Meet Your Maker #11

“Ketika aku menjelaskan bahwa serangan itu bukan perang, memang itu benar. Manusia tidak perlu perang untuk menjadi monster… kita adalah monster yang berada di dunia yang salah, saat oenghakiman pertama datang sampai penghakiman terakhir muncul…”

Cerita horror tanpa hantu. Sebenarnya pembuka hingga adegan ditemukan kejanggalan, buku ini bagus sekali. Pengenalan karakter dan penggambaran suasana lelaki jomblo menyendiri, jauh dari keluarga dan rekan-rekan, dan karakter pemalas tapi tak malas seperti ini bijaknya dikembangkan jadi karakter umum, dengan problematika kebutuhan sehari-hari. Sayang, sejak adegan terkunci, jendela macet, dan ditemukan banyak darah di luar kamar, kisah jadi ala film kelas C, yang suka mengkaget-kagetkan penonton. Mencoba filosofis, tapi tak sepenuh hati.

Jazz Timor, desainer freelance kere yang tinggal sebuah apartemen murah Capital Malrose, siang itu bangun tidur dengan kepala pening tak keruan. Belum sarapan, dan saat gegas berangkat kerja, ia terjebak. Tinggal di lantai tiga kamar 3B, dan tak terlalu mengenal para tetangga, mereka semua dihantui para pembunuh mengerikan.

Pertama, monster dengan kepala terbelah. Kedua, monster dengan pedang besar. Dan ketiga, monster dengan tangan besar. Mereka membantai para penghuni apartemen. Satu per satu dibunuh seolah tanpa motif, sampai banjir darah. Jazz lantas mencoba menyelamatkan tetangganya Tania dan Kate dengan mengalihkan konsentrasi, ke lift yang terbuka, hingga meluncur turun. Namun ia tak mati, sebab bersama monster tangan besar bak adegan Bruce Willis di Die Hard, dengan tali lift terjerebab di lantai basement. Ternyata di bawah-pun semua tertutup. Gerbang, pintu, jendela, segala akses keluar benar-benar rapat.

Di lobi, Jazz bertemu Hans dan Richard yang juga kebingungan. Dicerita bagaimana pagi itu memang tak wajar, segalanya remuk redam mencari pertolongan. Bergabung pula di lobi, para penghuni yang selamat. Dari Cindy, Rosi, Linda, Matt, sampai sang samurai Ryusuke dan anaknya. Karena HP tak ada sinyal.. HT juga tak bisa menghubungi keluar, lalu bisa meminta tolong bagaimana? Usulan Jazz untuk ke lantai atap untuk mencari sinyal, terdengar konyol sebab, kudu naik lagi, yang berarti ketemu para monster lagi, dan begitulah, memang tak ada opsi yang lebih bijak.

Kenekadan mereka, perjuangan mereka untuk bertahan hidup, hingga fakta-fakta yang terungkap lantas disajikan. Siapa selamat?

Ekspektasi saya memang tak tinggi dan terpenuhi, buku-buku horror atau sejenis bukan genre saya. Sembari mengisi waktu sahaja menikmatinya. Kubaca cepat, dan begitulah. Kasha-kisah mistis kalau diramu benar memang menarik, dan ini hampir diramu benar. Namun nyatanya malah tak mistis, hehe. Teringat Thanos malah, atau The Maze Runner, atau film-film serial yang booming kemarin: Alice in Borderline atau Squid Game. Hebatnya, ini diramu tahun 2014, jadi Meet Your Maker bukan mengekor, malah mendahului. Tetap saja, idenya tetap sebuah ATM. Hanya, sayangnya tergesa. Akan beda penilaian overall, kalau jumlah halaman jadi 500 atau lebih, sehingga ada penjelasan bagaimana Pak Tua mencipta skema, bagaimana para monster bermotif, hingga makna hidup dijelaskan secara filosofis.

Pertama, nama-nama karakter yang kebaratan. Hampir semuanya, kecuali tentu saja karakter dari Jepang. Kedua, horror yang memiliki beban. Temanya berat, tapi eksekusinya sederhana. Terlalu cepat, kalau tema melawan populasi misalkan, penjabarannya tak bisa sekadar dua bab belasan lembar. Tanggung jadinya. Atau tema uji coba, harus ada riset yang njelimet, penelitian ilmiah yang panjang kali lebar. Bukan penjelasan duduk manis dengan ulasan, mengapa. Namun tenang saja, saya juga tak suka pondasi The Maze Runner. Ketiga, ini seperti sinetron horror dengan bujet minim. Tergesa, mengada, suka yang kaget-kagetan. Boleh saja kalau bentuk visual, untuk menghibur abege labil, tapi tak  kan ini tulisan. Modalnya tarian tangan di atas keyboard, tak perlu mencipta tata setting mahal untuk ditampikan di layar, kenapa tak dicipta wow sekalian. Penjelasan naik turun gedung misalkan, mudah sekali. Jejerit para karakter malah merusak suasana.

Ini adalah buku pertama yang saya baca dari Jacob Julian, sobat lama yang pernah tidur bareng di Kemah Sastra 2011. Dari Jatim naik kereta, dijemput di stasiun gaas naik angkot ke Cibubur. Beliau adalah satu dari sekian teman yang berhasil menelurkan karya, salah duanya adalah Ari Keling dari Bekasi. Berteman di sosmed, walau tak sering bersapa, malah di grup film BM yang sering berinteraksi. Genre bukunya tak hanya horror, komedi dan percintaan juga ada. Satu lagi bukunya sudah ada di rak juga sudah tersedia, siap santap. Well, awal yang bagus untuk JJ di blog ini, selamat. Halla Madrid, Bravo Benzema!

Meet Your Maker | by Jacob Julian | Penyunting Dian Nitami N. | Proofreader Irwan Rouf | Ilustasi isi Indra Fauzi | Desain cover Budi Setiawan | Penata letak Di2t | Penerbit Mediakita | Cetakan pertama, 2014 | iv + 188 hlm.; 13 x 19 cm | ISBN 979-794-459-X | Skor: 3/5

Karawang, 110622 – Gregory Porter – Don’t Lose Your Steam

Thx to Anita Damayanti, Jakarta

#30HariMenulis #ReviewBuku #11 #Juni2022

Happy Birthday Sinna Sherina Munaf 32 Tahun. Best wishes…