang terdesak dan upaya mencipta ramuan penangkal kematian. Dari generasi ke generasi, banyak jalan manusia untuk bertahan hidup, menahan gempuran kerasnya hidup.

#10. Dua Keping Kisah Pikun

Masa kecil memang terbaiq. Mahmud dan Zahara sudah berkawan akrab, sudha main kawin-kawinan. Sudah asyik madu dengan menangkap burung dan betapa akan mewujud nyata saat mereka bertunangan. Lantas takdir jahat menimpa, di usia senja adakah kesempatan kedua?

#11. Si Mas yang Pendusta

Si Mas yang melambaikan pergi dari geladak kapal untuk kembali ke Jawa seusai tugas menggempur gerakan PRRI di Sumatra. Janji-janji manis yang disampaikan dihianati, janji mau mengawini. Dicerita oleh neneknya Namimah yang makin renta kepada Neli yang penasaran cerita kakeknya. Oh tak seperti itu ternyata sebenarnya.

#12. Rentak Kuda Manggani

Kenangan oh kenangan. Di masa sulit, ia meninggalkan istri dan anaknya. Merantau jauh dan menikah lagi. Saat tua mengunjungi lagi tempat lama itu, ditemui anaknya yang juga sudah menua, dan juga mantan istrinya, kunjungan ini tak hanya meminta maaf, sebab sejatinya sudah dimaafkan, kunjungan ini adalah perjalanan menekuri ingatan, perjalanan religi di senjakala.

#13. Air Tanah Abang

Kalau kalian lihat gelandangan di Tanah Abang, bisa jadi itu adalah Langang. Ia adalah perantau yang ambisius, dulunya. Pergi dari tanah kelahiran sejak usia 15 tahun, menikah dengan warga pinggiran Bandung hingga memiliki anak, lantas diminta pulang oleh emaknya. Utang dan beban seolah dilepas secara bersamaan, dengan surat penting dan KTP ibu kota dilarung di selat Sunda. Lantas tekanan sosial malah mencipta ulang perjalanan.

#14. Gadis Bermata Gerimis

Nek Gadis yang sendu. Dikunjungi aku Jalito, mahasiswi pascasarjana. Sanad keluarga menyisa mereka berdua, banyak anggota kelurga meninggal di bencana tsunami Aceh 2004. Pesan nenek, memintanya segera menikah agar keturunannya berlanjut. Lantas seolah tanda-tanda senjakala yang mana menipis waktu hidup, sang nenek bercerita masa mudanya yang terlambat menikah. Betapa perjuangan laki-laki di zaman kemerdekaan itu penuh pengorbanan, begitu juga perempuan yang menanti, dobel pengorbanan.

#15. Rendang Kumbang

Ramuan untuk mengembalikan suami dari godaan janda tetangga. Suaminya Kari seorang sopir truk pasir, tergoda sama Marina janda beranak dua yang meminta pesan membangun dapur. Keakraban itu mencipta cemburu dan gemanya malah semakin terasa. Marini meminta dukun Pati buat bikin ramuan pikat sukma. Hasilnya? Alamak…

#16. Tukang Beri Makan Kucing

Suami kesepian walaupun sudah punya lima, semuanya merantau, punya banyak cucu, otomatis mengikuti orangtuanya. Dari Bandung hingga Papua. Istrinya ikut ke Si Bungsu yang baru saja memberi cucu, dan setiap saat istrinya meminta untuk kasih makan kucing kesayangan. Namun suatu ketika si kucing malah memberantakkan dapur, bikin kzl. Wait… rasa sepi itu seharunya dibelai si meow…

#17. Sihir Batu Bata

Ibunya yang cerai mencipta kekesalan. Sebagai anak SD ia rindu belaian ayah, dan kala ada sopir yang mampir ke warungnya menggoda ibunya, ia berjanji akan membalas dengan kepal tangan kuat. Pendidikannya hancur, tapi tak bisa dijadikan alasan sebab kakaknya di posisi sama tetap berprestasi. Kala masalah dewasa dilihat dari sudut anak-anak memang tak sinkron, dunia itu semua ada masanya, Nak.

#18. Diri Juga Ingin Pulang

Seolah ini adalah gelandangan di ‘Air Tanah Abang’. Diri yang kere, sementara teman-teman sebayanya sudah sukses secara materi. Ia lantas menelusur masa lalunya, timbul tenggelam dalam kenangan.

#19. Tuan Alu dan Nyonya Lesung

Memakai anekdot alu dan lesung, sejoli yang saling mengisi. Seolah pohon stek, dibabat tapi bisa tumbuh lagi setelah coba ditanam lagi. tuan Alu dan Nyonya Lesung dalam lanskap surealis bdi taburan biji kopi.

Sebagai buku terakhir, Ramuan Penangkal Kiamat sudah dkutahui masuk lima besar. Laik, skor 4 masih bisalah untuk teman ngopi, lebih dari ekspektasi. Sulit memang membuat cerpen bagus. Salah satu ciri Bung Zelfeni adalah, riwayat karakter tergambar jelas dari mula hingga senja. Lihat saja, para tokoh utama sering kali mengingat masa lalu, meriwayat dari kecil atau dari muda, lantas ke masa kini. Balutan tradisi daerah adalah hal wajar, dan sudah sangat lazim dibuat. Tanpa tahu siapa Zelfeni, aku sudah bisa menebak ia orang Minangkabau atau Sumatra, atau setidaknya pernah tinggal di Sumatra, merantau ke tanah Jawa, dan ekonominya lumayan (terlihat dari cerpen awal). Untuk karakter yang lusuh, bisa dicomot dari orang-orang sekitar. Lihat, banyak hal bisa dipetik dari sini.

Cerita bagus, lebih mudah ditulis dari kisah sendiri atau teman sekitar dan memodifikasinya. Secara otomatis, pembaca juga. Dengan mudah menautkan emosinya. Selamat!

Ramuan Penangkal Kiamat | oleh Zelfeni Wimra | GM 6212020001 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Penyelia naskah Teguh Afandi | Desai nisi Ryan Pradana | Desain sampul Orkha Creative | Cetakan pertama, Januari 2021 | ISBN 978-602-06-4985-6 | ISBN Digital 978-606-06-4986-3 | Skor: 4/5

Tikus dan tupai mudah dipilah sedari kecil hanya dengan melihat ekornya.

Karawang, 281021 – Michael Franks – Time Together

Akhirnya selesai. 10 dari 10 prosa KSK selesai baca dan ulas.

Thx to Aiakawa Books, Bogor