“But the soul remains one.” – Red
Us memang sebuah penurunan dari debut hebat Get Out, tapi tetap sensasi merinding dan tahapan membuka kejut terasa sukses, bagaimana reaksi identitas utama, wow. Memang adegan slasher pembunuhannya bikin ngeri karena menampilkan darah yang banyak dan terlihat sadis, horror-nya lebih ngena tanpa hantu. Sensasi teror bayangan di cermin, oh itu kita!
Di Santa Cruz, California tahun 1986 Adelaide kecil (Madison Curry) terpisah dari orang tuanya di bazar malam, dengan baju album Thriller-nya Michael Jackson, ia berjalan mendekati pantai yang ada rumah hantu, di sana ia menatap cermin, dan bayangannya terasa hidup, bukan hanya terasa, dia keluar dari cermin! Kedua orang tuanya yang bingung, mendapati beberapa saat kemudian, Adelaide tampak linglung, ada memori yang hilang. Seolah sebagian masa-masa-nya tercerabut, kalau di Jawa semacam kena rep-rep, ada hantu nempel. Dari proses terapi, diminta segalanya harus dicerita ulang, seolah ia kena reset. Klu pertama.
Kukira Adelaide dewasa (diperankan dengan bagus banget Lupita Nyong’o) akan tumbuh error, ternyata ia bisa memiliki keluarga utuh yang bahagia. Tampak sangat bahagia, dan ideal. Di present day, ia sudah menikah dengan Gabe (Winston Duke), memiliki dua anak Zora (Shahidi Wright Joseph) dan Jason (Evan Alex), mereka sedang berlibur ke rumah pantai. Liburan bersama keluarga lain yang terdiri dari Kitty Tyler (Elizabeth Moss), Josh (Tim Heidecker), serta putri kembarnya Gwen dan Maggie. Apa yang ditampilkan di rumah berlantai satu itu, bagiku terlalu brutal. Adegan eksplisit seperti ini malah membuat skor turun.Malam itu, ada tamu tak diundang. Tampak aneh, karena ketika diusir tetap tenang menatap. Telpon polisi, pintu dikunci, tetap saja mereka berhasil masuk dan menguasai keadaan. Tamu itu semacam bayangan sang tuan rumah, dengan topeng, kata-kata serak terseret, air mata meleleh yang entah (awalnya) maksudnya apa. Mereka adalah kita, kata Jason. Ayah, ibu, dan dua anak masing-masing dinamai Red, Abraham, Pluto, dan Umbrae (diperankan sama). Seolah mereka adalah hasil-hasil pantulan cermin? Jason diminta ngumpet, Zora diminta lari yang lalu dikejar, Gabe yang sudah dihajar tongkat baseball, kesakitan mengerang. Dan inti dari semua ini, adalah Adelaide. Ia diborgol di meja, untuk diperlihat alasan sejatinya.
Dalam larinya Zora dikejar bayangnya. “Run, Rabbit, run!” Gabe diadu dalam perahu di danau, yang mana hanya satu bisa keluar hidup-hidup dari air. Jason dan bayangnya memainkan api, karena Pluto memakai selambu kepala, kita tak tahu bagaimana wajahnya hingga nantinya terbuka dalam titik seram. Memainkan trik jitu dalam lemari tertutup. Dan Red vs Adelaide-lah kisah utama Us menemui jawab. Saya fokus ke sang protagonist, nyatanya yang perlu kita khawatirkan salah sasaran.
Keluarga Tyler sendiri tragis, lalu setelahnya malah tampak chaos di seluruh kota. Tv memberitahukan bagaimana huru-hara akibat ‘bayangan cermin’ yang menguasai kota. Itulah malam cekam yang terasa sangaaat panjang. Pertanyaan utama mungkin sangat umum, siapa selamat, siapa menang? Tapi Us tak melulu soal siapa yang bisa bertahan hidup di menit akhir. karena adegan jelang eksekusi ending di pantai malah membuat pening lainnya. Semua tampak baik-baik saja? Sampai akhirnya Jason menatap ngeri, tatapan kerut yang sama kita berikan saat kredit akhir tampak di layar. Tangan-tangan berpegangan melintas batas menjadi penghubung, menjelma konduksi kemanusiaan. Lantas apa yang kita cari dalam hidup ini sesungguhnya? Hand Across America.
Saya kutip al kitab Jeremiah 11:11 yang berbunyi, “Sebab itu beginilah firman Tuhan: Sesungguhnya, Aku mendatangkan ke atas mereka malapetaka yang tidak dapat mereka hindari, dan apabila mereka berseru-seru kepada-Ku, maka Aku tidak akan mendengrkan mereka.” Di sini, Tuhan murka dan menghukum manusia karena manusia melanggar perjanjian. Orang-orang yang kehilangan imannya pada Tuhan yang spiritual, akan mencari Tuhan duniawi. “Kita terjebak di 11:11.”
Harapan di Yunani dipakai Hesiodos dengan ‘ekspektasi yang menipu’. Get Out memang masterpiece horror, debut yang akan menjadi titik pijak pembanding Jordan Peele di film-film berikutnya, maka ketika Us muncul dan tak bisa bicara di Oscar, jelas sebuah penurunan. Akting Lupita Nyong’o luar biasa, memainkan mimik, logat serak tertahan dengan air mata mengalir, seolah ada makhluk asing menginggapi. Semakin baik kondisi yang kita dapatkan, semakin cemas dan putus asa diri kita.
Setelah nonton Us jadi agak takut sama gunting, pegang gunting dengan mencekam kedua lubang menjadi terasa ngilu. Apalagi pegang persis di poster, seolah akan menikam. Us mencipta keseraman pula saat bercermin, dunia bayang yang misterius itu akankah memiliki jiwa jika lubang cacing terbuka? Orientasi hidup apa sih? Hidup seimbang apa sih? Panjang umur apa sih? Masuk surga apa sih? Jangan-jangan hidup ini ada dunia pararel yang menginginkan kehidupan kita? Bayang di ‘cermin’ itu membawa gunting untuk memenggal segala asa. Twist! Salut sama ide-ide nyeleneh Jordan Peele. Untuk kali ini, agak brutal tapi secara cerita memang amazing. Muncul bebera penafsiran terkait gambaran ayat dalam al kitab. Adegan absurd yang menampil hukuman manusia, serta berbagai arti ganda yang mematik iman. Kelinci? Sebuah kajian ambisiusitas yang akan diperdebat lagi, dan lagi di kemudian hari.
Hidup yang baik bukan berarti menolak penderitaan, yang sesungguhnya adalah menderita untuk alasan-alasan yang benar. Ophelia, call the police!
Us | Year 2019 | Directed by Jordan Peele | Screenplay Jordan Peele | Cast Lupita Nyong’o, Winston Duke, Elizabeth Moss, Tim Heidecker, Shahadi Wright Joseph, Evan Alex, Yahya Abdul Mateen II, Anna Diop Madison Curry | Skor: 4/5
Karawang, 290420 – 040520 – Bill Withers – The Same Love That Made Me Laugh
Happy Birthday Meyka, Sudah tiga lima saja ya. Waktu berlari dengan liarnya.