
Room by Emma Donoghue
“Dan tempat-tempat itu juga nyata, seperti ladang dan hutan dan pesawat dan kota-kota…” “…” | “Tak mungkin. Mana mungkin semua itu muat?” | “Di sana, di luar.” | “Di luar dinding tempat tidur?” | “Di luar kamar.”
Buku dibuka dengan kutipan bagus yang mewakili sudut pandang Jack, sang anak.
Anakku: Kesukaran yang kumiliki. | Sementara kau tertidur, hatimu tenteram; | Kau bermimpi dalam rimba kesedihan; | Dalam malam berselimut merah tua; | Dalam biru kelam kau berbaring geming dan bersinar. – Simonides (abad 556-468 SM), “Danae” (terj. Richmond Lattimore)
Lima tahun untuk selamanya. Mengubah segala hal yang selama ini ditempa. Buku ini, bisa jadi renungan ilmu psikologi. Lingkungan membentuk seseorang. Kita dicipta oleh keadaan sekitar, pendidikan sekitar. Makanya, yang kaya makin kaya sebab diolah oleh pendidikan dan pergaulan orang kaya, begitu juga yang miskin, pola pikirnya tetap miskin. Ya, pahit, tapi nyatanya seperti itu.
Novel dan film (baca di sini ulasannya) sama saja, bagus semua. Dibuat dalam dua babak utama, di dalam kamar dan adaptasi di kehidupan sesungguhnya. Dengan cerdas mengambil sudut pandang seorang anak lima tahun yang polos dan menggemaskan. Pendidikan itu penting, tapi lingkungan jauh lebih penting. Bagaimana sifat dan karakter dibangun di ruang sekecil itu. Dari lahir dan pada akhirnya kabur, bagaimana Jack beradaptasi sama hidup baru. Polos dan tampak sangat menyentuh. Seperti filmnya, menurutku bagian pertama luar biasa. Keren abnget, ide memenjara dan dengan segala keterbatasannya. Bagian kedua menurut drastis. Itulah mengapa orang suka drama pahit, sebab cerita pahit selalu mematik penasaran. Nah, untungnya, ending buku ini bagus banget. Pamit itu menampar teori-teori sosiologi, mengukuhkan betapa sempit dan lega itu sangat subjektif.
Kisahnya tentang Ma yang dikurung di kamar. Ia adalah korban penculikan, sang pelaku kita sebut saja namanya Nick Tua. Diculik sejak masa sekolah, dan kini ia sudah tujuh tahun berlalu. Diculik dijadikan budak seks, hingga melahirkan anak. Anak pertama meninggal dunia, dan dikuburkan di kebun belakang. Anak kedua, kini berulang tahun kelima. Jack, yang polos dan sangat menginspirasi.
Mengambil sudut pandang anak lima tahun, semua tampak penuh tanya. Bagaimana mendidik anak, itu sangat berpengaruh. Ma, dikurung di ruangan dengan kunci digital di bekalang rumah. Berbagai percobaan kabur sudah dibuat. Sedih sekali, menempatkan diri sebagai korban kekerasan seksual. Nick Tua, tiap beberapa malam mendatangi, bercinta dan Jack diminta sembunyi di almari.
Setiap minggu, ada traktiran. Artinya Ma dan Jack meminta barang, dan akan dicarikan. Dari obat, mainan, makanan, hingga kebutuhan mendesak lainnya. Dan begitulah, pola pikir Jack dibentuk. Sempit, dan sangat terbatas.
Tv menjadi hiburan utama, maka dirinya dibentuk oleh film-film kartun. Dora adalah yang paling sering disebut, maka ia suka menirunya, mengidolainya. Semua karakter kartun yang disaksi menjadi panutan. Kehidupannya benar-benar dibentuk dari kartun TV. “TV tidak menyala, aku rindu teman-temanku.”
Bacaan buku-buku klasik juga jadi hiburan, pengantar kehidupan Jack. Alice yang terjebak di negeri ajaib menjadi metafora kehidupannya. Kita seperti orang-orang di buku, dan dia tidak akan membiarkan orang lain membacanya. Maka Ma dengan sedih bilang, “Nah, aku seperti Alice.”
Segalanya dikira fiksi, dan Ma berulang kali menjelaskan di Luar banyak hal fakta. Tak hanya khayal, hal-hal yang tak bisa dipahami Jack. “Di luar ada segalanya. Setiap kali aku memikirkan sesuatu sekarang seperti ski atau kembang api atau pulau atau elevator atau yoyo, aku harus mengingat kalau semua itu nyata, mereka semua benar-benar terjadi di Luar bersamaan.”
Maka di ulang tahunnya kelima, sebuah misi penyelamatan disusun. Awalnya dibuat dengan scenario, Jack sakit keras dan minta Nick untuk mengantarnya ke rumah sakit. Demam, mual, dan tampak kritis. Nick diomeli, dan dibuat panik, tapi tak boleh menyentuhnya. Namun, berjalannya waktu, Ma mengubah rencana. Malam berikutnya, saat Nick datang, Ma memberitahunya Jack meinggal dunia. Digulung bungkus tikar, dan dengan akting sesenggukan, kesedihan kehilangan anak kesayangan, meminta Jack menguburnya jauh-jauh dari rumah, tak boleh dilihat. Permohonan terakhir yang jadi kunci utama misi.
Saat pertama kali di Luar, Jack ketakutan. Menghitung tikungan, dan mencoba kabur dari truk. Bertemu orang asing dengan anjingnya, menjadi penyelamat. Nick yang baru sadar ditipu, panik. Sempat mau menangkap Jack, tapi mendapat perlawanan si Bapak. Dan gegas telelpon polisi. Misi itu sukses besar, dan segalanya lalu berputar cepat. Impian Ma kembali menghirup udara bebas kesampaian, berkah aksi heroik Jack.
Lucu, bagaimana Jack menghadapi ketakutan dengan menghitung gigi, bolak-balik. Ada 20 pcs, tapi kadang terlewatkan. Kepolosannya saat mengambil lima mainan, bukan empat malah tampak betapa anak ini tak gegas paham dunia barunya. “Aku tidak mau menghitung deritan tapi aku melakukannya.”
Nah, kehidupan sesungguhnya dimulai di sini. mendadak terkenal. Beerapa hari dirawat di rumah sakit, mendatangkan psikiater, melakukan visum, perawatan intensif. Hubungan sama ibunya kembali tersambung, ibunya yang memanggilnya Gadis Kecil-nya kini sudah menikah lagi, ayahnya kini tinggal di Australia dengan kehidupan barunya. Begitu pula, dengan sang kakak, Palu yang kini sudah menikah dengan Deana dan punya anak Bronwyn. Yeay, Jack punya saudara.
Segalanya kembali terhubung. Jack berpikir keras sampai kepalanya sakit. “Aku tidak di dalam kamar. Apakah aku masih aku?”
Bagian ini, di film terasa boring. Sebab cekam kengerian sudah lewat, hanya bagian saat minum pil over itu yang bikin panik. Di buku sama saja. Separuh buku ini, melelahkan. Dari satu pengobatan ke pengobatan lain, dari pengenalan dunia baru Jack ke pengalaman lainnya, segalanya tampak baru, dan membingungkan. “Hanya ide yang sama yang berputar-putar seperti tikus di roda.”
Namun di buku, tampak lebih bagus. Terutama bagian saat Jack memaksa kembali ke Kamar. Ia memaksa Ma, yang tentu saja trauma, untuk kembali ke sana. Setidaknya mengucapkan selamat tinggal. Dan begitunya, novel ini terselamatkan ending yang luar biasa mengintimidasi. Lebih bagus bukunya, kalau yang ini. feel-nya beda.
Kubaca santuy bulan Agustus, dari tanggal 4 di malam selepas Isya sampai tanggal 21 lewat tengah malam. Buku pertama Emma yang kubaca, dan aku suka. Catatan saya tutup dengan kalimat filosofis ini, “Hanya karena kau belum pernah bertemu mereka, tidak berarti mereka tidak nyata. Ada lebih banyak hal di dunia daripada yang pernah kau bayangkan.” Bukankah begitu juga dengan Tuhan?
Room | by Emma Donoghue | Diterjemahkan dari Room | Terbitan Little, Brown and Company, Hachette Book Group, New York | Copyright 2010 | Penerjemah Rina Wulandari | Penyunting Jie Effendie | Cetakan ke-1, Agustus 2016 | 420 hlm; 14×21 cm | ISBN 978-602-385-136-2 | Penerbit Noura (PT. Mizan Publika) | Skor: 4.5/5
Room dipersembahkan untuk Finn dan Una, karya terbaikku
Karawang, 050922 – Tasya – Ketupat Lebaran
Thx to Andryan, Bekasi