Mencipta Surga yang Memenjara

Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children by Ransom Riggs

“Aku memberitahukan semua ini padamu karena kau berhak tahu.”

Mengejutkanku, foto-foto yang ditampilkan adalah asli. Sedari mula, kukira ini menjadi penunjang cerita, khas buku-buku lain. Ternyata, kita lebih cocoknya menyebut: foto-foto itulah yang menjadi dasar cerita. Kata-kata dicipta untuk menunjangnya. Penggambaran cerita, jelas dikembangkan dari sebaran frame. Dengan terang sang penulis bilang, ada ribuan foto lain yang tak bisa masuk, kudu selektif. Dan dengan ending menggantung, foto-foto yang tak ditampilkan kemungkinan muncul di Hollow City.

Ide mencipta surga yang terpenjara, tampak menarik. Memerangkap ruang dan waktu, melakukan kegiatan di saat yang sama, dengan suasana sama. Unik, sangat menarik. Rasanya seolah-olah ada yang memencet tombol ‘reset’ pada seisi kota, dan esoknya diulang. “Kenapa orang-orang sanggup menjalani hari yang sama berulang kali selama berpuluh-puluh tahun tanpa menjadi gila. Ya di sini memang indah dan kehidupan pun terasa nyaman, tapi kalau setiap hari selalu persis sama dan anak-anak ini tak bisa pergi, berati tempat ini bukan sekadar surga, tetapi juga semacam penjara.”

Kisahnya tentang Jacob Portman, yang di sela sekolahnya menjalankan magang di toko milik orangtuanya. Ayahnya sedang menulis buku tentang fauna burung, “Mengungkit-ungkit tentang proyek-proyek bukunya yang baru setengah jadi adalah masalah sensitif.” Dan ibunya yang sibuk berbisnis sering mengesampingkannya. Hanya kakek Abe Portman yang begitu dekat, kakeknya yang sudah pikun sering merancau tentang fantasi masa lalu. Lolos dari kamp konsentrasi NAZI, lalu hidup tenteram di Wales. Hingga akhirnya terbang ke Amerika. Rancauannya sama, sebuah periode hidup di sebuah pulau di Britania. Yang ukurannya tak lebih dari sebutir pasir di peta, terlindung pegunungan-pegunungan berkabut. Bagaimana masa remajanya berwarna. Cairn, semacam piramida dari batu-batu kasar, salah satu makam Neolithik yang menjadi asal muasal Cairnholm.

Suatu sore, kakeknya telepon Jacob di toko, ia dalam ancaman dan meminta tolong. Keadaan darurat ini, memaksanya pulang cepat untuk memastikan kondisinya. Dan benar saja, ada makhluk mengerikan membunuh kakeknya di hutan. “Aku ingin pura-pura tak peduli tentang ucapan terakhir kakekku, tapi kenyataannya aku peduli.” Sang kakek meninggalkan barang-barang warisan yang aneh, salah satunya perintah ditaruh di buku puisi Ralph Waldo Emerson. Perintah aneh untuk ke pulau masa lalunya. “Temukan burung itu. Dalam loop. Pada sisi lain makam pria tua, 3 September 1940.”

Dengan dalih untuk mengobati sakitnya, setelah konsul ke psikolog Dr. Golan. Akhirnya Jacob dianjurkan menghabiskan masa liburnya untuk menjelajah kastil di pulau tersebut. Bersosialisasi bisa membantu penyembuhannya. Ditemani sang ayah untuk meneliti burung, mereka ke pulau terpencil dengan akses luar terbatas. Listrik sudah padam saat jam sepuluh, sinyal HP tidak ada, dan segala keterbatasannya. Jalanan-jalanan dengan pondok-pondok kusam artistik yang berjajar hingga ke kejauhan sana, bersambung dengan padang-padang hijau yang dijahit jadi satu oleh tembok-tembok karang berliku-liku, sementara awan-awan berarak-arak.

Dan misi ke kastil itupun dilakukan. Awalnya, Jacob kecewa sebab kastil itu kotor dan tak banyak yang bisa diharapkan untuk diteliti. Tidak terlalu sulit membayangkan tempat ini mengandung sihir. Namun di hari kedua, segalanya berubah. Jacob masuk ke lantai atas, membuka dokumen-dokumen, menemukan hal-hal jadul di dalamnya, lalu sebuah peti yang sudah dibuka, diputuskan buka paksa dengan dijatuhkan, tembus ke lantai basement. Di sinilah segala kegilaan fantasi dimulai. “Aku tahu kedengarannya gila, namun banyak hal yang lebih gila ternyata benar.”

Ada remaja yang melihatnya, saat meneliti di dasar. Ia kejar, dan wuuuzzz… melewati rawa hutan. Rawa-rawa merupakan jalan masuk ke dunia dewa-dewa, tempat yang sempurna untuk memberikan persembahan paling berharga: diri mereka sendiri. Keluar darinya, dunia tak sama lagi. Ia nantinya tahu, ia ada di tahun 1940. Dan dari gadis yang dikejar bernama Emma Bloom, lalu malah menahannya itulah, ia tahu ia terjebak di ruang dan waktu. Ia dikira makhluk wight. Dibawa ke kastil, diperkenalkan dengan teman-teman lainnya. Dan terutama Miss Peregrine, dang pengasuh panti.

Mereka mencipta dunia tertahan di tanggal 3 September 1940. Akan berulang setiap hari, dan seolah abadi. Dulu kakeknya memutuskan pergi, maka ia menua dan mati. Mereka adalah manusia istimewa, memiliki keunikan/keanehan masing-masing, di sini disebut peculiar. Dan tahulah, Jacob ternyata diwarisi kekuatan kakeknya, bisa melihat monster. Hingga akhirnya, para monster itu menyerang kastil.

Dulu pas nonton filmnya di Pasific Place Mal, penasaran sekali sama buku ini. butuh waktu lima tahun untuk memenuhi hasrat. Kutonton berdua sama Topan, teman kerja PPIC yang sekarang sudah pindah kerja. Salah satu yang mencipta penasaran adalah lagu Orchestra Flight of the Bumblebees. Di sini ada, baik, esok kucari lagunya.

Foto-foto yang ditampilkan menarik. Tampak editan, yang nyatanya asli seolah sihir. Dari perempuan melayang, gadis karet yang bisa menekuk badan, kilat besar, santaklaus tatapan kosong di pesta natal, sopir bus sekolah yang seram, hingga si kembar berbaju putih berangkulan. Ini menjadi dasar untuk mencipta nama-nama karakter. Berikut beberapa anak istimewa: Emma dengan tangan yang mengeluarkan api, Millard yang tak terlihat, Horace bisa meramal masa depan, Olive mengambang di udara sehingga perlu diikat, Claire makan dengan mulut di belakang kepala, Enoch bisa mencipta makhluk dari benda mati, Bronwyn punya kekuatan besar, hingga Fiona bisa menumbuhkan flora dalam waktu singkat. Jangan lupakan juga Jacob, sang protagonist bisa melihat monster. Dan sang pengasuh panti Miss Alma Lefay Peregrine yang bisa memerangkap waktu. Bisa mengubah diri jadi burung elang. Variant hebat ini juga ada di daerah lain, dan mereka saling mengirim kabar. Jadi di tempat lain, ada juga kehidupan yang diabadikan.

Nah, antagonisnya adalah para pemburu peculiar. Mereka memangsa, menangkapinya. Membunuh. Monster yang dilihat Jacob, yang membunuh kakeknya adalah wight. Mereka melacak anak-anak istimewa ini. Maka saat menemukan loop, mereka menghancurkan kastil, menangkap Alma, dan endingnya menggantung. Bagus sekali, dengan latar laut perahu berlayar, siap membalas ke kota Hollow.

Kuselesaikan baca hanya dalam sehari, kurang dari 24 jam. Dari 15.07.22 jam 20:00 di malam Sabtu yang gerimis sampai kutuntaskan esoknya sebab libur, dan tak ada acara ke manapun. Di taman Perumahan, hujan berlindung di gazebo sampai tengah hari, dilanjutkan ke gazebo taman kota Galuh Mas sampai selepas duhur, lantas ke Masjid belakang Festive Walk hingga sore. Sebelum adzan Magrib, jam 16:30 saya tuntaskan di halte Galuh Mas saat perjalanan pulang jalan kaki. Hebat, 500 halaman tuntas seketika. Memang buku bagus, awalnya tak kuniatkan usai di bulan ini, icip saja. Sempat lama mengendap di rak meja kerja, 2020. Akhirnya malah gegas beres. Buku yang ok, selalu mencipta penasaran tiap lembarnya. Buku ringan dan menarik. Selalu tertarik sama buku fantasi anak, apalagi seliar dan seimajinatif ini. Dan sebuah kebetulan, hari ini saya dapat edisi sekuel Hollow City. Asyik… bisa langsung kulanjutkan Agustus ini.

Rumah Miss Peregrine untuk Anak-anak Aneh | by Ransom Riggs | Diterjemahkan dari Miss Peregrine’s Home For Peculiar Children | Copyright 2011 | First Published in English by Quirk Books, Philadelphia, Pennsylvania, USA | GM 616185023 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Tanti Lesmana | Desain sampul Eduard Iwan Mangopang | Jakarta, 2016 | 544 hlm; 20 cm | ISBN 978-602-03-3388-5 | Skor: 5/5

Karawang, 280722 – Stan Getz – The Girl From Ipanema

Thx to Ora Danta, Jakarta

The Hobbit – J. R. R. Tolkien 

The Hobbit – J.R.R. Tolkien

Fili: “Aku tidak ingin lagi mencium bau apel seumur hidupku. Tongku penuh bau apel. Mencium bau apel terus-menerus dengan perut lapar dan tak bisa bergerak, bisa membuat orang jadi gila. Aku bisa makan apa saja selama berjam-jam sekarang – asal jangan buah apel.”

Setelah terpesona The Lord Of The Rings (filmnya) yang kutonton tahun 2005 sampai beli kaset vcd original komplit seri, saya sempat akan membeli novelnya. Sayang di Cikarang susah sekali menemukan. Seakan sekejap waktu merentang cepat sampai di tahun 2009, saya malah menemukan The Hobbit di tumpukan buku diskon di Carefour Cikarang, dan taa-daaa… saya terkesan. Saya sangat terkesan. Setelah epic Potter berakhir 2007 inilah buku fantasi yang sukses bisa sampai klimak to the maxxx. Tiga tahun terentang ada Bartimaeus trilogy yang juga superb. Speechless.

Filmnya dibagi menjadi tiga, padahal bukunya tak lebih tebal dari al kitab. Dulu antusias menanti, tapi karena yang pertama bagus yang kedua sekedar lumayan, yang ketiga hingga kini belum kulihat. Kisahnya dipanjang-panjangkan, dan banyak sekali yang dicipta baru untuk memenuhi durasi. Karena setting waktu memang sebelum kisah Frodo maka segalanya memang mungkin.

Poin utama cerita adalah kumpulan kurcaci berjumlah tiga belas yang meminta bantuan hobbit cerdas, pintar menyelinap curi dan selalu rindu rumah di Bag’s End, Bilbo Baggins untuk menyertainya perjalanan ke Timur menuntut hak pada naga jahat Smaug yang menguasai lembah penuh emas. Dipimpin Thorin Oakenshield yang ambisius dan disertakan Gandalf the Grey yang memberi saran untuk mengajak Bilbo, mereka berpetualang. Mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir Indah ke samudera. Dihadang berbagai rintangan dan Bilbo tersesat di gua Gollum yang mengakibat sebuah cincin ajaib dikenakan, berhasilkah?

Kutipan-Kutipan

Kami di sini lebih suka hidup tenteram dan tidak menyukai petualangan. Petualangan cuma membawa kesulitan dan tidak menyenangkan. Membuat makan malam jadi terlambat! Aku tidak mengerti kenapa ada orang yang menyukai petualangan. – 15

Hari berikutnya Bilbo hampir melupakan Gandalf sama sekali. Ingatannya memang tidak terlalu tajam, kecuali ia mencatat dalam Daftar Acara. – 17

Dengan tongkat kayu dibabatnya kepala raja goblin yang bernama Golfimbul hingga terpelanting. Kepala raja itu melayang di udara sejauh delapan puluh meter, dan masuk tepat ke lubang kelinci. Maka dalam pertempuran ini pasukan goblin dikalahkan, dan sejak itu pula terciptalah permainan golf. – 29

Waktu melihat tampang orang kecil yang lucu itu, aku sudah mulai ragu. Dia lebih mirip pedagang barang kelontong daripada pencuri! – 30

Bagaimana aku akan bisa mengatasinya? Dan apakah aku akan kembali dengan selamat? – 35

“Jangan seperti orang tolol, Bilbo Baggins!” katanya pada diri sendiri, “Percaya pada naga dan segala dongeng omong kosong dalam usiamu yang setua itu!”

Sampai akhir hayatnya Bilbo tak pernah mengerti, bagaimana ia bisa keluar tanpa topi, tongkat, atau uang atau segala sesuatu yang biasa dibawanya kalau pergi ke luar. – 43

“Sial benar segala urusan ini. Ingin sekali aku berada di rumah, dalam laingku yang menyenangkan, dekat api dengan ketel yang bersiul.” – 45

Semakin sedikit bertanya-tanya, semakin sedikit pula kesulitan yang akan kita temukan. – 47

Bilbo terpaksa berangkat sebelum sempat mengatakan bahwa ia tak bisa menirukan suara burung apa pun. – 48

“Mengapa tidak kautunjukkan dari tadi?” – 58

Jadi sekarang kalian sudah mengerti. Lain kali kalian harus lebih hati-hati, kalau tidak kita takkan sampai ke mana pun. – 60

Sekali lagi ia membayangkan kursinya yang empuk di muka perapian, dalam liang hobbit-nya dan ketel yang mulai bersiul. Bukan untuk terakhir kali! – 62

Kadang-kadang ia terangguk-angguk dan hampir jatuh dari tungganggannya, atau hidungnya menumpuk leher kuda poninya. Makin turun ke bawah semangat mereka makin naik. – 64

“Lembah punya telinga dan beberapa peri punya lidah yang terlalu periang. – 67

Hari-hari yang penuh kegembiraan rasanya tidak menarik untuk diceritakan. Sementara itu, segala hal yang kurang enak, mendebarkan hati dan bahkan menyedihkan selalu lebih memikat untuk diceritakan. – 67

‘tinggi pintu lima kaki dan tiga bisa berjalan berjajar’ – 69

‘Berdirilah dekat batu kelabu waktu srigunting mematuk, dan matahari yang sedang terbenam akan memancarkan cahaya terakhir Hari Durin ke arah lubang kelinci.’ – 70

“Aduh, mengapa aku mau meninggalkan liang hobbit-ku!” kata Bilbo yang terlonjak-lonjak di punggung Bombur. – 85

Mula-mula ia terkejut, tapi lama-lama ia jadi terbiasa. – 89

Kadang-kadang Goblin Besar ingin makan ikan dari danau dan disuruhnya anak buahnya pergi ke sana. Kadang-kadang baik goblin maupun ikannya tak pernah kembali. – 91

Waktu! Waktu! – 97

Ia membayangkan kehidupan Gollum yang tidak mengenal hari, cahaya dan pengharapan. Yang diketahuinya hanya batu keras, ikan dingin, merayap-rayap dan berbisik-bisik sendiri. Bayangan itu melintas sekejap dan Bilbo menggigil. – 107

‘Selama ini dia lebih banyak memberikan kesulitan daripada bantuan pada kita. Kubilang, terkutuklah dia!’ – 113

“Apa yang akan kita lakukan. Apa yang akan kita lakukan? Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya.” – 120

Pohon bukanlah tempat yang menyenangkan untuk diduduki lama-lama, pada saat kapan pun. Lebih-lebih kalau malam dingin dan berangin. Ditambah dengan sekelompok serigala mengepung dan menunggu untuk memakan mereka, tidak ada lagi tempat yang lebih menyedihkan. – 122

“Sekarang aku tahu bagaimana perasaan dendeng yang tiba-tiba diangkat dari penggorengan dengan garpu dan ditaruh kembali di atas rak!” – 132

Ia tidur bergelung di karang yang keras, lebih nyenyak daripada tidurnya di kasur empuk di rumahnya sendiri. Tapi semalaman ia memimpikan rumahnya. – 135

Ingat, kalian tidak boleh keluar dari jalan setapak karena alasan apapun. – 160

Semua tergantung dari nasib baik kalian, serta keberanian dan kecerdasan otak kalian sendiri. – 165

“Bukan itu yang kumaksud. Maksudku, tidak adakah jalan memutar.” – 166

Bilbo berlutut di tepi air dan melihat ke sebarang. Tiba-tiba ia berseru, “Ada sampan di seberang! Aduh kenapa tidak berada di tepi sebelah sini!” – 171

“Apakah hutan terkutuk ini tak ada habis-habisnya?” – 176

“Kenapa aku bangun dari tidur? Mimpiku Indah sekali. Aku mimpi berjalan di hutan yang agak mirip hutan ini. Di tanah ada api unggun. Pesta sedang berlangsung. Ada Raja Peri Hutan di situ mengenakan mahkota daun. Rakyatnya menyanyikan lagu gembira. Aku tak menghitung atau melukiskan makanan dan minuman yang begitu banyak.” | “Kau tak perlu menceritakannya,” kata Thorin. “Kalau kau tak bicara soal lain, lebih kau diam saja. Kami sudah cukup kesal gara-gara kau…” – 179

“Ya, mereka tidak takut. Tapi apa aku tidak takut pada mereka?” – 182

Bilbo berlari berkeliling sambil memanggil-manggil, “Dori, Nori, Ori, Oin, Gloin, Fili, Kili, Bombur, Bifur, Bofur, Dwalin, Balin, Thorin Oakenshield.” Sementara itu, ia merasa ada orang-orang yang tak bisa dilihat dan didengarnya juga berlari mengelilinginya sambil memanggil namanya berkali-kali. – 184

Satu-satunya makhluk yang tidak diberi ampun oleh Peri Hutan hanyalah laba-laba raksasa. – 199

Semua kurcaci diikat dengan tali, dijajarkan dan dihitung. Tapi mereka tak pernah menemukan atau menghitung si hobbit. – 201

“Kami kira kau punya rencana yang masuk akal, waktu kau mencuri kunci tahanan. Ini rencana gila!” – 211

Mereka berhasil meloloskan diri dari penjara Raja Peri. Tapi apakah mereka hidup atau mati, masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab. – 219

Seandainya mereka tahu apa yang terjadi kemudian, mereka pasti akan sangat terkejut. – 225

Tapi apa yang diucapkannya sangat berlainan dengan apa yang dipikirkannya. – 233

“Kalian bilang tugasku adalah duduk di ambang pintu dan berfikir. Nah, aku sedang duduk dan berfikir.” Tapi Bilbo tidak sedang memikirkan tugas yang dibebankan padanya. Ia sedang memikirkan Daerah Barat nun jauh di sana, serta liang hobbit di bawah Bukit yang menyenangkan. – 240

Para kurcaci gemetar. Takut jangan-jangan kesempatan ini akan lenyap kembali. Mereka mendorong batu sekuat tenaga – namun usaha mereka sia-sia. – 243

“Akhirnya kau melibatkan dirimu dalam bahaya, Bilbo Baggins.” – 247

“Aku tidak diikutsertakan untuk membunuh naga. Itu tugas seorang prajurit. Sebagai pencuri, tenagaku dipakai untuk mencuri harta.” – 254

Aku percaya apa yang dikatakannya, walau aku yakin itu bukan dari pengalamannya sendiri. – 255

“Akulah si pencari jejak, pemotong jaring laba-laba, lalat penyengat. Aku yang terpilih sebagai pemilik nomor mujur.” – 257

“Sisikku seperti perisai berlapis sepuluh. Gigiku deretan pedang, cakarku tombak, dan lecutan ekorku halilintar, sayapku angin ribut, dan napasku tiupan Elmaut.” – 261

“Jangan takut! Selama masih hidup selalu ada harapan, begitulah kata ayahku selalu.” – 270

Yang harus kita cari sekarang adalah jalan keluar, dan kita sudah terlalu lama bergantung pada nasib baik! – 276

Pembicaraan mereka selalu sampai pada satu pertanyaan: di mana Smaug? – 281

“Tempat ini masih berbau naga,” gerutunya sendirian. “Membuatku mau muntah rasanya. Dan aku benar-benar sudah sebal makan cram.” – 304

Meski aku sendiri tak pernah merasa sebagai pencuri – tapi aku pencuri yang jujur. – 311

Tapi perang ini rasanya sama sekali tidak mengandung kebesaran. Bahkan tidak menyenangkan, dan mengerikan. Ingin sekali aku tidak terlibat di dalamnya.” – 326

“Kalau kelak kau lewat di muka rumahku, masuklah. Kalian tak usah mengetuk pintu lagi. Waktu minum teh pada jam empat, tapi kapan pun kalian datang, akan kusambut dengan senang hati.” – 334

Dan aku sangat bangga akan dirimu; tapi kau juga hanya makhluk kecil di tengah alam semesta yang begini besar! – 348

Kutipan yang saya ketik ulang panjang nan banyak ya. Maklumlah ini  buku istimewa. Setiap lembarnya memberi kesan, dan bagian terbaik kesukaanku ada dua yang pertama saat main tebak-tebakan dengan Gollum. Cerdas dan sangat menyenangkan. Saya sampai teriak, ‘wow wow wow’. Satunya lagi setiap Bilbo ingat rumah liangnya yang nyaman. Kalau ditolok ukur kepuasan fantasi, The Hobbit adalah yang terbaik. Lebih hebat ketimbang Harry Potter, Narnia, His Dark Materials  apalagi Bartimaeus. Pertama terbit tahun 1937, jauh sekali dari fantasi era modern J.R.R. Tolkien menulis kisah bak sebuah dongeng yang lezat disantap dalam kondisi apapun. Setahuku doeloe pernah diterjemahkan ke Balai Pustaka, dengan sampul jadul nan klasik. Yang kubaca adalah terjemahan Gramedia, yang syukurlah sangat bagus. Tak ada komplain, ditambah ilustrasi bagus yang membawa bayang, sungguh ini adalah kisah yang sempurna.

The Hobbit jelas masuk 10 besar novel terbaik yang pernah saya baca. Noted!

The Hobbit atau Pergi dan Kembali | by J.R.R. Tolkien | diterjemahkan dari The Hobbit | originally published in English by HarperCollinPublishers Ltd | copyright 1937, 1951, 1966, 1978, 1995 | alih bahasa A. Adiwiyoto | GM 402 02.011 | sampul dikerjakan oleh Eduard Iwan Mangopang | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | cetakan ketiga, Mei 2002 | 352 hlm; 23 cm | ISBN 979-686-767-2 | Skor: 5/5

Karawang, 140917 – Sherina Munaf – Bermain Musik